Share

Tukang Pijat Super
Tukang Pijat Super
Penulis: Frands

Bab 1

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-31 18:33:49

“Lastri, maukah kamu menjadi pacarku?” Tiba-tiba Juned berdiri menghadang perjalanan Sulastri dan kedua temannya.

“Minggir kamu, dasar pria lemah,” ujar Sulastri dengan kasar kepada Juned.

“Kamu itu tidak cocok ya bersanding dengan Lastri.” Celetuk salah satu teman Sulastri yang berdiri di sampingnya. Juned hanya tertunduk lesu sambil menggenggam seikat bunga mawar, mendengarkan cemoohan yang menyakiti hatinya.

Juned sangat menyukai Sulastri yang merupakan anak Juragan Pasir di desa itu. Meski berkali kali cinta Juned ditolak.

Sulastri membalas cinta Juned dengan cemoohan dan hinaan belaka.

“Hei, Juned. Kamu itu harusnya berkaca dulu. Kamu itu siapa? Berani beraninya mendekati Sulastri.” Ujar teman Sulastri yang lain, sambil mendorong Juned.

Juned terjengkang ke belakang, disambut tawa yang menggema ketiga gadis itu.

“Hahaha, lihat dia teman-teman. Baru didorong begitu aja sudah jatuh.” Ucap Sulastri tertawa lepas.

Kaos yang dipakai Juned kotor terkena tanah, dia tak mampu untuk bangkit melawan.

Bukannya iba melihat kondisi Juned, Perlakuan Sulastri justru semakin menjadi-jadi. “Oh, jadi ini yang mau kamu berikan buat aku, hahaha!” Sulastri mengambil dengan kasar, seikat bunga mawar yang sedari tadi di genggam oleh Juned.

“Makan ini bunga!!” Sulastri melempar dengan sekuat tenaga bunga mawar tersebut ke wajah Juned hingga bunga itu berhamburan di tanah. Tanpa rasa bersalah Sulastri dan kedua temannya melenggang pergi sambil tertawa puas meninggalkan Juned.

Juned melangkah pulang dengan dipenuhi rasa kesal dan kesedihan. Hatinya tertembus kekecewaan dan penyesalan. “Kenapa harus aku yang seperti ini? Kenapa aku harus terlahir dari keluarga miskin? Kenapa aku terlahir dengan fisik yang lemah ini?” Pertanyaan itu yang selalu terngiang di pikiran Juned.

Kampungnya mayoritas warga laki-lakinya bekerja di tambang pasir, sementara Juned adalah satu-satunya laki-laki di sana yang berprofesi sebagai seorang mantri sekaligus tukang pijat.

Ia mewarisi sebuah klinik dan panti pijat peninggalan kakeknya. Sedangkan kualifikasi mantri ia dapatkan dari pelatihan utusan puskesmas untuk kampungnya.

Sesampainya di rumah Juned tampak murung dan tak bergairah setelah mendapat penolakan disertai hinaan dari Sulastri.

Dengan badan yang lemas dia duduk di sebuah bayang di depan rumah sambil menatap klinik yang berada di samping rumahnya.

“Juned, kamu kenapa? Kok terlihat kurang semangat.” Sapa seorang wanita yang membuyarkan lamunan Juned. Wanita itu bernama Lilis, tantenya Juned.

“Gak apa-apa kok, tante.” Balas Juned agak gelagapan karena lamunannya terhenti seketika.

Tante Lilis seolah tahu apa yang sedang ada dalam pikiran keponakan satu satunya itu.

“Apapun yang terjadi, Tante akan selalu mendukungmu.” Ucap Lilis sambil membelai dengan lembut pundak Juned, kemudian mendekap kepala Juned ke dadanya.

Bagian bawah Juned tak bereaksi sama sekali meskipun kepalanya terbenam di area yang nikmat milik Lilis.

“Terima kasih, Tante.” Ucap Juned, sambil tersenyum tipis.

“Ngga perlu berterima kasih, Juned. Sudah tugas tante untuk merawatmu dan melindungimu. Dulu ibumu juga yang merawatku dan menjagaku, meski kami hanya saudara tiri tapi ibumu begitu sangat menyayangiku.” Dengan suara bergetar Lilis mengingat masa lalu ketika bersama kakaknya, yang tak lain adalah ibu dari Juned.

"Sejak suamiku meninggal karena kecelakaan saat kerja di tambang, kamu adalah satu-satunya keluargaku." imbuh Lilis.

Setelah mendengarkan nasehat dari Lilis, Juned merasa kembali bersemangat untuk menjalani kehidupannya lagi. Namun perasaan itu tak bertahan sampai sehari lamanya. Ibarat seperti rumah yang sudah dibersihkan kembali dikotori lagi.

Sore harinya, ketika Juned hendak membeli stok obat ke apotek yang terletak di kota. Dia melewati gerombolan pemuda yang sedang asyik nongkrong di pinggir jalan.

“Woii, Lembek. Mau ke mana kamu?!, hahaha” teriak ketua geng bernama Sugeng mengejek dengan keras, seketika menghampiri Juned yang berjalan dengan cepat.

Sugeng langsung menarik tangan Juned dengan kasar. Membawanya mendekat ke arah teman temannya yang berwajah sangar dan lusuh, tak jauh beda dengan si Sugeng.

“Kawan-kawan, ini si lembek dari kampung kita.” Sugeng kembali mengejek Juned yang hanya terdiam di tengah kerumunan,

“Satu satunya pria di kampung kita yang memiliki jari lentik, hahaha.” Celetuk salah satu teman Sugeng, sambil menunjukkan tangan Juned kepada yang lain.

“Maklum, bro. Tangannya Cuma bisa pijat punggung saja, beda sama kita kita yang penuh tenaga mengangkat pasir. Lakii!!” Sahut Sugeng sambil menunjukkan lengannya ala binaraga.

Salah satu pria mendekati Juned, dan memperhatikannya dengan tatapan menghina. “Aku dengar dia menyatakan cinta kepada Sulastri. Saingan berat kamu ini, Sugeng.” Pria itu menepuk-nepuk wajah Juned.

Sugeng tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan salah satu temannya. “Hahaha, yang benar saja. Dibanding sama aku ya beda jauh, badanku gagah perkasa dan kuat. Sulastri mana mau sama pria lembek dan lemah syahwat seperti dia.” Ucap Sugeng yang semakin menjadi jadi dalam bertindak.

Perkataan Sugeng tersebut seperti petir di siang bolong bagi Juned. Semangat yang telah dibangun sebelumnya, kini runtuh seketika. Kesabaran Juned laksana magma yang telah meletup letup di perut gunung. Siap menyembur kapan saja mendengar semua hinaan mereka.

“Pria miskin, lembek, dan lemah syahwat tidak pantas buat Sulastri ...” Perkataan Sugeng terhenti seketika.

DEBUUUUKKK....

Pukulan Juned yang begitu lemah tak mampu menjatuhkan Sugeng. Bahkan untuk menghuyungkan tubuh Sugeng pun tak bisa. Sungguh terlalu sembrono bagi Juned, melawan satu lawan satu saja dipastikan tidak akan menang.

Sugeng tak terima dengan apa yang dilakukan Juned. Dengan satu pukulan balasan, tubuh Juned langsung jatuh ke tanah.

DEBUUUKKKK... DEBUUUUKKK..

Saat Juned sudah jatuh, teman-teman Sugeng yang lainnya ikut melakukan salam olahraga terhadap Juned.

Setelah dirasa cukup puas, Sugeng beserta kelompoknya pergi dari tempat itu. Meninggalkan Juned yang dalam kondisi setengah sadar berbaring di tanah. .

Juned mencoba bangkit dan berdiri dengan tubuh penuh luka. Dia berjalan menuju ke arah hutan yang ada di pinggir kampung. Sambil tertatih menahan perih, dia terus melangkah perlahan.

Sesampainya di hutan, Juned bersandar di salah satu pohon. Meratapi nasibnya yang begitu malang hidup di dunia ini. “Aaaaaaaaaaaaargh!!” Teriakan Juned menggema di dalam hutan itu.

Di tengah hutan yang mulai di selimuti gelap, Juned melihat tumbuhan tak jauh dari tempat dia duduk, Tumbuhan yang tampak begitu asing baginya. “Apa itu?” gumam Juned.

“Aku pernah melihat gambar tanaman ini, tapi di mana ya?” Juned penasaran melihat tanaman seperti jamur. Dia memetiknya, dan terus memperhatikannya dengan seksama.

Dalam hatinya, dia merasa senang telah menemukan Jamur beracun itu. Rasa frustasi yang di alaminya mendorong Juned untuk memakan Jamur itu.

Tanpa pikir panjang lagi Juned langsung memakannya dan berharap dapat mengakhiri kehidupan yang nestapa. “Daripada aku harus hidup dengan menanggung semua ejekan dan cemoohan yang begitu menyakitkan, lebih baik aku pergi dari dunia ini.” Gumam Juned sambil terus mengunyah perlahan Jamur itu.

Rasa pahit dan getir seolah tak ada apa-apanya dibanding nasibnya, hingga akhirnya dia berhasil menelannya.

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 2

    Juned berdiri dalam keadaan yang berbeda, setelah berada di ambang antara hidup dan mati akibat memakan Jamur yang hanya tumbuh 1000 tahun sekali. Beberapa luka yang di derita sebelumnya menghilang seketika. “Wah, kok aneh. Lukaku sembuh tak berbekas.” Juned merasa takjub dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Sudah semalaman Juned tidur di dalam hutan, lukanya juga telah sembuh. Juned juga menyadari bahwa ada beberapa perubahan, seperti mentalnya yang kini kembali pulih. Juned bergegas kembali ke rumah, dia takut jika Tante Lilis khawatir karena semalaman dia tak pulang. Ketika dalam perjalanan pulang, Juned melewati sungai yang airnya masih bersih di kampungnya. Juned berniat membasuh mukanya di sana agar terlihat lebih segar. Karena airnya yang bersih, sungai itu sering digunakan warga kampung untuk beraktivitas, mulai dari mandi sampai mencuci baju. Saat berada di tepi sungai dan hendak menciduk air. Juned melepas kaos dan celana jeans milikinya menyisakan celana kolor pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 3

    Juned dan Vivi masih dalam posisi yang sama, kepala Vivi yang bersandar di pundak Juned, sedangkan Juned masih membelai lembut rambut Vivi. Pria itu semakin berani dengan merangkul kan tangannya ke pundak Vivi, merasakan kulitnya yang halus nan lembut. Vivi menumpahkan semua kesedihannya untuk beberapa saat kala itu. Hingga akhirnya dia tersadar dan tubuhnya menjauh dari pelukan Juned. “Maaf, jadi terbawa suasana.” Ujar Vivi dengan lirih, menunjukkan mukanya yang memerah menahan malu. Juned merasa canggung dengan yang baru saja terjadi, “iya enggak apa-apa.” Juned berusaha mengatur nafas dan birahinya yang sudah naik dengan membetulkan posisi duduknya. Sampai akhirnya desakkan yang ada di dalam celananya mulai mengendur. “Kenapa sih, Vi? Kamu masih terus bertahan dengan laki-laki seperti Anton.” Tanya Juned untuk mengalihkan perhatian. “Aku enggak bisa melakukan itu, Jun. Pernikahanku dengan Mas Anton dulu karena kondisi terpaksa.” Jawab Vivi dengan lirih, menundukkan waj

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 4

    Tanpa pikir panjang, Juned berlari menerobos lingkaran orang-orang yang mengelilingi Tante Lilis. Dia mendorong satu per satu dari mereka, sampai akhirnya berdiri di depan Anton. "Berhenti!" teriak Juned dengan nafas memburu. "Apa yang kalian lakukan?!" Anton tersenyum miring. “Oh, jadi akhirnya kau berani muncul juga, Juned,” katanya dingin. “Bagus. Ada beberapa hal yang harus kita bicarakan.” Sebelum Juned sempat bertanya, Anton mendekatinya dengan wajah penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan dengan Vivi di sungai, hah?" suara Anton meninggi. Juned terdiam sejenak, pucat. Bagaimana Anton bisa tahu tentang pertemuannya dengan Vivi?. "Aku tidak melakukan apa-apa!" Juned menjawab dengan tegas. "Aku bertemu dengan Vivi secara kebetulan di sungai, saat aku sedang mencari tanaman herbal. Kami hanya mengobrol sebentar." Anton tidak mempercayainya. "Jangan bohong, Pria Letoy! Kau pasti membuntuti dia! Kau pasti berniat buruk terhadap istri orang!" Anton semakin mendekat, matan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 5

    Lilis yang sedari tadi meringkuk ketakutan dengan tubuh gemetar. Sambil menangis dia berkata lirih, “tolong.. berhenti..” Anton dan para Anak buahnya kembali bersiap menghantam Juned beramai-ramai. Namun sebuah teriakkan kencang memekik di telinga setiap orang. “Hentikaaan!! Anton kumohon jangan sakiti dia lagi. Aku akan melakukan apa yang kamu mau. Asal berhenti menyakiti Juned.” Lilis berteriak histeris sambil menangis. Juned terkejut mendengar perkataan itu. “Apa yang kamu bicarakan, Tante? Jangan bicara yang tidak-tidak.” Lilis yang sudah dipenuhi ketakutan justru memarahi Juned. “Diamlah Juned, Aku tak ingin melihatmu dihajar seperti itu.” Sementara Anton langsung mengangkat satu tangannya memberikan isyarat berhenti kepada anak buahnya. Anton mendekati Lilis yang meringkuk, “Kalau seperti ini kan tak perlu ada kekerasan, sayang.” Tangan Anton membelai wajah Lilis hingga ke leher jenjangnya. “Tante, Jangan mau menerima tawaran bajingan itu…” “Cukup Juned, cukup,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 6

    Beberapa saat kemudian, Lilis menatap Juned dan berkata, “Vivi cantik ya? Sayang suaminya sangat kasar kepadanya.” Juned tergagap. “Ii.. iya, tante. Aku sebenarnya kasihan sama dia, aku ingin menolongnya keluar dari jerat si Anton.” “Hush.. Sudah jangan bertindak bodoh lagi, jangan coba-coba melawan Anton. Dia itu berbahaya bagi kamu.” Lilis memberi peringatan kepada Anton untuk ke sekian kalinya. Juned merasa kesal, kali ini dia merasa bisa mengalahkan siapa pun. Namun Lilis masih menganggapnya sebagai pria lemah yang butuh perlindungan. Di lain sisi, Juned juga kesal karena Lilis menggagalkan kesempatan emas untuk menyalurkan hasrat bersama Vivi. Namun secara mengejutkan Lilis mengganti baju yang tadi sempat tersobek oleh Anton, “Oh iya, Jun. Kamu suka sama si Vivi?” kata Lilis sambil melepas kaosnya. Melihat gunung kembar Lilis yang begitu kencang dalam bungkusnya, hasrat Juned kembali menanjak. Mata Juned melotot seolah tak percaya, “kenapa kok ganti baju di sini,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 7

    Telapak tangan Juned mengeluarkan cahaya. Juned merasakan kekuatan yang besar mengalir dalam tubuhnya. “Permisi, Mbak. Apa kamu mau dipijat?.” Pertanyaan Juned seolah ambigu di kepala Marina. Dia kan hanya ingin berobat, kenapa harus di pijat. Dari sini Marina mulai ragu dengan pengobatan yang dilakukan Juned. “Kenapa kok pijat?” Juned kembali mendekat ke arah Marina, lalu memegang tengkuk leher Marina yang jenjang. “Sepertinya ada darah yang menggumpal di dada kamu.” Kata Juned sambil memijat lembut leher Marina. “Oleh sebab itu, harus dipijat seluruh badan untuk melancarkan peredaran darah.” Marina mengerutkan kening, bola matanya berkeliling mengamati sekitar “Apa benar-benar harus mas?” Dengan santai dan percaya diri Juned berkata, “ kalau tidak mau sembuh, enggak usah.” Marina tersenyum tanpa kegembiraan, “Saya mau sembuh, mas” telapak tangannya mulai berkeringat. Juned menyuruh Marina menanggalkan kemeja beserta celana jeans yang melekat, menggantinya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Tukang Pijat Super   Bab 8

    Celana dalam itu lembut dan halus, dan seperti masih ada aroma dari Lilis yang tertinggal di dalamnya. Merasakan pakaian dalam di tangannya, Mau tak mau Juned membayangkan apa yang tadi dilihatnya. Hal yang membuat Juned semakin antusias dan bersemangat. Juned tak bisa melakukan dengan Lilis, namun dia hanya bisa berfantasi dengan barang milik Lilis saja. Di lepas ikat pinggangnya dan memasukkan celana dalam Lilis ke balik celananya. Tepat ketika Juned hendak memainkan kelima jarinya, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakangnya. “Juned.. kamu sudah selesai mengobati pasiennya?” Lilis sudah berdiri di belakang Juned dalam keadaan rambut yang sudah basah. Juned sangat ketakutan hingga rohnya serasa mau keluar. Untuk beberapa saat dia menarik keluar tangannya dan membiarkan celana dalam merah tetap berada di dalam celananya. “Su.. sudah Tante.” Kata Juned dengan suara terbata-bata. “Juned, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Lilis. “eeee, enggak ngapa-ngapain

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Tukang Pijat Super   Bab 9

    Setelah kejadian tadi Juned merenung di dalam kamarnya. Membayangkan semua kejadian tadi. Sekian lama berkutat dalam pikirannya sendiri hingga akhirnya tertidur entah berapa lama. Tidurnya terganggu ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka. “Astagaa.. kenapa Tante Lilis ada di kamarku?” gumam Juned dalam hati sambil terus berpura-pura tidur. Sesekali dia mengintip dari kelopak matanya. Lilis hanya mengenakan daster bertali dengan motif bunga. Memperlihatkan pahanya yang mulus tanpa cacat sedikit pun. “Juned, sudah pagi. Kenapa masih....” Lilis berkata lirih sambil membuka selimut yang menutupi tubuh Juned. Dia berhenti berucap ketika melihat sesuatu yang ada di balik selimut itu. “Aduh.. aku lupa memakai bajuku semalam.” Gumam Juned penuh kekhawatiran. Juned memutuskan untuk tetap berpura-pura tidur sambil menahan malunya kepada Lilis. Barang milik Juned bereaksi ketika Lilis mendekatkan wajah ke arahnya. Lilis menelan ludah beberapa kali sambil memperhatika

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 70

    Setelah beberapa saat bergulat dengan perasaannya sendiri, Vivi akhirnya mengambil keputusan. Dengan hati-hati, ia berpindah posisi, mendekat ke arah Juned yang sudah tertidur. Tanpa berpikir panjang, Vivi menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Juned.Barang milik Juned yang masih terlihat besar setelah dipakai membuat tubuh Vivi semakin bergejolak. Tanpa menunggu persetujuan dari Juned, Vivi membuka baju dan langsung memainkan barang milik pria itu dengan tangan beserta mulutnya yang mungil.Saat itu Juned yang sudah lelap tidak merasakan apa-apa. Tapi, seiring dengan semakin intens permainan Vivi di sekitar barangnya, ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ia membuka matanya perlahan, sedikit bingung. “Lastri, kamu lagi ngapain sih? Sudah cepat tidur aja,” gumam Juned setengah sadar mengira itu adalah Lastri.Namun, ketika ia menoleh ke bawah, matanya membelalak kaget. “Vivi?! Apa yang kamu lakukan?”Vivi tidak menjawab pertanyaan Juned malah semakin menjadi jadi.“Vivi, aku moh

  • Tukang Pijat Super   Bab 69

    Di ruang tengah kini terasa sunyi hanya terdengar suara jangkrik yang bernyanyi dari luar rumah. Juned terlelap di tengah kedua wanita itu, sama dengan Vivi sudah terlelap dalam tidurnya, napasnya teratur dan tenang. Sementara itu, Lastri melirik ke arah Juned yang tidur di sebelah kanannya. Wajah Juned terlihat lelah, dengan napas berat yang terdengar teratur. Lastri menggigit bibir, ragu-ragu, tapi akhirnya memberanikan diri untuk memanggil Juned. “Juned… Jun…” panggilnya dengan suara pelan nyaris seperti bisikan, sambil menyenggol lengan Juned perlahan.Namun, Juned tetap tidak bergerak. Ia tertidur terlalu lelap untuk mendengar panggilan pelan Lastri. Merasa panggilannya tidak cukup, Lastri mencoba lagi, kali ini lebih keras.“Juned! Bangun, dong.”Tetap tidak ada reaksi. Lastri mulai kesal. Dengan hati-hati, ia mengulurkan tangan dan mengarahkan tangannya ke barang milik Juned dengan perlahan. Tangannya bergerilya di area itu tapi Juned tidak menunjukkan tanda-tanda bangun.“J

  • Tukang Pijat Super   Bab 68

    “Aaaaah!!!” Vivi dan Lastri langsung menjerit bersamaan. Mereka berdua melompat dari tempat duduk dan memeluk tubuh Juned dari kedua sisi dengan tiba-tiba.“Jun! Itu tadi suara apa?!” tanya Lastri dengan suara gemetar.Juned, yang sebenarnya juga terkejut, mencoba tenang. “Ssst, kalian tenang dulu. Mungkin itu hanya suara kucing atau apa.”“Kucing dari mana, Jun?! Kamu enggak pelihara kucing!” Vivi masih memeluk erat lengan Juned, wajahnya penuh ketakutan.Kedua gundukan Vivi begitu terasa menyenggol lengan Juned.Juned menghela napas panjang dan mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka. “Ya sudah kalau begitu, biar aku cek dulu. Kalian tunggu di sini.”“Jun, jangan pergi sendiri! Nanti kalau ada apa-apa gimana?” Vivi memegang tangan Juned erat, menahan agar Juned tidak beranjak dari duduknya.Lastri mengangguk, suaranya masih gemetar. “Iya, Jun, kita lihat bareng-bareng aja. Kami enggak berani kalau di sini berdua.”Juned menatap mereka berdua, yang kini terlihat seperti anak keci

  • Tukang Pijat Super   Bab 67

    Setelah makan malam selesai, Juned, Lastri, dan Vivi duduk santai di ruang tengah. Lastri menata sisa makanan yang belum dibereskan, sementara Vivi menyalakan kipas angin agar udara lebih sejuk. Juned bersandar di sofa dengan wajah puas, merasa kenyang setelah diperlakukan seperti raja oleh kedua wanita itu.“Eh, Juned,” Lastri tiba-tiba memecah kesunyian, “Masih ingat enggak waktu kecil dulu, kita sering main di sungai dekat sawah? Kamu selalu yang paling takut kalau diajak lompat dari batu besar ke air.” Lastri tertawa pelan, menutup mulutnya dengan tangan.June langsung menimpali dengan senyum yang agak malu. “Habisnya, kalian tuh nekat banget! Batu itu kan licin. Kalau terpeleset gimana? Aku enggak mau jatuh dan jadi bahan ketawaan kalian.”Vivi terkekeh mendengar celotehan mereka. “Iya, aku ingat banget. Juned selalu berdiri di tepi sungai, mukanya tegang banget, sementara aku sama Lastri sudah lompat duluan. Tapi anehnya, kamu selalu mau ikut kalau diajak. Padahal sudah tahu bak

  • Tukang Pijat Super   Bab 66

    Lilis bangkit dari sofa sambil merapikan bajunya. Ia menatap Juned dan Vivi dengan senyuman tipis. “Aku pamit dulu ya. Hari ini Anton suda pulang, jadi aku harus buru-buru balik,” katanya sambil mengambil tasnya.Juned tampak ragu sejenak, ingin mengatakan sesuatu. “Tante Lilis, tunggu. Ada yang mau aku bicarakan denganmu...” ucap Juned dengan nada mendesak.Namun Lilis mengangkat tangan, menghentikan Juned sebelum ia sempat melanjutkan. “Juned, lain kali aja ya. Aku benar-benar harus pulang sekarang,” katanya dengan cepat sebelum bergegas menuju pintu.Juned hanya bisa menatap punggung Lilis yang semakin menjauh. Ia menghela napas panjang, rasa khawatir jelas terpancar di wajahnya. Sementara itu Lastri menuju ke dapur sambil membawa beberapa kantong belanjaan. Vivi, yang memperhatikan ekspresi Juned, akhirnya membuka suara. “Juned, tadi mau bicara apa dengan mbak Lilis?”Juned menatap Vivi sejenak, lalu memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi. “Aku tadi sempat bertemu Anton d

  • Tukang Pijat Super   Bab 65

    Sesampainya di rumah, suasana terasa begitu sunyi. Vivi dan Lastri masih belum terlihat. Juned masuk ke dalam rumah sambil menyalakan lampu ruang tamu, mencoba mengusir kegelisahannya.Namun, meski sudah berada di tempat yang seharusnya nyaman, pikiran Juned tetap tak tenang. Ia duduk di sofa, menatap kosong ke arah dinding. Kata-kata pria tua itu terus terngiang di kepalanya, seolah mengingatkan Juned akan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.“Kalau memang dia bukan manusia… apa dia tadi mencoba menolongku?” gumam Juned pelan. Ia merasa merinding lagi, namun kali ini bukan karena takut, melainkan karena sebuah rasa aneh yang sulit dijelaskan.Juned berpindah tempat duduk ke kursi depan rumah, mencoba menenangkan pikirannya setelah semua kejadian hari itu, dikejutkan oleh suara sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Ia mengangkat wajah, melihat pintu taksi terbuka, dan keluar Lilis serta Vivi bersama seorang wanita bercadar.Juned mengerutkan alis, bingung. Ia bangkit d

  • Tukang Pijat Super   Bab 64

    Juned, yang merasa penasaran dan tak tenang dengan siapa wanita yang bersama Anton, memutuskan untuk mengikuti mobil Anton dari kejauhan. Ia memastikan jaraknya cukup aman agar Anton tidak menyadari dirinya diikuti. Akhirnya mobil Anton berhenti di depan sebuah rumah Anton, Juned memarkir motornya di sudut jalan, lalu berjalan pelan menuju pagar rumah Anton memilih tempat yang cukup tersembunyi untuk mengintip ke dalam. Di sana, ia melihat Anton keluar dari mobil bersama wanita itu. Anton dengan santainya merangkul bahu wanita tersebut, sementara wanita itu tertawa kecil, tampak nyaman dengan kedekatan mereka.“Aku tak tahu apa yang dirasakan tante Lilis kalau melihat ini.” Gumam Juned.Juned mengendap-endap mendekati jendela ruang tamu. Dari celah tirai, ia melihat Anton dan wanita itu duduk di sofa di mana Wanita itu menyandarkan kepalanya di bahu Anton, sementara tangan Anton membelai rambutnya dengan mesra. Mereka tampak begitu intim, seolah tidak ada yang salah dengan perbuatan

  • Tukang Pijat Super   Bab 63

    Kata-kata itu seperti petir di siang bolong baginya. Hatinya langsung terasa seperti dihantam batu besar. Ia menelan ludah, berusaha meredam perasaannya yang tiba-tiba bergejolak.“Mas Juned, serius?” tanya Novi dengan suara bergetar, meskipun ia mencoba menutupi emosinya.Juned mengangguk perlahan. “Aku enggak lihat cara lain, Novi. Mungkin dengan aku menikahinya, keluarganya enggak bisa memaksa dia menikah dengan Sugeng.”Novi menatap Juned dengan tatapan campur aduk. Antara kaget, kecewa, dan khawatir. Ia mencoba bersikap realistis meski hatinya hancur mendengar keputusan itu. “Tapi, mas… apa Kamu enggak mikir panjang? Menikahi mbak Lastri itu seperti... seperti bunuh diri. Keluarganya pasti enggak akan terima. Sugeng juga enggak akan tinggal diam. Dia bisa lebih nekat untuk menyakitimu.”Juned terdiam sejenak, menatap lantai dengan mata yang terlihat bimbang. “Aku akan pikirkan lagi, Novi. Semoga saja aku akan dapat menemukan cara lain.”Percakapan Juned dan Novi terhenti ketika b

  • Tukang Pijat Super   Bab 62

    Ucapan itu membuat Juned terdiam sejenak. Ia menatap Novi dengan ekspresi bingung, seakan mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Novi, kamu serius? Jangan bercanda, ya.”“Aku serius, Kak,” Novi menegaskan, suaranya bergetar namun tetap tegas. “Sejak kamu datang ke rumah untuk menawarkan pekerjaan, sejak itu pula aku selalu memikirkanmu, tapi aku enggak pernah berani bilang. Mas Juned itu... beda dari laki-laki lain. Kamu perhatian, sabar, dan... aku merasa aman kalau dekat Mas Juned.”Juned menghela napas panjang. Ia menatap Novi dengan lembut, namun ada nada penolakan dalam suaranya. “Novi, dengar ya. Aku menghargai perasaan kamu, tapi Aku enggak bisa. Aku menganggap kamu seperti adikku sendiri. Kamu juga orang yang menyenangkan.”Novi menunduk, wajahnya tampak kecewa. “Tapi kenapa, mas? Apa karena aku lebih muda? Atau karena Kamu sudah suka sama orang lain?”Juned tersenyum tipis, mencoba meredakan suasana. “Bukan begitu, Novi. Kadang, rasa nyaman itu enggak selalu berart

DMCA.com Protection Status