Keesokan harinya.
Byran memasuki ruangan kamar Valery dengan pakaian training, karena hari libur dia memanfaatkannya untuk berolahraga dan berlari di area apartemen, dia pikir saat kembali mungkin sudah ada sarapan pagi yang bisa dia makan tapi? Bahkan gadis itu masih tertidur di atas ranjangnya.
Byran membuka lebar gorden setinggi kamar itu, menggesernya sampai sinar matahari menerangi seluruh kamar Valery, Byran kembali menatap gadis yang terbaring dengan jarak yang cukup dekat, tangannya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya, terlihat wajah sendu yang sedikit pucat.
“Kenyataannya kalian memang berbeda, Valery apa kau akan membenciku?” tanya Byran, hatinya selalu merasakan rasa bersalah, apa hal yang sebenarnya terjadi sampai Byran terus menginginkan Valery menjadi si
Hingga hitungan lima belas menit berlalu, Valery belum menunjukan apapun jika wanita itu akan keluar dari ruangan.Byran bangkit dari sofa yang sudah diduduki selama beberapa menit, dia berjalan mendekati ruang ganti pakaian itu dengan beberapa pelayan yang mengikuti di belakang, dia meminta kunci dari pelayan untuk membuka pintu.“Kau membuat kesabaranku habis Nona Arabelle!” Ucap Byran, dia menghentakan pintu itu sampai membuat beberapa orang terkejut termasuk Valery yang ada di dalam.Valery menoleh dengan tubuh yang gemetar, dia jadi teringat bagaimana marahnya Byran sama seperti waktu di klub malam itu, Valery berjalan mundur sampai tubuhnya menabrak dinding. Byran mencekik leher Valery begitu jarak mereka sudah dekat, membuat para pelayan undur diri untuk mengabaikan hal apa yang telah terjad
Seminggu berlalu, waktu berlalu dengan iringan hari berganti, apa yang terjadi selama seminggu itu berlalu?Wanita simpanan bisa melakukan apa?Bahkan untuk keluar menghirup udara segar di luar saja rasanya begitu sulit, seperti seorang putri terkutuk yang harus mendekam di kastil tanpa tahu kapan akan bisa keluar dari sana, menanti suatu keajaiban dari seseorang yang berhati baik.Tapi?Itu suatu hal mustahil jika Byran memberikan sebuah kebebasan untuknya, Valery selalu di hantui rasa takut ketika pria itu kembali, entah itu perasaan takut Byran akan memanggil dirinya untuk segera ke kamarnya atau perasaan takut ketika pria itu memintanya untuk diam di dalam dekapannya.Valery terduduk di balko
Satu hari berlalu, cahaya matahari masuk melalu cela-cela gorden yang terbuka sedikit, mengusik dua orang yang sedang berpelukan dalam tebalnya selimut, cahaya itu mengusik salah satu dari mereka hingga membangunkannya.Valery membuka kedua matanya saat wajahnya terus di soroti sinar matahari, dia bergerak sedikit untuk melihat apa yang telah terjadi, matanya tertuju pada pria di hadapannya—lebih tetapnya pria yang sedang memeluk dirinya, jadi semalam itu—setelah Valery menangis, dia tertidur dan berakhir tidur di ranjang pria itu?Dengan ragu Valery mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya, helaan nafas lega terdengar darinya. Pakaiannya masih utuh itu berarti tidak ada yang terjadi, Valery mengusap kedua matanya dan bermaksud untuk meninggalkan ranjang, tapi tubuhnya kembali di hentakan keranjang.
Valery bersama Byran memasuki sebuah Mall di pusat kota, tidak seperti terakhir kalinya mereka kesini, kali ini dengan sedikit canggung Byran menggandeng tangan Valery dengan erat, tidak ada paksaan atau seperti terakhir kalinya dimana Byran tidak ingin Valery bertatapan dengan orang lain.Duanya hanya memilih Mall karena mungkin saja ada yang bisa lebih banyak di lakukan di sana daripada di taman, mungkin jika mereka berkunjung ke taman hiburan akan banyak permainan yang bisa dicoba tapi Valery tidak ingin menaiki wahana apapun, dia lebih suka berjalan-jalan, melihat dan makan sesuatu, apalagi mengunjungi toko buku, Valery sangat suka membaca buku.“Kenapa hanya diam?” Tanya Byran, pria itu membalik badannya, melihat Valery yang juga langsung menatap ke arahnya, tapi setelah itu diam memutuskan tatapan itu dan kemudian kembali tertunduk, gadi
Namanya adalah Valery Arabelle, gadis yang berusia 19 tahun, tinggal di pinggiran kota Newyork bersama saudariku yang bernama Luna Arabelle, yang usianya tidak jauh berbeda dari Valery, dia berusia 17 tahun dan masih duduk dibangku SMA kelas akhir.semenjak kedua orang tua mereka meninggal karena sebuah kecelakaan lima tahun yang lalu, hingga Valery mengambil alih menjadi tulang punggung keluarga, karena alasan itulah juga Valery tidak bisa melanjutkan sekolah lagi, jika itu masih berlangsung, mungkin Valery sedang duduk dibangku perkulihan.Pekerjaan setiap harinya adalah dimulai pagi hari, Valery bekerja di toko roti dekat rumahnya tepat didepan jalan, menjelang sore hari aku bekerja di supermarket dan pada malam harinya terkadang Valery bekerja di club malam sebagai penghantar minuman untuk para tamu.setiap hari
Bus pun berhenti ditempat tujuan Valery, lalu dia pun bergegas turun, dengan langkah yang berlari menuju tempat kerjanya, supermarket itu berada di seberang jalan tempat pemberhentian bus.Membuka pintu Valery langsung disambut oleh pemilik supermarket yang sudah bersiap bertukar dengan Valery untuk menjaga tempat itu.“Selamat sore Valery,” sapanya, tuan pemilik supermarket, Dia sudah rapi dengan pakaian seperti biasanya.“selamat sore juga Tuan, maaf aku terlambat datang, karena tadi bus yang biasa aku naiki sedang ada penundaan keberangkatan selama 15 menit,” jawab Valery sedikit menundukkan kepalanya sebagai permintaan maafnya, padahal dia baru bekerja disana sekitar 1 bulan.“sudah jangan dipermasalahkan Valery, yang penting kamu sudah
Keesokan harinya.Luna lebih dahulu membuka kedua matanya saat rasa mual itu semakin tidak tertahankan lagi, sudah lebih dari tiga hari dia seperti ini dan rasa takut itu semakin tinggi, dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, mungkinkah kata temannya itu benar?‘Hamil?’Luna segera berlari untuk mengeluarkan seluruh rasa mual itu, sambil membawa alat yang sudah dibeli kemarin, satu hal yang memang harus dipastikan kebenarannya.Luna memejamkan erat matanya melihat dua garis terlihat jelas di sana, rasa takut semakin menyelimuti hatinya dan Luna tidak tahu harus bagaimana kedepannya.Dia tahu jika yang dikatakan kekasihnya itu benar, tapi Luna tidak percaya hingga akhirnya semua ini terja
Waktu berjalan begitu cepat, kini matahari sudah mulai kembali untuk tenggelam.Valery terbangun dengan perasaan yang sedikit bingung, tubuhnya sudah merasa lebih baik, ternyata dengan beristirahat setengah hari membuatnya lebih cepat pulih, Tiba-tiba ponselnya berdering, Valery langsung mengangkat panggilan itu.Dia tidak melihat nomor siapa yang menghubunginya.“Halo?”‘Halo bisakah saya berbicara dengan Nona Arabelle?’Valery terkejut, entah kenapa perasaan tidak enak menghampiri dirinya. "Ya, saya Valery Arabelle, bisa katakan apa yang terjadi?"‘maaf sebelumnya, kami dari pihak rumah sakit mengabarkan bahwa Luna Arabell
Valery bersama Byran memasuki sebuah Mall di pusat kota, tidak seperti terakhir kalinya mereka kesini, kali ini dengan sedikit canggung Byran menggandeng tangan Valery dengan erat, tidak ada paksaan atau seperti terakhir kalinya dimana Byran tidak ingin Valery bertatapan dengan orang lain.Duanya hanya memilih Mall karena mungkin saja ada yang bisa lebih banyak di lakukan di sana daripada di taman, mungkin jika mereka berkunjung ke taman hiburan akan banyak permainan yang bisa dicoba tapi Valery tidak ingin menaiki wahana apapun, dia lebih suka berjalan-jalan, melihat dan makan sesuatu, apalagi mengunjungi toko buku, Valery sangat suka membaca buku.“Kenapa hanya diam?” Tanya Byran, pria itu membalik badannya, melihat Valery yang juga langsung menatap ke arahnya, tapi setelah itu diam memutuskan tatapan itu dan kemudian kembali tertunduk, gadi
Satu hari berlalu, cahaya matahari masuk melalu cela-cela gorden yang terbuka sedikit, mengusik dua orang yang sedang berpelukan dalam tebalnya selimut, cahaya itu mengusik salah satu dari mereka hingga membangunkannya.Valery membuka kedua matanya saat wajahnya terus di soroti sinar matahari, dia bergerak sedikit untuk melihat apa yang telah terjadi, matanya tertuju pada pria di hadapannya—lebih tetapnya pria yang sedang memeluk dirinya, jadi semalam itu—setelah Valery menangis, dia tertidur dan berakhir tidur di ranjang pria itu?Dengan ragu Valery mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya, helaan nafas lega terdengar darinya. Pakaiannya masih utuh itu berarti tidak ada yang terjadi, Valery mengusap kedua matanya dan bermaksud untuk meninggalkan ranjang, tapi tubuhnya kembali di hentakan keranjang.
Seminggu berlalu, waktu berlalu dengan iringan hari berganti, apa yang terjadi selama seminggu itu berlalu?Wanita simpanan bisa melakukan apa?Bahkan untuk keluar menghirup udara segar di luar saja rasanya begitu sulit, seperti seorang putri terkutuk yang harus mendekam di kastil tanpa tahu kapan akan bisa keluar dari sana, menanti suatu keajaiban dari seseorang yang berhati baik.Tapi?Itu suatu hal mustahil jika Byran memberikan sebuah kebebasan untuknya, Valery selalu di hantui rasa takut ketika pria itu kembali, entah itu perasaan takut Byran akan memanggil dirinya untuk segera ke kamarnya atau perasaan takut ketika pria itu memintanya untuk diam di dalam dekapannya.Valery terduduk di balko
Hingga hitungan lima belas menit berlalu, Valery belum menunjukan apapun jika wanita itu akan keluar dari ruangan.Byran bangkit dari sofa yang sudah diduduki selama beberapa menit, dia berjalan mendekati ruang ganti pakaian itu dengan beberapa pelayan yang mengikuti di belakang, dia meminta kunci dari pelayan untuk membuka pintu.“Kau membuat kesabaranku habis Nona Arabelle!” Ucap Byran, dia menghentakan pintu itu sampai membuat beberapa orang terkejut termasuk Valery yang ada di dalam.Valery menoleh dengan tubuh yang gemetar, dia jadi teringat bagaimana marahnya Byran sama seperti waktu di klub malam itu, Valery berjalan mundur sampai tubuhnya menabrak dinding. Byran mencekik leher Valery begitu jarak mereka sudah dekat, membuat para pelayan undur diri untuk mengabaikan hal apa yang telah terjad
Keesokan harinya.Byran memasuki ruangan kamar Valery dengan pakaian training, karena hari libur dia memanfaatkannya untuk berolahraga dan berlari di area apartemen, dia pikir saat kembali mungkin sudah ada sarapan pagi yang bisa dia makan tapi? Bahkan gadis itu masih tertidur di atas ranjangnya.Byran membuka lebar gorden setinggi kamar itu, menggesernya sampai sinar matahari menerangi seluruh kamar Valery, Byran kembali menatap gadis yang terbaring dengan jarak yang cukup dekat, tangannya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya, terlihat wajah sendu yang sedikit pucat.“Kenyataannya kalian memang berbeda, Valery apa kau akan membenciku?” tanya Byran, hatinya selalu merasakan rasa bersalah, apa hal yang sebenarnya terjadi sampai Byran terus menginginkan Valery menjadi si
Valery membuka kedua matanya setelah merasa sinar matahari begitu menyoroti dirinya, dia melihat seluruh ruangan yang didominasi warna putih dan aroma khas rumah sakit tercium begitu saja.Tunggu? Pagi hari?Valery langsung mengamati seluruh ruangan itu dan menyadari tangannya terdapat infusan, dia di rumah sakit? Apa yang telah terjadi kemarin malam?Valery mengusap keningnya, kejadian tadi malam langsung terputar dalam ingatannya, dia penghukum kebodohan dirinya karena tidak mau memakan sesuatu, pasti alasan dia berada disini apalagi jika bukan gangguan pencernaan, tapi siapa yang membawanya ke sini Mei?Tatapan Valery bertemu dengan seorang pria yang baru akan memasuki ruangannya, bola matanya membuka melihat sosok yang ada di sana, Byran? Jadi pria
Malam harinya.Valery melangkah masuk ke dalam dengan pakaian seragam yang memang di berikan bagi karyawannya, pakaiannya tidak begitu seksi seperti gadis yang menuangkan minum, cukup tertutup dan bahkan di berikan topi.Valery berjalan dan langsung menuju tempat di mana berbagai jenis botol Wine berada, dia meletakan tasnya dan barangnya di dalam loker, dia juga melihat Mei terkejut melihat kedatangan dirinya.“Valery? Kau baik? Kau tidak perlu memaksa untuk datang, aku sudah meminta izin pada atasan kita,” ucap Mei, dia mencangkup bahu gadis itu dan menatapnya dengan sedikit khawatir.Valery tersenyum tipis, dia melepaskan tangan Mei yang ada di tangannya, “Aku baik, sungguh baik-baik saja Mei, jangan khawatirkanku,”
Apa hal yang lebih menyakitkan dari sebuah penghianatan?Memang tidak ada, tapi ketika kita tidak tahu apapun sebuah hal terjadi dalam hitungan jam, merenggut hal yang sangat kita sayangi.Lebih menyakitkan lagi, jika alasan kepergian itu karena takut jika melukai seseorang yang dia sayangi, segan mati adalah pilihan terbaik dari melihat orang yang dia sayangi hancur dalam sebuah penyesalan.Hari cuaca berubah menjadi mendung dengan hujan yang membasahi kota New York, Valery menatap beberapa orang berlari untuk mengindari derasnya hujan tapi kenapa dia sendiri yang hanya melangkah di bawah rintikan hujan itu, membiarkan seluruh tubuhnya basah dalam perasan hancur yang semakin menusuk hatinya.Valery tidak tahu, dia tidak ingin tahu apapun, dia benci dirinya s
Keesokan paginya, cahaya matahari sudah menghangatkan bumi dengan sinarnya yang bahkan memberikan manfaat pada kehidupannya yang tinggal di bumi, cahaya itu masuk kedalam sebuah kamar dimana ada sepasang insan yang masih tertidur lelap di dalam hangatnya selimut. sampai cahaya itu menerangi kamar dan membangunkan salah satu dari mereka. Gleyson Byran sudah bangun lebih awal, dia memandangi wajah Valery yang sedang terlelap dalam tidurnya, wajah-nya yang sangat pucat dan di daerah matanya sedikit bengkak tapi tidak mengurangi kecantikannya, sejak kapan seorang Gleyson berubah menjadi seorang laki-laki yang begitu peduli terhadap wanita lain selain Luna. Apakah dia mulai jatuh cinta pada Valery Arabelle? melihat tanda-tanda Valery akan bangun dengan cepat Byran kembali menutup kedua matanya, dia mencoba berpura-pura tertidur.