Kenichi tampak tidak bersemangat mengikuti acara orientasi. Selain karena Ishida ada di kelompok yang sama dengannya, Kenichi juga tidak menyukai kegiatan kampus seperti ini.
“Kenichi-senpai, jika aku kesusahan di mata kuliah tertentu bolehkan aku minta bantuanmu?”
“Bantu aku juga dong, aku akan semakin bersemangat jika Kenichi senpai yang membantuku.”
Minoru menyadari mood Kenichi yang sedang tidak bagus, sebelum moodnya semakin buruk Minoru sudah pasang badan terhadap kalimat-kalimat membosankan itu. Siapa yang tidak bosan mendengar gadis-gadis ini terus-terusan memuji Kenichi sepanjang waktu?
“Adik-adikku yang manis, kalian bisa bertanya padaku jika kesusahan. Kenichi kita yang keren ini sedang fokus untuk perlombaan di pekan olahraga kampus nanti jadi tidak punya waktu untuk menanggapi kalian.”
Setelah berkata demikian Minoru semakin mendapat serangan pertanyaan lain yang tidak ada habisnya. Ia menyesal berteman dengan lelaki tampan, ia selalu jadi pihak yang paling melelahkan akibat dari ketampanan Kenichi.
Mata Kenichi mengikuti Ishida yang tiba-tiba bergegas meninggalkan kelompok. Lelaki itu menuju taman belakang kampus, dekat ruang para senior.
Saat tengah istirahat Izumi memutuskan untuk mencari udara segar. ia menuju taman belakang kampus yang tidak begitu jauh dari tempatnya semula. Izumi bersandar didekat kolam ikan. Suara gemericik air membuat fikirannya kembali jernih. Ia memejamkan matanya sambil menghirup nafas dalam-dalam mengisi paru-parunya dengan oksigen. Ia menghembuskan nafasnya dengan perlahan. Kini udara segar benar-benar mengalir ke dalam tubuhnya.
“Kau gadis yang diruang registrasi itu, kan?” Kalimat itu membuat tubuh Izumi tersentak kaget. Ia menoleh dan mendapati lelaki itu sudah di sampingnya. Wajah itu benar-benar membuat ingatannya otomatis memutar kejadian menyakitkan itu.
“Iya. Maaf karena sudah menabrakmu.” Izumi membungkukkan badannya. Otaknya mencari alasan agar ia bisa segera kabur dari sini tapi ia tidak bisa menemukan alasan yang tepat.
“Tidak apa-apa. Aku sedang mencari udara segar lalu tidak sengaja melihatmu disini. Didalam sana terasa panas” Lelaki itu terlihat merogoh sesuatu dari sakunya.
“Aku juga berfikir demikian.” Izumi melemparkan pandangannya ke depan menatap Gedung olahraga disebrang hamparan rumput.
“Minum ini. Tubuhmu akan terasa sedikit lebih segar.” Izumi akhirnya mengetahui apa yang hendak laki-laki itu raih di sakunya, ia kemudian mengambilnya dari genggaman tangan yang putih itu.
“Terima Kasih.” Lelaki itu juga minum minuman yang sama, Izumi kemudian membuka tutup kaleng itu dan mulai meneguknya.
“Penulis favoritku suka minum ini, dia bilang tubuhnya menjadi lebih segar setelah meminumnya. Aku tidak tahu aku tersugesti atau tidak, tapi aku juga merasakan hal yang sama.” Izumi menarik satu sudut bibirnya, ia segera menatap minuman kaleng rasa buah Plum itu. Astaga! Karena terlalu sibuk dengan fikirannya, Izumi bahkan baru menyadari kalau minuman itu rasa buah Plum. BUAH PLUM. Bagaimana ia bisa tidak menyadarinya?
“Aletheia?” Izumi mengucapkannya dengan seketika, Mata bulat yang tadi menatap Ishida ketakutan berubah menjadi berbinar-binar. Di tatap secara lekat-lekat seperti itu membuat Ishida agak canggung. Ia baru menyadari gadis itu punya mata yang bagus setelah sebelumnya mata itu menatapnya dengan rasa takut. Ia memang sudah menyukai gadis didepannya sejak lama, tapi tidak dalam artian suka yang membuat jantungnya berdebar-debar.
“Benar! Bagaimana kau tahu?” Ia harap ucapan Ishida itu benar-benar membuat kesan kalau ia terkejut. Ia sudah tahu Izumi menyukai penulis itu sejak lama.
“Aku punya beberapa novelnya.” Izumi mengalihkan pandangannya ke arah kolam. Meski demikian, Ishida bisa melihat kalau gadis itu tersenyum. Melihat reaksi itu, sepertinya acting Ishida cukup bagus.
Kenichi menatap Ishida yang sedang bercengkrama dengan seorang gadis. Meskipun hubungan Kenichi dan Ishida tidak baik, ia tahu betul kalau Ishida bukan tipe lelaki yang akan menegur seseorang secara cuma-cuma. Lalu, siapa gadis itu?
***
Izumi duduk di meja belajar yang sudah ia rapikan. Masa orientasi di kampusnya sudah selesai. Hari ini adalah hari pertama ia mulai belajar di kampus impiannya itu. Sejauh yang sudah ia lalui, sepertinya semuanya berjalan dengan baik. Ia punya pekerjaan Part Time dan sudah mengenal beberapa orang di departemennya. Oh ya, ia bahkan bertemu dengan orang yang juga menyukai Aletheia. Ia sedikit merasa bersalah pada lelaki di ruang registrasi itu. Ia tidak akan mempunyai fikiran buruk jika ia tahu kalau lelaki itu cukup baik ditambah ia juga menyukai Aletheia. Sepertinya Izumi terlalu waspada terhadap banyak hal sehingga membuatnya lebih sering berfikiran buruk terhadap sesuatu yang ia belum mengerti sepenuhnya. Meski demikian baginya ini adalah permulaan yang cukup baik. Ia melirik foto dirinya dan foto ibunya yang ia pajang di atas meja. Sosok terkuat yang menjadi alasan ia agar kembali bangkit. Bahkan sebelumnya tidak pernah terlintas di benak Izumi kalau ia mampu berusaha sekeras ini. Ia meraih bingkai itu lalu memeluknya. Dadanya masih terasa sesak tiap kali menyadari Ibunya sudah tidak ada lagi di sisinya. Rasanya seperti separuh jiwanya mati dan separuh jiwanya lagi hidup tapi sudah sedemikian rapuh. Dan sekarang Izumi sangat mengandalkan hidupnya dengan setengah jiwanya yang rapuh itu.
Kana Kobayashi melambaikan tangan dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ia membuat gerakan tangan yang menunjukkan kalau dirinya sudah mempersiapkan tempat duduk untuk Izumi. Izumi menyambutnya dengan senyum sambil berlari kecil mendekati Kana. “Terima Kasih, Kobayashi-san.” Izumi menarik bangku dan mulai duduk disana. “Panggil Kana saja. Kita sudah cukup dekat sejak masa orientasi bukan?” Ucapan itu cukup menarik perhatian Miyu Maeda yang sudah duduk lebih dulu di sebelah Kana. “Kau juga boleh memanggilku Miyu, izumi-chan.” Ucap Miyu yang membuat izumi sedikit tersipu. “Berhenti membuatnya tidak nyaman.” Kana berkata sambil menatap Miyu dengan kesal. Sedetik kemudian ekspresi Miyu berubah cemberut. Gadis yang menyebalkan itu ternyata juga punya sisi imutnya sendiri. Tingkah mereka berdua membuat Izumi menahan tawanya. “Aku tidak apa-apa kok.” Izumi akhirnya me
Tatapan Minoru terlihat jengkel. Kenichi langsung mengetahui alasannya setelah mengikuti mengikuti arah pandangan Minoru. “Apa kau tidak bisa memperingati adikmu agar memberiku ruang untuk mendekati belahan jiwaku itu?” Minoru memasukkan satu suapan besar ke mulutnya dengan kasar. “Ia terus menempel pada gadis itu seperti perangko.” Minoru melanjutkan ucapannya sambil mengunyah – membuat serpihan kecil dari mulutnya berhamburan keluar. “Aish! Kau harus pilih akan mengunyah atau menggerutu lebih dulu. Kalau begini lalat saja enggan menghinggapimu apalagi seorang gadis.” Minoru hanya bergumam tidak jelas sambil mengunyah setelah mendapat omelan dari Kenichi. Diam-diam Kenichi masih memperhatikan Ishida. Ia mengetahui semua teman ishida – setidaknya sampai sebelum hubungannya dengan Ishida memburuk sejak enam bulan terakhir. Ia yakin belum pernah melihat Ishida sedekat ini dengan seorang gadis. Apakah masa p
Langkah Izumi terhenti setelah dua sosok pria memotong langkahnya. Ia ingat pernah melihat wajah mereka saat masa orientasi. Raut muka Izumi berubah cemas. Apakah dia melakukan kesalahan sampai-sampai dua senior itu menghentikannya?“Konnichiwa. Perkenalkan, aku Minoru Sato” Pria dengan tinggi tubuh sekitar 175cm itu menyapanya dengan ramah. Rambut hitamnya memunculkan aksen warna biru saat terkena sinar matahari. Model rambut Comma hair-nya benar-benar mirip idol tapi wajahnya tidak mirip idol sama sekali. Dilihat dari caranya memperkenalkan diri sepertinya mereka menghentikan izumi bukan karena niat yang buruk.“Aku Kenichi Hasegawa.” Pria dengan raut wajah yang dingin tapi tampan itu memperkenalkan diri. Izumi harus mendongak untuk menatap wajah pria yang tingginya mungkin sekitar 188cm. Berbeda dengan temannya yang model rambutnya mirip idol, pria itu memiliki model rambut pompadour dengan warna ginger brown. Jika
Mahasiswa baru dan beberapa senior fakultas Ekonomi duduk berkeliling di sebuah meja yang cukup panjang. Acara itu diselenggarakan untuk merayakan masuknya mahasiswa baru dan kesuksesan acara orientasi beberapa hari lalu.“Aku tidak menyangka yang datang lumayan banyak.” Kana berkata sambil membetulkan helaian rambutnya yang menutupi wajah. Izumi baru menyadari unsur penting yang membuat penampilan Kana terlihat dewasa adalah model rambut sleek glam-nya. Gadis itu punya pupil berwarna hitam serta mata yang lebih besar dari kebanyakan wanita jepang pada umumnya. Di antara mereka bertiga, Kana adalah wanita paling tinggi dengan tinggi 165cm.“Aku juga berfikir begitu.” Kata Izumi yang sebenarnya sejak tadi mencari seseorang. Mata gadis itu menoleh hampir disetiap pintu bar terbuka. Apakah lelaki itu benar-benar tidak datang?“Kana-chan, Lihat! Kak Hasegawa tampan sekali jika dilihat dari jarak sedekat ini ya.” Miyu berbisik tapi
Izumi mengerang sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Badannya sudah tak selemas semalam tapi masalah baru muncul. Ia terhuyung-huyung menuju toilet dan mengeluarkan isi perutnya di wastafel. Ini pertama kalinya ia mengikuti acara minum-minum. Tidak. Bahkan ini pertama kalinya ia meminum minuman alkohol. Ia kira ia masih bisa mempertahankan kesadarannya meski hanya minum sedikit. Kini ia sadar kalau dia peminum yang buruk. Izumi duduk di meja belajar setelah mempersilakan sinar matahari masuk lewat jendela yang ia buka. Ia meminum air mineral hangat berharap perutnya akan segera membaik. Izumi baru saja hendak menuju toilet untuk mandi dan bersiap menuju tempat kerjanya, tapi langkahnya terhenti saat seonggok jacket pria menarik perhatian. Ia mendekat dan menyentuh jacket itu. Ekspresinya berubah panik. Ia menutup mulutnya yang terbuka tiba-tiba. Jika semalam ia mabuk, lalu siapa yang mengantarnya pulang? DAN JACKET SIAPA INI??? Izumi masih terus berusaha mengingat-i
Ishida menyesal mengangkat telfon dari Emi Sasaki. Harinya tidak pernah berjalan baik tiap kali ia berhubungan dengan wanita itu. Bahkan disiang hari saat weekend begini moodnya sudah berantakan. “Aku sudah menemanimu kemarin seharian, lalu kau memintaku untuk menemuimu lagi hari ini?” “ …. “ “Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku di Melody Café. Sudah ya, aku sibuk hari ini.” Ishida menutup ponsel sekaligus mematikan dayanya. Ia sudah mengorbankan hari kemarin hanya untuk wanita itu. Ia juga tidak ikut acara minum-minum karena wanita itu merengek agar Ishida menemaninya kesana kemari. Meskipun memang awalnya ia berniat tidak ikut tapi ia hampir merubah rencananya saat tahu Izumi datang ke acara itu. Ia lelah sekali setelah kemarin mengikuti kemanapun Emi mau. Ia ingin tidur seharian tanpa diganggu siapapun hari ini. Bel apartemen Ishida berdenting tepat saat Is
Kana berjalan beriringan dengan Mayu di koridor kelas. Sementara Ishida dan Izumi mengikuti keduanya dari belakang. Tangan Izumi menjinjing sebuah paperbag warna pink berisi jaket yang entah milik siapa – yang sudah ia laundry. Ia ingin bertanya pada Kana soal jacket itu karena satu-satunya orang yang ia ingat tidak mabuk saat itu adalah Kana. Karena Miyu terus-terusan mengekori Kana, Izumi jadi tidak punya kesempatan untuk bertanya padanya. Apa Izumi harus bertanya pada Ishida? Apakah ia datang malam itu untuk menemuinya atau tidak? Tapi jika tidak, bukankah itu akan terdengar aneh bagi Ishida?“Aku tidak sabar untuk menghabiskan libur musim panas tahun ini. Kana, Ayo kita pergi ke Okinawa” Entah ada angin dari mana, Miyu tiba-tiba membahas soal libur musim panas yang bahkan masih tiga bulan lagi. Tentu saja Kana mengangguk karena tidak ingin melakukan ‘perang’ dengan Miyu.“Libur musim panas bahkan masih lama. Kau
Izumi keluar dari minimarket setelah membeli dua Ice Cream. Ia bisa melihat punggung Ishida yang duduk membelakanginya di halaman Brothermart. Izumi menarik kursi di dekat Ishida. Di titik ini ia masih ragu akan bertanya pada Ishida atau tidak.“Soal kejadian di kafetaria, Aku minta maaf.” Mata yang Ishida tatap berpaling. Apakah gadis itu masih takut setelah kejadian di kafetaria tadi?“Tidak apa-apa. Oh ya, Ini.” Izumi meletak kan sebuah ice cream di hadapan Ishida. Ia ingin bilang terima kasih karena sudah mengantarnya malam itu tapi ia benar-benar ragu. Ishida sama sekali tidak membahas kejadian itu dan hal ini membuatnya sedikit malu untuk mulai membahasnya.“Aku tidak menyangka kau akan memberiku ice cream. Terima Kasih ya Nakano-san. Tapi kenapa tiba-tiba ingin berbicara denganku?” Ishida bisa melihat raut gugup Izumi. Ada apa dengan gadis itu? Gerak-geriknya seperti seorang gadis yang ingin menyatakan cinta saja.