Keesokan harinya.
Luna lebih dahulu membuka kedua matanya saat rasa mual itu semakin tidak tertahankan lagi, sudah lebih dari tiga hari dia seperti ini dan rasa takut itu semakin tinggi, dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, mungkinkah kata temannya itu benar?
‘Hamil?’
Luna segera berlari untuk mengeluarkan seluruh rasa mual itu, sambil membawa alat yang sudah dibeli kemarin, satu hal yang memang harus dipastikan kebenarannya.
Luna memejamkan erat matanya melihat dua garis terlihat jelas di sana, rasa takut semakin menyelimuti hatinya dan Luna tidak tahu harus bagaimana kedepannya.
Dia tahu jika yang dikatakan kekasihnya itu benar, tapi Luna tidak percaya hingga akhirnya semua ini terjadi, pasalnya dia tidak ingin menyakiti Valery apalagi meninggalkannya sendirian.
“Kakak Valery maafkan aku,” ucap Luna, dia mengambil ponselnya dan menghubungi kekasihnya.
“Aku hamil,” Ucapnya, Luna tak kuasa untuk menahan lebih lama air matanya, dia membiarkan air mata itu mengalir membasahi pipinya.
‘Jika seperti itu ayo kita menikah Luna, aku akan mempertanggungjawabkan kesalahanku, tolong jangan merasa bersalah.’
Tangisan itu semakin dalam, Luna mau menikah tapi dia tidak siap melihat sang kakak terluka, Luan tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Valery melihat dirinya dan keadaannya sekarang.
“Lupakan, jangan menghubungiku lagi!” Ucap Luna, mematikan ponselnya dan membuang SIM Card miliknya.
Dengan cepat menghapus air matanya, dia akan mengambil jalan agar sang kakak tidak terluka, Luna kembali lanjutkan memakai seragam sekolahnya.
Jam sudah menunjukan pukul 7 pagi tapi sang kakak tak kunjungi mendatangi kamarnya, Luna bergegas keluar dan menuju kamar sang kakak.
Luna terkejut melihat sang kakak masih tertidur, tidak biasanya Valery bangun siang, apakah Valery sakit?
“Kakak Valery, ayo bangun nanti kamu bisa telat bekerja, eh—tunggu kenapa tubuh kakak terasa panas,” ucapnya, Luna terkejut saat dia memegang tangan Valery yang terasa panas, dia mencoba menyentuh keningnya dan benar kakaknya terkena demam.
Valery membuka kedua matanya dengan rasa pusing di kepalanya, tatapannya sayu-sayu pada Luna yang ada dibelakangnya.
“Luna, ternyata kamu sudah bangun?" tanya Valery dengan lemas entah kenapa hari ini dia merasa lemas, tubuhnya juga merasa begitu sakit dan kepalanya pusing.
"kakak kamu demam, hari ini istirahatlah dulu. jangan memaksakan diri untuk bekerja, aku yang akan menggantimu untuk sementara," ucap Luna yang begitu khawatir jika kakaknya mulai sakit.
Mungkin akan menjadi yang terakhir Luna melihatnya, bahkan dia harus meninggalkan Valery dengan keadaan sakit.
Valery menggelengkan kepalanya, dia berusaha untuk bangun dengan wajah yang begitu pucat.
“aku tidak apa-apa Luna. kamu harus terus belajar dan kamu juga akan segera menghadapi ujian, jadi gunakan waktu yang ada untuk belajar, aku masih mampu untuk berdiri dan bekerja.”
Luna tahu jika pasti Valery akan menolaknya, itulah kenapa membuat dirinya semakin takut, Valery selalu mementingkan dirinya. ‘maafkan aku kakak Valery.’
"tidak! Kakak Valery tolong jangan keras kepala, aku mohon untuk hari ini beristirahatlah untukku, saat nanti aku bekerja aku juga akan belajar, untuk hari ini saja, bukankah kita sudah pernah melakukannya ini sebelumnya?" ucap Luna, dia menahan Valery yang akan turun dari ranjangnya.
"baiklah untuk hari ini saja, besok tidak boleh melakukannya!" Valery tidak bisa menolak jika Luna sudah memohon pada dirinya, apalagi kondisi tidak bisa dikatakan baik.
"siap, aku akan menyiapkan sarapan untukmu"
Valery hanya mengangguk ucapan sang adik.
Luna segera meninggalkan Valery dan menuju dapur untuk membuat sarapan dan setelah selesai dia memberikan pada Valery, dia membuatkan bubur untuk sang kakak walau itu instan.
“aku sudah sarapan, aku minta izin pada Nyonya Ahn dan setelah pulang sekolah aku akan menjaga supermarket, dan ingatlah untuk istirahat yang cukup," ucap Luna berpamitan pada Valery.
"hati-hati dijalan, jangan lupa untuk membawa mantelmu Luna." ucap Valery, dia begitu lemas dan juga lesu untuk bangun pun tubuhnya sangat sulit, dia memutuskan untuk kembali tidur.
“Tentu, kakak Valery aku pergi.” ucap Luna setelah menutup pintu kamar sang kakak, dia tersenyum penuh makna yang berbeda.
Salam perpisahan yang terakhir.
*******
Disebuah perusahaan ternama yang sangat terkenal di New York perusahaan ini masuk kedalam 3 terbesar di kota itu, bahkan perusahaan ini memiliki gedung tertinggi dengan 25 lantai dengan fasilitas yang sangat lengkap dan teknologinya tidak kalah canggih dengan jepang.
di perusahaan ini tingkat kedisiplinannya sangat tinggi dan karyawan disana harus melewati banyak tes dan ujian jika ingin bekerja, perusahaan ini bernama BS Corp, pimpinan perusahaan BS Corp. ini masih berusia 28 tahun, dia menjalankan perusahaan ini sejak usia yang saat muda yaitu berusia 23 tahun.
Dia bernama Byran Greyson, seorang lelaki yang dikenali dingin dan disiplin, membuat orang yang melihatnya akan selalu menundukkan kepalanya. Bukan hanya itu dia juga sangat tampan dan masuk kedalam 10 lelaki idaman di kota New York, kepintarannya sudah tidak bisa diragukan lagi dia memiliki IQ 173, Byran juga sangat fasih dalam bahasa mandarin dan jepang.
Orang tuanya sudah meninggal saat usianya berusia 12 tahun dan kakeknya-lah yang merawatnya hingga sekarang, dia juga mempunyai Adik yang sangat tampan dan tak kalah pintarnya yang berusia 20 tahun, dia masih duduk dibangku kuliah yang sedang menempuh semester Akhir, namanya adalah Karan Greyson tapi dia hanya fasih dalam bahasa jepang, dan tentu saja dia sangat populer dikalangan wanita.
Dia memiliki sikap yang sangat berbeda dengan Byran, sangat suka memakai barang miliknya dan membuat sang kakak kesal.
“Kenapa dia tidak bisa dihubungi lagi? Akhir-akhir dia terlihat aneh,” ucap Byran yang terus berulang kali menghubungi seseorang, dia tidak suka jika sang kekasih terus mengatakan untuk menjauhi darinya.
Byran juga tidak bisa memahami apa keinginannya, padahal sejak kesalahan itu terjadi Byran sudah mengatakan akan bertanggung jawab, bahkan siap untuk menghadap orang yang membuat kekasih takut.
“kenapa kamu, Luna?” tanya Byran, dia memutuskan untuk mengirimkan pesan yang mengatakan akan pergi ke rumah jika Luna tak kunjung menghubunginya dan tidak takut untuk membawanya pergi.
Byran menyandarkan kepalanya di kursi, hasil kesalahan membenar-benar mempertemukan dirinya pada gadis yang bahkan mencintainya, Byran sangat menyayangi Luna dan sampai kapanpun dia ingin selalu menggenggam erat tangannya dan hidup bersama sampai matanya terpejam untuk terakhir kalinya.
“Tuan, Ada yang mencari anda, atas nama Luna—,”
Byran langsung terbangun dari kursinya, dia melangkah cepat keluar dan melihat sosok Luna di pintu.
“Luna?”
Byran mendekati sang kekasih dan langsung memberikan pelukan padanya.
“Ran—,”
“Kita berbicara didalam,”
Luna mengangguk, dia membiarkan Byran menarik dirinya ke dalam ruangan itu, Luna sudah mempertimbangankan segalanya, setidaknya Byran harus tahu dan pria itu tak boleh mendekati sang kakak.
“Byran, aku hanya menyampaikan sesuatu, aku datang bukan karena ingin bersamamu.” ucap Luna, dia melepaskan tangan Byran di tubuhnya dan melangkah menjauh sedikit darinya.
“Aku ingin hubungan ini berakhir, aku tak mau bersamamu. Sebenarnya aku tidak pernah mencintaimu, aku hanya tertarik karena kau memiliki perusahaan besar dan aku hanya berpikir untuk memanfaatkanmu,”
Byran terkejut, entah kenapa kalimat itu benar-benar menyakiti perasaannya dan hal seperti ini kembali terjadi.
“Lalu, tadi pagi kamu mengatakan kamu hamil, itu apa Luna?”
Luna menatap tegas pada pria itu, dia tidak boleh lemah dan terlihat perduli, “Aku bahkan tidak ingin benih itu tumbuh ditubuhku! Aku hanya ingin uangmu tapi kau tidak mau memberikan aku apapun! Jadi lupakan saja hubungan ini!”
Luna membalik tubuhnya dan langsung meninggalkan ruangan, dia berlari kencang menuju lift, sebelum Byran menarik dan menahan dirinya.
Byran hanya terdiam, tatapannya menunjukkan jika dia sangat marah dan kesal, apakah jika dirinya miskin tidak ada yang mau bersamanya?
“Ternyata kau sama saja dengan wanita diluar sana,”
Byran tidak berniat apapun untuk mengejar gadis itu, sebaliknya dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi temannya.
“Malam ini kita pergi ke club.”
Waktu berjalan begitu cepat, kini matahari sudah mulai kembali untuk tenggelam.Valery terbangun dengan perasaan yang sedikit bingung, tubuhnya sudah merasa lebih baik, ternyata dengan beristirahat setengah hari membuatnya lebih cepat pulih, Tiba-tiba ponselnya berdering, Valery langsung mengangkat panggilan itu.Dia tidak melihat nomor siapa yang menghubunginya.“Halo?”‘Halo bisakah saya berbicara dengan Nona Arabelle?’Valery terkejut, entah kenapa perasaan tidak enak menghampiri dirinya. "Ya, saya Valery Arabelle, bisa katakan apa yang terjadi?"‘maaf sebelumnya, kami dari pihak rumah sakit mengabarkan bahwa Luna Arabell
Saat ini Valery dan Mei sedang berganti pakaian untuk mengantarkan minuman ke ruang VVIP yaitu ruangan khusus untuk tamu istimewa di klub malam tempat mereka bekerja. klub ini cukup terkenal dikalangan kelas atas."Valery kamu terlihat sangat cantik menggunakan gaun itu, kamu terlihat anggun dan juga mempesona, aku yakin mereka pasti akan menyukaimu," ucap Mei yang kagum melihat Valery sangat cocok dengan gaun."Mei aku sangat tidak menyukai gaun ini terlalu pendek dan terbuka! aku malu, Mei apakah keputusanku adalah yang terbaik untuk Luna? walaupun pada akhirnya aku menggunakan cara kotor!" tanya Valery, melepaskan hal berharga dengan segenggam dollar, Valery benar-benar akan menjual dirinya."Valery jika kamu masih ragu untuk melakukannya, aku tidak pernah akan memaksamu, semua keputusan ada padamu,"
Selama perjalanan hanya ada kecanggungan dan keheningan antara mereka berdua, Valery hanya bisa berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja dan cepat berlalu. Sampailah mereka di sebuah kawasan apartemen yang sangat bagus hanya orang-orang yang kaya yang bisa tinggal disana, Valery hanya mengikutinya Tuan itu dari belakang, dia tidak bisa melarikan diri sekarang. berhenti di depan kamar dengan nomor 309, ini adalah nomor apartemen Tuan Byran Greyson itu, dengan langkah ragu-ragu dia melangkah masuk ke dalam apartemennya. "inilah adalah apartemen milikku, kita bisa melakukannya disini" ucapnya, Byran menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Valery. mendapat tatapan itu Valery juga berhenti melangkah masuk walau dia sudah melewati pintu, ‘melakukannya? Aku harus me
Keesokan harinya, tepatnya ketika Valery memulai harinya menjadi seorang wanita. Matahari sudah menunjukan dirinya, tapi sepertinya kedua yang berada diranjang itu tidak terusik oleh sinarnya yang sudah mengisi seluruh ruangan dengan cahaya hangatnya, keduanya masih sibuk bersembunyi dibalik selimut, sampai dering sebuah ponsel terdengar dan membangunkan Valery Arabelle. “Akh!” saat Valery ingin mengetahui ponsel siapa yang berdering itu, tiba-tiba pinggangnya sangat sakit dan membuatnya sulit untuk bergerak, sampai dia kembali terhempas keranjang. ‘kenapa masih sangat sakit’ Tanya Valery pada dirinya, tadi malam dia dibuat lupa akan segala hal tentang sebuah kehidupan, kabut malam dan segala hal membuatnya terbuai pada sisi gelap malam, sampai dia ti
Upacara pemakaman Luna dilaksanakan hari itu juga, Byran selalu berada disamping Valery memeluk erat tubuhnya, Valery tidak pernah berhenti menangis dan terkadang dia akan mengamuk memarahi semua orang, sampai acara pemakaman selesai Valery masih tidak ingin meninggalkan Luna."Luna kenapa kamu meninggalkan aku, sekarang aku harus berbuat apa? aku harus bagaimana sekarang aku sendirian, Luna," Ucapnya, Valery terus menatap makam Luna, dimana sekarang semua terkubur dengan segala hal yang begitu menganjal.dan dari belakang Byran juga menatap makam mantan kekasihnya, hati Gleyson Byran sangat hancur melihat orang yang dicintainya sudah pergi meninggalkan tanpa memberitahunya terlebih dulu, apalagi semua terasa begitu cepat, dia berusaha menutupi semua kesedihannya dan bukan waktu yang tepat baginya untuk memberitahunya juga pada Valery.
Keesokan paginya, cahaya matahari sudah menghangatkan bumi dengan sinarnya yang bahkan memberikan manfaat pada kehidupannya yang tinggal di bumi, cahaya itu masuk kedalam sebuah kamar dimana ada sepasang insan yang masih tertidur lelap di dalam hangatnya selimut. sampai cahaya itu menerangi kamar dan membangunkan salah satu dari mereka. Gleyson Byran sudah bangun lebih awal, dia memandangi wajah Valery yang sedang terlelap dalam tidurnya, wajah-nya yang sangat pucat dan di daerah matanya sedikit bengkak tapi tidak mengurangi kecantikannya, sejak kapan seorang Gleyson berubah menjadi seorang laki-laki yang begitu peduli terhadap wanita lain selain Luna. Apakah dia mulai jatuh cinta pada Valery Arabelle? melihat tanda-tanda Valery akan bangun dengan cepat Byran kembali menutup kedua matanya, dia mencoba berpura-pura tertidur.
Apa hal yang lebih menyakitkan dari sebuah penghianatan?Memang tidak ada, tapi ketika kita tidak tahu apapun sebuah hal terjadi dalam hitungan jam, merenggut hal yang sangat kita sayangi.Lebih menyakitkan lagi, jika alasan kepergian itu karena takut jika melukai seseorang yang dia sayangi, segan mati adalah pilihan terbaik dari melihat orang yang dia sayangi hancur dalam sebuah penyesalan.Hari cuaca berubah menjadi mendung dengan hujan yang membasahi kota New York, Valery menatap beberapa orang berlari untuk mengindari derasnya hujan tapi kenapa dia sendiri yang hanya melangkah di bawah rintikan hujan itu, membiarkan seluruh tubuhnya basah dalam perasan hancur yang semakin menusuk hatinya.Valery tidak tahu, dia tidak ingin tahu apapun, dia benci dirinya s
Malam harinya.Valery melangkah masuk ke dalam dengan pakaian seragam yang memang di berikan bagi karyawannya, pakaiannya tidak begitu seksi seperti gadis yang menuangkan minum, cukup tertutup dan bahkan di berikan topi.Valery berjalan dan langsung menuju tempat di mana berbagai jenis botol Wine berada, dia meletakan tasnya dan barangnya di dalam loker, dia juga melihat Mei terkejut melihat kedatangan dirinya.“Valery? Kau baik? Kau tidak perlu memaksa untuk datang, aku sudah meminta izin pada atasan kita,” ucap Mei, dia mencangkup bahu gadis itu dan menatapnya dengan sedikit khawatir.Valery tersenyum tipis, dia melepaskan tangan Mei yang ada di tangannya, “Aku baik, sungguh baik-baik saja Mei, jangan khawatirkanku,”