Nafas mereka saling memburu, deru ombak yang membuatnya lebih menikmati malam indah. Hingga tubuh Juan menimpa tubuh Rachel, mata Juan terlihat sayu seakan-akan Juan meminta lebih.
Namun tiba-tiba mata Rachel menyadarkan keduanya.
"Sorry Miss, aku terlalu menikmati," ucap Juan.
Tidak ada kata yang keluar dari mulut Rachel, dia hanya menganggukkan kepalanya.
"Shit!" gerutu Rachel dalam hati.
"Ayo Miss, sebaiknya kita pulang. Ini sudah mulai larut pasti sudah di cari sama Ayah." ujar Juan.
"Iya Ju," jawab Rachel masih gugup.
Mereka pulang dengan Rachel yang mengekori Juan. Sampai di depan resort masih seperti itu. Juan mengakali agar hubungan kami baik-baik. Yaitu dengan Juan berhenti di tengah jalan langsung menggandeng tangan Rachel.
"Sorry Miss, kita harus selalu mesra," bisik Juan ditelinga Rachel.
Semua orang melihat kejadi
Pagi hari di kantor sebuah penerbitan buku, masuklah seorang wanita cantik berkulit putih blasteran Austria dan Indonesia, yang perawakan bak gitar spanyol. Memiliki nerta hijau sebagai daya tarik, berambut panjang warna coklat blonde. Rachel biasanya datang ke kantor di dampingi dengan sang asisten Juan yang setia mencatat segala kegiatan Rachel. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Kini Juan yang berlari membawa sarapan pagi Rachel di koridor kantor. "Sial," makanan milik Rachel tumpah. "Aish! Shit! hari yang sial!" ujar Juan dalam hati dengan mengusap kasar wajahnya. "Maafkan saya Pak Juan," ucap salah seorang pegawai. "Bagaimana ini, kalau balik lagi enggak keburu," gerutu Juan. Mau tidak mau Juan mengganti menu sarapan dengan makanan lain yaitu dengan yang lebih simpel, yakni membuat roti lapis pakai selai cokelat dan teh hangat yang ada di pantry. 
Teringat akan masalah Rachel mencari cara agar tidak di deportasi, dengan senyum menggigit bibirnya Rachel memiliki ide yang tidak masuk di akal, mungkin bisa di pilihan tergila yang pernah dia lakukan selama hidupnya. "Apa aku harus lakukan itu?" gumam Rachel dalam hati. Juan sembari mengerjakan tugas tanpa sengaja melihat Rachel yang sedang berfikir. "Imut juga," satu gambaran yang di berikan Juan. "Hah, tidak mungkin," Rachel membolak-balik isi kepalanya untuk mendapatkan rencana terbaik. Juanda Indrawan menjadi asisten Rachel sudah lama jauh sebelum Rachel menjadi pimpinan penerbit buku. Juan pernah membuat sebuah cerita namun dirinya tidak lolos ke tahap selanjuynya. Hingga dia bercita-cita bingin menjadi seorang Editor karena ingin tahu letak kesalahan dia saat menulis. "Tapi ini yang terbaik untukku, iya hanya ini caranya," lagi-lagi Rachel
Juan makin bingung di buat Rachel, "Sebetulnya rencana apa yang akan di buat wanita sihir ini?" tanya Juan pada hatinya. Juan dan Rachel pun saling berfikir satu dengan yang lainnya, mata mereka saling menatap."Aku tidak mungkin mengemis pada Juan," Rachel bermonolog dengan hatinya,Begitu juga dengan Juan, "Heh aku tahu maksudmu?"Mereka saling menyipitkan mata. Hingga terdengar suara panggilan telpon di ponsel Juan. Kemudian dia mengangkatnya."Halo, Bu," jawab Juan.[ Kapan kamu pulang?]"Iya secepatnya aku pulang,"[ Kamu mau nunggu apa lagi, perusahaan itu sudah tak baik untukmu. Kamu masa tidak di izinkan berlibur, sudah 3 kali puasa tiga kali lebaran kamu enggak pulang-pulang kayak Bang Toyib saja. Kamu bisa menuntut perusahaan itu,]Samar-samar Rachel mendengar percakapan kedua orang itu. Dia Juan dan ibunya."Itu prinsip ku, tak ada yang boleh libur ke
Juan jadi pusat perbincangan ter-hits sepanjang tahun setelah keangkuhan sombongnya Rachel si Boss yang minta ampun. Juan yang kini membopong Rachel ke ruangannya,"Mari pak saya bantu," tawar salah satu pegawai pria yang bernama Danu."Tidak apa-apa, aku bisa," ucap Juan sombong."Oh rupanya Pak Juan udah mulai bucin. Mau bantu angkat Miss Rachel saja tidak boleh," gerutu Danu."Iya Pak, aku balik lagi ke tempat kerja saja," tutur Danu."Iya silahkan," jawab singkat."Hem, sama-sama angkuh," bisik Danu setelah keluar dari ruangan Rachel."Kenapa Pak Danu?" tanya pegawai lainnya."Biasa, Pak Juan mulai bucin," jawab Danu singkat. Kembali pada Juan dan Rachel di ruangan, "Kamu kenapa bisa pingsan?" tanya Juan yang menusuk-nusuk pipi Rachel dengan jarinya. Tak sengaja Juan mer
Selama perjalanan tidak ada kata yang keluar di mulut keduanya. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing."Harusnya aku nolak untuk di antar pulang sama Juan," ucap Rachel dalam hati."Kenapa aku mau mengantarkan wanita keji ini," tutur Juan dalam hati.Tak tahan dengan dengan obrolan masing kini mereka akan mengeluarkan suara, namun saat akan memulai keduanya berbarengan bicara."Oke kamu dulu Ju, kenapa?" ucap Rachel."Tidak apa-apa Miss, leadis first," balas Juan."Oh, okey. Aku cuma mau bilang laporan yang harus aku serahkan hari ini sudah siap?" tanya Rachel."Udah Miss, udah siap tinggal ngedit aja," jawab Juan.Lalu mereka diam kembali, "loh kok aku jadi gugup ya, padahal aku biasanya memberontak pada siapapun," ungkap Rachel."Emmh, Miss emang kamu lagi hamil ya?" tanya Juan."Apa! Siapa yang bilang?" Rachel kaget."Kata orang-orang d
"Memang aku akui kamu itu ganteng dan imut juga," ucap Rachel dalam hati."Miss, kita sudah sampai apartemen mu. Ayo turunlah." pinta Juan membuyarkan lamunan."Eh iya Ju, ayo." jawab Rachel."Miss kamu kuat jalan sendirian?" tanya Juan."Tentu aku bisa jalan sendiri," jawab Rachel dengan semakin keluar dari mobil dengan Juan yang membuka di luar mobil."Ya sudah aku pulang ya Miss," pinta Juan."Eit tunggu, ayo masuk dulu. Aku kompres memar kamu dulu," pinta Rachel yang menarik tangan Juan."Tidak apa Miss aku bisa kok sendiri," ujar Juan."Ayolah," Rachel memaksa.Bapak satpam di luar gedung apartemen saja merasa ada yang aneh akan tingkah Rachel. "Ya ampun Miss, coba kalau saya yang di ajak masuk ke dalam apartemen," ucap satpam gedung apartemen."Maunya si Miss apa sih? Tapi dia punya hati juga," ucap Juan dalam hati."Kena
Namun hati seseorang siapa yang tahu. Mereka saat ini bisa saja saling menutupi perasaannya. Demi apa? Yaitu demi ego masing-masing. Terlebih Rachel, dia memang akan memanfaatkan Juan."Baper apa? Aku kelilipan." kilah Rachel menutupi rasa harunya. "Baguslah, maafkan saya Miss. Kamu harus istirahat." ucap Juan yang menggendong dan membaringkannya di ranjang. "Tidurlah." ucap Juan membawakan obat penurun panas. "Thank's." ucap Rachel. "Apa minta maaf! Apakah aku tidak salah dengar?" ucap Juan dalam hati. Juan pun meninggalkan Rachel untuk beristirahat. Namun dia baru teringat selepas dari rumah sakit sampai kejadian yang menimpa Rachel dia belum makan apapun lagi. Sampai Juan bernajak pergi menuju dapur dan melihat isi kulkas Rachel. "Yang benar saja, seorang wanita di apartemen sendiri. Di dapur tidak ada bahan makanan apapun," ucapnya dalam hati. Jua
Namun tak di sangka Rachel bangun sendiri dan menghampiri Juan yang melihat ke arah mangkuk yang sudah dia siapkan."Ini kamu yang buat?" tanya Rachel menyendokkan ke kuah soto.Juan hanya menganggukkan kepalanya, dan terlihat lesung pipi di senyum Juan."Wah, serius ini Ju? Rasanya sama seperti yang biasa aku makan tapi ini lebih enak dan segar." sambung Rachel. "Ya sudah jangan makan kalau tidak percaya!" seru Juan. "Buktinya ini makan soto buatan kamu, aku percaya" jawab Rachel duduk dan menikmati. "Dasar Bos aneh, bilang saja kalau kamu lapar." cicit Juan yang menyipitkan mata. "Apa Ju?" "Tidak Miss. Miss lapar ya?" tanya Juan. "Aku tidak lapar. Hanya saja aku sedang menikmati soto yang kamu buat. Aduh alamak ini empingnya mana?" tanya Rachel yang mengaduk-aduk mangkok. "Ada Miss, itu di pinggir sikut tangan Miss