Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 07-Jaringan Hasrat & Kekuasaan

Share

07-Jaringan Hasrat & Kekuasaan

last update Last Updated: 2024-11-21 22:40:31

Sepeninggal Pak Andri dan Ghenadie, atmosfer di kantor seperti berubah. Semua orang terdiam, tapi tidak ada satu pun yang benar-benar tenang. Di luar sana, hujan gerimis menambah suasana kelabu.

Budi kembali masuk ke ruangan HRD dan duduk di kursinya dengan ekspresi wajah dingin, kedua tangan terlipat di atas meja. Tatapannya lurus ke depan, tapi pikirannya berkelana jauh.

Sebagai manajer HRD yang selama ini merasa paling aman di posisinya, kedatangan Ghenadie, si mantan tukang bakso yang kini bisa saja mengancam kekuasaannya, menjadi ancaman nyata.

Sementara itu, beberapa karyawan lainnya juga menjadi heboh dengan kedatangan Ghenadie. Mereka tidak terlalu jelas mendengar pembicaraan pak Budi, Joko dan lainnya tentang Ghenadie, tetapi mereka sempat mendengar jika Ghenadie itu kemungkinan adalah anak pak Anton yang selama ini tidak mereka ketahui.

Biarpun dengan berbisik-bisik, ramai pembicaraan diantara mereka. Meskipun Ghenadie tidak terlihat kaya, tetapi mereka sebenarnya bisa melihat jika laki-laki itu sangat mirip dengan pak Anton dan sangat tampan.

"Aku tidak bisa diam saja," gumam Budi dalam hati. "Ghenadie mungkin sebentar lagi akan berkuasa sekarang, tapi aku harus mencari tahu kelemahannya. Aku hanya butuh cara untuk membuat dia tersingkir sebelum dia memegang kendali penuh atas perusahaan dan bisa saja menyingkirkanku."

Di sisi lain, Joko yang duduk tidak jauh darinya tampak lebih gelisah. Berulang kali ia memandang ke arah Lina, pacarnya atau istri belum resminya, yang tampak tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal, jauh di lubuk hatinya, Joko tahu Lina adalah orang yang selalu penuh perhitungan.

"Kalau Lina berpaling ke Ghenadie, aku habis," pikir Joko. Ia merasa ketakutan, apalagi mengingat Ghenadie kini bukan hanya lebih kaya, tetapi juga ahli waris dari  perusahaan.

Lina dulu bisa berpaling kepadanya, karena dia lebih kaya sementara Ghenadie hanyalah tukang bakso keliling sambil kuliah. Sekarang tidak dinyana, ternyata si tukang bakso gembel itu bisa jadi ahli waris sebuah perusahaan raksasa.

Sementara itu, Lina hanya tersenyum tipis sambil memerhatikan kuku-kukunya yang baru saja dipoles. Dalam pikirannya, Ghenadie adalah peluang. Ia tahu bahwa dirinya cantik dan memiliki pesona yang sulit ditolak. Baginya, kehidupan adalah tentang memilih siapa yang bisa memberikan jaminan terbaik.

Budi akhirnya membuka pembicaraan, suaranya rendah tapi penuh tekanan. Karena Joko dan Lina dia panggil masuk ke dalam ruangannya.

"Jadi, apa rencana kalian setelah ini?" tanyanya sambil melirik ke arah Joko dan Lina.

Joko mengangkat bahu, tapi ekspresinya gugup. "Rencana? Maksudnya apa, Paman? Kita kan cuma perlu melanjutkan tugas masing-masing."

Budi tersenyum tipis, jelas ia tidak percaya. "Ah, Joko. Kau benar-benar tidak merasa terancam dengan hadirnya Ghenadie? Dia bukan sekadar mantan tukang bakso, dia sekarang adalah pemilik perusahaan."

Lina ikut angkat bicara, suaranya terdengar santai. "Kalau memang dia pemegang perusahaan, kita tidak bisa berbuat apa-apa, kan? Kita hanya perlu menunjukkan bahwa kita profesional. Itu saja."

Tapi Joko langsung menatap Lina tajam, ada nada cemas dalam suaranya. "Lina, kau terlalu santai. Kau lupa siapa Ghenadie? Dia bukan cuma pemilik perusahaan, dia juga orang yang dulu kau tinggalkan."

Lina tersenyum, kali ini lebih lebar. "Dan itu salah siapa, Joko? Bukankah kau yang merebutku darinya?"

Joko terdiam, tapi matanya menyiratkan kemarahan.

Budi yang menyaksikan dinamika di antara mereka hanya menggeleng pelan. Ia tahu, Lina dan Joko adalah pasangan yang dibentuk oleh ambisi masing-masing, juga nafsu birahi, bukan cinta sejati.

Kemudian mereka terdiam dan asyik dengan pikiran masing-masing. Budi berusaha mengamankan dirinya, sementara Joko memikirkan jangan-jangan Lina berusaha kembali kepada Ghenadie sehingga hidupnya lebih terjamin.

Sedangkan Lina sedang berpikir keras, sesuatu bagaimana yabng menguntungkan dirinya. Dia tidak peduli dengan kesetiaan dan pengkhianatan, baginya hidup itu adalah kesempatan dan siapa yang bisa memberikannya kepastian hidup.

Setelah pertemuan singkat itu, Joko dan Lina kembali ke ruangannya. Sementara Budi membuka laptop dan mulai mencari data tentang Ghenadie. "Setiap orang punya kelemahan," pikirnya. "Dan aku yakin aku bisa menemukannya."

Meskipun dia baru mengenal Ghenadie, tetapi dia sangat yakin jika data tentang Ghenadie bertebaran di internet. Karena sekarang nyaris semuanya serba online di media sosial. Dia membuka F******k, I*******m, X, Tik Tok. Pokoknya semua media sosial yang dia perkirakan ada data Ghenadie.

"Aku hanya perlu orang dalam untuk menggali informasi lebih dalam," pikirnya.

Budi memutuskan untuk memanfaatkan seseorang yang ia tahu bisa dipercaya, seseorang yang punya bisa dia gunakan untuk menyingkirkan Ghenadie, bila perlu menghabisinya.

Pada saat bersamaan, Joko dan Lina sudah kembali ke ruangan mereka dan duduk berdua. Di ruangan itu hanya mereka berdua. Suasana di antara mereka terasa tegang.

"Jadi, kau ingin aku pura-pura tidak peduli dengan keberadaan Ghenadie?" tanya Joko dengan nada sinis.

Lina mengangkat bahu, sambil meminum kopinya. "Kau tidak perlu pura-pura. Aku tahu kau memang takut, Joko. Jangan kira aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu."

Joko menghela napas panjang, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku tahu apa yang kau pikirkan, Lina. Kau pasti melihat ini sebagai kesempatan untuk kembali mendekati dia, kan? Jangan pikir aku tidak sadar."

Lina tertawa kecil, tapi tawa itu dingin. "Oh, Joko. Kau terlalu paranoid. Lagi pula, apa salahnya kalau aku berbicara baik-baik dengan Ghenadie? Itu demi kepentingan kita juga."

"Kepentingan kita, atau kepentinganmu?" balas Joko dengan nada tajam.

Lina meletakkan cangkirnya dengan pelan, tapi tatapannya berubah serius. "Dengar, Joko. Aku tidak pernah menginginkan hidup yang biasa-biasa saja. Kau tahu itu. Dan kalau aku melihat peluang untuk memperbaiki hidupku, aku akan mengambilnya. Kalau kau tidak bisa menerima itu, terserah."

Joko terdiam, tapi dadanya terasa sesak. Ia tahu bahwa Lina memang selalu seperti ini.

Sementara itu, pada saat bersamaan, jauh di kamar yang lain, Ghenadie tidak sepenuhnya buta dengan apa yang sedang terjadi. Ia tahu bahwa kehadirannya di perusahaan telah mengguncang beberapa orang, termasuk mantan pacarnya, Lina, dan saingan, Budi.

Di saat itu, Ghenadie melihat ayahnya pak Anton dan pembantu setianya, pak Andri duduk sambil saling memandang. Pak Anton sangat tertarik dengan apa yang disampaikan pak Andri tadi.

“Apa itu pak Andri?” tanya pak Anton antusias.

Pak Andri menatap pak Anton, dari pandangannya itu pak Anton tahu jika pembantunya ini sangat setia, selama ini orang ini selalu berkorban untuknya.

Pak Anton ingat ketika itu sedang makan di sebuah restoran, dia melihat pak Andri sedang memungut sampah-sampah di sekitar itu. Dia perhatikan pak Andri bekerja sangat teliti dan telaten.

Tapi mengapa nasibnya seperti itu? Jadi gembel pemungut sampah?

Entah bagaimana, hati pak Anton yang memang sangat baik, sangat tertarik dengan pak Andri. Kelihatan oleh pak Anton jika pak Andri meskipun jadi pemungut sampah, tetapi kelihatan seorang pekerja keras.

Kalau orang seperti itu jadi pembantuku? Mungkin sangat berarti …

Seperti ada yang menggerakannya, pada saat bersamaan, pak Andri melihat pak Anton. Kebetulan pak Andri juga sedang melihat dirinya. Pak Anton melemparkan senyum, langsung di balas pak Andri dengan senyuman sangat tulus.

Sungguh orang kaya yang sepertinya baik, pikir pak Andri dalam hati. Karena hampir semua orang kaya yang dijumpainya pasti memandangnya dengan rasa jijik.

“Kamu sudah makan?” tiba-tiba pak Anton bertanya dengan wajah yang sangat lembut dan penuh rasa iba.

***

Related chapters

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   08-Permainan Licik di Dunia Bisnis

    Pak Andri waktu itu duduk di bawah bayang-bayang pohon rindang di sudut di taman restoran. Tubuhnya yang kusut dan penuh debu menjadi saksi perjuangannya sebagai pemulung. Dari pagi, ia belum sempat makan. Namun, rasa laparnya bukanlah sesuatu yang ingin ia ungkapkan, apalagi kepada orang lain. Akan tetapi, tubuhnya punya cara sendiri untuk berbicara."Krriiiiuuukkk..."Bunyi dari perutnya begitu keras, hingga Pak Anton, seorang pria paruh baya yang duduk tak jauh darinya, mendengarnya dengan jelas. Pak Anton mengangkat wajah dari sendoknya, menatap Pak Andri dengan senyuman ramah.“Pak, duduklah di sini. Makan dulu,” ucap Pak Anton tanpa basa-basi, langsung memanggil pelayan restoran kecil itu untuk memesan seporsi makanan.Pak Andri tertegun. Rasa malu menyergap dirinya. Dengan langkah ragu, ia menolak. “Maaf, Pak. Saya ini kotor. Tidak pantas duduk di dekat Bapak,” ujarnya, menunduk.Pak Anton tertawa kecil. “Ah, jangan pikirkan itu. Duduklah. Kalau makanan sudah datang, silakan m

    Last Updated : 2024-11-23
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   09-Perjumpaan Lina dan Ghenadie

    Dengan semua luka masa lalu, Ghenadie bertekad untuk tidak gegabah. Hidup telah mengajarinya satu hal: kesabaran adalah senjata terbaik. Sehingga dia mau mendengar langsung, apa tujuan Lina menemui dirinya.Meskipun dengan kuasanya, dia bisa saja langsung memecat Budi, Joko dan Lina. Tetapi itu tidak dia lakukan, dia ingin membuktikan bahwa mereka bersalah. Ketangkap basah dengan perbuatannya.Lina berdiri di ambang pintu, mengenakan gaun hitam sederhana yang tampak kontras dengan kulitnya yang putih cerah. Rambut hitam panjangnya basah oleh gerimis, namun senyum kecil yang ia pasang tampak seperti usaha untuk mencairkan suasana.“Boleh aku duduk?” tanyanya lembut.Ghenadie memandangnya sejenak, kemudian mengangguk tanpa berkata apa-apa. Lina melangkah masuk dan duduk di kursi seberang meja, berhadapan langsung dengannya.Jarak di antara mereka terasa seperti jurang lebar, meski secara fisik mereka hanya terpaut beberapa meter.“Apa kabar, Ghenadie?” Lina memulai percakapan dengan hat

    Last Updated : 2024-11-27
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   10-Pesona Berbahaya di Balik Gaun Merah

    Jam menunjukkan pukul tujuh malam, suasana kantor sudah sangat lengang, karena para karyawan kebanyakan sudah pulang pada pukul empat tadi, kecuali mereka yang kerjaannya masih tanggung sehingga terpaksa lembur. Di sebuah sudut ruangan, Budi, manajer HRD, berdiri di balik kaca ray ban jendela yang yang tidak bisa di lihat dari luar. Lampunya mati dan HP mereka juga dimatikan, sehingga orang lain tidak akan menyangka jika mereka berada di ruangan itu.Dia melihat ke arah ruangan Ghenadie yang kebetulan berseberangan dengan ruangannya. Sementara di ruangan lain itu, Ghenadie masih sibuk mempelajari setumpuk.Sebagai orang baru dengan perusahaan, dia harus belajar banyak. Apa lagi ada indikasi kecurangan oleh pada Budi dan keponakannya Joko. Dia dia harus belajar banyak untuk membuktikannya dalam waktu singkat.Ayah Ghenadie, pak Anton Prasetyo, pemilik perusahaan, memang kurang sehat. Pada waktu itu dia sudah berada di rumah, ditemani kawan akrabnya yang selalu setia, pak Andri.Lain h

    Last Updated : 2024-12-08
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   11-Satu Masalah Selesai

    Joko berhasil mengejar Lina ke kamar kerjanya, kemudian mengajak Lina pulang bersama. Joko masuk duluan ke dalam mobil dan menyalakan mesin, suara lembut AC menjadi satu-satunya latar di dalam kabin.Ia melirik Lina di kursi penumpang yang sibuk memandang ponselnya. Hening melingkupi, hanya dipecahkan oleh sesekali suara klakson dari kendaraan yang sama-sama terjebak di kemacetan panjang Jakarta.“Macetnya parah banget ya,” gumam Joko akhirnya, memecah kebisuan.“Iya, udah biasa,” jawab Lina singkat tanpa menoleh. Nada suaranya netral, tapi Joko tahu ada sesuatu yang mengganjal. Lina bukan tipe yang banyak bicara saat suasana hatinya sedang buruk.Diam kembali menguasai perjalanan mereka. Mobil perlahan merayap di antara kerumunan kendaraan lain. Joko mencoba fokus pada jalanan, tapi pikirannya melayang.Ada hal-hal yang belum terucap, kelakuan Lina tadi ke kamar Ghenadie masih misteri bagi Joko. Namun malam itu, lidahnya seperti terkunci. Ia takut merusak momen yang ada—momen sederha

    Last Updated : 2024-12-12
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   12-Pengkhianatan dalam Bayang-Bayang

    Malam telah jauh menyelubungi kota, dan lampu-lampu jalan berpendar redup di tengah kesunyian. Di dalam kantornya yang megah, Ghenadie duduk di belakang meja besar yang penuh dengan tumpukan kertas.Di hadapannya, laporan keuangan perusahaan tergeletak dengan angka-angka mencurigakan yang seolah berteriak untuk diperhatikan. Ia mengerutkan kening, membaca dengan seksama.Semakin dalam ia menggali, semakin jelas kecurigaannya: dua orang kepercayaannya ayahnya, Budi dan Joko, telah melakukan penggelapan besar-besaran.Bukti-bukti mulai terkumpul di tangannya. Kejanggalan transaksi, aliran dana yang tidak wajar, hingga perbedaan laporan internal dan eksternal membuat segalanya menjadi terang.“Berani sekali mereka,” gumamnya, suaranya dipenuhi kemarahan yang terpendam. Ia tahu, langkah selanjutnya adalah membongkar semuanya. Namun, ia juga sadar, ini bukan urusan kecil. Ini melibatkan uang dalam jumlah besar, dan jika ia tidak berhati-hati, bukan hanya perusahaan yang akan hancur, tetapi

    Last Updated : 2024-12-25
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   13-Di Bawah Bayang-Bayang Kehilangan

    Pak Anton duduk di kursi kayu tua di teras rumahnya, mengenakan sarung yang melilit lututnya yang sedikit bengkak. Pagi itu tenang, hanya suara angin dan kicauan burung yang mengisi udara.Meski jalannya kini pincang dan lambat akibat asam urat serta kolesterol yang kerap menyerang sendi-sendi tubuhnya, ia bersyukur bisa menikmati sisa hidupnya. Namun, di balik senyumnya yang tenang, ada luka yang tidak semua orang tahu.“Pak, minum obatnya dulu,” kata Bulan, anak tetangga yang merawatnya.Anak tetangga ini sudah kehilangan kedua orang tuanya, sehingga dianggap sebagai anak oleh pak Anton dan dihidupinya.Bulan yang datang membawa segelas air putih dan beberapa tablet kecil di tangannya. Pak Anton memandang Lina sejenak, lalu tersenyum samar. “Obat lagi, Lan? Sudah seperti permen saja hidup ini, setiap hari mesti ditelan.”“Bapak ini suka bercanda,” Bulan mencoba tersenyum, meski hatinya was-was. “Kalau Bapak nggak minum obat, nanti tambah parah. Nggak mau kan, saya bawain kursi roda

    Last Updated : 2025-01-13
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   14-Rencana di Balik Bayang

    Langit malam menyelimuti kota dengan kegelapan yang hanya diterangi cahaya lampu jalan. Suasana di dalam ruangan itu terasa menekan, seperti ada badai yang siap meledak kapan saja. Cahaya redup dari lampu meja memantulkan bayangan tajam di dinding, membuat wajah Budi terlihat semakin menyeramkan.Joko duduk di kursi tua di seberang Budi, tapi rasa gelisahnya membuat tubuhnya terasa berat. Tangannya masih bergetar sejak telepon dengan Lina tadi. Ia tidak yakin apakah semua ini benar-benar bisa berjalan sesuai rencana, terutama jika Lina mulai curiga.“Apakah Lina curiga?” suara Budi terdengar rendah, tapi nada bicaranya seperti pisau yang tajam menusuk. Ia menatap Joko dengan mata yang penuh tekanan.Joko mencoba menenangkan diri, menggeleng pelan meskipun gerakannya kaku. “Dia tidak tahu, Paman,” katanya dengan suara yang nyaris bergetar.Namun, di dalam hatinya ada keraguan, ada celah kecil yang takut Lina benar-benar mengetahui apa yang mereka sembunyikan.Budi tersenyum tipis, tapi

    Last Updated : 2025-01-19
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   15-Akhirnya Muncul Aslinya

    Sudah bertahun-tahun Anton berjuang untuk mempertahankan usahanya dari ancaman selama ini. Selama itu pula, dia selalu mengandalkan kecerdasannya untuk tetap selamat, berusaha untuk menjaga jarak dari orang-orang yang tidak bisa dipercaya.Budi adalah salah satunya—seorang pria yang berpura-pura menjadi teman, namun di balik senyum ramahnya, ia adalah musuh yang paling berbahaya. Anton tahu, meski suara Budi terdengar melalui mikrofon, itu adalah suara yang tidak asing baginya.Budi, orang yang selama ini menunggu saat yang tepat untuk menghancurkannya.“Akhirnya kamu menunjukkan dirimu,” ujar Anton dengan senyum tipis di wajahnya, meski di dalam hatinya berkecamuk amarah yang terpendam.Suara itu menggetarkan setiap tulang dalam tubuhnya, suara yang penuh dengan tipu daya dan ancaman yang akan datang.Di sebelah Anton, Ghenadie, anak laki-lakinya yang baru ditemukannya beberapa buklan yang lalu dan baru sembuh dari kecelakaan mobilnya, tampak cemas. Matanya yang tajam menyiratkan keb

    Last Updated : 2025-02-19

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   22-Melapor Ke Aparat Hukum

    Pak Anton memasuki ruangannya dengan langkah hati-hati. Ghenadie dan Desy mengikutinya dari belakang, mata mereka waspada menyapu setiap sudut ruangan.Begitu mereka masuk, mereka terkejut melihat keadaan kantor yang telah berantakan. Laci-laci meja terbuka, lemari dokumen kosong, dan beberapa berkas berserakan di lantai.“Untung pak Budi tidak menepati kantor,” gumam pak Anton di dalam hati. Sehingga mereka bertiga bisa masuk ke sini tanpa ketahuan."Tapi sepertinya mereka sudah menggeledah tempat ini," gumam Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Tapi apa mereka menemukan sesuatu yang penting?"Pak Anton menghela napas lega setelah melihat dinding tempat rahasianya masih utuh. Dengan cepat, ia berjalan ke sudut ruangan, meraba permukaan dinding kayu di dekat rak buku.Jari-jarinya menemukan sebuah tonjolan kecil yang tidak menarik, lalu ia menekannya. Sebuah panel kecil terbuka, memperlihatkan sebuah berkas tebal yang tersembunyi di dalamnya."Syukurlah, masih ada," kata Pak Anton

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   21-Keputusan Besar pak Anton

    Pak Anton menghembuskan napas panjang, tangannya mengepal di atas meja kayu yang usianya mungkin lebih tua dari dirinya sendiri. Matanya menatap kosong ke arah Desy dan Ghenadie yang duduk di depannya.Ruangan ini masih sama seperti beberapa bulan lalu sebelum mereka semua berada di ruang bawah,sewaktu itu mereka meledakan rumah karena melihat pak Budi dan rombongannya mengintai mereka, yaitu orang yang selama ini dianggapnya sebagai tangan kanan sekaligus sahabat.Tapi sekarang, semuanya telah berubah.Besok mereka harus kembali ke perusahaan. Itu satu-satunya pilihan. Perusahaan itu adalah hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun.Pak Anton melirik jam dinding yang berdetak pelan. Pukul dua dini hari, dan dia masih terjaga, pikirannya dipenuhi rencana.Pak Budi pasti telah melakukan banyak hal selama mereka terkurung.Ia mengepalkan tangannya lebih erat.“Besok kita ke perusahaan.” Suaranya tegas, nyaris tanpa keraguan.Desy, wanita muda berambut sebahu dengan wajah penuh ketegasan

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   20-Pengkhianatan di Balik Kabut

    Mobil melaju menembus kegelapan malam. Hujan yang turun sejak sore membuat jalanan licin, namun sopir yang membawa Pak Anton tetap fokus, memastikan keselamatan mereka.Di sampingnya, Pak Anton duduk diam, wajahnya terlihat tegang, pikirannya penuh dengan kejadian yang baru saja terjadi."Kemana kita?" tanya sopir itu, matanya tetap menatap lurus ke depan."Kita ke rumah persiapanku," jawab Pak Anton, suaranya dingin. Ia kemudian menyebutkan alamat, dan sopir itu mengangguk pelan, mencoba menghafalkannya.Di kursi belakang, Ghenadie—anak Pak Anton—tertidur dengan kepala bersandar pada jendela. Di sampingnya duduk Desy, body guard yang sekarang bertugas menjaga Ghenadie dari mara bahaya.Guru Desy, pak Firmus Sontoloyo, sangat terkenal. Sedangkan Desy meskipun masih muda, dia sangat berbakat sehingga menjadi murid kesayangan gurunya.Pak Anton mengepalkan tangannya. Budi. Nama itu bergema di kepalanya. Sahabatnya sendiri, orang yang selama ini ia percayai, ternyata adalah pengkhianat.

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   19-Hidup Dalam Bunker

    Di dalam ruangan bawah tanah yang remang-remang, suara napas Pak Anton terdengar berat. Mengalami kolestrol tinggi sehingga membuat kakinya belum pulih sepenuhnya, tetapi pikirannya tetap tajam.Ia menatap kedua orang di depannya—Ghenadie, putranya yang masih berusia 24 tahun, dan Desy, bodyguard setia yang telah bekerja dengannya semenjak Ghenadie mengalami kecelakaan mobil aneh tempo hari."Apakah kalian berdua ingin langsung keluar dari sini atau berdiam dulu sampai aku sembuh benar?" tanya Pak Anton dengan suara yang berusaha tetap tegar.Ghenadie dan Desy saling berpandangan. Keputusan ini tidak mudah. Apa pun pilihannya, taruhannya pastilah beresiko. Akhirnya, Ghenadie yang bersuara."Di antara kedua pilihan itu, risikonya apa?"Pak Anton menarik napas dalam sebelum menjelaskan. "Kalau kita menunggu sampai aku sembuh, berarti kita harus tinggal di sini berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun. Tapi jika kita memilih keluar sekarang, kita harus berhadapan langsung dengan mus

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   18-Ruang Bawah Tanah

    Di ruang bawah tanah yang remang-remang, hanya diterangi oleh cahaya dari layar monitor besar, Anton duduk dengan tenang. Di hadapannya, Ghenadie bersedekap dengan ekspresi gelisah, sementara Desy tetap diam, matanya tajam memperhatikan layar monitor yang menampilkan gambar kabur dari kamera pengintai.Ledakan keras beberapa menit lalu telah menghancurkan sebagian besar kamera CCTV yang terpasang di sekitar properti Anton. Kini, hanya satu kamera yang masih berfungsi, itupun dengan jarak yang cukup jauh sehingga gambar yang ditampilkan buram dan tidak jelas."Jadi kita bagaimana?" tanya Ghenadie, suaranya dipenuhi ketegangan.Pak Anton tersenyum tipis, seolah tidak terpengaruh oleh situasi yang sedang dihadapi. "Terserah kalian berdua," jawabnya santai."Ruangan ini terhubung dengan jalan keluar yang tidak diketahui orang. Kita bisa bertahan di sini untuk sementara waktu. Makanan kaleng yang kusimpan cukup untuk dua tahun."Desy akhirnya angkat bicara, suaranya lembut tapi penuh perhi

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   17-Ledakan di Kediaman Anton Prasetyo

    Malam itu begitu tenang. Angin bertiup pelan, membawa aroma khas hujan yang baru saja reda. Di kawasan perumahan elite tempat para konglomerat tinggal, rumah besar milik Anton Prasetyo berdiri megah di antara bangunan lainnya.Sebagai Direktur Utama PT Prasetyo Grup, kekayaannya tidak diragukan lagi. Namun, ketenangan malam itu seketika berubah menjadi kekacauan ketika sebuah ledakan dahsyat mengguncang lingkungan tersebut.Suara ledakan itu memekakkan telinga. Gelombang kejutannya merambat cepat, menghancurkan kaca-kaca rumah di sekitarnya dan mengguncang bumi seolah gempa datang mendadak.Para tetangga yang tinggal jauh dari rumah Anton Prasetyo pun merasakan getaran dan segera berlarian keluar rumah, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Ya Tuhan! Apa itu?” seru seorang pria paruh baya yang berdiri di halaman rumahnya, melihat ke arah kepulan asap hitam pekat yang membubung tinggi ke langit.Orang-orang mulai berkerumun, mencoba memahami situasi yang tengah terjadi. Sementara

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   16-Di dalam Lorong Rahasia

    Pak Anton, Ghenadie, dan Desy melangkah perlahan menyusuri lorong bawah tanah yang terasa semakin pengap. Udara lembab bercampur aroma tanah basah membuat napas mereka berat.Pak Anton sesekali menyorotkan senternya ke sudut-sudut gelap, memastikan tidak ada bahaya yang mengintai seperti ular, misalnya. Memang ruangan ini sudah lama dia buat dan setelah bertahun-tahun yang lalu ketika rumah ini di buat, baru inilah dia memasukinya."Papa, sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa kita harus kabur seperti ini?" tanya Ghenadie dengan nada setengah berbisik namun sarat dengan kegelisahan.Pak Anton tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh sejenak pada putranya, sorot matanya dipenuhi campuran antara keksalan pada Budi dan Joko dan tekad yang kuat."Ghenadie, ada hal-hal yang tidak bisa Papa jelaskan sekarang. Tapi percayalah, ini semua untuk menyelamatkan kita," ujarnya dengan suara rendah namun tegas.Desy berjalan di belakang mereka, sesekali menoleh ke belakang seolah takut sesuatu akan me

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   15-Akhirnya Muncul Aslinya

    Sudah bertahun-tahun Anton berjuang untuk mempertahankan usahanya dari ancaman selama ini. Selama itu pula, dia selalu mengandalkan kecerdasannya untuk tetap selamat, berusaha untuk menjaga jarak dari orang-orang yang tidak bisa dipercaya.Budi adalah salah satunya—seorang pria yang berpura-pura menjadi teman, namun di balik senyum ramahnya, ia adalah musuh yang paling berbahaya. Anton tahu, meski suara Budi terdengar melalui mikrofon, itu adalah suara yang tidak asing baginya.Budi, orang yang selama ini menunggu saat yang tepat untuk menghancurkannya.“Akhirnya kamu menunjukkan dirimu,” ujar Anton dengan senyum tipis di wajahnya, meski di dalam hatinya berkecamuk amarah yang terpendam.Suara itu menggetarkan setiap tulang dalam tubuhnya, suara yang penuh dengan tipu daya dan ancaman yang akan datang.Di sebelah Anton, Ghenadie, anak laki-lakinya yang baru ditemukannya beberapa buklan yang lalu dan baru sembuh dari kecelakaan mobilnya, tampak cemas. Matanya yang tajam menyiratkan keb

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   14-Rencana di Balik Bayang

    Langit malam menyelimuti kota dengan kegelapan yang hanya diterangi cahaya lampu jalan. Suasana di dalam ruangan itu terasa menekan, seperti ada badai yang siap meledak kapan saja. Cahaya redup dari lampu meja memantulkan bayangan tajam di dinding, membuat wajah Budi terlihat semakin menyeramkan.Joko duduk di kursi tua di seberang Budi, tapi rasa gelisahnya membuat tubuhnya terasa berat. Tangannya masih bergetar sejak telepon dengan Lina tadi. Ia tidak yakin apakah semua ini benar-benar bisa berjalan sesuai rencana, terutama jika Lina mulai curiga.“Apakah Lina curiga?” suara Budi terdengar rendah, tapi nada bicaranya seperti pisau yang tajam menusuk. Ia menatap Joko dengan mata yang penuh tekanan.Joko mencoba menenangkan diri, menggeleng pelan meskipun gerakannya kaku. “Dia tidak tahu, Paman,” katanya dengan suara yang nyaris bergetar.Namun, di dalam hatinya ada keraguan, ada celah kecil yang takut Lina benar-benar mengetahui apa yang mereka sembunyikan.Budi tersenyum tipis, tapi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status