“Apa kau benar-benar akan berhenti membantuku? Cafeku cukup ramai berkat wajahmu, kau tahu.” Kenichi Hasegawa menghembuskan nafas dengan kasar. Ia sudah menduga temannya akan mengomel seperti ini.
“Kuliahku akan lebih sibuk karena sudah memasuki tahun kedua. Jadi, aku hanya bisa membantumu sesekali. Bisnismu ini tidak begitu buruk. Kau harus mencari pekerja paruh waktu yang tampan alih-alih terus merepotkanku”
“Aish, jika bukan sahabatku, aku pasti sudah meninju wajah itu.” Tanaka Hideyoshi melakukan gerakan seperti ingin memukul tetapi kepalannya hanya sampai di samping telinganya sendiri. Ia mengacak-acak rambutnya menatap punggung sahabatnya yang keluar dari cafe.
Pandangan Izumi memutari seisi ruangan yang gelap gulita. Di depannya seorang lelaki mengarahkan cahaya ponsel ke wajah sambil tersenyum menyeramkan. Izumi bisa melihat dengan jelas wajah lelaki itu. Ia ingin berteriak tapi sekujur tubuhnya terasa sangat lemas. Sekedar membuka mulutnya pun ia tidak bisa. Izumi memejamkan matanya karena terlalu takut melihat lelaki itu. Ia bisa merasakan tubuh lelaki itu berada di atas dirinya. Tangan besar lelaki itu membuka baju Izumi dengan kasar kemudian mulai menyentuh sekujur tubuh Izumi. Izumi menangis tapi kepalanya terlalu pusing sampai-sampai ia tidak bisa mendengar tangisannya sendiri.
Izumi membuka matanya setelah berusaha dengan sungguh-sungguh. Ia baru sadar ternyata ia tertidur setelah seharian terlalu ;lelah mencari pekerjaan. Ia benar-benar tersiksa setelah mimpi buruk itu kembali menghantuinya lagi. Sebetulnya lebih tepat di sebut sebagai ingatan buruk yang terbawa ke dalam mimpi. Sekujur tubuhnya berkeringat. Tangannya terasa dingin. Ia merasa perjuangannya dua tahun terakhir untuk bangkit dari masa-masa silam itu terasa sia-sia. Mimpi itu kembali lagi. Perasaan takut itu juga menghantuinya lagi. Izumi meringkuk lalu menenggelamkan wajahnya di kedua lutut. Ia tidak bisa membayangkan harus menjalani fase seperti ini lagi tanpa ibunya. Kemudian ponselnya bergetar. Sederet nomor tak di kenal muncul di layar.
“Selamat siang.. Iya betul. Oh iya.. baik. Saya akan datang besok sore. Terima Kasih Banyak.” Izumi tersenyum lebar setelah menutup ponselnya. Perjuangannya mencari pekerjaan akhirnya membuahkan hasil.
Izumi sampai di Melody Cafe setelah berjalan sekitar sepuluh menit dari tempat permberhentian bus. Café ini masih satu Kawasan dengan universitasnya. Tatapan Izumi memutari seisi cafe. Interiornya terasa tidak asing. Ia yakin belum pernah kesini sebelumnya. Apakah memang kebanyakan cafe memiliki interior dengan nuansa hangat seperti ini?
“Selamat siang.” Laki-laki berusia sekitar 28 tahun itu mengulurkan tangan. Izumi segera berdiri lalu menjabat tangan Itu.
“Selamat Siang.”
“Loh? Kau yang dulu bernyanyi di cafeku? Aku lupa nama band kalian. Five3?” Raut wajah lelaki itu tampak tidak yakin. Ingatan Izumi meraih suatu moment. Ia akhirnya ingat kenapa interior cafe ini terasa akrab.
“Benar. Anda.. Hideyoshi Tanaka san? Aku senang anda ingat tentang kami. Seingatku dulu cafe ini tidak disini. Apa anda baru saja pindah? ” Izumi sedikit berbohong. Ia tidak senang seseorang mengetahui atau mengingat soal masa lalunya, termasuk soal ia bisa bernyanyi.
“Aku pindah setahun yang lalu karena disini lebih strategis. Bagaimana kalian sekarang? Aku sangat menikmati pertunjukkan kalian. Sepertinya saat itu kalian sangat sibuk. Padahal aku menunggu penampilan kalian di hari berikutnya. Aku bahkan ingat lagu terakhir yang kau nyanyikan, Marigold, bukan?”
“Iya benar. Aku lupa bagaimana persisnya, tapi kami bubar karena sesuatu.” Lagi-lagi Izumi berbohong. Mana mungkin ia melupakan hal yang membuat group band kesayangannya bubar sekaligus membuatnya berhenti bernyanyi. Sekali kau berbohong tentang sesuatu, maka lahir kebohongan-kebohongan lain, bukan ?
“Sayang sekali. Lagi pula saat itu kalian masih sangat muda. Pasti sulit memahami satu sama lain. Tapi wajahmu benar-benar tidak berubah sampai-sampai aku langsung mengenalimu meskipun rambut bob mu sudah berubah jadi rambut panjang.”
Interviewnya berjalan dengan sangat lancar. Izumi bahkan lebih merasa seperti mengobrol dengan kawan lama dari pada interview. Dulu Izumi selalu bertemu pria itu setiap akhir pekan untuk bernyanyi di cafenya. Ia tidak menyangka akan bertemu lagi setiap akhir pekan tapi kali ini untuk bekerja.
***
Pohon-pohon sakura yang bermekaran menyambut Mahasiswa Baru di halaman kampus. Disana dipadati oleh mahasiswa baru dengan sebuket bunga di tangan mereka. Mereka datang bersama orang tua masing-masing. Izumi bisa melihat wajah-wajah gembira mereka semua. Ia juga gembira meskipun terlihat menyedihkan. Jangankan sebuket bunga, ia bahkan datang tanpa didampingi siapapun. Ia harus bersiap menyadari perbedaan dirinya dengan yang lainnya mulai sekarang. Apapun yang terjadi ia harus sanggup menghadapinya seorang diri.
Izumi duduk di sebuah aula dengan mimbar besar yang membentang di depan. Ia sudah bersiap untuk berpidato setelah beberapa hari lalu mendapat email pemberitahuan untuk melakukan pidato sebagai mahasiswi dengan nilai ujian seleksi terbaik. Setelah Namanya di panggil, Izumi beranjak dari tempat duduk dan mulai berjalan ke depan. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai. Langkah cepatnya diiringi dengan suara tepuk tangan yang riuh. Kini seluruh mata di ruangan itu tertuju padanya. Izumi hanya melihat sekilas dan menyadari beberapa dari orang di aula itu terlihat menatapnya sambil berbisik. Ia mengenakan rok pendek pink selutut berpadu blouse sailor warna putih dengan tali diikat bentuk pita di tengahnya. Ia yakin outfitnya tidak terlihat aneh lalu apa yang membuat orang-orang itu menatapnya sambil berbisik? Ia punya pengalaman buruk di tatap seperti itu. Izumi yakin tidak melihat seseorang dari sekolahnya dulu, seharusnya tidak ada seorangpun yang mengenal Izumi.
“Kau lihat gadis itu? Type ku wanita sexy tetapi wajah imutnya benar-benar membuatku terkesan.”
Minoru menyenggol lengan Kenichi. Tatapan Kenichi yang tadi tertuju ke ponsel pun beralih ke gadis di depan sana.
“Kalau aku mau, aku bisa saja membuatnya luluh hanya dengan memberinya ice cream. Wajahnya bahkan masih terlihat ilegal untuk sekedar berpacaran.” Kenichi hanya menyahuti ucapan Minoru dengan sangat enteng.
“Kali ini biarkan aku berusaha mendapatkannya. Awas saja kalau kau berani mengambilnya dariku.” Kenichi menatap raut wajah Minoru yang terlihat sangat percaya diri itu. Lagi pula gadis lucu dan polos seperti itu bukan typenya sama sekali.
“Kau hanya akan terlihat seperti om-om jika berkencan dengannya.” Kenichi tersenyum setelah berhasil membuat sahabatnya kesal.
Setelah upacara penyambutan mahasiswi baru selesai, kini senior membagi mahasiswa baru ke beberapa kelompok kecil. Izumi bergabung dengan kelompok delapan dengan sepuluh anggota di dalamnya termasuk dua orang senior sebagai pembimbing.“Jika aku melihatmu memakai seifuku aku akan percaya kau masih sekolah menengah.”“Wajahmu imut sekali, aku ingin punya wajah sepertimu.”“Skincare bisa membuatmu glow up, tapi tidak bisa membuat wajahmu imut. Kau pasti sangat bersyukur memiliki wajah itu.”“Kau benar-benar beruntung mempunyai wajah imut dan otak yang pintar.”Teman-teman di kelompok delapan memuji Izumi secara bergantian. Ini bukan kali pertama izumi mendapat perlakukan seperti itu. Ia juga sangat paham bagaimana rasanya lebih menonjol di antara yang lain dan itu sangat mengganggunya. Semakin banyak mata yang memperhatikanmu, semakin banyak pula ya
Ishida Hasegawa baru saja keluar dari toilet. Suara itu membuatnya melangkah sedikit lebih cepat. Beberapa kali terakhir ia menyadari yang ia dengar tiap kali mendengar lagu itu adalah ilusi bahwa ia juga mendengar suara itu. Apakah kali ini ilusi lagi? Ishida duduk di antara anggota kelompoknya. Ia menatap lekat-lekat gadis yang sedang bernyanyi. Suara itu, senyum itu, tatapan itu. Sedetik kemudian ia sadar sepenuhnya kalau akhirnya ia kembali bertemu dengan gadis dari dua tahun yang lalu. Penampilan Izumi di tutup dengan tepuk tangan. Ia kembali ke kelompoknya dan disambut dengan gembira oleh semua anggota di sana.“Sugoi! Kenapa kau menyembunyikan bakat besar itu? Semua orang disini bahkan terpesona melihat penampilanmu”“Kau tidak perlu menjadi pemalu. Kau cantik dan berbakat.”Ucapan anggota kelompoknya membuat Izumi tersenyum. Setelah sekian lama tidak bernyanyi sepertinya suarany
Kenichi tampak tidak bersemangat mengikuti acara orientasi. Selain karena Ishida ada di kelompok yang sama dengannya, Kenichi juga tidak menyukai kegiatan kampus seperti ini.“Kenichi-senpai, jika aku kesusahan di mata kuliah tertentu bolehkan aku minta bantuanmu?”“Bantu aku juga dong, aku akan semakin bersemangat jika Kenichi senpai yang membantuku.”Minoru menyadari mood Kenichi yang sedang tidak bagus, sebelum moodnya semakin buruk Minoru sudah pasang badan terhadap kalimat-kalimat membosankan itu. Siapa yang tidak bosan mendengar gadis-gadis ini terus-terusan memuji Kenichi sepanjang waktu?“Adik-adikku yang manis, kalian bisa bertanya padaku jika kesusahan. Kenichi kita yang keren ini sedang fokus untuk perlombaan di pekan olahraga kampus nanti jadi tidak punya waktu untuk menanggapi kalian.”Setelah berkata demikian Minoru semakin mendapat serangan per
Kana Kobayashi melambaikan tangan dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ia membuat gerakan tangan yang menunjukkan kalau dirinya sudah mempersiapkan tempat duduk untuk Izumi. Izumi menyambutnya dengan senyum sambil berlari kecil mendekati Kana. “Terima Kasih, Kobayashi-san.” Izumi menarik bangku dan mulai duduk disana. “Panggil Kana saja. Kita sudah cukup dekat sejak masa orientasi bukan?” Ucapan itu cukup menarik perhatian Miyu Maeda yang sudah duduk lebih dulu di sebelah Kana. “Kau juga boleh memanggilku Miyu, izumi-chan.” Ucap Miyu yang membuat izumi sedikit tersipu. “Berhenti membuatnya tidak nyaman.” Kana berkata sambil menatap Miyu dengan kesal. Sedetik kemudian ekspresi Miyu berubah cemberut. Gadis yang menyebalkan itu ternyata juga punya sisi imutnya sendiri. Tingkah mereka berdua membuat Izumi menahan tawanya. “Aku tidak apa-apa kok.” Izumi akhirnya me
Tatapan Minoru terlihat jengkel. Kenichi langsung mengetahui alasannya setelah mengikuti mengikuti arah pandangan Minoru. “Apa kau tidak bisa memperingati adikmu agar memberiku ruang untuk mendekati belahan jiwaku itu?” Minoru memasukkan satu suapan besar ke mulutnya dengan kasar. “Ia terus menempel pada gadis itu seperti perangko.” Minoru melanjutkan ucapannya sambil mengunyah – membuat serpihan kecil dari mulutnya berhamburan keluar. “Aish! Kau harus pilih akan mengunyah atau menggerutu lebih dulu. Kalau begini lalat saja enggan menghinggapimu apalagi seorang gadis.” Minoru hanya bergumam tidak jelas sambil mengunyah setelah mendapat omelan dari Kenichi. Diam-diam Kenichi masih memperhatikan Ishida. Ia mengetahui semua teman ishida – setidaknya sampai sebelum hubungannya dengan Ishida memburuk sejak enam bulan terakhir. Ia yakin belum pernah melihat Ishida sedekat ini dengan seorang gadis. Apakah masa p
Langkah Izumi terhenti setelah dua sosok pria memotong langkahnya. Ia ingat pernah melihat wajah mereka saat masa orientasi. Raut muka Izumi berubah cemas. Apakah dia melakukan kesalahan sampai-sampai dua senior itu menghentikannya?“Konnichiwa. Perkenalkan, aku Minoru Sato” Pria dengan tinggi tubuh sekitar 175cm itu menyapanya dengan ramah. Rambut hitamnya memunculkan aksen warna biru saat terkena sinar matahari. Model rambut Comma hair-nya benar-benar mirip idol tapi wajahnya tidak mirip idol sama sekali. Dilihat dari caranya memperkenalkan diri sepertinya mereka menghentikan izumi bukan karena niat yang buruk.“Aku Kenichi Hasegawa.” Pria dengan raut wajah yang dingin tapi tampan itu memperkenalkan diri. Izumi harus mendongak untuk menatap wajah pria yang tingginya mungkin sekitar 188cm. Berbeda dengan temannya yang model rambutnya mirip idol, pria itu memiliki model rambut pompadour dengan warna ginger brown. Jika
Mahasiswa baru dan beberapa senior fakultas Ekonomi duduk berkeliling di sebuah meja yang cukup panjang. Acara itu diselenggarakan untuk merayakan masuknya mahasiswa baru dan kesuksesan acara orientasi beberapa hari lalu.“Aku tidak menyangka yang datang lumayan banyak.” Kana berkata sambil membetulkan helaian rambutnya yang menutupi wajah. Izumi baru menyadari unsur penting yang membuat penampilan Kana terlihat dewasa adalah model rambut sleek glam-nya. Gadis itu punya pupil berwarna hitam serta mata yang lebih besar dari kebanyakan wanita jepang pada umumnya. Di antara mereka bertiga, Kana adalah wanita paling tinggi dengan tinggi 165cm.“Aku juga berfikir begitu.” Kata Izumi yang sebenarnya sejak tadi mencari seseorang. Mata gadis itu menoleh hampir disetiap pintu bar terbuka. Apakah lelaki itu benar-benar tidak datang?“Kana-chan, Lihat! Kak Hasegawa tampan sekali jika dilihat dari jarak sedekat ini ya.” Miyu berbisik tapi
Izumi mengerang sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Badannya sudah tak selemas semalam tapi masalah baru muncul. Ia terhuyung-huyung menuju toilet dan mengeluarkan isi perutnya di wastafel. Ini pertama kalinya ia mengikuti acara minum-minum. Tidak. Bahkan ini pertama kalinya ia meminum minuman alkohol. Ia kira ia masih bisa mempertahankan kesadarannya meski hanya minum sedikit. Kini ia sadar kalau dia peminum yang buruk. Izumi duduk di meja belajar setelah mempersilakan sinar matahari masuk lewat jendela yang ia buka. Ia meminum air mineral hangat berharap perutnya akan segera membaik. Izumi baru saja hendak menuju toilet untuk mandi dan bersiap menuju tempat kerjanya, tapi langkahnya terhenti saat seonggok jacket pria menarik perhatian. Ia mendekat dan menyentuh jacket itu. Ekspresinya berubah panik. Ia menutup mulutnya yang terbuka tiba-tiba. Jika semalam ia mabuk, lalu siapa yang mengantarnya pulang? DAN JACKET SIAPA INI??? Izumi masih terus berusaha mengingat-i