"M-mama, Bigel capek. B-bigel capek ....""Bigel belum mendengar dari Hasbi sendiri. Jangan seperti ini, ya ... pikirkan bayi disini. Hasbi sebentar lagi pulang. Kita akan tahu kebenarannya ... Mama percaya pada Hasbi." Iza berulang kali menenangkan Bigel, mengusap punggung menantunya dan sesekali mengusap keringat Bigel yang kini tengah dalam pelukannya."M-mas Hasbi, Bigel sakit. B-bigel sakit dan capek ....""Mbok Mumu. Mbok, kemari."Mbok Mumu yang sudah stay di depan pintu kamar Iza pun langsung masuk ke dalam kamar majikannya tersebut."Ibu, mobil mas Hasbi udah masuk gerbang.""Cepat suruh dia kemari, Mbok," titah Iza."Baik, Bu," ucap Iza menuruti permintaan majikannya itu.Hasbi yang mendengar kabar Bigel dari mbok Mumu pun langsung berlari memasuki kamar Iza. Terlihat, Bigel yang berantakan dengan tangisan yang tidak berhenti."Bigel." Hasbi melepaskan begitu saja plastik bawaannya yang berisi bakmi kesukaan Bigel. "Ma, Bigel kenapa?" Hasbi mengambil Bigel dari pelukan mamany
"Udah jalan lima bulan, kata dokter harus banyak istirahat dan ga boleh angkat yang berat-berat. Urusan beresin apartemen nanti Mas aja yang ngerjain.""T-tapi kan Mas juga kerja. Lagian, aku tuh sendirian kalau pagi ga suka cuma diem doang.""Tapi Bigel tuh sering kecapekan, Mas enggak tega. Atau nanti sewa orang aja buat bersihin satu minggu dua kali. Bigel cuma boleh nyapu aja.""Ya, udah.""Kok, kayak ngambek?""Enggak," jawab Bigel sembari membuang muka ke arah yang berlawanan dengan Hasbi."Enggak kasian sama Masnya ini?""Apaan, kan aku udah jawab ya udah.""Mas tau tentang pinggul kamu itu."Reflek, Bigel menolehkan pandangannya tertuju pada Hasbi. "Dari Mama? Kapan?""Sebelum pindahan ke apartemen. Mama ngasih tau karena Mas bahas kak Freya," jawab Hasbi, pandangannya tidak pernah teralih dari Bigel."Udah lama juga, Bigel udah lupa.""Udah lupa, tapi sakitnya enggak bakal lupa, kan? Mas merhatiin kamu terus, tiap malam kamu suka pengangin pinggul kamu yang nyeri dengan perut
"Mas enggak ngapa-ngapain sama Jevano, Sayang.""Kok bisa ngurusin pekerjaan jam segini, mana resleting celananya enggak ditutup?""Namanya juga buru-buru sampai lupa resleting celana Mas kebuka. Jevano mau kasih berkas buat rapat sama atasan, takut besok enggak keburu," jawab Hasbi, tentu saja apa yang dikatakannya hanyalah kebohongan. Jevano saja mungkin sedang di rumahnya tertidur lelap."Mana berkasnya, kok enggak ada?"Hasbi mengulum bibirnya ke dalam, alias mati kutu dan memikirkan jawaban apa yang akan membuat Bigel berhenti bertanya lagi. "B-berkasnya udah Mas taruh di mobil. Takut, pas mau ke kantor malah ga kebawa."Bigel menyipitkan matanya pada Hasbi. "Kok gugup?"Aduh, Hasbi makin gelagapan sendiri. "Masih ngantuk, S-sayang.""Ya, udah tidur lagi.""Kamu marah?"Bigel menggeleng, dia tidak marah sebenarnya, lebih tepatnya khawatir. "Aku enggak marah, cuma khawatir pas kebangun mas enggak ada. Baru mau nelpon, ternyata hp-ku habis baterai. Sambil nungguin hp-ku hidup, aku n
"Aku pikir istrimu Irasya. Jadi, istrimu si pelacur kampus itu, ya? Kau doyan juga sama si lonteh satu itu. Apa yang kau dapat dari mencicipi bekasku?"BRAK!Botol berbahan stainlis yang cukup tebal tersebut berhasil menghantam wajah milik Arga, sehingga membuat tubuh laki-laki itu terjatuh dan merintih kesakitan."BANGSAT!" maki Arga karena tidak terima diserang oleh Hasbi.BUGH!Hasbi kembali memberikan hentaman di pipi Arga dan duduk di atas tubuh pria itu yang tengah dalam keadaan terlentang.BUGH!"MATI LO SIALAN! GUE HABISIN LO YANG UDAH BERANI MENGHINA ISTRI GUE!" teriak Hasbi sekuat mungkin sampai mencuri perhatian orang banyak.Alhasil, petugas keamanan disana pun langsung turun tangan. Tapi nihil, tenaga Hasbi benar-benar kuat sampai tidak bisa dilerai oleh dua orang petugas keamanan.Arga pun sudah tidak bisa melawan karena gerakan Hasbi benar-benar gesit menindasnya."MATI LO!" Hasbi benar-benar mencekik leher Arga tanpa ampun, hingga beberapa penghuni unit pun ikut membant
"Ulu hati Bigel kaya ditendang. Kesentak, sakit banget ...." "Maaf ... maaf ... pasti gara-gara Mas ya makanya dedek disini rada rewel. Maafin ayah ya, Dek .... ibunnnya jangan dimarahin," bisik Hasbi sembari menciumi perut Bigel."Makanya ayahnya jangan cemburuan gitu, jangan bikin ibunnya dedek makin pusing," celetuk Bigel."Iya, maafin ayahnya dedek ya, Ibun ...."Wajah Bigel tiba-tiba memanas. "Masih malu kalau dipanggil Ibun secara langsung.""Ga apa-apa, biar kebiasa. Maafin Mas ya, Bigel. Masalah kecil malah diungkit lagi ... ngerasa bersalah banget sampai buat kamu begini."Bigel mendekat dan memeluk Hasbi lebih dulu. "Bigel sayangnya cuma sama Mas Hasbi, mungkin ini cara Tuhan buat nyatuin kita, cobaannya ada aja. Tapi, Bigel ga mau kalau kita nyerah sama cobaan ini. Bigel mau terus kasih kepercayaan Bigel ke Mas." "Mas ga akan ngecewain kepercayaan itu, Bigel."Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga tidak menyadari jika bell unit mereka berbunyi. Ada tamu yang datang
"Sini, mas belum cium.""Malu. Bigel malu loh ... enggak mau.""Bigel, sini ...." Hasbi berusaha menarik lembut tangan Bigel agar lebih mendekat padanya."I-itu banyak mobil lewat. Nanti, kalau diliatin malu ah, Mas," balas Bigel, masih menolak untuk dicium sang suami."Masnya mau cium ini. Ga ada afeksi loh mau berangkat kerja.""Kau udah tadi di rumah ....""Kurang, yang tadi di rumah ga kerasa.""Nanti diliatin orang, kan malu, is," protes Bigel, tapi ekspresinya begitu lucu dan menggemaskan bagi sang suami.Kali ini, Hasbi menyentuh punggung Bigel dan menariknya sedikit sampai wanita itu benar-benar dekat dengannya.Muah.Hasbi berhasil mencium pipi kiri Bigel dengan sempurna. Tentu, membuat Bigel jadi salah tingkah dengan perlakuan suaminya tersebut."Malu ...," tuturnya lagi sembari celingak-celinguk kiri dan kanan dengan wajah yang sempurna merah merona. Dia berharap tidak ada orang yang melihat keduanya.Muah."Ngapain malu? Kan, dicium suaminya sendiri," celetuk Hasbi dan kemb
"Masakanku ga seharusnya terhidang disana. Harusnya masakanmu yang ada disana, pasti mama akan senang."Bigel yang sedang membantu mencuci piring pun tercekat dengan pernyataan Freya barusan. Tiba-tiba saja dan Bigel kesulitan untuk merespon dengan jawaban yang tidak menyakiti hati."Mama mungkin lagi capek. Aku minta maaf karena buat Kakak jadi dimarahin," tutur Bigel. Bahkan, untuk sekedar menatap Freya saja dia tidak berani karena rasa bersalahnya itu."Kamu segala-galanya bagi mama. Apa yang aku lakuin pasti salah. Aku ga punya tempat di hati mama. Aku iri atau karena orang tuaku bukan orang yang berada?"Bigel menghembuskan napas dan memberhentikan gerakan tangannya yang tengah menyabuni piring. "Mendiang ayahku cuma sopir dan mendiang ibuku jualan kue. Ga ada hubungannya dengan itu, mungkin Kakak cuma perlu bersabar sampai mama bisa nerima Kakak," ungkap Bigel. Lalu, ia kembali melanjutkan cucian piringnya."Aku kira dengan kehadiran kamu di keluarga Abraham bakal bikin mama jadi
"Aku ingin roti ini lagi, tolong semuanya dibungkus."Bigel terkesiap dari lamunannya barusan, bagaimana ia memikirkan perkataan suaminya dua hari yang lalu untuk menyuruh Bigel membalas dendam pada Freya. Jelas, Bigel menolak dengan penuh kesadaran. Balas dendam bukanlah jalan yang akan Bigel sentuh sampai kapanpun."O-oh, datang lagi? roti selai keju coklat? Aku akan membungkusnya. Sebentar, ya ...." Bigel mempersiapkan roti tersebut dan disusun rapi dalam box roti ukuran besar."Sejak tadi aku memperhatikanmu melamun. Ada apa?" tanya pria dengan prawakan tinggi dan badan kekar berisi, mirip dengan ukuran tubuh Hasbi."E-enggak apa-apa, kok. Kau tidak membawa anakmu?""Hari ini ada les tambahan di sekolah, jadi hanya aku sendiri. Berapa usia kandunganmu?""Sudah mau masuk tujuh bulan," jawab Bigel seadanya. Dia cukup akrab dengan pelanggan baru satu ini."Tidak cuti?""A-aku kan baru bekerja beberapa hari lalu."Pria itu tampak terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Bigel. "Maaf