"Aku ingin roti ini lagi, tolong semuanya dibungkus."Bigel terkesiap dari lamunannya barusan, bagaimana ia memikirkan perkataan suaminya dua hari yang lalu untuk menyuruh Bigel membalas dendam pada Freya. Jelas, Bigel menolak dengan penuh kesadaran. Balas dendam bukanlah jalan yang akan Bigel sentuh sampai kapanpun."O-oh, datang lagi? roti selai keju coklat? Aku akan membungkusnya. Sebentar, ya ...." Bigel mempersiapkan roti tersebut dan disusun rapi dalam box roti ukuran besar."Sejak tadi aku memperhatikanmu melamun. Ada apa?" tanya pria dengan prawakan tinggi dan badan kekar berisi, mirip dengan ukuran tubuh Hasbi."E-enggak apa-apa, kok. Kau tidak membawa anakmu?""Hari ini ada les tambahan di sekolah, jadi hanya aku sendiri. Berapa usia kandunganmu?""Sudah mau masuk tujuh bulan," jawab Bigel seadanya. Dia cukup akrab dengan pelanggan baru satu ini."Tidak cuti?""A-aku kan baru bekerja beberapa hari lalu."Pria itu tampak terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Bigel. "Maaf
"Egh— Jangan disini, nanti ketahuan," pinta Freya sembari mencoba melepaskan tangan Endrico yang tengah memainkan kedua gundukan kembarnya. Merasa tidak enak karena tidak di dalam unit dan takut orang lain akan melihat kelakuan mereka.Endrico menuruti dan mengikuti Freya masuk ke dalam unit apartemennya. Tanpa disadari, Bigel melihat kejadian barusan dengan perasaan yang syok berat. Pasalnya Endrico dan Freya adalah saudara ipar dan telah menghianati kepercayaan Arsenio.Ketika pintu unit apartemen tertutup, Endrico kembali menarik tubuh Freya dan mencium bibir wanita itu dengan ugal-ugalan. Keduanya sama-sama terlena hingga membawa mereka masuk ke dalam kamar Freya.Keduanya sama melepas baju masing-masing dan Freya yang sengaja berbaring terlentang di atas kasur. Menggoda Endrico dengan lekuk tubuhnya agar kakak iparnya tersebut segera menindihnya."Tubuhmu, cantik," gumam Endrico.Freya hanya tersenyum tipis dan membalas dengan menciumi dada kekar milik Endrico. "Foto itu rahasia,
Senyum Bigel mengembang saat dari jauh ia menemukan sosok Hasbi yang baru saja landing dari Bali. Beberapa hari tidak bertemu Hasbi dan dia benar-benar merindukan sosok suaminya itu."Itu Mas Hasbi," gumam Bigel. Kini, tangannya melambai-lambai agar sang suami melihat ke arahnya.Tentu, Hasbi tersenyum bahagia saat melihat wajah Bigel. Dirinya pun bergegas mempercepat langkah sambil menarik kopernya."Istri Mas paling cantik sedunia, kangen banget ga ketemu beberapa hari.""Bigel juga kangen, hehe."Hasbi mencium dahi Bigel lamat-lamat dan turun mencium kandungan Bigel. "Makin gemoy kesayangan Mas ini. Sama siapa kesini, Sayang?""Sendiri, soalnya Mama ada kerjaan yang enggak bisa ditinggal. Bigel kan libur kerja, tadi mau dianter mas Endrico, tapi Bigel enggak mau. Takut ....""Dia ga ngapai-ngapain kamu, kan?" Bigel menggeleng. "Enggak, kok. Kayaknya yang Mas bilang dia suka aku tuh kayaknya bukan aku deh.""Dia suka kak Freya?""Bingung, kayaknya akunya yang salah lihat," tutur Big
"Mas, air dinginnya mana?"Hasbi memilih diam di tempat setelah berhasil menutup pintu kamarnya. Bahkan, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Bigel karena isi kepalanya sedang berkecamuk."Mas Hasbi?" panggil Bigel sekali lagi. Suaminya itu mendadak berubah menjadi tatapan kosong dan tidak membawa air dingin pesanannya."Bigel," katanya pelan."M-mas, kenapa?"Hasbi mengepalkan kedua tangannya, terlihat lengannya penuh urat kekar yang menonjol. Untuk itu, Bigel tidak berani bersuara lagi. Apa dia melakukan kesalahan sampai suaminya marah? Apa Hasbinya tersinggung saat Bigel meminta tolong untuk mengambil air dingin? Tapi, rasanya bukan itu alasannya."Nanti Mas ambilin air dinginnya, ya. Sebentar saja, biarin Mas berdiri disini dulu. Jangan kemari, Bigel disana saja ... jangan banyak bergerak.""Mas Hasbi ...," lirih Bigel, tanpa sengaja sebulir air matanya jatuh. Ya, ibu hamil yang terlalu sensitif dan berpikir suaminya sedang membencinya.Hasbi memejamkan matanya sebentar, berusaha
"Kau tidak lupa semasa kuliah menjadi penguntitku?" Kalimat itu terus berputar di kepala Bigel sampai membawa wanita itu tiba di rumah minimalis milik Hasbi. Pernikahan yang tidak direncanakan itu mengalir begitu saja seolah-olah semua baik-baik saja. Kini, Bigel berada di kamar yang telah menjadi miliknya. Tepat di sebelah dapur, Bigel merasa seperti dijadikan pembantu rumah tangga. Kamar yang kecil, hanya bermodalkan kipas angin kecil dan juga terdapat beberapa perabot rusak. Rasanya, persis seperti gudang. “Aku penguntit? Haha,” tawa hambar Bigel yang dipaksakan sampai membuat bulir air matanya jatuh ke pipi. “Kenapa aku dituduh penguntit?” Berlarut dalam pikiran konyol sampai tidak sadar pria yang telah menjadi suaminya itu berdiri memperhatikannya di ambang pintu. “Apa telingamu itu rusak?” “Hah! Astaga!” Bigel terduduk dengan raut wajah terkejutnya, buru-buru ia mengeratkan sweater-nya ke tubuh agar tidak terekspos bebas. “Cih!” Hasbi melihat pergerakan barusan dan berdec
“ELRUBY ABYGAEL.”Mengingat sesuatu yang tidak pernah kamu harapkan mungkin akan terjadi. Kadang, bisa menjadi malapetaka atau justru adalah perubahan terbaik dalam hidupmu.Bigel mungkin takut dengan suara keras yang mencekik telinga. Ini bukan kemauannya, tapi dia sadar ... pasti dia yang akan menjadi samsak kemarahan dari pria yang menyandang status sebagai suaminya.“BIGEL,” tekannya lagi. Perasaan yang begitu murka kian menjadi tatkala dia mendapati sosok Bigel yang berdiri di dekat wastafel pencuci piring, namun mengabaikan panggilannya.“A-ada apa, Mas? Saya sedang mencuci piring,” jawab Bigel penuh dengan kehati-hatian.Hasbi pun tanpa banyak basa-basi mendekati Bigel dengan aura penuh emosi, lalu menarik tangan Bigel dengan kasar serta menyeretnya untuk masuk ke dalam kamar. Ketakutannya Bigel, ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak terjatuh karena tidak bisa menyeimbangi langkah Hasbi.“Mas! Apaan, sih! Mau kemana?” teriak Bigel, dia berusaha melawan dari suaminya.“Ini kan
“Siapa? Laki-laki siapa yang dimaksud? Apa sekarang masih suka?” Hasbi membungkus tubuhnya dengan selimut tebal pagi ini. Sudah tiga hari dia berbaikan dengan Bigel. Namun, selama itulah dirinya memikirkan laki-laki yang disukai Bigel semasa kuliah dulu. Bigel mengatakan jika dulu dia bukan menguntit Hasbi, hanya kesalahpahaman karena Bigel sedang menunggu laki-laki lain.“Mas Hasbi?” panggil Bigel sembari mengetuk pintu kamar pria itu berulang kali. “Mas, ini ada yang mengantarkan berkas dokumen. Saya taruh dimana? Apa Mas tidak bekerja?” Rentetan pertanyaan mengalir begitu saja dengan matanya tertuju pada sampul dokumen. Tertulis, dokumen pekerjaan itu untuk manajer eksekutif Hasbi Abraham.Hasbi bekerja di sebuah usaha hotel milik mendiang ayahnya, yaitu Rise Hotel. Dia memegang jabatan sebagai manajer eksekutif di bawah pimpinan direktur utama Endrico Abraham, putra sulung Abraham.Suara Bigel tidak digubris karena dia merasa tidak enak badan dan suhu tubuhnya mungkin naik. Harusn
Sudah melewati tiga bulan pernikahan dan Hasbi menyadari jika dia mengalami perubahan yang bertahap dalam kehidupannya. Memiliki Bigel di sisinya, membawa pengaruh positif dan pastinya lebih mudah mengontrol emosi.Setelah Hasbi sakit hari itu, hubungan keduanya menjadi lebih dekat karena Bigel yang secara tidak sengaja memanjakan Hasbi yang sedang lemah kala itu. Kini, Hasbi benar-benar mengerti alasan ibunya bersikeras menikahkan ia dengan Bigel.Hasbi tidak menyatakan jika dia sudah menaruh hati untuk Bigel, tetapi dia terus memikirkan bagaimana perasaannya dengan Irasya? Wanita yang pergi begitu saja dari kehidupannya.“Aku ... menemukan ini di dalam kamarmu.”Bigel yang sedang mengaduk tepung pun terkejut bukan main saat Hasbi memperlihatkan sebuah kotak persegi berwarna biru laut. “Bagaimana b-bisa?” Bagaimana bisa Hasbi menyentuh barang-barangnya di dalam kamar?“Malam itu, pertama dan terakhir, bukan?”“Aku tidak melakukannya dengan laki-laki lain!” sebut Bigel sembari berusah