Beranda / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 02-Anak Direktur Yang Hilang

Share

02-Anak Direktur Yang Hilang

last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-13 05:58:26

Hidup tidak selalu berpihak padanya, terutama setelah apa yang terjadi dengan Lina. Dulu, ia dan Lina pernah saling mencintai.

Lina adalah gadis yang membuatnya bermimpi, namun impian itu hancur ketika Lina jatuh ke dalam pelukan seorang pemuda kaya raya. Pemuda itu datang dengan mobil mewah, jam tangan mahal, dan segala hal yang tak pernah bisa Ghenadie tawarkan. Cinta mereka kalah oleh harta.

Momen paling menyakitkan bagi Ghenadie bukan hanya ketika Lina pergi, tapi juga saat ia mendengar hinaan yang tak terlupakan. Lina, yang pernah menjadi kekasihnya, kini telah berubah, ikut merendahkan dirinya.

"Sudahlah, Ghenadie. Kau hanya tukang bakso. Apa yang bisa kau tawarkan?" kata-kata Lina masih terngiang di telinganya.

Tak hanya Lina, tapi juga kekasih barunya dan teman-temannya seringkali mengejek Ghenadie. "Penjaja bakso yang tidak akan pernah maju. Kau tak cocok untuk Lina, dia layak mendapatkan yang lebih baik."

Penghinaan itu melukai hati Ghenadie lebih dalam dari yang ia kira. Namun, ia tidak pernah melawan. Ia hanya tersenyum, berpura-pura tak mendengar saat mereka mengejeknya.

Hari berikutnya Ia tetap kembali ke gerobak baksonya, melayani pelanggan dengan senyum. Meski hatinya terluka, ia memilih untuk tak memperlihatkannya. Di balik semua itu, ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, sebuah tekad baru yang diam-diam terbentuk.

Karena hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menopang hidupnya, kuliahnya dan orang tuanya serta adiknya. Dia bertekat harus berhasil.

Setiap hari, Ghenadie menghabiskan waktunya di gerobak bakso yang telah menemaninya selama bertahun-tahun. Di sana, ia melayani pelanggan yang datang silih berganti.

Meski kesedihan masih sering menyapa, ia tetap berusaha kuat. Baginya, hidup harus terus berjalan, dan bakso yang ia jajakan adalah sumber penghidupannya.

Ia selalu bekerja keras, meracik bakso dengan penuh hati-hati, memastikan rasa yang sempurna. Senyum ramahnya selalu menyambut para pelanggan, seolah tak ada beban di pundaknya.

Tapi di dalam hatinya, Ghenadie tahu ada luka yang belum sembuh. Luka itu tak terlihat, tapi selalu terasa.

Malam itu seperti malam-malam lainnya. Ghenadie baru saja selesai melayani pelanggan terakhir. Angin malam yang sejuk membuat suasana sedikit tenang.

Sambil membersihkan gerobaknya, ia berpikir tentang hidupnya, tentang bagaimana ia bisa bangkit dari segala luka ini.

Sebuah mobil yang dari jauh lama berhenti memperhatikannya, tiba-tiba mobil itu berjalan dan perlahan berhenti di depan gerobaknya. Ghenadie menoleh dan memperhatikan.

Dari dalam mobil, keluarlah seorang pria dengan penampilan sederhana, namun wajahnya tampak berwibawa. Ghenadie sedikit heran, tidak banyak orang berpenampilan seperti itu yang mampir di gerobaknya.

"Baksonya sudah habis," ujar Ghenadie, biar orang itu bisa mencari di tempat lain.

Pria itu tersenyum ramah. "Kamu Ghenadie, kan?" tanyanya dengan suara tenang.

Ghenadie mengangguk, sedikit heran dengan pertanyaan itu. "Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu?"

Pria itu memandangnya dengan tatapan yang penuh keyakinan. "Apakah kamu berasal dari desa Koromue?" tanyanya lagi.

Ghenadie semakin heran, tapi ia tetap menjawab, “Ya, benar. Saya berasal dari sana.”

Pria itu melirik catatan kecil di tangannya, lalu bertanya lagi, “Sekarang umurmu sekitar 22 tahun?”

Ghenadie semakin penasaran dengan maksud pria ini. "Iya, benar," jawabnya, meski pikirannya mulai dipenuhi pertanyaan.

Pria itu tersenyum tipis dan memasukkan catatannya ke dalam saku. "Aku sudah lama mencarimu," katanya sambil menatap Ghenadie dengan serius.

"Mencariku? Untuk apa?" tanya Ghenadie, kini semakin penasaran.

Pria itu tampak sederhana, tapi gerak-geriknya terkesan berwibawa. Tanpa basa-basi, pria tersebut tersenyum lembut sambil berkata, "Terima kasih, akhirnya kami menemukanmu."

Ghenadie menatapnya dengan bingung. "Maksud Anda?"

Pria itu tetap tersenyum, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. “Kamu adalah putra sulung direktur kami yang selama ini hilang,” ucapnya tenang.

Ghenadie terdiam, hatinya dipenuhi kebingungan. "Direktur? Apa hubungannya denganku?" tanyanya, merasa seolah ia baru saja mendengar sesuatu yang tak masuk akal.

Pria itu membuka dompetnya, mengeluarkan sebuah foto, lalu menyerahkannya kepada Ghenadie. “Ini adalah direktur kami,” katanya sambil menunjuk foto itu. “Pengusaha yang sangat terkenal di Konoha, salah satu yang terkaya.”

Ghenadie menatap foto itu. Benar, sosok di foto tersebut memang tidak asing. Wajah pria yang kini dikenalnya sebagai direktur itu sering kali muncul di televisi dan koran-koran sebagai salah satu tokoh paling sukses di Konoha.

Namun, ada sesuatu yang tidak masuk akal bagi Ghenadie. Memangnya ada hubungan apa dengan dirinya?

"Apa hubungannya denganku?" pikir Ghenadie dalam hati, sambil terus menatap foto itu.

Ia hanyalah seorang penjaja bakso, orang biasa yang hidup sederhana. Bagaimana mungkin ia bisa memiliki hubungan dengan seorang pria kaya raya dan berpengaruh seperti itu?

Sementara kata ibunya ayahnya sudah lama meninggal ketika dia masih bayi, sekarang ibu dan adiknya berada di kampung. Tinggal dirinya yang kuliah dan berjualan bakso untuk membayar kosnya, membayar kuliah dan juga mengirimi ibunya.

Melihat ekspresi bingung Ghenadie, pria tersebut tersenyum lagi, lalu berkata dengan lembut,

"Saya mengerti ini semua pasti sangat membingungkan bagimu, tapi dengarkanlah penjelasanku. Saya telah mencari putra sulung direktur selama bertahun-tahun. Kamu adalah dia."

Ghenadie menggelengkan kepalanya, tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. "Tapi, saya dibesarkan di desa Koromue. Orang tua saya hanyalah petani.  Ayahku sudah lama meninggal, bahkan ketika aku masih kecil. Tidak mungkin saya adalah anak dari direktur terkenal."

Pria itu tampak mengerti keraguan Ghenadie.

"Saya sudah menduga akan keraguan ini. Tapi biarkan saya jelaskan lebih lanjut. Ketika kau masih sangat kecil, ada sebuah insiden yang menyebabkan keluargamu terpisah.”

“Direktur kami kehilangan putra sulungnya dalam kecelakaan yang membuat seluruh keluarganya berantakan.”

“Sejak saat itu, kami mencarimu. Kami menemukan beberapa petunjuk yang mengarah ke Koromue, dan setelah bertahun-tahun pencarian, kami akhirnya menemukanmu."

Ghenadie menatap pria itu dengan perasaan campur aduk. Kenangan masa kecilnya mulai bermunculan, tentang bagaimana orang ibunya selalu mengatakan bahwa ayahnya sudah meninggal, tetapi mereka tak pernah memberitahunya siapa orang tua kandungnya.

Selama ini, Ghenadie tidak pernah memedulikan hal itu, karena ia merasa keluarganya sudah cukup baginya. Namun, kini kenyataan yang baru saja diungkapkan pria asing itu membuat segalanya terasa berbeda.

"Saya tidak tahu harus berkata apa," ucap Ghenadie akhirnya. "Saya bukan siapa-siapa. Hanya seorang penjaja bakso di jalanan. Bagaimana mungkin saya bisa memiliki hubungan dengan seorang direktur terkenal?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   03-Di Serang

    Wajah pria itu tampak tenang, tetapi ada ketegasan dalam suaranya ketika ia berbicara.“Siapa kamu sekarang tidak mengubah fakta tentang siapa kamu sebenarnya,” kata pria itu dengan nada bijak. “Kamu adalah putra sulung dari direktur kami, dan keluargamu telah mencarimu selama ini.”Ghenadie mencoba memahami kata-kata itu, tapi pikirannya terasa buntu. Hidupnya yang begitu sederhana, tiba-tiba berubah dalam hitungan detik.Setiap harinya, ia hanya seorang penjual bakso keliling yang hidup dalam rutinitas. Bagaimana mungkin ia sekarang dikaitkan dengan seorang direktur kaya raya?"Putra sulung dari direktur"?Rasanya tidak masuk akal."Aku... Aku tidak mengerti," gumam Ghenadie, suaranya terdengar lemah.Pria itu mengangguk, seolah sudah mengantisipasi kebingungan yang terpancar dari Ghenadie.“Kami tidak sedang menipumu. Kami tahu ini bukan hal yang mudah. Tapi direktur kami sangat ingin bertemu denganmu. Setidaknya, berikan kesempatan bagi dirimu untuk mendengar lebih banyak.”Ghenad

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   04- Tidak Disangka Bertemu Joko-Lina

    Pagi itu, matahari baru saja naik ketika Ghenadie melangkah keluar dari rumahnya, pikirannya dipenuhi oleh rasa cemas dan kebingungan. Ia masih belum percaya dengan apa yang terjadi kemarin.Pertemuan tak terduga dengan seorang lelaki bernama Pak Andri ketika dirinya mau pulang dari berjualan bakso mengubah segalanya. Pak Andri, yang saat itu tampak lelah dan terluka, menyuruhnya datang ke sebuah perusahaan besar dengan janji bahwa direktur perusahaan itu mencarinya."Kalau begitu, besok kamu datanglah ke perusahaan, bertemu dengan direktur kami," kata pak Andri kemarin sambil menahan rasa sakit di rusuknya.“Baik,” jawab Ghenadie, yang saat itu juga sama-sama terluka setelah kejadian diserang orang suruhan Joko.Cuma sayangnya, karena waktu malam dan minimnya penerangan, Joko dan Lina sewaktu itu berada dari kejauhan dan cuaca mulai gelap, mereka tidak mengenal pak Andri yang terlempar jauh.Sementera meskipun masih bingung dan ragu, Ghenadie setuju. Tetapi ada satu hal yang membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   05-Siapa Yang Mengundangmu Kesini?

    Langit di luar jendela mulai gelap, seiring dengan suasana yang makin tegang di dalam ruangan. Ghenadie berdiri dengan tegak, namun ada sesuatu di matanya yang menunjukkan gejolak batin.Ia mengangkat kepalanya, memandang lurus ke arah Joko, meskipun ia bisa merasakan kemarahan yang mulai menggelora di dadanya."Saya di sini bukan untuk Lina," ucap Ghenadie dengan nada terkendali.Namun, di balik ketenangan itu, ada ketegangan yang jelas. "Saya di sini karena diminta bertemu oleh Pak Andri."Tawa Joko pecah dengan keras, begitu keras hingga menggema di seluruh sudut ruangan. Tatapannya menyiratkan ejekan dan rasa meremehkan."Pak Andri? Ha! Jangan bercanda," katanya dengan nada mengejek, menatap Ghenadie seolah-olah pria itu baru saja mengatakan sesuatu yang sangat konyol. "Pak Andri adalah orang kepercayaan Direktur Utama kami. Tidak mungkin dia ingin bertemu dengan seseorang gembel seperti kamu!"Di sudut ruangan, Lina tampak bingung. Mata cokelatnya menyipit, penuh pertanyaan yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   06-Tes DNA

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan Jakarta yang penuh dengan hiruk-pikuk kendaraan. Di salah satu gedung megah yang menjulang tinggi, Anton Prasetyo, Direktur Utama PT Prasetyo Grup, tengah duduk di kursi ruang kantornya yang berada di tingkat teratas.Pandangannya kosong, meski layar laptop di depannya menunjukkan laporan keuangan yang menumpuk. Kesehatannya memang tak lagi seperti dulu, tapi bukan itu yang memenuhi pikirannya saat ini.Sudah berhari-hari Anton merasakan kegelisahan yang luar biasa. Meskipun tubuhnya melemah karena penyakit jantung, pikirannya tetap tajam, terutama dalam hal bisnis.Ia tahu bahwa di dalam perusahaannya itu, Joko dan Budi, dua orang yang sudah lama menjadi kepercayaannya, diam-diam ingin merebut posisi kekuasaannya.Budi adalah direktur utama SDM, dan Joko adalah keponakan Budi, direktur pemasaran atas rekomendasi Budi. Tetapi gaya mereka sekarang sudah seperti pemilik perusahaan saja. Apa lagi Budi sebagai direktur SDM, dia punya kewenang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   07-Jaringan Hasrat & Kekuasaan

    Sepeninggal Pak Andri dan Ghenadie, atmosfer di kantor seperti berubah. Semua orang terdiam, tapi tidak ada satu pun yang benar-benar tenang. Di luar sana, hujan gerimis menambah suasana kelabu.Budi kembali masuk ke ruangan HRD dan duduk di kursinya dengan ekspresi wajah dingin, kedua tangan terlipat di atas meja. Tatapannya lurus ke depan, tapi pikirannya berkelana jauh.Sebagai manajer HRD yang selama ini merasa paling aman di posisinya, kedatangan Ghenadie, si mantan tukang bakso yang kini bisa saja mengancam kekuasaannya, menjadi ancaman nyata.Sementara itu, beberapa karyawan lainnya juga menjadi heboh dengan kedatangan Ghenadie. Mereka tidak terlalu jelas mendengar pembicaraan pak Budi, Joko dan lainnya tentang Ghenadie, tetapi mereka sempat mendengar jika Ghenadie itu kemungkinan adalah anak pak Anton yang selama ini tidak mereka ketahui.Biarpun dengan berbisik-bisik, ramai pembicaraan diantara mereka. Meskipun Ghenadie tidak terlihat kaya, tetapi mereka sebenarnya bisa meliha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   08-Permainan Licik di Dunia Bisnis

    Pak Andri waktu itu duduk di bawah bayang-bayang pohon rindang di sudut di taman restoran. Tubuhnya yang kusut dan penuh debu menjadi saksi perjuangannya sebagai pemulung. Dari pagi, ia belum sempat makan. Namun, rasa laparnya bukanlah sesuatu yang ingin ia ungkapkan, apalagi kepada orang lain. Akan tetapi, tubuhnya punya cara sendiri untuk berbicara."Krriiiiuuukkk..."Bunyi dari perutnya begitu keras, hingga Pak Anton, seorang pria paruh baya yang duduk tak jauh darinya, mendengarnya dengan jelas. Pak Anton mengangkat wajah dari sendoknya, menatap Pak Andri dengan senyuman ramah.“Pak, duduklah di sini. Makan dulu,” ucap Pak Anton tanpa basa-basi, langsung memanggil pelayan restoran kecil itu untuk memesan seporsi makanan.Pak Andri tertegun. Rasa malu menyergap dirinya. Dengan langkah ragu, ia menolak. “Maaf, Pak. Saya ini kotor. Tidak pantas duduk di dekat Bapak,” ujarnya, menunduk.Pak Anton tertawa kecil. “Ah, jangan pikirkan itu. Duduklah. Kalau makanan sudah datang, silakan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   09-Perjumpaan Lina dan Ghenadie

    Dengan semua luka masa lalu, Ghenadie bertekad untuk tidak gegabah. Hidup telah mengajarinya satu hal: kesabaran adalah senjata terbaik. Sehingga dia mau mendengar langsung, apa tujuan Lina menemui dirinya.Meskipun dengan kuasanya, dia bisa saja langsung memecat Budi, Joko dan Lina. Tetapi itu tidak dia lakukan, dia ingin membuktikan bahwa mereka bersalah. Ketangkap basah dengan perbuatannya.Lina berdiri di ambang pintu, mengenakan gaun hitam sederhana yang tampak kontras dengan kulitnya yang putih cerah. Rambut hitam panjangnya basah oleh gerimis, namun senyum kecil yang ia pasang tampak seperti usaha untuk mencairkan suasana.“Boleh aku duduk?” tanyanya lembut.Ghenadie memandangnya sejenak, kemudian mengangguk tanpa berkata apa-apa. Lina melangkah masuk dan duduk di kursi seberang meja, berhadapan langsung dengannya.Jarak di antara mereka terasa seperti jurang lebar, meski secara fisik mereka hanya terpaut beberapa meter.“Apa kabar, Ghenadie?” Lina memulai percakapan dengan hat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   10-Pesona Berbahaya di Balik Gaun Merah

    Jam menunjukkan pukul tujuh malam, suasana kantor sudah sangat lengang, karena para karyawan kebanyakan sudah pulang pada pukul empat tadi, kecuali mereka yang kerjaannya masih tanggung sehingga terpaksa lembur. Di sebuah sudut ruangan, Budi, manajer HRD, berdiri di balik kaca ray ban jendela yang yang tidak bisa di lihat dari luar. Lampunya mati dan HP mereka juga dimatikan, sehingga orang lain tidak akan menyangka jika mereka berada di ruangan itu.Dia melihat ke arah ruangan Ghenadie yang kebetulan berseberangan dengan ruangannya. Sementara di ruangan lain itu, Ghenadie masih sibuk mempelajari setumpuk.Sebagai orang baru dengan perusahaan, dia harus belajar banyak. Apa lagi ada indikasi kecurangan oleh pada Budi dan keponakannya Joko. Dia dia harus belajar banyak untuk membuktikannya dalam waktu singkat.Ayah Ghenadie, pak Anton Prasetyo, pemilik perusahaan, memang kurang sehat. Pada waktu itu dia sudah berada di rumah, ditemani kawan akrabnya yang selalu setia, pak Andri.Lain h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08

Bab terbaru

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   96-Gerbang Kedua Hidup Ghenadie

    Angin pagi membawa aroma aspal basah dan udara perkotaan yang baru bangun. Ghenadie berdiri di depan gerbang besi tinggi berwarna abu-abu, mengenakan kemeja putih sederhana dan celana jeans pudar. Ransel kulit yang sudah mulai usang tersampir di punggungnya. Wajahnya tenang, namun tatapannya tajam, penuh kesadaran baru akan hidup yang sempat porak-poranda.Sudah hampir satu tahun sejak Liana meninggal. Luka itu masih ada, tapi kini membentuk parut. Ia sudah tidak lagi bangun dengan mimpi buruk. Tidak lagi mengurung diri. Ia mulai kembali menjalani hidup.“Ini waktumu bangkit, Nad,” kata Pak Anton, ayahnya, dua malam lalu. “Aku akuisisi perusahaan logistik di kawasan industri timur. Aku mau kamu ke sana. Bukan hanya untuk kerja, tapi untuk belajar jadi pemimpin.”Ghenadie tak menolak. Ia tahu, ini kesempatan. Tapi juga ujian.Sekarang, ia berdiri di depan perusahaan yang dimaksud: **PT. Surya Timur Logistics**. Sebuah kompleks besar dengan halaman luas, gedung bertingkat tiga, dan lalu

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   95-Antara Tiga Luka

    Angin sore berhembus pelan, menyapu wajah pucat Ghenadie yang berdiri di depan makam Liana. Batu nisan itu masih baru, tanahnya masih merah, dan kesunyian yang melingkupi terasa menyesakkan. Di balik kacamata hitamnya, matanya tetap sembab, meski air mata tak lagi keluar. Ia telah kehabisan tangis. Batu nisan itu baru dipasang, karena kuburan Liana dia cari di dalam hutan Kalimantan tempatnya mengalami kecelakaan dulu. Dia bekerja keras untuk menemukan makam Liana, untung dia mencata koordinatnya, sehingga beberapa hari saja mereka meneemukannya. Makam itu terletak di tepi sungai, di dalam hutan yang lebat. Untung batu nisan dari kayu seadanya sebagai tanda itu makam, masih terlihat kokoh. Lebih untung lagi, ada tanah lapang berpasir di tepi sungai kecil itu, sehingga helikopter mereka bisa mendarat. Dia menggaji sekelompok orang untuk memindahkan tulang Liana ke pulau Jawa. "Aku janji... aku akan baik-baik saja, Li," bisiknya. Tapi kalimat itu terasa seperti kebohongan yang ka

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   94-Mencoba Menata Hidup

    Beberapa hari berlalu sejak mereka meninggalkan pondok itu. Kota tidak pernah ramah pada orang yang ingin melupakan. Setiap sudutnya memantulkan kenangan, setiap detik mengingatkan bahwa hidup tidak pernah berhenti meski hati ingin bersembunyi.Hana berdiri di depan kaca, mengenakan blus putih dan rok panjang. Ia menatap bayangannya sendiri. Wajahnya masih cantik, tapi tak lagi setenang dulu. Di tangannya ada alat uji kehamilan yang baru saja menunjukkan dua garis merah.Keheningan menguap dalam satu tarikan napas panjang.Rendra datang dari belakang, melihat ekspresinya. “Sudah kau periksa?”Hana mengangguk perlahan.“Aku… hamil, Rendra.”Lelaki itu mendekat, menatap alat kecil itu seolah tak percaya, lalu memeluk Hana dari belakang. “Terima kasih, Tuhan…” gumamnya. “Ini… ini kabar terbaik dalam hidupku.”Namun pelukan itu tak dibalas. Hana hanya diam, tubuhnya kaku, matanya menatap jauh ke depan.“Aku belum tahu harus bagaimana,” bisiknya. “Aku belum siap jadi ibu. Dan aku belum tah

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   93-Setelah Hujan di Pegunungan

    Kabut masih menggantung tipis di sela-sela pepohonan, membelai pucuk dedaunan seperti bisikan sunyi. Pondok kecil dari kayu sermpngan itu berdiri di tengah kesunyian alam, menjadi saksi atas apa yang telah mereka lakukan semalam, dan pagi ini.Keheningan yang seolah menyimpan rahasia, hanya terganggu oleh kicauan burung yang terdengar jauh.Hana terbaring diam, rambutnya berantakan, matanya setengah terpejam. Tubuhnya masih hangat oleh sisa pelukan dan cumbuan. Di sampingnya, Rendra masih memeluknya erat, seakan ingin mengukir keabadian dari kebersamaan itu.Rendra membelai lembut pipi Hana. “Kau tahu,” bisiknya, “aku tak pernah membayangkan pagi bisa seindah ini.”Hana tersenyum tipis, lelah tapi bahagia. “Kau bilang begitu juga semalam.”“Tapi semalam bulan bersinar,” jawab Rendra, mencium keningnya. “Sekarang matahari menyinari kita. Dua-duanya indah. Tapi kau, Hana… kau lebih dari segalanya.”Ia tidak menjawab. Hanya menarik napas pelan, menghela rasa yang bercampur antara senang,

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   92-Menerobos

    Hanya keheningan. Rendra mencoba membuka mulutnya untuk meminta maaf, tapi Hana lebih dulu berbicara.“Rendra...,” ucapnya pelan, hampir seperti bisikan.“Maaf, aku... tidak berniat...” Rendra tertahan, tidak tahu bagaimana menjelaskan naluri tubuhnya yang tak ia kendalikan.Namun, Hana tak menjauh. Bahkan, ia tetap berada dalam pelukan itu. Dan perlahan, ia menghela napas panjang, menundukkan wajah, dan... tersenyum.“Aku juga merasa... aneh,” katanya lirih. “Tapi aku tidak takut.”Wajah mereka bertemu, dan untuk sesaat, waktu seolah berhenti. Di balik semua rasa canggung, ada rasa penasaran, ada keingintahuan yang tumbuh. Rendra menempelkan wajahnya pada wajah Hana, mencoba membaca pikirannya.Tapi Hana menutup matanya pelan, menyerahkan dirinya pada keheningan yang kini berubah menjadi getaran halus di udara. Dia merasa dingin, dia merasa dihangatkan oleh tubuh Rendra, sehingg dia semakin menyerahkan dirinya.Tangan Rendra yang semula diam, perlahan bergerak. Ia menyentuh lengan Ha

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   91-Di Antara Dua Daratan

    Langit Kalimantan pagi itu membentang biru, tapi udara terasa berat bagi Ghenadie. Tubuhnya masih lemas setelah lebih seminggu berada di hutan belantara. Bau tanah basah dan daun busuk masih melekat di pakaiannya yang compang-camping."Mengapa aku sampai mengalami sesuatu yang naas sampai terjatuh ke hutan Kalimantan?" batinnya, sambil menatap keluar jendela helikopter Eurocopter EC725 milik Basarnas yang sedang membawanya menjauh."Kita butuh sekitar empat jam sampai Jawa. Coba istirahat, Pak," ujar pilot sambil mengecek instrumen penerbangan.Ghenadie mengusap keningnya yang berkeringat. "Ada air minum?"Seorang paramedis segera mengulurkan botol. "Ini, minum perlahan. Tekanan darah Anda masih rendah. Kami juga perlu memantau suhu tubuh Anda - masih 38,5 derajat."Dia mencoba menelan, tapi tenggorokannya serasa terbakar. Di luar jendela, lautan dan pulau-pulau kecil berlalu begitu cepat. Tiba-tiba, bayangan hitam melintas di penglihatannya - bayangan yang sama yang ia lihat sebelum

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   90-Ditemukan Tim SAR

    Liana menggenggam tangannya. Hangat. Nyata. Di tengah hutan dan gelap malam, mereka punya satu sama lain.Karenaa Hana tidak bisa dihubungi, sementar dia sekarang berama Liana, Ghenadie berpikir, adalah kehendak semesta dia bersama dengan Liana sekarang.Waktu terus berjalan. Minggu demi minggu. Liana mulai batuk. Awalnya ringan. Tapi makin hari makin parah. Ghenadie mencoba segala cara, merebus daun-daun hutan sebisanya, mencarikan air bersih lebih banyak, bahkan mencoba membuat ramuan dari tanaman liar.Tapi kondisi Liana memburuk.Suatu pagi, saat kabut belum sepenuhnya mengangkat dari tanah, Liana tergeletak lemas. Ghenadie duduk di sampingnya, memegangi tangan yang semakin dingin."Ghen..." suara Liana nyaris tak terdengar."Ya, aku di sini," Ghenadie membelai rambutnya yang kusut."Aku... menyesal," kata Liana pelan."Jangan begitu. Kamu nggak salah apa-apa.""Aku... harusnya bilang dari awal. Harusnya aku jawab waktu kamu bilang itu...""Aku tahu," Ghenadie menahan tangis. "Dan

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   89-Gunung Tak Bernama

    “Aku tidak minta jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa setiap langkahku di sini, kamu ada di dalamnya.”Kata-kata itu masih terpatri di benak Liana. Ia mengulangnya dalam pikirannya berkali-kali, seolah menjadi doa yang terucap diam-diam di antara keramaian kabin pesawat.Dua bulan telah berlalu sejak Ghenadie mengucapkan kalimat itu di café kecil di Sydney. Dua bulan penuh kebingungan, ragu, dan diam.Sekarang, takdir mempertemukan mereka lagi. Bukan di bawah langit biru Australia, tapi di ketinggian 35.000 kaki di udara. Sebuah kebetulan yang terlalu mustahil jika hanya disebut kebetulan.Ghenadie sebenarnya pulang mau mencari Hana dan memastikan keberadaan gadis itu. Juga mau bicar dengan ayahnya secara langsung tentang rencananya di Australia itu.Liana, yang bertugas sebagai pramugari di penerbangan itu, tak tahu harus bersikap seperti apa saat melihat Ghenadie masuk ke dalam kabin dengan senyum tipis."Hei..." Ghenadie menyapa pelan saat ia melihat Liana menyambut pe

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   88-Langkah Awal

    Musim semi menyelimuti Sydney dengan suhu hangat yang lembut. Udara segar, langit biru bersih, dan aroma laut yang samar membuat setiap pagi terasa seperti lembaran baru dalam hidup Ghenadie.Tujuh hari bersama Liana telah menyisakan jejak yang sulit dihapuskan. Tapi semua harus kembali pada kenyataan. Liana harus kembali bertugas, dan Ghenadie… harus mulai membangun sesuatu.Ia tidak melupakan Hana, tetapi sudah beberapa kali dia menghubungi Hana, tetapi gadis itu ttidk pernah membaalasnya atau mengangkat telponnya. Ghenadie hanya curiga saja gadis itu kehilangan ponsel.Ia duduk sendiri di sebuah kafe pinggir pelabuhan Darling Harbour, menatap laptopnya dengan layar kosong. Sudah beberapa jam ia hanya menatap layar, jari-jarinya enggan bergerak.“Mau kopi lagi, sir?” tanya pelayan ramah.“Ya, satu cappuccino. Terima kasih.”Langkah awal selalu yang paling sulit. Bukan karena dia tidak tahu caranya, Ghenadie pernah membangun divisi dari nol, pernah mengelola proyek lintas negara.Tap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status