"Udah jalan lima bulan, kata dokter harus banyak istirahat dan ga boleh angkat yang berat-berat. Urusan beresin apartemen nanti Mas aja yang ngerjain.""T-tapi kan Mas juga kerja. Lagian, aku tuh sendirian kalau pagi ga suka cuma diem doang.""Tapi Bigel tuh sering kecapekan, Mas enggak tega. Atau nanti sewa orang aja buat bersihin satu minggu dua kali. Bigel cuma boleh nyapu aja.""Ya, udah.""Kok, kayak ngambek?""Enggak," jawab Bigel sembari membuang muka ke arah yang berlawanan dengan Hasbi."Enggak kasian sama Masnya ini?""Apaan, kan aku udah jawab ya udah.""Mas tau tentang pinggul kamu itu."Reflek, Bigel menolehkan pandangannya tertuju pada Hasbi. "Dari Mama? Kapan?""Sebelum pindahan ke apartemen. Mama ngasih tau karena Mas bahas kak Freya," jawab Hasbi, pandangannya tidak pernah teralih dari Bigel."Udah lama juga, Bigel udah lupa.""Udah lupa, tapi sakitnya enggak bakal lupa, kan? Mas merhatiin kamu terus, tiap malam kamu suka pengangin pinggul kamu yang nyeri dengan perut
"Mas enggak ngapa-ngapain sama Jevano, Sayang.""Kok bisa ngurusin pekerjaan jam segini, mana resleting celananya enggak ditutup?""Namanya juga buru-buru sampai lupa resleting celana Mas kebuka. Jevano mau kasih berkas buat rapat sama atasan, takut besok enggak keburu," jawab Hasbi, tentu saja apa yang dikatakannya hanyalah kebohongan. Jevano saja mungkin sedang di rumahnya tertidur lelap."Mana berkasnya, kok enggak ada?"Hasbi mengulum bibirnya ke dalam, alias mati kutu dan memikirkan jawaban apa yang akan membuat Bigel berhenti bertanya lagi. "B-berkasnya udah Mas taruh di mobil. Takut, pas mau ke kantor malah ga kebawa."Bigel menyipitkan matanya pada Hasbi. "Kok gugup?"Aduh, Hasbi makin gelagapan sendiri. "Masih ngantuk, S-sayang.""Ya, udah tidur lagi.""Kamu marah?"Bigel menggeleng, dia tidak marah sebenarnya, lebih tepatnya khawatir. "Aku enggak marah, cuma khawatir pas kebangun mas enggak ada. Baru mau nelpon, ternyata hp-ku habis baterai. Sambil nungguin hp-ku hidup, aku n
"Aku pikir istrimu Irasya. Jadi, istrimu si pelacur kampus itu, ya? Kau doyan juga sama si lonteh satu itu. Apa yang kau dapat dari mencicipi bekasku?"BRAK!Botol berbahan stainlis yang cukup tebal tersebut berhasil menghantam wajah milik Arga, sehingga membuat tubuh laki-laki itu terjatuh dan merintih kesakitan."BANGSAT!" maki Arga karena tidak terima diserang oleh Hasbi.BUGH!Hasbi kembali memberikan hentaman di pipi Arga dan duduk di atas tubuh pria itu yang tengah dalam keadaan terlentang.BUGH!"MATI LO SIALAN! GUE HABISIN LO YANG UDAH BERANI MENGHINA ISTRI GUE!" teriak Hasbi sekuat mungkin sampai mencuri perhatian orang banyak.Alhasil, petugas keamanan disana pun langsung turun tangan. Tapi nihil, tenaga Hasbi benar-benar kuat sampai tidak bisa dilerai oleh dua orang petugas keamanan.Arga pun sudah tidak bisa melawan karena gerakan Hasbi benar-benar gesit menindasnya."MATI LO!" Hasbi benar-benar mencekik leher Arga tanpa ampun, hingga beberapa penghuni unit pun ikut membant
"Ulu hati Bigel kaya ditendang. Kesentak, sakit banget ...." "Maaf ... maaf ... pasti gara-gara Mas ya makanya dedek disini rada rewel. Maafin ayah ya, Dek .... ibunnnya jangan dimarahin," bisik Hasbi sembari menciumi perut Bigel."Makanya ayahnya jangan cemburuan gitu, jangan bikin ibunnya dedek makin pusing," celetuk Bigel."Iya, maafin ayahnya dedek ya, Ibun ...."Wajah Bigel tiba-tiba memanas. "Masih malu kalau dipanggil Ibun secara langsung.""Ga apa-apa, biar kebiasa. Maafin Mas ya, Bigel. Masalah kecil malah diungkit lagi ... ngerasa bersalah banget sampai buat kamu begini."Bigel mendekat dan memeluk Hasbi lebih dulu. "Bigel sayangnya cuma sama Mas Hasbi, mungkin ini cara Tuhan buat nyatuin kita, cobaannya ada aja. Tapi, Bigel ga mau kalau kita nyerah sama cobaan ini. Bigel mau terus kasih kepercayaan Bigel ke Mas." "Mas ga akan ngecewain kepercayaan itu, Bigel."Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga tidak menyadari jika bell unit mereka berbunyi. Ada tamu yang datang
"Sini, mas belum cium.""Malu. Bigel malu loh ... enggak mau.""Bigel, sini ...." Hasbi berusaha menarik lembut tangan Bigel agar lebih mendekat padanya."I-itu banyak mobil lewat. Nanti, kalau diliatin malu ah, Mas," balas Bigel, masih menolak untuk dicium sang suami."Masnya mau cium ini. Ga ada afeksi loh mau berangkat kerja.""Kau udah tadi di rumah ....""Kurang, yang tadi di rumah ga kerasa.""Nanti diliatin orang, kan malu, is," protes Bigel, tapi ekspresinya begitu lucu dan menggemaskan bagi sang suami.Kali ini, Hasbi menyentuh punggung Bigel dan menariknya sedikit sampai wanita itu benar-benar dekat dengannya.Muah.Hasbi berhasil mencium pipi kiri Bigel dengan sempurna. Tentu, membuat Bigel jadi salah tingkah dengan perlakuan suaminya tersebut."Malu ...," tuturnya lagi sembari celingak-celinguk kiri dan kanan dengan wajah yang sempurna merah merona. Dia berharap tidak ada orang yang melihat keduanya.Muah."Ngapain malu? Kan, dicium suaminya sendiri," celetuk Hasbi dan kemb
"Masakanku ga seharusnya terhidang disana. Harusnya masakanmu yang ada disana, pasti mama akan senang."Bigel yang sedang membantu mencuci piring pun tercekat dengan pernyataan Freya barusan. Tiba-tiba saja dan Bigel kesulitan untuk merespon dengan jawaban yang tidak menyakiti hati."Mama mungkin lagi capek. Aku minta maaf karena buat Kakak jadi dimarahin," tutur Bigel. Bahkan, untuk sekedar menatap Freya saja dia tidak berani karena rasa bersalahnya itu."Kamu segala-galanya bagi mama. Apa yang aku lakuin pasti salah. Aku ga punya tempat di hati mama. Aku iri atau karena orang tuaku bukan orang yang berada?"Bigel menghembuskan napas dan memberhentikan gerakan tangannya yang tengah menyabuni piring. "Mendiang ayahku cuma sopir dan mendiang ibuku jualan kue. Ga ada hubungannya dengan itu, mungkin Kakak cuma perlu bersabar sampai mama bisa nerima Kakak," ungkap Bigel. Lalu, ia kembali melanjutkan cucian piringnya."Aku kira dengan kehadiran kamu di keluarga Abraham bakal bikin mama jadi
"Aku ingin roti ini lagi, tolong semuanya dibungkus."Bigel terkesiap dari lamunannya barusan, bagaimana ia memikirkan perkataan suaminya dua hari yang lalu untuk menyuruh Bigel membalas dendam pada Freya. Jelas, Bigel menolak dengan penuh kesadaran. Balas dendam bukanlah jalan yang akan Bigel sentuh sampai kapanpun."O-oh, datang lagi? roti selai keju coklat? Aku akan membungkusnya. Sebentar, ya ...." Bigel mempersiapkan roti tersebut dan disusun rapi dalam box roti ukuran besar."Sejak tadi aku memperhatikanmu melamun. Ada apa?" tanya pria dengan prawakan tinggi dan badan kekar berisi, mirip dengan ukuran tubuh Hasbi."E-enggak apa-apa, kok. Kau tidak membawa anakmu?""Hari ini ada les tambahan di sekolah, jadi hanya aku sendiri. Berapa usia kandunganmu?""Sudah mau masuk tujuh bulan," jawab Bigel seadanya. Dia cukup akrab dengan pelanggan baru satu ini."Tidak cuti?""A-aku kan baru bekerja beberapa hari lalu."Pria itu tampak terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Bigel. "Maaf
"Egh— Jangan disini, nanti ketahuan," pinta Freya sembari mencoba melepaskan tangan Endrico yang tengah memainkan kedua gundukan kembarnya. Merasa tidak enak karena tidak di dalam unit dan takut orang lain akan melihat kelakuan mereka.Endrico menuruti dan mengikuti Freya masuk ke dalam unit apartemennya. Tanpa disadari, Bigel melihat kejadian barusan dengan perasaan yang syok berat. Pasalnya Endrico dan Freya adalah saudara ipar dan telah menghianati kepercayaan Arsenio.Ketika pintu unit apartemen tertutup, Endrico kembali menarik tubuh Freya dan mencium bibir wanita itu dengan ugal-ugalan. Keduanya sama-sama terlena hingga membawa mereka masuk ke dalam kamar Freya.Keduanya sama melepas baju masing-masing dan Freya yang sengaja berbaring terlentang di atas kasur. Menggoda Endrico dengan lekuk tubuhnya agar kakak iparnya tersebut segera menindihnya."Tubuhmu, cantik," gumam Endrico.Freya hanya tersenyum tipis dan membalas dengan menciumi dada kekar milik Endrico. "Foto itu rahasia,
"Mas, air dinginnya mana?"Hasbi memilih diam di tempat setelah berhasil menutup pintu kamarnya. Bahkan, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Bigel karena isi kepalanya sedang berkecamuk."Mas Hasbi?" panggil Bigel sekali lagi. Suaminya itu mendadak berubah menjadi tatapan kosong dan tidak membawa air dingin pesanannya."Bigel," katanya pelan."M-mas, kenapa?"Hasbi mengepalkan kedua tangannya, terlihat lengannya penuh urat kekar yang menonjol. Untuk itu, Bigel tidak berani bersuara lagi. Apa dia melakukan kesalahan sampai suaminya marah? Apa Hasbinya tersinggung saat Bigel meminta tolong untuk mengambil air dingin? Tapi, rasanya bukan itu alasannya."Nanti Mas ambilin air dinginnya, ya. Sebentar saja, biarin Mas berdiri disini dulu. Jangan kemari, Bigel disana saja ... jangan banyak bergerak.""Mas Hasbi ...," lirih Bigel, tanpa sengaja sebulir air matanya jatuh. Ya, ibu hamil yang terlalu sensitif dan berpikir suaminya sedang membencinya.Hasbi memejamkan matanya sebentar, berusaha
Senyum Bigel mengembang saat dari jauh ia menemukan sosok Hasbi yang baru saja landing dari Bali. Beberapa hari tidak bertemu Hasbi dan dia benar-benar merindukan sosok suaminya itu."Itu Mas Hasbi," gumam Bigel. Kini, tangannya melambai-lambai agar sang suami melihat ke arahnya.Tentu, Hasbi tersenyum bahagia saat melihat wajah Bigel. Dirinya pun bergegas mempercepat langkah sambil menarik kopernya."Istri Mas paling cantik sedunia, kangen banget ga ketemu beberapa hari.""Bigel juga kangen, hehe."Hasbi mencium dahi Bigel lamat-lamat dan turun mencium kandungan Bigel. "Makin gemoy kesayangan Mas ini. Sama siapa kesini, Sayang?""Sendiri, soalnya Mama ada kerjaan yang enggak bisa ditinggal. Bigel kan libur kerja, tadi mau dianter mas Endrico, tapi Bigel enggak mau. Takut ....""Dia ga ngapai-ngapain kamu, kan?" Bigel menggeleng. "Enggak, kok. Kayaknya yang Mas bilang dia suka aku tuh kayaknya bukan aku deh.""Dia suka kak Freya?""Bingung, kayaknya akunya yang salah lihat," tutur Big
"Egh— Jangan disini, nanti ketahuan," pinta Freya sembari mencoba melepaskan tangan Endrico yang tengah memainkan kedua gundukan kembarnya. Merasa tidak enak karena tidak di dalam unit dan takut orang lain akan melihat kelakuan mereka.Endrico menuruti dan mengikuti Freya masuk ke dalam unit apartemennya. Tanpa disadari, Bigel melihat kejadian barusan dengan perasaan yang syok berat. Pasalnya Endrico dan Freya adalah saudara ipar dan telah menghianati kepercayaan Arsenio.Ketika pintu unit apartemen tertutup, Endrico kembali menarik tubuh Freya dan mencium bibir wanita itu dengan ugal-ugalan. Keduanya sama-sama terlena hingga membawa mereka masuk ke dalam kamar Freya.Keduanya sama melepas baju masing-masing dan Freya yang sengaja berbaring terlentang di atas kasur. Menggoda Endrico dengan lekuk tubuhnya agar kakak iparnya tersebut segera menindihnya."Tubuhmu, cantik," gumam Endrico.Freya hanya tersenyum tipis dan membalas dengan menciumi dada kekar milik Endrico. "Foto itu rahasia,
"Aku ingin roti ini lagi, tolong semuanya dibungkus."Bigel terkesiap dari lamunannya barusan, bagaimana ia memikirkan perkataan suaminya dua hari yang lalu untuk menyuruh Bigel membalas dendam pada Freya. Jelas, Bigel menolak dengan penuh kesadaran. Balas dendam bukanlah jalan yang akan Bigel sentuh sampai kapanpun."O-oh, datang lagi? roti selai keju coklat? Aku akan membungkusnya. Sebentar, ya ...." Bigel mempersiapkan roti tersebut dan disusun rapi dalam box roti ukuran besar."Sejak tadi aku memperhatikanmu melamun. Ada apa?" tanya pria dengan prawakan tinggi dan badan kekar berisi, mirip dengan ukuran tubuh Hasbi."E-enggak apa-apa, kok. Kau tidak membawa anakmu?""Hari ini ada les tambahan di sekolah, jadi hanya aku sendiri. Berapa usia kandunganmu?""Sudah mau masuk tujuh bulan," jawab Bigel seadanya. Dia cukup akrab dengan pelanggan baru satu ini."Tidak cuti?""A-aku kan baru bekerja beberapa hari lalu."Pria itu tampak terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Bigel. "Maaf
"Masakanku ga seharusnya terhidang disana. Harusnya masakanmu yang ada disana, pasti mama akan senang."Bigel yang sedang membantu mencuci piring pun tercekat dengan pernyataan Freya barusan. Tiba-tiba saja dan Bigel kesulitan untuk merespon dengan jawaban yang tidak menyakiti hati."Mama mungkin lagi capek. Aku minta maaf karena buat Kakak jadi dimarahin," tutur Bigel. Bahkan, untuk sekedar menatap Freya saja dia tidak berani karena rasa bersalahnya itu."Kamu segala-galanya bagi mama. Apa yang aku lakuin pasti salah. Aku ga punya tempat di hati mama. Aku iri atau karena orang tuaku bukan orang yang berada?"Bigel menghembuskan napas dan memberhentikan gerakan tangannya yang tengah menyabuni piring. "Mendiang ayahku cuma sopir dan mendiang ibuku jualan kue. Ga ada hubungannya dengan itu, mungkin Kakak cuma perlu bersabar sampai mama bisa nerima Kakak," ungkap Bigel. Lalu, ia kembali melanjutkan cucian piringnya."Aku kira dengan kehadiran kamu di keluarga Abraham bakal bikin mama jadi
"Sini, mas belum cium.""Malu. Bigel malu loh ... enggak mau.""Bigel, sini ...." Hasbi berusaha menarik lembut tangan Bigel agar lebih mendekat padanya."I-itu banyak mobil lewat. Nanti, kalau diliatin malu ah, Mas," balas Bigel, masih menolak untuk dicium sang suami."Masnya mau cium ini. Ga ada afeksi loh mau berangkat kerja.""Kau udah tadi di rumah ....""Kurang, yang tadi di rumah ga kerasa.""Nanti diliatin orang, kan malu, is," protes Bigel, tapi ekspresinya begitu lucu dan menggemaskan bagi sang suami.Kali ini, Hasbi menyentuh punggung Bigel dan menariknya sedikit sampai wanita itu benar-benar dekat dengannya.Muah.Hasbi berhasil mencium pipi kiri Bigel dengan sempurna. Tentu, membuat Bigel jadi salah tingkah dengan perlakuan suaminya tersebut."Malu ...," tuturnya lagi sembari celingak-celinguk kiri dan kanan dengan wajah yang sempurna merah merona. Dia berharap tidak ada orang yang melihat keduanya.Muah."Ngapain malu? Kan, dicium suaminya sendiri," celetuk Hasbi dan kemb
"Ulu hati Bigel kaya ditendang. Kesentak, sakit banget ...." "Maaf ... maaf ... pasti gara-gara Mas ya makanya dedek disini rada rewel. Maafin ayah ya, Dek .... ibunnnya jangan dimarahin," bisik Hasbi sembari menciumi perut Bigel."Makanya ayahnya jangan cemburuan gitu, jangan bikin ibunnya dedek makin pusing," celetuk Bigel."Iya, maafin ayahnya dedek ya, Ibun ...."Wajah Bigel tiba-tiba memanas. "Masih malu kalau dipanggil Ibun secara langsung.""Ga apa-apa, biar kebiasa. Maafin Mas ya, Bigel. Masalah kecil malah diungkit lagi ... ngerasa bersalah banget sampai buat kamu begini."Bigel mendekat dan memeluk Hasbi lebih dulu. "Bigel sayangnya cuma sama Mas Hasbi, mungkin ini cara Tuhan buat nyatuin kita, cobaannya ada aja. Tapi, Bigel ga mau kalau kita nyerah sama cobaan ini. Bigel mau terus kasih kepercayaan Bigel ke Mas." "Mas ga akan ngecewain kepercayaan itu, Bigel."Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga tidak menyadari jika bell unit mereka berbunyi. Ada tamu yang datang
"Aku pikir istrimu Irasya. Jadi, istrimu si pelacur kampus itu, ya? Kau doyan juga sama si lonteh satu itu. Apa yang kau dapat dari mencicipi bekasku?"BRAK!Botol berbahan stainlis yang cukup tebal tersebut berhasil menghantam wajah milik Arga, sehingga membuat tubuh laki-laki itu terjatuh dan merintih kesakitan."BANGSAT!" maki Arga karena tidak terima diserang oleh Hasbi.BUGH!Hasbi kembali memberikan hentaman di pipi Arga dan duduk di atas tubuh pria itu yang tengah dalam keadaan terlentang.BUGH!"MATI LO SIALAN! GUE HABISIN LO YANG UDAH BERANI MENGHINA ISTRI GUE!" teriak Hasbi sekuat mungkin sampai mencuri perhatian orang banyak.Alhasil, petugas keamanan disana pun langsung turun tangan. Tapi nihil, tenaga Hasbi benar-benar kuat sampai tidak bisa dilerai oleh dua orang petugas keamanan.Arga pun sudah tidak bisa melawan karena gerakan Hasbi benar-benar gesit menindasnya."MATI LO!" Hasbi benar-benar mencekik leher Arga tanpa ampun, hingga beberapa penghuni unit pun ikut membant
"Mas enggak ngapa-ngapain sama Jevano, Sayang.""Kok bisa ngurusin pekerjaan jam segini, mana resleting celananya enggak ditutup?""Namanya juga buru-buru sampai lupa resleting celana Mas kebuka. Jevano mau kasih berkas buat rapat sama atasan, takut besok enggak keburu," jawab Hasbi, tentu saja apa yang dikatakannya hanyalah kebohongan. Jevano saja mungkin sedang di rumahnya tertidur lelap."Mana berkasnya, kok enggak ada?"Hasbi mengulum bibirnya ke dalam, alias mati kutu dan memikirkan jawaban apa yang akan membuat Bigel berhenti bertanya lagi. "B-berkasnya udah Mas taruh di mobil. Takut, pas mau ke kantor malah ga kebawa."Bigel menyipitkan matanya pada Hasbi. "Kok gugup?"Aduh, Hasbi makin gelagapan sendiri. "Masih ngantuk, S-sayang.""Ya, udah tidur lagi.""Kamu marah?"Bigel menggeleng, dia tidak marah sebenarnya, lebih tepatnya khawatir. "Aku enggak marah, cuma khawatir pas kebangun mas enggak ada. Baru mau nelpon, ternyata hp-ku habis baterai. Sambil nungguin hp-ku hidup, aku n