Setelah upacara penyambutan mahasiswi baru selesai, kini senior membagi mahasiswa baru ke beberapa kelompok kecil. Izumi bergabung dengan kelompok delapan dengan sepuluh anggota di dalamnya termasuk dua orang senior sebagai pembimbing.
“Jika aku melihatmu memakai seifuku aku akan percaya kau masih sekolah menengah.”
“Wajahmu imut sekali, aku ingin punya wajah sepertimu.”
“Skincare bisa membuatmu glow up, tapi tidak bisa membuat wajahmu imut. Kau pasti sangat bersyukur memiliki wajah itu.”
“Kau benar-benar beruntung mempunyai wajah imut dan otak yang pintar.”
Teman-teman di kelompok delapan memuji Izumi secara bergantian. Ini bukan kali pertama izumi mendapat perlakukan seperti itu. Ia juga sangat paham bagaimana rasanya lebih menonjol di antara yang lain dan itu sangat mengganggunya. Semakin banyak mata yang memperhatikanmu, semakin banyak pula yang akan menyalahkanmu bahkan saat kau tidak benar-benar melakukan kesalahan. Ia tidak ingin lebih menonjol dari yang lain tapi sudah terlambat. Setidaknya semua mahasiswa baru disini mengetahui kalau Izumi adalah mahasiswi penerima beasiswa dengan nilai ujian masuk terbaik.
Disaat yang sama, kelompok Sembilan datang dan duduk tidak jauh dari kelompok delapan. Mata yang tadi menatap Izumi beralih pada seorang lelaki di kelompok itu. Ia terlalu mencolok sampai-sampai semua yang ada di sana tanpa sadar sepakat kalau pria itu adalah mahasiswa baru paling tampan tahun ini.
“Lihat mereka berdua! Aku sudah sangat senang departemen kita memiliki pria tampan seperti Kak Hasegawa, lalu Tuhan menambahkan satu pria tampan lagi.”
“Aku rasa hari-hariku di kampus akan selalu cerah jika melihat keduanya.”
“Aku harap bisa memiliki salah satu dari mereka.”
“Apa mereka benar-benar manusia biasa? Ketampanan mereka sangat tidak manusiawi.”
Izumi mengikuti pandangan mereka. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat saat mengetahui siapa yang sedang mereka bicarakan. Ia sangat berharap tidak akan bertemu dengan lelaki di ruang registrasi kemarin, tapi harapan itu pupus hari ini. Lelaki itu bahkan ada di departemen yang sama dengannya. Izumi memalingkan wajah sambil menutupinya dengan jaket almamater. Ia tidak ingin terlibat dalam hal apapun dengan lelaki itu meskipun hanya sekedar basa-basi. Bahkan Izumi tidak ingin lelaki itu menyadari keberadaan Izumi.
“Kau masih berani menunjukan wajah itu padaku?” Kenichi merendahkan nada suaranya. Meski demikian Minoru dapat mendengar ucapan tak bersahabat temannya itu.
“Aku kesini ingin mengikuti sesi orientasi. Aku tidak menyangka akan bertemu senior yang tidak ramah sepertimu.” Ishida menyahutinya dengan acuh tak acuh. Minoru sudah menduga akan seperti ini jika Kenichi satu kelompok dengan Ishida. Ia baru saja ingin meminta ganti kelompok tetapi Kenichi menghentikannya.
“Tidak perlu. Setidaknya disini aku bisa mengawasi tingkah berandal itu.” Kata Kenichi masih dengan nada sinis.
Hari sudah mulai gelap. Para senior dan junior departemen Ekonomi melingkar di aula belakang kampus. Mereka duduk berkelompok. Di tengahnya seorang pemandu acara berdiri dengan microfon di tangannya.
“Kita sampai di sesi terakhir hari ini. Untuk menyegarkan suasana aku ingin dua atau tiga kelompok mengirimkan perwakilan untuk unjuk bakat. Karena waktu yang terbatas, sisa kelompok yang lain akan menampilkan kebolehannya di hari berikutnya. Kalian boleh mendiskusikan dengan anggota kelompok masing-masing, kami akan memilih secara acak kelompok yang akan tampil hari ini.” Suasana seketika menjadi hening. Kemudian masing-masing kelompok mulai berdiskusi.
Izumi segera menatap teman-teman satu kelompoknya. Mereka saling bertatapan tanpa ada satupun yang memiliki saran.
“Baiklah. Apakah disini ada yang ingin secara sukarela melakukan unjuk bakat?” Tanya salah satu senior di kelompok delapan. Semuanya terdiam sambil menggeleng pelan.
“Aku tidak bisa bernyanyi atau menari. Jadi aku percayakan pada satu dari kalian.”kata Miyu Maeda. Gadis dengan rambut pirang pendek seleher itu sama sekali tidak memberi solusi.
“Aku tahu masing-masing dari kita enggan untuk maju ke depan. Bagaimana kalau kita melakukan Jankenpon? Bukankah itu lebih adil?” Saran Kana Kobayashi sepertinya di setujui oleh semua anggota kelompok.
Kini semua mata di kelompok delapan tertuju pada Izumi setelah Izumi kalah jankenpon. Raut wajah Izumi mulai terlihat panik.
“Kau akan melakukan apa? Dengan sikapmu yang pendiam itu aku tidak yakin kau akan menari. Bagaimana kalau menyanyi saja? Aku yakin anak-anak lain akan memaklumimu kalau-kalau suaramu kurang bagus. Setidaknya kau cantik.” Ucapan Miyu membuat Kana menepuk pahanya dengan Keras. Miyu mengaduh tapi tak seorangpun menghiraukannya.
“Kalau kau akan menyanyi, kami akan membantumu bernyanyi dari sini. Kau mau nyanyi lagu apa?”
“Marigold - Aimyon.”
Izumi memaksakan diri untuk tersenyum. Ia senang Kana Kobayashi satu kelompok dengannya. Setidaknya wanita itu bisa mengendalikan situasi di dalam kelompoknya, tapi kenapa harus dirinya yang terpilih untuk unjuk bakat? Izumi mencoba memikirkan sesuatu yang lain selain menyanyi tapi ia tak menemukan apapun. Baiklah. Hanya sekali ini saja.
“Untuk kelompok pertama yang berkesempatan untuk unjuk bakat adalah… kelompok delapan!”
Izumi menghirup nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Suara tepuk tangan sudah terdengar riuh. Ia berdiri diiringi puluhan pasang mata yang menatapnya. Izumi meminjam gitar milik salah satu senior dan mulai duduk di tengah. Ia mengatur nadanya, setelah terdengar pas ia mulai bernyanyi sambil bermain gitar.
“Mugiwara no boshi no kimi ga
Yureta marigorudo ni niteru
Are wa sora ga mada aoi natsu no koto
Natsukashii to waraeta ano hi no koi..”
Ishida Hasegawa baru saja keluar dari toilet. Suara itu membuatnya melangkah sedikit lebih cepat. Beberapa kali terakhir ia menyadari yang ia dengar tiap kali mendengar lagu itu adalah ilusi bahwa ia juga mendengar suara itu. Apakah kali ini ilusi lagi? Ishida duduk di antara anggota kelompoknya. Ia menatap lekat-lekat gadis yang sedang bernyanyi. Suara itu, senyum itu, tatapan itu. Sedetik kemudian ia sadar sepenuhnya kalau akhirnya ia kembali bertemu dengan gadis dari dua tahun yang lalu. Penampilan Izumi di tutup dengan tepuk tangan. Ia kembali ke kelompoknya dan disambut dengan gembira oleh semua anggota di sana.“Sugoi! Kenapa kau menyembunyikan bakat besar itu? Semua orang disini bahkan terpesona melihat penampilanmu”“Kau tidak perlu menjadi pemalu. Kau cantik dan berbakat.”Ucapan anggota kelompoknya membuat Izumi tersenyum. Setelah sekian lama tidak bernyanyi sepertinya suarany
Kenichi tampak tidak bersemangat mengikuti acara orientasi. Selain karena Ishida ada di kelompok yang sama dengannya, Kenichi juga tidak menyukai kegiatan kampus seperti ini.“Kenichi-senpai, jika aku kesusahan di mata kuliah tertentu bolehkan aku minta bantuanmu?”“Bantu aku juga dong, aku akan semakin bersemangat jika Kenichi senpai yang membantuku.”Minoru menyadari mood Kenichi yang sedang tidak bagus, sebelum moodnya semakin buruk Minoru sudah pasang badan terhadap kalimat-kalimat membosankan itu. Siapa yang tidak bosan mendengar gadis-gadis ini terus-terusan memuji Kenichi sepanjang waktu?“Adik-adikku yang manis, kalian bisa bertanya padaku jika kesusahan. Kenichi kita yang keren ini sedang fokus untuk perlombaan di pekan olahraga kampus nanti jadi tidak punya waktu untuk menanggapi kalian.”Setelah berkata demikian Minoru semakin mendapat serangan per
Kana Kobayashi melambaikan tangan dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ia membuat gerakan tangan yang menunjukkan kalau dirinya sudah mempersiapkan tempat duduk untuk Izumi. Izumi menyambutnya dengan senyum sambil berlari kecil mendekati Kana. “Terima Kasih, Kobayashi-san.” Izumi menarik bangku dan mulai duduk disana. “Panggil Kana saja. Kita sudah cukup dekat sejak masa orientasi bukan?” Ucapan itu cukup menarik perhatian Miyu Maeda yang sudah duduk lebih dulu di sebelah Kana. “Kau juga boleh memanggilku Miyu, izumi-chan.” Ucap Miyu yang membuat izumi sedikit tersipu. “Berhenti membuatnya tidak nyaman.” Kana berkata sambil menatap Miyu dengan kesal. Sedetik kemudian ekspresi Miyu berubah cemberut. Gadis yang menyebalkan itu ternyata juga punya sisi imutnya sendiri. Tingkah mereka berdua membuat Izumi menahan tawanya. “Aku tidak apa-apa kok.” Izumi akhirnya me
Tatapan Minoru terlihat jengkel. Kenichi langsung mengetahui alasannya setelah mengikuti mengikuti arah pandangan Minoru. “Apa kau tidak bisa memperingati adikmu agar memberiku ruang untuk mendekati belahan jiwaku itu?” Minoru memasukkan satu suapan besar ke mulutnya dengan kasar. “Ia terus menempel pada gadis itu seperti perangko.” Minoru melanjutkan ucapannya sambil mengunyah – membuat serpihan kecil dari mulutnya berhamburan keluar. “Aish! Kau harus pilih akan mengunyah atau menggerutu lebih dulu. Kalau begini lalat saja enggan menghinggapimu apalagi seorang gadis.” Minoru hanya bergumam tidak jelas sambil mengunyah setelah mendapat omelan dari Kenichi. Diam-diam Kenichi masih memperhatikan Ishida. Ia mengetahui semua teman ishida – setidaknya sampai sebelum hubungannya dengan Ishida memburuk sejak enam bulan terakhir. Ia yakin belum pernah melihat Ishida sedekat ini dengan seorang gadis. Apakah masa p
Langkah Izumi terhenti setelah dua sosok pria memotong langkahnya. Ia ingat pernah melihat wajah mereka saat masa orientasi. Raut muka Izumi berubah cemas. Apakah dia melakukan kesalahan sampai-sampai dua senior itu menghentikannya?“Konnichiwa. Perkenalkan, aku Minoru Sato” Pria dengan tinggi tubuh sekitar 175cm itu menyapanya dengan ramah. Rambut hitamnya memunculkan aksen warna biru saat terkena sinar matahari. Model rambut Comma hair-nya benar-benar mirip idol tapi wajahnya tidak mirip idol sama sekali. Dilihat dari caranya memperkenalkan diri sepertinya mereka menghentikan izumi bukan karena niat yang buruk.“Aku Kenichi Hasegawa.” Pria dengan raut wajah yang dingin tapi tampan itu memperkenalkan diri. Izumi harus mendongak untuk menatap wajah pria yang tingginya mungkin sekitar 188cm. Berbeda dengan temannya yang model rambutnya mirip idol, pria itu memiliki model rambut pompadour dengan warna ginger brown. Jika
Mahasiswa baru dan beberapa senior fakultas Ekonomi duduk berkeliling di sebuah meja yang cukup panjang. Acara itu diselenggarakan untuk merayakan masuknya mahasiswa baru dan kesuksesan acara orientasi beberapa hari lalu.“Aku tidak menyangka yang datang lumayan banyak.” Kana berkata sambil membetulkan helaian rambutnya yang menutupi wajah. Izumi baru menyadari unsur penting yang membuat penampilan Kana terlihat dewasa adalah model rambut sleek glam-nya. Gadis itu punya pupil berwarna hitam serta mata yang lebih besar dari kebanyakan wanita jepang pada umumnya. Di antara mereka bertiga, Kana adalah wanita paling tinggi dengan tinggi 165cm.“Aku juga berfikir begitu.” Kata Izumi yang sebenarnya sejak tadi mencari seseorang. Mata gadis itu menoleh hampir disetiap pintu bar terbuka. Apakah lelaki itu benar-benar tidak datang?“Kana-chan, Lihat! Kak Hasegawa tampan sekali jika dilihat dari jarak sedekat ini ya.” Miyu berbisik tapi
Izumi mengerang sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Badannya sudah tak selemas semalam tapi masalah baru muncul. Ia terhuyung-huyung menuju toilet dan mengeluarkan isi perutnya di wastafel. Ini pertama kalinya ia mengikuti acara minum-minum. Tidak. Bahkan ini pertama kalinya ia meminum minuman alkohol. Ia kira ia masih bisa mempertahankan kesadarannya meski hanya minum sedikit. Kini ia sadar kalau dia peminum yang buruk. Izumi duduk di meja belajar setelah mempersilakan sinar matahari masuk lewat jendela yang ia buka. Ia meminum air mineral hangat berharap perutnya akan segera membaik. Izumi baru saja hendak menuju toilet untuk mandi dan bersiap menuju tempat kerjanya, tapi langkahnya terhenti saat seonggok jacket pria menarik perhatian. Ia mendekat dan menyentuh jacket itu. Ekspresinya berubah panik. Ia menutup mulutnya yang terbuka tiba-tiba. Jika semalam ia mabuk, lalu siapa yang mengantarnya pulang? DAN JACKET SIAPA INI??? Izumi masih terus berusaha mengingat-i
Ishida menyesal mengangkat telfon dari Emi Sasaki. Harinya tidak pernah berjalan baik tiap kali ia berhubungan dengan wanita itu. Bahkan disiang hari saat weekend begini moodnya sudah berantakan. “Aku sudah menemanimu kemarin seharian, lalu kau memintaku untuk menemuimu lagi hari ini?” “ …. “ “Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku di Melody Café. Sudah ya, aku sibuk hari ini.” Ishida menutup ponsel sekaligus mematikan dayanya. Ia sudah mengorbankan hari kemarin hanya untuk wanita itu. Ia juga tidak ikut acara minum-minum karena wanita itu merengek agar Ishida menemaninya kesana kemari. Meskipun memang awalnya ia berniat tidak ikut tapi ia hampir merubah rencananya saat tahu Izumi datang ke acara itu. Ia lelah sekali setelah kemarin mengikuti kemanapun Emi mau. Ia ingin tidur seharian tanpa diganggu siapapun hari ini. Bel apartemen Ishida berdenting tepat saat Is