Ishida Hasegawa baru saja keluar dari toilet. Suara itu membuatnya melangkah sedikit lebih cepat. Beberapa kali terakhir ia menyadari yang ia dengar tiap kali mendengar lagu itu adalah ilusi bahwa ia juga mendengar suara itu. Apakah kali ini ilusi lagi? Ishida duduk di antara anggota kelompoknya. Ia menatap lekat-lekat gadis yang sedang bernyanyi. Suara itu, senyum itu, tatapan itu. Sedetik kemudian ia sadar sepenuhnya kalau akhirnya ia kembali bertemu dengan gadis dari dua tahun yang lalu. Penampilan Izumi di tutup dengan tepuk tangan. Ia kembali ke kelompoknya dan disambut dengan gembira oleh semua anggota di sana.
“Sugoi! Kenapa kau menyembunyikan bakat besar itu? Semua orang disini bahkan terpesona melihat penampilanmu”
“Kau tidak perlu menjadi pemalu. Kau cantik dan berbakat.”Ucapan anggota kelompoknya membuat Izumi tersenyum. Setelah sekian lama tidak bernyanyi sepertinya suaranya masih cukup bagus. Perasaannya sedikit membaik setelah bernyanyi. Dulu menyanyi baginya adalah obat untuk menjernihkan fikirannya yang sedang kacau. Sekarang ia bahkan harus benar-benar minum obat jika fikirannya kacau lagi.
“Terima Kasih ya Nakano-san. Aku tidak menyangka kelompok kita memiliki gadis berbakat sepertimu.” Kobayashi menepuk pundak Izumi.
“Kalau aku jadi kau, aku pasti sudah mengajukan diri untuk unjuk bakat tanpa perlu jankenpon. Kau pasti sangat populer di sekolahmu dulu, ya kan ?” Izumi tersenyum kikuk mendengar ucapan Miyu yang membahas soal sekolah lamanya.
“Aku merasa tidak populer sama sekali.” Izumi berusaha memperlihatkan gestur kalau ia tidak tertarik dengan percakapan itu.
“Benarkah? Kau dari sekolah mana? Aku tidak percaya kau tidak populer disana. Aku yang hanya bermodalkan wajah cantik saja bisa popular di sekolahku. Apalagi kau?” Untuk kesekian kali ucapan Miyu membuatnya tidak nyaman.
“Memangnya kau dari sekolah mana?” Tanya seorang senior yang membuat sikap Miyu melunak.
“SMA Otaru Choryo” Sahut Miyu dengan nada yang lebih ramah. Izumi menahan nafas sesaat setelah mengetahui kalau Miyu ternyata berasal dari sekolah yang sama dengannya saat ia kelas dua SMA. Kenapa izumi merasa sangat asing dengan wajah Miyu? Meskipun Miyu satu tingkat di bawah Izumi harusnya Izumi setidaknya mengenali wajah Miyu.
“Aku baru mendengar nama sekolah itu.” Senior itu sepertinya sengaja membuat Miyu tidak nyaman setelah apa yang Miyu lakukan pada Izumi.
“Sekolahku memang tidak populer. Lagipula aku hanya menghabiskan tahun ketigaku disana. Aku terpaksa pindah ke sekolah itu karena orang tuaku.” Izumi akhirnya mengetahui kenapa wajah miyu terasa asing. Gadis menyebalkan itu memasuki sekolahnya setahun setelah kepindahan Izumi.
Lampu apartemen Ishida menyala seiring dirinya memasuki apartemen. Ia menggantung tasnya dan meletakkan jaketnya di atas tempat tidur. Ia membuka laci kecil di samping kasurnya dan mengambil bolpoint biru dengan gantungan boneka rajut kecil diujungnya. Ishida sempat mengira kalau gadis di ruang registrasi kemarin hanya kebetulan memiliki gantungan bolpoint berbentuk boneka yang mirip dengan yang pernah ia buat dulu. Rupanya gantungan boneka itu benar-benar miliknya dua tahun yang lalu.
“Bagaimana hari pertama di kampus?”
Ishida membaca pesan dari layarnya, ia sudah menyadari pesan itu sejak dua jam lalu tapi ia tidak ingin membalasnya.
“Apa kau sudah pulang?”
Pesan dari orang yang sama. Ishida menutup ponselnya dan mengabaikannya lagi. Ia menuju kamar mandi dan membiarkan tubuhnya yang kekar basah oleh air dari pancuran. Selama ia mandi, sayup-sayup terdengar bel apartemennya berbunyi. Ia ingat tidak memiliki janji dengan siapapun. Ishida mengabaikan bunyi bel itu dan melanjutkan acara mandinya. Lagi pula jika orang itu benar-benar mempunyai kepentingan dengannya, tentu ia akan memberi tahu Ishida kalau Ia baru saja mendatangi apartemennya tapi tidak ada orang.
Ishida keluar dari kamar dengan celana pendek hitam, ia masih mengeringkan rambut dengan handuk saat mengecek melalui door viewer apakah diluar masih ada orang atau tidak. Karena tidak menemukan siapapun, Ishida memutuskan untuk membuka pintu. Tepat sejengkal di depan kakinya ia menemukan beberapa paperbag di sana. Ishida meraih secarik kertas dan membukanya sembari memasuki apartemennya.
Simpan lobak di kulkas dan makanan instant di lemari. Jangan makan makanan yang sudah dimasak lebih dari delapan jam. Jangan lupa mencuci sayurannya sebelum kau masak. Jaga Kesehatan ya, ibu merindukanmu
Ishida tersenyum sinis.
Memangnya dia siapa berani menyebut dirinya ‘ibu’ ?
Seorang Wanita berjalan menuju sebuah mobil. Ia tersenyum sesaat setelah menatap pria di balik kemudi.
“Apa kau berhasil menemuinya?” Pria itu bertanya dengan nada yang tidak ramah.
“Dia terlalu sibuk untuk menemuiku. Jadi aku meletakannya di depan pintu apartemen.” Wanita itu berkata sambil tersenyum seolah semuanya berjalan baik-baik saja.
Kenichi menghembuskan nafas kesal. Mungkin Wanita itu tidak keberatan dengan situasi saat ini, tapi melihat ia diperlakukan seperti itu membuat Kenichi benar-benar marah.
“Dia hanya tidak mau bertemu denganmu. Berhenti berusaha terlalu keras, aku benci melihat ibu seperti itu.” Kenichi menginjak pedal gas dan meninggalkan parkiran.
Kenichi tampak tidak bersemangat mengikuti acara orientasi. Selain karena Ishida ada di kelompok yang sama dengannya, Kenichi juga tidak menyukai kegiatan kampus seperti ini.“Kenichi-senpai, jika aku kesusahan di mata kuliah tertentu bolehkan aku minta bantuanmu?”“Bantu aku juga dong, aku akan semakin bersemangat jika Kenichi senpai yang membantuku.”Minoru menyadari mood Kenichi yang sedang tidak bagus, sebelum moodnya semakin buruk Minoru sudah pasang badan terhadap kalimat-kalimat membosankan itu. Siapa yang tidak bosan mendengar gadis-gadis ini terus-terusan memuji Kenichi sepanjang waktu?“Adik-adikku yang manis, kalian bisa bertanya padaku jika kesusahan. Kenichi kita yang keren ini sedang fokus untuk perlombaan di pekan olahraga kampus nanti jadi tidak punya waktu untuk menanggapi kalian.”Setelah berkata demikian Minoru semakin mendapat serangan per
Kana Kobayashi melambaikan tangan dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ia membuat gerakan tangan yang menunjukkan kalau dirinya sudah mempersiapkan tempat duduk untuk Izumi. Izumi menyambutnya dengan senyum sambil berlari kecil mendekati Kana. “Terima Kasih, Kobayashi-san.” Izumi menarik bangku dan mulai duduk disana. “Panggil Kana saja. Kita sudah cukup dekat sejak masa orientasi bukan?” Ucapan itu cukup menarik perhatian Miyu Maeda yang sudah duduk lebih dulu di sebelah Kana. “Kau juga boleh memanggilku Miyu, izumi-chan.” Ucap Miyu yang membuat izumi sedikit tersipu. “Berhenti membuatnya tidak nyaman.” Kana berkata sambil menatap Miyu dengan kesal. Sedetik kemudian ekspresi Miyu berubah cemberut. Gadis yang menyebalkan itu ternyata juga punya sisi imutnya sendiri. Tingkah mereka berdua membuat Izumi menahan tawanya. “Aku tidak apa-apa kok.” Izumi akhirnya me
Tatapan Minoru terlihat jengkel. Kenichi langsung mengetahui alasannya setelah mengikuti mengikuti arah pandangan Minoru. “Apa kau tidak bisa memperingati adikmu agar memberiku ruang untuk mendekati belahan jiwaku itu?” Minoru memasukkan satu suapan besar ke mulutnya dengan kasar. “Ia terus menempel pada gadis itu seperti perangko.” Minoru melanjutkan ucapannya sambil mengunyah – membuat serpihan kecil dari mulutnya berhamburan keluar. “Aish! Kau harus pilih akan mengunyah atau menggerutu lebih dulu. Kalau begini lalat saja enggan menghinggapimu apalagi seorang gadis.” Minoru hanya bergumam tidak jelas sambil mengunyah setelah mendapat omelan dari Kenichi. Diam-diam Kenichi masih memperhatikan Ishida. Ia mengetahui semua teman ishida – setidaknya sampai sebelum hubungannya dengan Ishida memburuk sejak enam bulan terakhir. Ia yakin belum pernah melihat Ishida sedekat ini dengan seorang gadis. Apakah masa p
Langkah Izumi terhenti setelah dua sosok pria memotong langkahnya. Ia ingat pernah melihat wajah mereka saat masa orientasi. Raut muka Izumi berubah cemas. Apakah dia melakukan kesalahan sampai-sampai dua senior itu menghentikannya?“Konnichiwa. Perkenalkan, aku Minoru Sato” Pria dengan tinggi tubuh sekitar 175cm itu menyapanya dengan ramah. Rambut hitamnya memunculkan aksen warna biru saat terkena sinar matahari. Model rambut Comma hair-nya benar-benar mirip idol tapi wajahnya tidak mirip idol sama sekali. Dilihat dari caranya memperkenalkan diri sepertinya mereka menghentikan izumi bukan karena niat yang buruk.“Aku Kenichi Hasegawa.” Pria dengan raut wajah yang dingin tapi tampan itu memperkenalkan diri. Izumi harus mendongak untuk menatap wajah pria yang tingginya mungkin sekitar 188cm. Berbeda dengan temannya yang model rambutnya mirip idol, pria itu memiliki model rambut pompadour dengan warna ginger brown. Jika
Mahasiswa baru dan beberapa senior fakultas Ekonomi duduk berkeliling di sebuah meja yang cukup panjang. Acara itu diselenggarakan untuk merayakan masuknya mahasiswa baru dan kesuksesan acara orientasi beberapa hari lalu.“Aku tidak menyangka yang datang lumayan banyak.” Kana berkata sambil membetulkan helaian rambutnya yang menutupi wajah. Izumi baru menyadari unsur penting yang membuat penampilan Kana terlihat dewasa adalah model rambut sleek glam-nya. Gadis itu punya pupil berwarna hitam serta mata yang lebih besar dari kebanyakan wanita jepang pada umumnya. Di antara mereka bertiga, Kana adalah wanita paling tinggi dengan tinggi 165cm.“Aku juga berfikir begitu.” Kata Izumi yang sebenarnya sejak tadi mencari seseorang. Mata gadis itu menoleh hampir disetiap pintu bar terbuka. Apakah lelaki itu benar-benar tidak datang?“Kana-chan, Lihat! Kak Hasegawa tampan sekali jika dilihat dari jarak sedekat ini ya.” Miyu berbisik tapi
Izumi mengerang sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Badannya sudah tak selemas semalam tapi masalah baru muncul. Ia terhuyung-huyung menuju toilet dan mengeluarkan isi perutnya di wastafel. Ini pertama kalinya ia mengikuti acara minum-minum. Tidak. Bahkan ini pertama kalinya ia meminum minuman alkohol. Ia kira ia masih bisa mempertahankan kesadarannya meski hanya minum sedikit. Kini ia sadar kalau dia peminum yang buruk. Izumi duduk di meja belajar setelah mempersilakan sinar matahari masuk lewat jendela yang ia buka. Ia meminum air mineral hangat berharap perutnya akan segera membaik. Izumi baru saja hendak menuju toilet untuk mandi dan bersiap menuju tempat kerjanya, tapi langkahnya terhenti saat seonggok jacket pria menarik perhatian. Ia mendekat dan menyentuh jacket itu. Ekspresinya berubah panik. Ia menutup mulutnya yang terbuka tiba-tiba. Jika semalam ia mabuk, lalu siapa yang mengantarnya pulang? DAN JACKET SIAPA INI??? Izumi masih terus berusaha mengingat-i
Ishida menyesal mengangkat telfon dari Emi Sasaki. Harinya tidak pernah berjalan baik tiap kali ia berhubungan dengan wanita itu. Bahkan disiang hari saat weekend begini moodnya sudah berantakan. “Aku sudah menemanimu kemarin seharian, lalu kau memintaku untuk menemuimu lagi hari ini?” “ …. “ “Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku di Melody Café. Sudah ya, aku sibuk hari ini.” Ishida menutup ponsel sekaligus mematikan dayanya. Ia sudah mengorbankan hari kemarin hanya untuk wanita itu. Ia juga tidak ikut acara minum-minum karena wanita itu merengek agar Ishida menemaninya kesana kemari. Meskipun memang awalnya ia berniat tidak ikut tapi ia hampir merubah rencananya saat tahu Izumi datang ke acara itu. Ia lelah sekali setelah kemarin mengikuti kemanapun Emi mau. Ia ingin tidur seharian tanpa diganggu siapapun hari ini. Bel apartemen Ishida berdenting tepat saat Is
Kana berjalan beriringan dengan Mayu di koridor kelas. Sementara Ishida dan Izumi mengikuti keduanya dari belakang. Tangan Izumi menjinjing sebuah paperbag warna pink berisi jaket yang entah milik siapa – yang sudah ia laundry. Ia ingin bertanya pada Kana soal jacket itu karena satu-satunya orang yang ia ingat tidak mabuk saat itu adalah Kana. Karena Miyu terus-terusan mengekori Kana, Izumi jadi tidak punya kesempatan untuk bertanya padanya. Apa Izumi harus bertanya pada Ishida? Apakah ia datang malam itu untuk menemuinya atau tidak? Tapi jika tidak, bukankah itu akan terdengar aneh bagi Ishida?“Aku tidak sabar untuk menghabiskan libur musim panas tahun ini. Kana, Ayo kita pergi ke Okinawa” Entah ada angin dari mana, Miyu tiba-tiba membahas soal libur musim panas yang bahkan masih tiga bulan lagi. Tentu saja Kana mengangguk karena tidak ingin melakukan ‘perang’ dengan Miyu.“Libur musim panas bahkan masih lama. Kau