Share

Turbulensi Cinta
Turbulensi Cinta
Penulis: Antilia

Bab 1

Zulaikha berdiri merenung didalam kamar. Sorot matanya tajam melihat ke arah luar jendela yang mulai berwarna gelap. Pikirannya berkecamuk dengan rasa sakit yang menghujam kedalam hatinya.

“Keluarlah!” terdengar suara Nyonya Angel berteriak dari luar kamar.

“Cepat keluar!” pekiknya tajam dengan menggedor pintu kamar.

Zulaikha berjalan terburu-buru mendekat menuju ke pintu kamar. Dibukanya pintu kamar tersebut.

“Ada apa bu?” tanya Zulaikha dengan melihat raut wajah Nyonya Angel yang terlihat marah.

“Segera kemasi barang-barangmu sekarang!” perintahnya. “Dan pastikan jangan ada satupun barang yang tertinggal.” ucapnya dengan nada keras seraya pergi meninggalkan kamar Zulaikha.

Zulaikha terkejut mendengar ucapan Nyonya Angel. Dia berusaha mencari tahu apa kesalahan yang dilakukan sehingga dia harus di usir dari rumah ini.

Christina yang melihat Zulaikha berdiri mematung didepan pintu tersenyum sinis, dia berkata : “Kenapa masih berdiam diri? Terkejut kamu? Kamu harus bersyukur setidaknya selama satu tahun kamu tinggal disini telah dipelihara oleh ibuku. Dasar Wanita murahan. Sekali kotor tetap kotor dan bau. Kamu tinggal disini hanya membuat bau keluarga besarku.”

“Apa yang kamu katakan?” tidak seharusnya kamu menghinaku seperti ini. “Aku datang kerumah ini atas permintaan ayahmu, ingat itu! Dan ketika aku di usir seperti ini, sama saja kamu telah merendahkan harga diriku.”

“Betulkah!” tanyanya dengan sinis. “Gadis sepertimu apa masih mempunyai harga diri?” ucapnya dengan senyum mengejek. “Kabar kamu saja sudah menjadi konsumsi masyarakat. Kamu lihatkan? Siapa yang akan mengakui kamu?” sembari berjalan meninggalkan kamar Zulaikha.

Zulaikha mengepalkan kedua tangannya, dia berusaha menahan amarahnya. “Kalau bukan kehendak ayahnya, dia tidak akan sudi menjejakkan kakinya di rumah ini.” gumamnya sembari melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.

Diambilnya ransel dan mulai berkemas dengan pakaian secukupnya. Dia tidak akan membawa sepotongpun pakaian pemberian dari keluarga ini.

Zulaikha menuruni tangga yang membawanya ke lantai satu. Dibawah sudah terlihat Nyonya Angel dan Christina yang sedang duduk bersantai di sofa yang dekat dengan ruang tengah.

Zulaikha terus berjalan melewati mereka. Dia tidak sudi berbicara dengan ibu tiri maupun saudara tirinya. Dia sudah bertekad bercerai dengan mereka yang tidak mengakui keberadaan dirinya.

“Begitu ya?” cara kamu keluar dari rumah ini sindir Nyonya Angel. “Mana sikap sopan santun kamu? Kami memberimu makan dan tempat tinggal selama satu tahun? Ingat kalau bukan belas kasihan dari suamiku kamu sudah menjadi gembel di jalanan. Rumah saja tidak punya!” kata-kata Nyonya Angel yang tajam terus terngiang di telinga Zulaikha. “Itukah didikan ibumu? Syukur ibumu sudah meninggal dan kamu sekarang hidup sebatangkara.”

“Apa hak kamu parasit hidup? Aku tahu tipu muslihat apa yang kamu lakukan untuk mencemarkan nama baikku? Dan ingatlah satu hal, jangan pernah menemuiku.” Zulaikha berkata lantang kepada mereka. “Dasar parasite hidup.” gerutunya. “Aku selalu memegang prinsip tabur tuai.“ camkan kata-kataku.

Hujan disertai petir yang menyambar seakan menjadi saksi atas perkataan Zulaikha. Dia keluar rumah menerobos hujan dalam kegelapan malam. Dia berjalan tanpa arah di malam hari.

"Kejam…. Keras…. Penuh Tipu muslihat Ini yang dialami Zulaikha hidup tanpa pengakuan." ucapnya lirih.

Langkah kakinya berjalan dengan cepat keluar dari kompleks perumahan. Dia sudah hidup kenyang dengan cibiran dan hinaan dari masyarakat sekitar komplek perumahan.

“Aku tahu diri.” bisiknya. “Tidak ada yang mendukungku di lingkungan komplek perumahan ini, mereka lebih mendukung parasit hidup.”

“Apakah ini rasanya hidup terlunta-lunta?” batin Zulaikah dengan berjalan menyusuri jalanan yang sudah gelap. Hanya ada pencahayaan dari lampu yang terpasang di pinggir jalan.

Dia berteduh di halte bus. Pakaiannya sudah basah kuyup. Dia mulai menggigil kedinginan sembari menunggu bus yang lewat. “Kenapa lama sekali busnya.”

Seorang lelaki keluar dari mobil dengan membawa payung. Dia berjalan mendekat kearah Zulaikha. Cahaya lampu yang temaram, membuat Zulaikha tidak terlalu jelas melihat sosok lelaki yang saat ini tengah berdiri didepannya.

“Nona, Anda dipersilahkan masuk ke dalam mobil. Saya hanya diperintahkan Tuan untuk menyampaikan pesan ini kepada Nona.” ucapnya dengan sopan.

“Maaf saya tidak kenal dengan Tuan-mu. Sampaikan, saya sedang menunggu bus selanjutnya. Dan tidak perlu mengkhawatirkanku.” Suaranya tajam menjawab pertanyaan lelaki tersebut.

Lelaki tersebut segera berlalu dari hadapan Zulaikha selepas mendengar jawaban darinya.

Segera mobil tersebut melaju cepat meninggalkan Zulaikha yang tengah berdiri sendiri di halte bus.

Zulaikha mengambil ponsel di ranselnya. Dia melihat jam yang menunjukkan pukul 09:00 malam. “Semoga saja masih ada bus yang lewat.” Dia masih melihat beberapa pejalan kaki yang berlalu lalang didepannya dengan menerobos rintikan hujan.

Sudah tiga puluh menit, dia menunggu di halte bus. Belum ada satupun bus yang lewat melintasi halte ini. Pikiran buruk sempat melintas di kepalanya, segera dia tepis pikiran buruk tersebut. Dia belum lama tinggal di daerah ini.

Kota Ocean yang terletak di ibukota negara dengan tingkat kriminilitas yang tinggi memungkinkan warganya untuk senantiasa memiliki kewaspadaan yang lebih.

Rasa cemas sempat menghantui Zulaikha. Sampai pada akhirnya ada seorang perempuan tua yang berjalan mendekat ke halte dan duduk di kursi tersebut.

“Apakah kamu sedang menunggu bus?” tanya perempuan tua tersebut.

“Benar bu.” jawab Zulaikha dengan singkat.

“Bus terakhir jam 10:00 malam. Itupun tidak sampai pada stasiun. Kamu masih gadis, sendirian malam ini. Cukup berbahaya, apalagi bajumu basah yang cukup mengundang resiko.”

Zulaikha terhenyak mendengar pertanyaan dari perempuan tua tersebut. Saat itu dia keluar rumah tanpa berganti baju terlebih dahulu. Dia terbawa emosi dan tanpa menyadari pakaian yang dia kenakan cukup seksi apalagi terkena air hujan yang menampilkan lekuk tubuhnya.

Segera dia duduk di kursi halte dan mengambil hodie yang dia simpan didalam ransel. Dia pakai hodie tersebut. Rasa dingin masih tetap menyelimuti sekujur tubuhnya, ditambah semilirnya angin malam yang mulai berembus menerpa tubuhnya.

Tak berapa lama bus datang. Hanya ada dua orang yang menunggu di halte ini. Segera Zulaikha dan Perempuan tua naik ke dalam bus.

Zulaikha mengedarkan pandangan matanya mencari kursi yang kosong. Terlihat sosok asing penumpang bus yang melihat ke arahnya dengan sorot mata yang tajam. Dia berjalan menuju kursi kosong yang terletak dibelakang.

Dia duduk dan mulai menata hati dan pikirannya untuk tetap bertahan hidup. Zulaikha mengambil ponsel untuk menelepon Mars, teman dekatnya yang senantiasa melindungi dirinya. Panggilan telepon mulai terhubung. Dia masih setia menunggu Mars untuk mengangkat teleponnya.

Sesaat dia teringat akan perbedaan waktu antara Ocean dan Lordania “Kenapa aku bisa lupa, saat ini Mars sedang studi di kampus, tentu ponselnya dimatikan.” gumamnya lirih. Dia mengirim pesan kepada Mars tekait kepergiannya dari rumah setelah mengalami pengusiran dari Ibu tiri dan adik tirinya.

Driver menghentikan bus di pemberhentian selanjutnya, terlihat tiga sosok lelaki tinggi besar memasuki bus tersebut. Wajah mereka cukup menyeramkan dengan pakaian hitam yang membalut mereka disertai tas ransel yang tersampir dipunggung. Kursi penumpang telah terisi semua, mereka hanya dapat berdiri dilorong bus ini.

Sesaat terdengar dentuman keras disertai semburan api dari bagian depan bus. Zulaikha terkejut dengan rasa panik menggelayut di hati dan pikirannya. Hiruk pikuk penumpang mulai bersuara akan timbulnya kekacauan ini. Kejadian tersebut sangat cepat. Bus berjalan oleng dan menabrak pagar jembatan, driver tidak dapat mengontrol laju bus sehingga bus terjun bebas masuk ke dalam sungai disertai ledakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status