"Ingat ini, kamu bekerja hanya setengah hari daripada yang lainya. Jadi gajimu hanya delapan ratus ribu saja perbulan. Datang jam dua siang dan jaga sampai malam. Paham?"
"Saya mengerti Bu, terima kasih banyak."
Dengan erat Chaira menggenggam peralatan yang diperlukannya untuk bekerja besok.
_Seharusnya sesudah sholat subuh Chaira tidak boleh tidur lagi. Tapi kebiasaan buruknya itu sudah mendarah daging hingga saat ini. meski dalam hati, ia selalu mengingatkan diri sendiri untuk mengubah kebiasaannya itu. Karena mulai sekarang, ia akan bekerja keras dan menjalani kuliah dengan sepenuh hati.
Chaira bersiap-siap memasak sebelum mandi, namun ternyata di dapur tidak ada bahan makanan yang memadai. Ada telur, tapi tidak ada beras atau roti. Bagaimana, dia bukan orang barat yang bisa memakan telur tanpa nasi.
Ia berjalan menuju rak paling atas. Baguslah, Chaira menemukan setengah lusin Energen disini.Energen adalah penunda lapar terbaik.
"Karmila, kakak hanya membuat Energen, diminum ya..."
Hmm... adiknya itu bahkan belum bangun sama sekali. Jika begitu, tandanya Karmila memang tidak ingin sekolah.
Chaira menunduk sedih, semua orang menjadi sakit karenanya.'Jika aku tidak memiliki keahlian, mengapa Tuhan menciptakanku?'
Protesnya dalam hati.
Ah, tidak-tidak. Ia pasti memiliki kelebihan walau seujung kuku pun.
***
"Eh, Jun Ki! Kanapa kemarin ayah lo datang ke sini?"
"Iya, lo udah kaya anak TK tau! Hahaha mau sekolah dianterin."
Teman-teman Jun Ki mencoba bertanya dengan nada ledekan. Meski ia tidak terlalu paham dengan kata-katanya, tapi ia yakin itu adalah ejekan untuknya.
Sial, kenapa teman-temannya itu malah bertanya hal seperti itu sih?"Kalian pasti tau jawabannya." jawab Jun Ki.
"Iya, bapaknya Jun Ki datang, untuk ngoreksi perkataan dia. Kaya kemarin, dia bilang 'kemaluanku sangat besar' hahaha." celoteh seorang temanya yang bernama Sandi.
"Aishh."
Jun Ki hanya bisa mengumpat kesal.
"Kalian selalu meledekku."
"Jungki, lo gak cocok ngomong gitu. Sini-sini, gue ajarin,coba ngomongnya pake 'lo-gue' jangan 'aku-kamu' coba!" perintah Bian yang duduk di sebelah Jun Ki.
Temanya yang satu ini, bisa-bisanya memanggil Jun Ki dengan lafal seperti itu. Jelas beda dengan nama aslinya.
"Emang lo gue itu artinya apa?"
"Lo-gue." jelas Bian dengan menunjuk Jun Ki kemudian dirinya.
"Ohh.. lo-gue, aku-kamu."
"Iya! Coba."
Jun Ki terdiam sesaat, melihat teman-temannya, lalu berkata. "Lo ngapain masuk ke sini?"
"Lee Jun Ki!!"
Jun Ki sudah bagus memperagakan apa yang diajari temanya, tapi.. dia salah sasaran. Karena yang dia tunjuk adalah seorang dosen yang baru saja masuk ke ruangan itu.
Akibatnya, ia dan teman-temannya dihukum di kelas.
"Ini pelajaran ya untuk semuanya, jangan mengajari orang untuk berperilaku tidak sopan kepada yang lebih tua. Ingat! Sekarang kalian adalah mahasiswa, bukan siswa SMA lagi. Tidak pantas kalian bermain-main seperti ini pada dosen."
Bian, Sandi dan dua orang yang berkumpul tadi, hanya bisa meringis menahan malu.
***
Seorang gadis bersama 2 temannya datang ke kelas Chaira.
Gadis cantik yang ternyata adalah senior di kampus Chaira, menghampiri Sandi yang tengah mengobrol dengan Jun Ki dan Bian.
"Nih, catetan yang lo mau."
"Ya, makasih ya Rik."
"Eh, temen lu ada yang ganteng gini kenalin kek sama gue." ucap senior yang bernama Rika kepada Sandi.
"Oh ini si Jun Ki dia dari Korea, kenalan aja sana."
Sambil tersenyum, Rika mengulurkan tanganya pada Jun Ki. Dan langsung dibalas oleh Jun Ki.
"Rika."
"Aku Jun Ki." Jawab Lee Jun Ki dengan sopan.
Gadis itu terkekeh mendengar jawaban Jun Ki.
"Gue gak tau sih, dia itu sopan atau polos." ujar Rika pada temanya.
"Jun Ki, kan gue udah ajarin lo. Kalo sama murid kaya kita mah gak papa, tapi kalo sama guru, jangan." ucap Bian pada Jun Ki.
Namun dengan cepat Jun Ki melambaikan tanganya. " gak gak! Aku gak mau lagi."
Mereka pun tertawa melihat ekspresi Jun Ki seolah baru pertama kali mendapat hukuman.
"Eh, lo bawa kamus gak? Gue lupa nih." tanya Rika.
"Ya nggak lah, ngapain gue bawa kamus." jawab Sandi.
Lalu Rika melemparkan pertanyaan yang sama pada bian dan Jun Ki.
"Masalahnya cuma gue yang gak bawa, si Ani sama si Ica juga pada bawa."
keluh Rika menunjuk dua temanya."Anak-anak lain pada ke mana? Gue mau pinjem sama temen lo deh, gak ada waktu lagi nih."
"Pada ke kantin. Soalnya hari ini ada dua matkul." Jawab Sandi.
"Tuh, ada Chaira yang cantik. Biar gue samperin ah.." ucap Bian, lalu bergegas menghampiri Chaira yang tengah asik dengan ponselnya.
Sementara yang lain hanya memperhatikan Bian dari jauh.
"Chaira, bawa kamus gak?"
"Eh, kenapa? Kamus? Bukanya sekarang jadwalnya Statistik Ekonomi dan Bisnis ya?" jawab chaira setelah melepaskan earphone nya.
"Ini, sepupu gue mau minjem kalo lo bawa, dia lupa gak bawa."
"Oh, maaf. Aku juga gak bawa." ucap Chaira seraya tersenyum saat mengetahui ternyata salah satu seniornya ada di ruangan yang sama.
"Kalau nomor WA bawa kan?" goda Bian pada Chaira.
Chaira hanya tersenyum menanggapinya.
"Sini lo, sini." Sandi menarik Bian dengan paksa.
"Apaan sih?"
"Ck ck, lo tau aja sama yang cantik-cantik." ucap Sandi sambil mendecakkan lidah.
"Lagian, siapa yang sepupu lo? Hah? Siapa? Si Rika itu sepupu gue."
"Alah, sepupu aja diributin, udah kaya pacar aja lo."
Mereka berdua berpura-pura berkelahi.
"Yaudah gue duluan ya!" Pamit Rika dan teman-temannya.
"Yaaa." jawab Sandi.
Chaira tertawa melihat tingkah dua teman barunya itu. Ia menggelengkan kepalanya.
'Benar-benar seperti anak kecil.' ucapnya dalam hati.
***
Hari ini adalah hari pertama Chaira bekerja paruh waktu. Maka setelah kuliah usai, Chaira segera membereskan buku-bukunya, lalu pergi bekerja.
Ia tidak boleh telat, hari pertamanya bekerja, ia harus memperlihatkan kesan baik.
"Chaira.."
"Yah?"
Di tengah Chaira membereskan mejanya, seorang lelaki bernama Bian menghampirinya.
"Rumah kamu di mana? Mau saya anter gak?"
"Gak perlu, makasih." jawab Chaira.
"Bener nih? Kalau ... diisiin kuota mau kan? Mana sini nomornya." pinta Bian.
"Ah, gak usah. makasih." tolak Chaira lagi.
Sementara Bian hanya mengusap kepala belakangnya. Merasa malu karena sudah ditolak dua kali.
"Hallo, assalamualaikum ..." sapa Chaira begitu ia mendapat telpon dari nomor yang tidak dikenal.
"Wa'alaikum salam."
Sontak Chaira dan Bian terkerjut karna si penelepon ternyata temanya sendiri, yaitu sandi.
Jun Ki dan Sandi tertawa melihat ekspresi Bian, lalu dengan percaya diri, Sandi memamerkan ponselnya yang berisi nomor Chaira pada Bian.
"Sial, gue kalah start. Sini lo!"
Bian mengejar Sandi yang berlari keluar kelas.Yang tidak diketahui Bian, bahwa semua nomor mahasiswa seangkatannya sudah tertulis di buku kelas.
"Hahaha ..."
Tawa Chaira terhenti melihat Jun Ki tengah menertawakan temanya juga.
Chaira benar-benar takjub melihat pemandangan di depannya. Mata setengah sipit, giginya rapih dan putih, wajah berseri, bahkan suara tawanya terdengar seksi di telinga Chaira.
Astaghfirullah!! Kenapa Chaira malah memikirkan hal-hal itu sih? Benar-benar di luar dugaan!
Setelah berganti baju, Chaira bersiap berdiri di depanstand. GerobakThai teasebrang toserba.Yah, Chaira memilih bekerja paruh waktu menjaga stand Thai tea. Jangan harap Chaira bisa seperti gadis beruntung yang dilihatnya di film atau di novel-novel. Yang mendapat pekerjaan paruh waktu dicafeatau di toserba yang dalamnya sejuk.Tidak sepertinya, yang harus bekerja diluar ruangan. Sehingga harus merasakan panas dan hujan. Namun, karena ini kali pertamanya bekerja, Chaira harus tetap bersyukur.Ia membayangkan ayahnya yang bahkan lebih buruk dari keadaannya. Ketika harus bekerja di tengah teriknya matahari sambil mengaduk adonan semen, lalu mengangkat bahan-bahan berat."Sil
Untuk sesaat, aku merasa dunia ini hanyahayalanyang tidak nyata.-Yasmin.***Yasmin benar-benar tidak menyangka, besok adalah hari terakhirnya ia menyandang statussingledalam hidupnya.Hidupnya seperti kelinci yang kehilangan arah. Berjalan, lalu melompat lebih jauh dari seharusnya.Bukankah baru kemarin ia duduk di bangku sekolah, memakai seragam putih abu-abu, dan bercanda ria bersama teman-temannya?Cita-citanya tidak terhitung. Banyak sekali, sampai Chaira saja malas menghitungnya.Yasmin tersenyum mengingat sahabatnya itu, Chaira berhasil kul
"Woy Arsen!"Arsen melirik ke arah suara yang memanggilnya.Sialan temanya itu! Beraninya dia mengganggu waktunya dengan Yasmin. Lihat saja nanti, saat malam tiba, tidak boleh ada yang mengganggunya barang sebentar pun!Ehmm, memangnya apa yang akan ia lakukan nanti malam? Apa ia boleh menggauli..Tidak!! Pikiran sialannya itu!!"Selamat ya, pasangan Arsen dan Yasmin.. semoga kalian menjadi keluarga yang Sakinah, Mawadah, wa Rohmah."Satu persatu teman-teman Arsen menyalami Arsen dan Yasmin."Sen, ma'af ya, gue nyusup. Gue gak bisa lama-lama soalnya, abis ini mau ke acara seminar d
"Gimana Jun Ki, kamu betah kuliah di sini?" tanya Ayah Lee Jun Ki saat sedang menyantap makan malam. "Ya betah, bukan pertama kalinya aku sekolah disini." jawab Jun ki. "Bagus, kamu belajar bahasa Indonesia dengan baik." "Ayah, bukankah dia sudah lama tinggal di Indonesia? kenapa juga dia harus salah menggunakan bahasa Indonesia lagi?" adik Jun Ki yang biasa disapa Jung hee, ikut menanggapi. "Karna dua tahun kemarin Jun Ki tinggal dikorea, bahasa Indonesianya jadi berantakan." jawab sang Ayah. "Lagian Jun Ki gak mungkin gak betah lah yah, di sana kan banyak perempuan cantik." celetuk Jung hee seraya terkekeh. Apa-apaan adiknya
"Chaira!" Gadis manis berjilbab itu menoleh, "Ini pulpen kamu, makasih ya." ucap Jun Ki setelah berlari menghampiri Chaira. "Jungki, lo ngasih apa samamy honey Chaira?" tanya Bian. "Dih jijik banget lu!" sambar Sandi mendengar Bian menyebut Chaira dengan embel-embelMy honey. "Diem lu! Jungki, bisa-bisanya lu merebut cewek inceran kita berdua." ucap Bian yang disetujui oleh Sandi. "Maksudnya? Aku cuma mengembalikan pulpen kok. Lagipula, malam ini aku ada kencan buta dengan seseorang." "Anjir, gue baru tau di Indonesia juga ada kencan buta." kata Bian, "Ini rekomendasi dari adikku, aku hanya mengikuti saja." "Semoga sukses ya!" ucap Sandi memberi semangat. ***Chaira memakai seragam kerjanya, dilanjutkan dengan memoles sedikitMake up. "Hmm, siapa peduli aku memakai riasan saat pulang kuliah." Benar, Chaira bukan orang yang hobi memoles w
Rayyan menutup buku yang tengah dikoreksinya. Ia menghela napas selama beberapa saat, hal yang biasa dilakukannya saat sedang penat. Itulah kenapa, teman-temannya selalu menyarankan agar ia segera menikah, Setidaknya mempunyai seorang kekasih. Supaya ada sedikit hiburan untuk melepas penat. Bagi Rayyan, memiliki seorang kekasih bukan suatu keharusan. Untuk apa berpacaran kalau hanya untuk dijadikan hiburan? Tidak semua wanita itu penghibur bukan? Ia tersenyum miris. lagi pula, Rayyan tidak berniat menikah di usianya yang menuju kepala tiga ini. Jika teman-temannya menikah di atas tiga puluh tahun setelah menghabiskan bermain-main dengan para wanita, mungkin tidak bagi Rayyan. Sampai saat ini pun, tidak ada satupun wanita yang didekatinya. Jarinya mengusap layar ponsel, mengutak-atiknya hingga menemukan foto seseorang di sebuah sosial media. Gadis cantik, imut, seksi, seperti halnya gadis-gadis yang pernah dikenalnya. Dia adalah
(21++‼️️) "Kamu beneran gak apa-apa sendirian di kamar?" "Iya gak apa-apa Mbak, kepalaku sedikit pusing." "Ya sudah, Mbak duluan ya. Istirahat, masuk sana. Gak perlu mengantar Mbak." "Ya sudah, hati-hati ya ..." ucap Kinanti setelah mengantar Mbak Ismi ke depan lift. Usai makan malam, Kinanti memilih kembali ke kamar, alih-alih mengikuti yang lainya untuk melihat-lihat pantai. Entahlah,mood-nya sedang tidak bagus sekarang. Saat kembali ke kamar, Kinanti heran lantai kamarnya basah. Perasaan, ia tadi belum ke kamar mandi. Kakinya melangkah menuju kamar mandi, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Kinanti terkejut mendapati Rayyan ada di sana. "Aaaaaa ..." "Kinan! Sedang apa kau di sini?" "Mas Rayyan! Harusnya aku yang tanya, Mas ngapain di sini?" "Ini kamarku ... kan?" jawab Rayyan sedikit ragu. "Ini ka
-Tidak peduli seberapa sering kau membuatnya tersenyum, yang penting adalah, bagaimana caramu mempertahankannya.- *** Dua insan yang baru beberapa kali bertemu itu saling pandang. Kemudian tersenyum, memamerkan senyum manis. Yasmin bergeser lebih dekat pada suaminya, tubuh polos yang terbalut selimut saling bergesekan. "Mas, katanya mau cerita. Kok malah senyum terus dari tadi?" Arsen mengecup rambut wanita yang bersandar di pelukanya. "Aku mau tanya dulu sama kamu." "Apa?" "Kenapa kamu mau dijodohkan denganku? Dan apa yang membuatmu menerimaku meski kau sudah tau keadaanku?" "Kenapa aku mau menikah denganmu? Aku juga mau jawaban yang sama dari kamu." "Jawab saja pertanyaanku." Arsen mengalihkan pandangan, sejujurnya ia tak suka dibantah. "Karna aku, tidak punya pilihan lain. Aku yakin apa yang dipilihkan ayah, adalah yang terbaik untukku." "Kenap
"Cepat siapkan mobil saya Pak!" perintah Arsen yang langsung dituruti Pak Adi.Adi melajukan mobil sambil bercerita. "Tadi saya lagi nongkrong tuh Pak, di pangkalan sini, dekat mamang penjual sate. Tiba-tiba Non Yasmin telpon, tapi ternyata itu orang lain, bilang kalo yang punya HP kecelakaan di lampu merah jalan Purnama sakti." jelasnya."Kenapa orang itu gak telpon saya?" tanya Arsen penasaran. Teman-temannya tidak ikut serta karna sudah larut. Apalagi Ardi yang sudah berkeluarga."Saya kurang tau Pak, tapi biasanya kan yang dihubungi itu nomor panggilan terakhir. Saya ingat tadi waktu mau ngantar teman-temannya Pak Arsen, Non Yasmin sempat telpon saya untuk jemput. Tapi saya sudah disuruh antar teman Pak arsen, jadi saya tidak bisa." tutur Adi.Arsen merutuki kebodohannya. Kalau sudah seperti ini, hanya penyesalan yang dirasakannya sekarang. Dalam hati, ia terus menggumamkan maaf untuk Yasmin. Tangan kanannya mengusap wajah kasar. Bi Narti tidak ikut serta karna wanita itu di rumah
"Apa kabar Bu?" Yasmin berhambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan rasa rindu sekaligus perasaan sedih yang tengah dialaminya saat ini. Yah, suasana hatinya sedang tidak baik.Fatimah-Ibu Yasmin, membalas pelukan anaknya setelah menaruh barang. "Ibu baik, kamu sehat?" Ia menatap wajah putri semata wayangnya itu dengan baik. Sudah dewasa. Fatimah bahkan lupa kapan terakhir kali ia memandang putrinya seperti ini.Hampir tujuh tahun lamanya Fatimah merantau di negeri orang. Dengan tekad yang kuat, ia memaksakan keinginannya meski suaminya tidak mengizinkan. Saat itu Yasmin masih duduk di kelas enam SD. Posisinya waktu itu, ia tidak terlalu mengerti mengapa Ibunya harus pergi sangat jauh hanya untuk bekerja. Namun semakin dewasa, Yasmin mengerti, semua dilakukan untuknya juga.Mereka sudah berada di dalam taksi. Fatimah bersandar pada kursi mobil, tangannya tak henti mengusap kepala Yasmin dengan sayang. "Ibu hanya pergi lama, tapi tidak cukup membe
"Nikah yuk!" Ajakan itu bukan pertama kalinya Rayyan lontarkan, tapi berhasil membuat Kinanti tak berkutik. Kenapa? Bukankah ini yang ditunggu sedari tadi? Apa karna kali ini Kinanti menantikannya? Jika yang mengucapkannya itu Gibran, pasti Kinanti akan lebih terkejut sekaligus senang berkali-kali lipat. Tapi tidak, Ia tidak boleh memikirkan lelaki itu lagi. Sudah dapat berlian, kenapa harus memungut batu? Akhinya, dengan percaya diri, Kinanti berkata, "Ayok!" Rayyan mengalihkan pandangan sambil mengulum senyum, "Jangan senyum seperti itu." perintahnya. Setengah terkejut karna baru sekarang Kinanti tersenyum, saat di mobil tadi hanya diam saja. "Kenapa? Aku cantik ya?" Rayyan mengeratkan genggamannya seraya tertawa lepas. Ledekan demi ledekan mereka terima sepanjang hari. Baik itu berasal dari dosen, maupun para mahasiswa._ Rayyan tersenyum melihat Kinanti yang tengah fokus dengan ko
Tidak ada hari yang indah. Bagi Kinanti, tidak ada lagi hari yang indah setelah semua keinginannya melebur. Setelah takdir ternyata tak berpihak padanya. Wanita itu berdiri tepat di depan jendela kamar yang terbuka, menatap kosong apapun di hadapannya. Sial, bahkan di saat seperti ini, kenangan itu terus keluar menyeruak dari ingatannya, masuk ke dalam pikirannya yang sedang kosong. "Kamu cantik sekali. Kamu tau, kata teman-temanku, kamu adalah idaman semua pria. Aku beruntung memiliki kamu." Gibran mengecup lembut tangan Kinanti seraya menatap matanya. Mengerling dengan pandangan nakal. Kinanti mengalihkan pandangan, semburat merah bisa menjelaskan sipu malu yang dirasakannya. "Kamu tidak berniat menjadi model?" Seharusnya Kinanti sadar dengan pertanyaan sederhana yang dilontarkan Gibran waktu itu. Lelaki itu berharap Kinanti menjadi model? Kenapa seseorang yang mencintainya rela mem
"Hih, dasar anak Korea! gitu aja marah. jadi laki kok gak ada pengertiannya." Chaira terpaksa bejalan sendirian, karna Jun Ki meninggalkannya. Tak lama, Bian dan Sandi menghampiri Chaira."Ra, emang kalian benean pacaran ya?" Chaira menoleh sekilas, tidak tertarik dengan pertanyaan yang dilontakan Bian. Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. "Harus ya, aku kasih tau?" jawab Chaira dengan malas. "Jelas dong, kalau kalian menutupi sebuah hubungan, efeknya gak akan baik." jelas Sandi. Chaira mengernyit, "Kenapa?" Sandi sampai berhenti bejalan sebentar untuk menjelaskan masudnya. Chaira dan Bian ikut berhenti."Presentasi orang ketiga akan meningkat. Menutupi sebuah hubungan akan membuat kalian didekati banyak orang, tanpa tau kalau kalian sudah punya pasangan." "Susah ya jelasinnya, tapi aku ngerti kok. Makasih ya." tutup Chaira.Ia menyadari perkataan Sandi memang ada benarnya. Memangnya Chai
"Kamu ngapain sih, masih di sini?" Chaira berkacak pinggang, sambil terus memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Ini kali pertamanya Jun ki menemani Chaira bekerja, lebih tepatnya sih merecoki. Bahkan cowok itu dengan lantangnya mengatakan, bersedia menemani Chaira setiap hari. Hmm, pacarnya itu membuat pusing saja. Masalahnya, bukan bantuan yang dia berikan, tapi gangguan. Selain merecoki saat Chaira meracik, Jun ki kerap digoda oleh pelanggan wanita. Menambah Chaira kesal, sehingga membuat bibirnya maju beberapa senti. Jelas hal itu sangat mengganggu Chaira, bagaimana kalo bosnya datang? Jun ki tidak tau saja watak bosnya Chaira yang sangat tegas dan nyaris tidak pernah tersenyum. "Sayang, kalau kamu cemburu bilang saja ... nanti kalau ada gadis pelanggan, aku akan bersembunyi." "Apa kamu bilang?" Chaira duduk kembali di kursinya. Sial, Jun ki selalu mengatakan hal-hal yang tidak biasa didengar oleh Chaira. Ia bing
Selama tiga hari berturut-turut, Arsen tidak pulang ke rumah. Jelas saja hal itu membuat Yasmin khawatir dan sedih, ia menimbang-nimbang antara harus menelpon Arsen atau tidak. Ponselnya masih setia di tangannya, beberapa saat kemudian, tiba-tiba ada panggilan dari orang yang memenuhi pikirannya saat itu. Tangan Yasmin sampai bergetar menerima telpon tersebut. "Assalamualaikum, iya Mas?" "..." "Oh, begitu. Iya, akan aku cari Mas." Tanpa mengucap salam, Arsen menutup telponnya. Yasmin memeriksa kembali telponnya yang teryata sudah dimatikan. Meski begitu, Yasmin merasa senang dihubungi suaminya yang sudah beberapa hari tidak pulang itu. Lalu ia mencari barang yang Arsen pinta. Yah, Arsen meminta Yasmin mencarikannya sebuah dokumen penting, yang disimpannya di kamar. Sorenya, Arsen pulang dengan pakaian santai seperti bukan dari kantor. Yasmin menghampiri lelaki itu dengan ragu. "Mas, maaf ... a
"Aku akan memikirkan sesuatu, merefresh pikiranku,mencari jawaban atas pertanyaanku, pada siapa aku akan memberi rasa." Sejak saat itu, hubungan mereka merenggang. Yasmin dan Arsen hidup satu atap, namun seperti tidak mengenal satu sama lain, Arsen bahkan mempekerjakan Asisten rumah tangga yang sebelumnya bekerja di rumah orang tuanya. Hal itu sengaja dilakukannya, sehingga ia tidak perlu bantuan Yasmin lagi. Arsen selalu pulang larut, dan berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Waktu untuk Yasmin nyaris tidak ada, hal itu membuat Yasmin ragu untuk sekedar menyapa suaminya itu. Namun, tidak mungkin kan mereka akan seperti itu terus? Akhirnya Yasmin berusaha mendekati Arsen kembali dengan berbagai cara. "Bi, biar aku saja yang masak ya." pinta Yasmin pada Bi Narti, Asisten rumah tangganya. "Gapapa Non, biar Bibi aja. Den Arsen kan sebentar lagi berangkat, Non Yasmin sudah siapin keperluanya?" "Sudah kok Bi."
Dito berjalan cepat dari kelas, ia tak sabar untuk memberi tahu Rayyan sebuah penemuan baru. Sementara Rayyan yang saat itu akan mengajar, awalnya tak menghiraukan Dito sama sekali. "Aku sibuk." "Pak, ini benar-benar berita hangat Pak, dadakan kaya tahu bulat." Rayyan berlalu melewati Dito, namun Dito segera menahannya. "Pak, serius gak mau tau?" "Apa sih Dit? Hehh ... dua detik. Cepat!" "Ada test pack di toilet cewek!" Seketika Rayyan langsung terdiam. "Terus?" "Positif." "Apa?! Coba jelaskan dengan rinci." "Seorang mahasiswi menemukan Tespek positif di tempat sampah toliet cewek." Entah kenapa Rayyan teringat Kinanti, ia berpikir, bisa saja itu milik Kinanti. Namun, wanita itu mungkin tidak cukup bodoh menggunakan alat tes kehamilan di kampus. Rayyan jadi gelisah sendiri, bagaimana jika itu memang benar? Dengan cepat, Rayyan menyerahkan buku pada Dito. "Kau saja