Share

Tukang Pijat Super
Tukang Pijat Super
Penulis: Frands

Bab 1

“Lastri, maukah kamu menjadi pacarku?” Tiba-tiba Juned berdiri menghadang perjalanan Sulastri dan kedua temannya.

“Minggir kamu, dasar pria lemah,” ujar Sulastri dengan kasar kepada Juned.

“Kamu itu tidak cocok ya bersanding dengan Lastri.” Celetuk salah satu teman Sulastri yang berdiri di sampingnya. Juned hanya tertunduk lesu sambil menggenggam seikat bunga mawar, mendengarkan cemoohan yang menyakiti hatinya.

Juned sangat menyukai Sulastri yang merupakan anak Juragan Pasir di desa itu. Meski berkali kali cinta Juned ditolak.

Sulastri membalas cinta Juned dengan cemoohan dan hinaan belaka.

“Hei, Juned. Kamu itu harusnya berkaca dulu. Kamu itu siapa? Berani beraninya mendekati Sulastri.” Ujar teman Sulastri yang lain, sambil mendorong Juned.

Juned terjengkang ke belakang, disambut tawa yang menggema ketiga gadis itu.

“Hahaha, lihat dia teman-teman. Baru didorong begitu aja sudah jatuh.” Ucap Sulastri tertawa lepas.

Kaos yang dipakai Juned kotor terkena tanah, dia tak mampu untuk bangkit melawan.

Bukannya iba melihat kondisi Juned, Perlakuan Sulastri justru semakin menjadi-jadi. “Oh, jadi ini yang mau kamu berikan buat aku, hahaha!” Sulastri mengambil dengan kasar, seikat bunga mawar yang sedari tadi di genggam oleh Juned.

“Makan ini bunga!!” Sulastri melempar dengan sekuat tenaga bunga mawar tersebut ke wajah Juned hingga bunga itu berhamburan di tanah. Tanpa rasa bersalah Sulastri dan kedua temannya melenggang pergi sambil tertawa puas meninggalkan Juned.

Juned melangkah pulang dengan dipenuhi rasa kesal dan kesedihan. Hatinya tertembus kekecewaan dan penyesalan. “Kenapa harus aku yang seperti ini? Kenapa aku harus terlahir dari keluarga miskin? Kenapa aku terlahir dengan fisik yang lemah ini?” Pertanyaan itu yang selalu terngiang di pikiran Juned.

Kampungnya mayoritas warga laki-lakinya bekerja di tambang pasir, sementara Juned adalah satu-satunya laki-laki di sana yang berprofesi sebagai seorang mantri sekaligus tukang pijat.

Ia mewarisi sebuah klinik dan panti pijat peninggalan kakeknya. Sedangkan kualifikasi mantri ia dapatkan dari pelatihan utusan puskesmas untuk kampungnya.

Sesampainya di rumah Juned tampak murung dan tak bergairah setelah mendapat penolakan disertai hinaan dari Sulastri.

Dengan badan yang lemas dia duduk di sebuah bayang di depan rumah sambil menatap klinik yang berada di samping rumahnya.

“Juned, kamu kenapa? Kok terlihat kurang semangat.” Sapa seorang wanita yang membuyarkan lamunan Juned. Wanita itu bernama Lilis, tantenya Juned.

“Gak apa-apa kok, tante.” Balas Juned agak gelagapan karena lamunannya terhenti seketika.

Tante Lilis seolah tahu apa yang sedang ada dalam pikiran keponakan satu satunya itu.

“Apapun yang terjadi, Tante akan selalu mendukungmu.” Ucap Lilis sambil membelai dengan lembut pundak Juned, kemudian mendekap kepala Juned ke dadanya.

Bagian bawah Juned tak bereaksi sama sekali meskipun kepalanya terbenam di area yang nikmat milik Lilis.

“Terima kasih, Tante.” Ucap Juned, sambil tersenyum tipis.

“Ngga perlu berterima kasih, Juned. Sudah tugas tante untuk merawatmu dan melindungimu. Dulu ibumu juga yang merawatku dan menjagaku, meski kami hanya saudara tiri tapi ibumu begitu sangat menyayangiku.” Dengan suara bergetar Lilis mengingat masa lalu ketika bersama kakaknya, yang tak lain adalah ibu dari Juned.

"Sejak suamiku meninggal karena kecelakaan saat kerja di tambang, kamu adalah satu-satunya keluargaku." imbuh Lilis.

Setelah mendengarkan nasehat dari Lilis, Juned merasa kembali bersemangat untuk menjalani kehidupannya lagi. Namun perasaan itu tak bertahan sampai sehari lamanya. Ibarat seperti rumah yang sudah dibersihkan kembali dikotori lagi.

Sore harinya, ketika Juned hendak membeli stok obat ke apotek yang terletak di kota. Dia melewati gerombolan pemuda yang sedang asyik nongkrong di pinggir jalan.

“Woii, Lembek. Mau ke mana kamu?!, hahaha” teriak ketua geng bernama Sugeng mengejek dengan keras, seketika menghampiri Juned yang berjalan dengan cepat.

Sugeng langsung menarik tangan Juned dengan kasar. Membawanya mendekat ke arah teman temannya yang berwajah sangar dan lusuh, tak jauh beda dengan si Sugeng.

“Kawan-kawan, ini si lembek dari kampung kita.” Sugeng kembali mengejek Juned yang hanya terdiam di tengah kerumunan,

“Satu satunya pria di kampung kita yang memiliki jari lentik, hahaha.” Celetuk salah satu teman Sugeng, sambil menunjukkan tangan Juned kepada yang lain.

“Maklum, bro. Tangannya Cuma bisa pijat punggung saja, beda sama kita kita yang penuh tenaga mengangkat pasir. Lakii!!” Sahut Sugeng sambil menunjukkan lengannya ala binaraga.

Salah satu pria mendekati Juned, dan memperhatikannya dengan tatapan menghina. “Aku dengar dia menyatakan cinta kepada Sulastri. Saingan berat kamu ini, Sugeng.” Pria itu menepuk-nepuk wajah Juned.

Sugeng tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan salah satu temannya. “Hahaha, yang benar saja. Dibanding sama aku ya beda jauh, badanku gagah perkasa dan kuat. Sulastri mana mau sama pria lembek dan lemah syahwat seperti dia.” Ucap Sugeng yang semakin menjadi jadi dalam bertindak.

Perkataan Sugeng tersebut seperti petir di siang bolong bagi Juned. Semangat yang telah dibangun sebelumnya, kini runtuh seketika. Kesabaran Juned laksana magma yang telah meletup letup di perut gunung. Siap menyembur kapan saja mendengar semua hinaan mereka.

“Pria miskin, lembek, dan lemah syahwat tidak pantas buat Sulastri ...” Perkataan Sugeng terhenti seketika.

DEBUUUUKKK....

Pukulan Juned yang begitu lemah tak mampu menjatuhkan Sugeng. Bahkan untuk menghuyungkan tubuh Sugeng pun tak bisa. Sungguh terlalu sembrono bagi Juned, melawan satu lawan satu saja dipastikan tidak akan menang.

Sugeng tak terima dengan apa yang dilakukan Juned. Dengan satu pukulan balasan, tubuh Juned langsung jatuh ke tanah.

DEBUUUKKKK... DEBUUUUKKK..

Saat Juned sudah jatuh, teman-teman Sugeng yang lainnya ikut melakukan salam olahraga terhadap Juned.

Setelah dirasa cukup puas, Sugeng beserta kelompoknya pergi dari tempat itu. Meninggalkan Juned yang dalam kondisi setengah sadar berbaring di tanah. .

Juned mencoba bangkit dan berdiri dengan tubuh penuh luka. Dia berjalan menuju ke arah hutan yang ada di pinggir kampung. Sambil tertatih menahan perih, dia terus melangkah perlahan.

Sesampainya di hutan, Juned bersandar di salah satu pohon. Meratapi nasibnya yang begitu malang hidup di dunia ini. “Aaaaaaaaaaaaargh!!” Teriakan Juned menggema di dalam hutan itu.

Di tengah hutan yang mulai di selimuti gelap, Juned melihat tumbuhan tak jauh dari tempat dia duduk, Tumbuhan yang tampak begitu asing baginya. “Apa itu?” gumam Juned.

“Aku pernah melihat gambar tanaman ini, tapi di mana ya?” Juned penasaran melihat tanaman seperti jamur. Dia memetiknya, dan terus memperhatikannya dengan seksama.

Dalam hatinya, dia merasa senang telah menemukan Jamur beracun itu. Rasa frustasi yang di alaminya mendorong Juned untuk memakan Jamur itu.

Tanpa pikir panjang lagi Juned langsung memakannya dan berharap dapat mengakhiri kehidupan yang nestapa. “Daripada aku harus hidup dengan menanggung semua ejekan dan cemoohan yang begitu menyakitkan, lebih baik aku pergi dari dunia ini.” Gumam Juned sambil terus mengunyah perlahan Jamur itu.

Rasa pahit dan getir seolah tak ada apa-apanya dibanding nasibnya, hingga akhirnya dia berhasil menelannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status