Home / Pernikahan / Unperfect Marriage / 02. Tidur sekamar

Share

02. Tidur sekamar

“ELRUBY ABYGAEL.”

Mengingat sesuatu yang tidak pernah kamu harapkan mungkin akan terjadi. Kadang, bisa menjadi malapetaka atau justru adalah perubahan terbaik dalam hidupmu.

Bigel mungkin takut dengan suara keras yang mencekik telinga. Ini bukan kemauannya, tapi dia sadar ... pasti dia yang akan menjadi samsak kemarahan dari pria yang menyandang status sebagai suaminya.

“BIGEL,” tekannya lagi. Perasaan yang begitu murka kian menjadi tatkala dia mendapati sosok Bigel yang berdiri di dekat wastafel pencuci piring, namun mengabaikan panggilannya.

“A-ada apa, Mas? Saya sedang mencuci piring,” jawab Bigel penuh dengan kehati-hatian.

Hasbi pun tanpa banyak basa-basi mendekati Bigel dengan aura penuh emosi, lalu menarik tangan Bigel dengan kasar serta menyeretnya untuk masuk ke dalam kamar. Ketakutannya Bigel, ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak terjatuh karena tidak bisa menyeimbangi langkah Hasbi.

“Mas! Apaan, sih! Mau kemana?” teriak Bigel, dia berusaha melawan dari suaminya.

“Ini kan yang kau mau!” bentak Hasbi. Laki-laki ini membawa Bigel ke dalam kamar dan mengunci pintu. “Benar-benar membuatku murka!” sambungnya lagi.

Brak!

Bigel didorong sampai terbaring diatas kasur milik Hasbi. Rasa takut dan terkejutnya bukan main, Bigel benar-benar kacau dan kalut karena memikirkan hal-hal negatif yang akan menimpa dirinya setelah ini.

Srak!

Hasbi berhasil merobek baju Bigel dengan sempurna, tentu keringat dingin pada wanita itu kian bercucuran karena Hasbi mengukung tubuhnya.

Plak!

Bigel menampar Hasbi dengan berani. “Gila! Jangan seenaknya sama saya, ya!” gertak Bigel sembari kedua tangannya menutupi area sensitif pada bagian atas tubuhnya.

“Kau duluan yang memulai, Bigel!” balas Hasbi, tidak bisa dipungkiri guratan di lehernya semakin mengeras. “Hari ini aku akan benar-benar membuatmu mengerti untuk tidak meminta hal konyol pada mama lagi.”

“Maksud Mas apa? Saya tidak meminta apa-apa pada ibu!”

“Oh, kau lupa? Apa kau tidak ingat bahwa kau menemui mama dan mengatakan kau tidur di kamar lain dan menghasut mama agar menyuruhku sekamar denganmu? Kau ini benar-benar wanita licik, sangat berbeda jauh dari Irasya.”

“Aku tidak pernah meminta itu, minggir,” pinta Bigel dengan berusaha mendorong bahu Hasbi untuk segera pindah dari posisinya yang menindih Bigel.

“Kau benar-benar akan kuberi pelajaran,” ucap Hasbi. Satu tangannya mengunci kedua tangan Bigel di atas kepala dan tangan yang lainnya melucuti celana wanita itu sampai tak tersisa.

“Lepaskan.”

Hasbi menarik paksa bra yang masih terpasang di dadanya Bigel. “Kau yang mau ini.”

“Aku tidak mau! Ini pemaksa- Akh!” Bigel melenguh karena rasa sakit yang ia terima pada bagian dadanya yang ditekan secara paksa. Rasa aneh sekaligus ngilu untuk pertama kalinya ia rasakan.

“Oh, kau menikmati. Dasar liar,” hina Hasbi sembari menundukkan kepalanya dan mulai menciumi leher jenjang Bigel. Rasa geli yang diterima Bigel, membuatnya mendongakkan kepala dan meremas seprai sampai kusut. Lalu, setelah puas memberi tanda disana pun Hasbi naik untuk mengecup seluruh wajah Bigel sampai ke bibir.

Hasbi juga berhasrat melihat seluruh tubuh Bigel yang tidak dibaluti sehelai benangpun. Dia memiliki nafsu walau hatinya tetap tertuju pada wanita lain. Malam ini, benar-benar akan menjadi malam terpanjang bagi keduanya.

“Ehm, tolong! Eungh-“ erangan Bigel sama sekali tidak membuat Hasbi berhenti, justru semakin memacu adrenalin dalam tubuhnya dan membangunkan sesuatu di balik celananya.

“Siala—n, kau benar-benar can— ah! Desa—h namaku,” perintah Hasbi. Dia melucuti celananya dan dilempar dengan sembarangan. Sehingga, hanya tersisa bajunya yang tidak ia lepas.

Bigel tidak bisa menghindar, dia melihat milik Hasbi sepenuhnya. Wajah Bigel benar-benar tidak bisa dikontrol karena didominasi oleh ketakutan.

“S-saya—“ Bigel memejamkan matanya seketika saat Hasbi benar-benar menyatukan tubuh mereka berdua. Akibat rasa sakitnya, Bigel menyalurkan semuanya lewat kuku-kukunya yang mencakar punggung Hasbi.

Malam ini, Bigel benar-benar merasa menjadi orang yang paling hancur di dunia ini. Walaupun hubungan ia dan suaminya adalah sah, Bigel tetap merasa dia bukan gadis suci lagi.

***

“Mau sampai kapan? Pulanglah dan minta maaf. Walaupun kau punya hak sebagai suami, tapi memaksa sampai menyakiti fisiknya adalah tindakan yang tidak benar.”

Hasbi membuang sisa rokok miliknya ke dalam asbak. Sudah dua hari setelah kejadian malam itu, Hasbi bahkan tidak pulang ke rumahnya lagi. Ada rasa bersalah karena secara paksa merenggut mahkota perempuan yang tidak ia cintai.

“Kau mengusirku?”

“Dia istrimu, sadar diri.”

“Tapi, bukan pilihanku. Kau tahu sendiri, aku mencintai Irasya.”

Genta menghembuskan napasnya dan memandang kaca apartemennya yang berembun karena efek hujan barusan. “Irasya meninggalkanmu, itu artinya dia tidak serius dengan hubungan kalian. Ibumu memilih Bigel untuk menggantikannya karena ibumu percaya pada Bigel.”

Pembawaan Genta sangat tenang sekali, sebab itulah Hasbi merasa tenang jika semua masalahnya diceritakan pada Genta.

“Aku akan tetap mencari Irasya. Kau tahu sendiri, aku sangat tidak suka dengan kehadiran Bigel. Dia menjadi penguntit sampai aku frustasi,” ungkap Hasbi sembari mengingat masa-masa kuliah dahulu.

Genta terdiam sejenak, lalu memikirkan bagaimana sosok Bigel yang ia kenal saat dulu. Lalu, ia mulai berbicara, “Saat itu, tidak ada bukti yang kuat. Hanya karena dia ada disana, bukan berarti dia pelakunya. Aku mengenal Bigel saat itu, kita satu divisi saat di BEM. Dia anak yang baik dan tidak banyak tingkah. Walau ada rumor tidak mengenakkan tentang dia yang bekerja menjual diri, aku tidak percaya.”

“I-itu ....” Hasbi mengepalkan kedua tangannya, dia belum menceritakan salah satu alasannya kenapa ia menjadi gelisah tentang Bigel. “Dia— tidak menjual diri.”

Genta tersenyum tipis mendengar ucapan Hasbi, dia tahu maksud perkataan Hasbi tetapi ingin mendengar lebih jelas maksud dari pria itu. “Darimana kau tahu?”

Sebelum Hasbi menjawabnya, dia sedikit menundukkan kepala dan menatapi puntung rokok yang telah ia habiskan kira-kira delapan batang malam ini. “Dia menjaga dirinya dengan baik sebelum aku merusaknya. Aku punya banyak pengalaman dengan wanita yang menjadi kekasihku dan untuk pertama kalinya dia yang paling berbeda.”

“Oh, dan sekarang kau masih membencinya karena kejadian hari itu? Kau membencinya hanya karena hal itu? Coba kau bicarakan padanya.”

“Haruskah?”

Genta berdiri dan memegang gelas kopinya yang sudah habis. “Pulanglah, aku tidak menerima tamu lagi untuk menginap hari ini,” ucapnya sembari meninggalkan Hasbi. Sengaja, agar temannya itu kembali ke rumahnya dan menyelesaikan masalahnya dengan sang istri.

***

“Aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Aku harap dia tidak akan pulang selama-lamanya,” hardik Bigel dengan mengacak-ngacak salad buahnya. Sudah dua hari uring-uringan karena memikirkan Hasbi, entah itu ia benci ataupun khawatir dengan pria itu.

Bunyi pintu dibuka pun membuat Bigel mengalihkan atensinya, tentu saja itu Hasbi Abraham dengan wajah tajamnya yang terlihat angkuh. Sempat beradu pandang, membuat keduanya saling membuang muka. Bigel segera menundukkan wajahnya hingga tidak sadar jika Hasbi hampir melewati dirinya.

“Kau-“ Kalimat Hasbi terpotong, ada rasa malu untuk sekedar meminta maaf lebih dulu.

Bigel hanya mendongakkan wajahnya dan menunggu pria itu melanjutkan ucapannya lagi. Bukan hanya Hasbi, Bigel juga merasa canggung dengan situasi ini.

“Yang waktu itu-“

“Jangan dibahas. Tolong, lupakan saja karena saya tidak ingin mengingatnya sama sekali. Mas bisa bersikap seperti biasa, itu lebih baik.”

Sebelum dirinya mengalihkan haluan menuju kamar, Hasbi memberanikan diri mengatakan sesuatu yang setidaknya membuat Bigel sedikit lebih baik.

“Maaf, itu salahku karena memaksamu.”

“Ya.”

“Saat di HIMA kampus waktu itu, kenapa kau ada disana?”

Sukses, pertanyaan Hasbi membuat bendungan memori lama Bigel membuncah keluar. Dia tidak kaget dengan pertanyaannya, tapi tidak pernah terpikir kalimat itu akan keluar dari mulut Hasbi.

“Saya tidak tahu Mas menginginkan jawaban seperti apa. Saya disana karena memiliki janji dengan seseorang dan saya tidak pernah berpikir untuk menjadi penguntit.”

Hasbi mengepalkan kedua tangannya, tentu tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Bigel. “Siapa yang kau tunggu itu?”

•••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status