Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 04- Tidak Disangka Bertemu Joko-Lina

Share

04- Tidak Disangka Bertemu Joko-Lina

last update Last Updated: 2024-10-18 07:49:11

Pagi itu, matahari baru saja naik ketika Ghenadie melangkah keluar dari rumahnya, pikirannya dipenuhi oleh rasa cemas dan kebingungan. Ia masih belum percaya dengan apa yang terjadi kemarin.

Pertemuan tak terduga dengan seorang lelaki bernama Pak Andri ketika dirinya mau pulang dari berjualan bakso mengubah segalanya. Pak Andri, yang saat itu tampak lelah dan terluka, menyuruhnya datang ke sebuah perusahaan besar dengan janji bahwa direktur perusahaan itu mencarinya.

"Kalau begitu, besok kamu datanglah ke perusahaan, bertemu dengan direktur kami," kata pak Andri kemarin sambil menahan rasa sakit di rusuknya.

“Baik,” jawab Ghenadie, yang saat itu juga sama-sama terluka setelah kejadian diserang orang suruhan Joko.

Cuma sayangnya, karena waktu malam dan minimnya penerangan, Joko dan Lina sewaktu itu berada dari kejauhan dan cuaca mulai gelap, mereka tidak mengenal pak Andri yang terlempar jauh.

Sementera meskipun masih bingung dan ragu, Ghenadie setuju. Tetapi ada satu hal yang membuat pikirannya terus berputar, pernyataan pak Andri bahwa ia akan diangkat sebagai direktur baru di perusahaan tersebut.

Tes DNA akan dilakukan sebagai bagian dari proses tersebut. Ghenadie hampir tidak bisa percaya mendengar kata-kata itu. Meskipun tanpa Ghenadie sadari, pak Andri secara diam-diam telah melakukan tes DNA.

Selama ini, Ghenadie hidup sebagai anak miskin dan ayahnya dikatakan sudah meninggal, tanpa tahu siapa orang tuanya sebenarnya. Dan sekarang, ada kemungkinan bahwa ia adalah pewaris sah dari perusahaan besar itu?

Pikiran ini masih berkecamuk di kepalanya ketika ia akhirnya tiba di gedung yang disebutkan oleh pak  Andri.

Bangunan itu tinggi dan megah, dengan dinding-dinding kaca yang memantulkan cahaya pagi. Ghenadie merasa kecil di hadapan bangunan tersebut, seperti ikan kecil yang terjebak di lautan besar.

“Ini benar-benar terjadi,” gumamnya sambil menatap gedung megah itu.

Dengan langkah ragu, ia memasuki bagian depan lobi utama. Mata-mata pekerja kantoran yang berkeliaran sedikit meliriknya dengan tatapan penasaran, mungkin karena penampilannya yang tidak seformal para pekerja di sana.

Karena sewaktu datang Ghenadie memakai sepeda dan pakaiannya jauh dari dikatakan formal seperti para pekerja kantor itu.

Ghenadie berjalan ke meja resepsionis dan memberikan namanya.

"Selamat pagi, apa Anda ada janji?" tanya resepsionis dengan sopan.

“Saya diminta bertemu dengan Pak Andri,” jawab Ghenadie sambil menyerahkan kartu nama yang diberikan Andri kepadanya semalam.

Resepsionis itu memeriksa kartu tersebut dan kemudian tersenyum tipis. "Anda bisa langsung ke lantai dua, menghadap ruang manager SDM terlebih dulu."

Ghenadie mengangguk, merasa sedikit lega. Setelah menanyakan arah naik, dia berjalan menuju ke arah lift dan menekan tombol lift dan pintu terbuka, jantungnya kembali berdegup kencang.

Bagaimana jika semua ini hanya kesalahpahaman? Bagaimana jika dia sebenarnya tidak diinginkan di sini? Pikiran-pikiran itu terus mengganggunya saat lift naik menuju lantai dua.

Ketika pintu lift terbuka, Ghenadie melangkah keluar dan mulai mencari ruang manager SDM. Tetapi tiba-tiba, ia melihat sosok yang sangat dikenalnya.

“Joko?” gumamnya tanpa sadar.

Di ujung koridor, berdiri Joko, seseorang yang telah merebut kekasihnya, Lina. Joko memang terlihat sangat berbeda, gaya hidupnya jelas lain lah dibandingkan dengan dirinya.

Mengenakan jas rapi dengan sikap angkuh, Joko tampak seperti seseorang yang sangat berkuasa.

“Ghenadie?” Joko menoleh, terkejut melihat Ghenadie di sini.

Namun, keterkejutan itu hanya berlangsung sesaat sebelum senyumnya berubah sinis. “Apa yang kamu lakukan di sini?”

Ghenadie bingung harus menjawab apa. Ia tidak menyangka akan bertemu Joko di tempat ini, apalagi dalam posisi seperti ini.

“Aku... Aku diminta datang ke sini,” jawab Ghenadie singkat.

Joko tertawa kecil. "Jangan bercanda, apa kamu datang ke sini untuk mencari Lina lagi, kan? Apa kamu belum kapok akan kejadian semalam? Jangan harap kamu bisa mendekatinya lagi," ujar Joko sinis.

Nama itu, Lina, langsung memunculkan rasa tak nyaman di dalam diri Ghenadie. Lina, kekasihnya yang hubungan mereka berakhir buruk. Sebelum Ghenadie bisa menjawab, suara langkah kaki mendekat, dan Lina sendiri tiba-tiba muncul dari arah kiri kantor.

Ia tampak terkejut melihat Ghenadie di sana, tetapi tak lama setelah itu, ekspresinya berubah menjadi dingin.

"Ghenadie?" Lina bertanya dengan nada yang tidak terlalu ramah. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Anjing kurap ini mungkin mencarimu," ujar Joko sinis.

Lina menatap Ghenadie dengan jijik dan memandang rendah, memang kondisi Ghenadie jauh di bilang hidup berkecukupan. Bajunya saja lebih cocok sebagai kain lap.

Sebelum Ghenadie bisa memberikan penjelasan, seseorang lain masuk ke dalam percakapan. Seorang pria tua dengan penampilan angkuh dan kaku, Pak Budi, manajer SDM perusahaan dan paman kandung Joko.

Wajahnya memperlihatkan ketidakpercayaan saat melihat seorang Ghenadie berdiri di lobi kantor. Apa lagi dengan penampilan lusuh dan pakaian seadanya. “Siapa kamu?” tanya dengan kata-kata yang merendahkan.

“Saya Ghenadie, pak. Saya di suruh pak Andri menghadap.”

“Mustahil pak Andri kenal dengan pecundang sepertimu. Kamu datang ke sini untuk mengganggu saja, kan? Tidak ada tempat bagimu di sini, Ghenadie," kata Pak Budi dengan nada menghina.

Pak Budi berkata begitu, karena sedikit banyak telah dari mendengar cerita dari Joko, keponakannya. "Kau pikir dengan datang ke perusahaan besar ini, kau bisa mendapatkan sesuatu? Kau mungkin hanya ingin mengganggu Lina."

Ghenadie menelan ludah, berusaha menahan amarah yang mulai membakar di dalam dirinya. Semua tuduhan ini, semua hinaan ini, salah. Ia tidak datang untuk Lina. Ia tidak datang untuk membuat masalah.

***

Related chapters

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   05-Siapa Yang Mengundangmu Kesini?

    Langit di luar jendela mulai gelap, seiring dengan suasana yang makin tegang di dalam ruangan. Ghenadie berdiri dengan tegak, namun ada sesuatu di matanya yang menunjukkan gejolak batin.Ia mengangkat kepalanya, memandang lurus ke arah Joko, meskipun ia bisa merasakan kemarahan yang mulai menggelora di dadanya."Saya di sini bukan untuk Lina," ucap Ghenadie dengan nada terkendali.Namun, di balik ketenangan itu, ada ketegangan yang jelas. "Saya di sini karena diminta bertemu oleh Pak Andri."Tawa Joko pecah dengan keras, begitu keras hingga menggema di seluruh sudut ruangan. Tatapannya menyiratkan ejekan dan rasa meremehkan."Pak Andri? Ha! Jangan bercanda," katanya dengan nada mengejek, menatap Ghenadie seolah-olah pria itu baru saja mengatakan sesuatu yang sangat konyol. "Pak Andri adalah orang kepercayaan Direktur Utama kami. Tidak mungkin dia ingin bertemu dengan seseorang gembel seperti kamu!"Di sudut ruangan, Lina tampak bingung. Mata cokelatnya menyipit, penuh pertanyaan yang

    Last Updated : 2024-10-19
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   06-Tes DNA

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan Jakarta yang penuh dengan hiruk-pikuk kendaraan. Di salah satu gedung megah yang menjulang tinggi, Anton Prasetyo, Direktur Utama PT Prasetyo Grup, tengah duduk di kursi ruang kantornya yang berada di tingkat teratas.Pandangannya kosong, meski layar laptop di depannya menunjukkan laporan keuangan yang menumpuk. Kesehatannya memang tak lagi seperti dulu, tapi bukan itu yang memenuhi pikirannya saat ini.Sudah berhari-hari Anton merasakan kegelisahan yang luar biasa. Meskipun tubuhnya melemah karena penyakit jantung, pikirannya tetap tajam, terutama dalam hal bisnis.Ia tahu bahwa di dalam perusahaannya itu, Joko dan Budi, dua orang yang sudah lama menjadi kepercayaannya, diam-diam ingin merebut posisi kekuasaannya.Budi adalah direktur utama SDM, dan Joko adalah keponakan Budi, direktur pemasaran atas rekomendasi Budi. Tetapi gaya mereka sekarang sudah seperti pemilik perusahaan saja. Apa lagi Budi sebagai direktur SDM, dia punya kewenang

    Last Updated : 2024-10-22
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   07-Jaringan Hasrat & Kekuasaan

    Sepeninggal Pak Andri dan Ghenadie, atmosfer di kantor seperti berubah. Semua orang terdiam, tapi tidak ada satu pun yang benar-benar tenang. Di luar sana, hujan gerimis menambah suasana kelabu.Budi kembali masuk ke ruangan HRD dan duduk di kursinya dengan ekspresi wajah dingin, kedua tangan terlipat di atas meja. Tatapannya lurus ke depan, tapi pikirannya berkelana jauh.Sebagai manajer HRD yang selama ini merasa paling aman di posisinya, kedatangan Ghenadie, si mantan tukang bakso yang kini bisa saja mengancam kekuasaannya, menjadi ancaman nyata.Sementara itu, beberapa karyawan lainnya juga menjadi heboh dengan kedatangan Ghenadie. Mereka tidak terlalu jelas mendengar pembicaraan pak Budi, Joko dan lainnya tentang Ghenadie, tetapi mereka sempat mendengar jika Ghenadie itu kemungkinan adalah anak pak Anton yang selama ini tidak mereka ketahui.Biarpun dengan berbisik-bisik, ramai pembicaraan diantara mereka. Meskipun Ghenadie tidak terlihat kaya, tetapi mereka sebenarnya bisa meliha

    Last Updated : 2024-11-21
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   08-Permainan Licik di Dunia Bisnis

    Pak Andri waktu itu duduk di bawah bayang-bayang pohon rindang di sudut di taman restoran. Tubuhnya yang kusut dan penuh debu menjadi saksi perjuangannya sebagai pemulung. Dari pagi, ia belum sempat makan. Namun, rasa laparnya bukanlah sesuatu yang ingin ia ungkapkan, apalagi kepada orang lain. Akan tetapi, tubuhnya punya cara sendiri untuk berbicara."Krriiiiuuukkk..."Bunyi dari perutnya begitu keras, hingga Pak Anton, seorang pria paruh baya yang duduk tak jauh darinya, mendengarnya dengan jelas. Pak Anton mengangkat wajah dari sendoknya, menatap Pak Andri dengan senyuman ramah.“Pak, duduklah di sini. Makan dulu,” ucap Pak Anton tanpa basa-basi, langsung memanggil pelayan restoran kecil itu untuk memesan seporsi makanan.Pak Andri tertegun. Rasa malu menyergap dirinya. Dengan langkah ragu, ia menolak. “Maaf, Pak. Saya ini kotor. Tidak pantas duduk di dekat Bapak,” ujarnya, menunduk.Pak Anton tertawa kecil. “Ah, jangan pikirkan itu. Duduklah. Kalau makanan sudah datang, silakan m

    Last Updated : 2024-11-23
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   09-Perjumpaan Lina dan Ghenadie

    Dengan semua luka masa lalu, Ghenadie bertekad untuk tidak gegabah. Hidup telah mengajarinya satu hal: kesabaran adalah senjata terbaik. Sehingga dia mau mendengar langsung, apa tujuan Lina menemui dirinya.Meskipun dengan kuasanya, dia bisa saja langsung memecat Budi, Joko dan Lina. Tetapi itu tidak dia lakukan, dia ingin membuktikan bahwa mereka bersalah. Ketangkap basah dengan perbuatannya.Lina berdiri di ambang pintu, mengenakan gaun hitam sederhana yang tampak kontras dengan kulitnya yang putih cerah. Rambut hitam panjangnya basah oleh gerimis, namun senyum kecil yang ia pasang tampak seperti usaha untuk mencairkan suasana.“Boleh aku duduk?” tanyanya lembut.Ghenadie memandangnya sejenak, kemudian mengangguk tanpa berkata apa-apa. Lina melangkah masuk dan duduk di kursi seberang meja, berhadapan langsung dengannya.Jarak di antara mereka terasa seperti jurang lebar, meski secara fisik mereka hanya terpaut beberapa meter.“Apa kabar, Ghenadie?” Lina memulai percakapan dengan hat

    Last Updated : 2024-11-27
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   10-Pesona Berbahaya di Balik Gaun Merah

    Jam menunjukkan pukul tujuh malam, suasana kantor sudah sangat lengang, karena para karyawan kebanyakan sudah pulang pada pukul empat tadi, kecuali mereka yang kerjaannya masih tanggung sehingga terpaksa lembur. Di sebuah sudut ruangan, Budi, manajer HRD, berdiri di balik kaca ray ban jendela yang yang tidak bisa di lihat dari luar. Lampunya mati dan HP mereka juga dimatikan, sehingga orang lain tidak akan menyangka jika mereka berada di ruangan itu.Dia melihat ke arah ruangan Ghenadie yang kebetulan berseberangan dengan ruangannya. Sementara di ruangan lain itu, Ghenadie masih sibuk mempelajari setumpuk.Sebagai orang baru dengan perusahaan, dia harus belajar banyak. Apa lagi ada indikasi kecurangan oleh pada Budi dan keponakannya Joko. Dia dia harus belajar banyak untuk membuktikannya dalam waktu singkat.Ayah Ghenadie, pak Anton Prasetyo, pemilik perusahaan, memang kurang sehat. Pada waktu itu dia sudah berada di rumah, ditemani kawan akrabnya yang selalu setia, pak Andri.Lain h

    Last Updated : 2024-12-08
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   11-Satu Masalah Selesai

    Joko berhasil mengejar Lina ke kamar kerjanya, kemudian mengajak Lina pulang bersama. Joko masuk duluan ke dalam mobil dan menyalakan mesin, suara lembut AC menjadi satu-satunya latar di dalam kabin.Ia melirik Lina di kursi penumpang yang sibuk memandang ponselnya. Hening melingkupi, hanya dipecahkan oleh sesekali suara klakson dari kendaraan yang sama-sama terjebak di kemacetan panjang Jakarta.“Macetnya parah banget ya,” gumam Joko akhirnya, memecah kebisuan.“Iya, udah biasa,” jawab Lina singkat tanpa menoleh. Nada suaranya netral, tapi Joko tahu ada sesuatu yang mengganjal. Lina bukan tipe yang banyak bicara saat suasana hatinya sedang buruk.Diam kembali menguasai perjalanan mereka. Mobil perlahan merayap di antara kerumunan kendaraan lain. Joko mencoba fokus pada jalanan, tapi pikirannya melayang.Ada hal-hal yang belum terucap, kelakuan Lina tadi ke kamar Ghenadie masih misteri bagi Joko. Namun malam itu, lidahnya seperti terkunci. Ia takut merusak momen yang ada—momen sederha

    Last Updated : 2024-12-12
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   12-Pengkhianatan dalam Bayang-Bayang

    Malam telah jauh menyelubungi kota, dan lampu-lampu jalan berpendar redup di tengah kesunyian. Di dalam kantornya yang megah, Ghenadie duduk di belakang meja besar yang penuh dengan tumpukan kertas.Di hadapannya, laporan keuangan perusahaan tergeletak dengan angka-angka mencurigakan yang seolah berteriak untuk diperhatikan. Ia mengerutkan kening, membaca dengan seksama.Semakin dalam ia menggali, semakin jelas kecurigaannya: dua orang kepercayaannya ayahnya, Budi dan Joko, telah melakukan penggelapan besar-besaran.Bukti-bukti mulai terkumpul di tangannya. Kejanggalan transaksi, aliran dana yang tidak wajar, hingga perbedaan laporan internal dan eksternal membuat segalanya menjadi terang.“Berani sekali mereka,” gumamnya, suaranya dipenuhi kemarahan yang terpendam. Ia tahu, langkah selanjutnya adalah membongkar semuanya. Namun, ia juga sadar, ini bukan urusan kecil. Ini melibatkan uang dalam jumlah besar, dan jika ia tidak berhati-hati, bukan hanya perusahaan yang akan hancur, tetapi

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   27- Kejar-Kejaran Maut

    Malam itu gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan pucat yang sesekali tersembunyi di balik awan tebal. Jalanan sepi, aspal basah oleh hujan yang baru saja reda, memantulkan kilauan lampu mobil yang melaju kencang.Awalnya mereka aman, tetpi tidak lama terdengar raungan beberapa mobil mengejar mereka dengan kecepatan tinggi. Pak Arif memegang kemudi dengan erat, matanya fokus menatap jalan sambil sesekali melirik kaca spion.Di sampingnya, Pak Anton menampakkan wajah tegang, sedangkan di baris kursi belakang Ghenadie dan Desy duduk bersebelahan, wajah mereka juga dipenuhi ketegangan."Masih ada berapa peluru?" tanya Pak Arif sambil matanya fokus pada keadaan di depan mobil, suaranya tegas namun terdengar sedikit gemetar."Dua magazen kurang, mungkin kurang," jawab Desy sambil memeriksa magazennya. "Mereka terlalu banyak, pak Arif. Kita tidak bisa terus begini.""Kita tidak punya pilihan!" bentak seru Anton, tangannya mencengkeram handel pintu mobil lebih erat. "Mereka akan membu

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   26-Pertemuan Yang Tidak Pernah Terjadi

    Selama beberapa saat, mereka berempat bingung, tidak tahu harus ke mana. Arif sebagai mantan polisi tahu, sangat sulit menghadapi aparat jika sudah berafiliasi denga kejahatan.Hukum bisa mereka atur, bahkan mereka bisa sampai menghilangkan nyawa dengan alasan yang sepertinya logis. Di saat seperti itu, pak Arif teringat dengan seorang tua yang jujur, dia juga mantan polisi.Karena sedang menyupir mobil, dia meminta pak Anton untuk menghubunginya, mengatakan bahwa mereka mau berkonsultasi dengannya. Pak Anton menyebut nomornya dan mengatakan bahwa pak Anton mewakili pak Arif ayang bicara.Setelah terhubung, pak Anton menyampaikan pesan yang di sebut oleh pak Arif. Suara tua terdengar di seberang, dia mengiyakan dan menyebutkan tempatnya. Pak arif menyimak dan dia tahu tempat itu.“Baiklah,” seru pak Arif sambil terus menyupir. “Aku tahu tempat itu.”Mereka berbelok ke arah kiri, menuju jalan bebas hambatan dan melaju selama beberapa jam. Mobil yang dikemudikan Arif berhenti di sebuah

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   25-Berkumpul Kembali

    Hari menjelang sore. Arif memandang ke luar jendela mobilnya, matanya menyipit menatap jalanan yang ramai. Desy duduk di sampingnya, tangannya erat memegang pistolnya.“Kamu punya ijin memegang pistol?” tanya pak Arif.“Punya,” jawab Desy.Dalam hati pak Arif melihat, bahwa Desy bukanlah wanita yang lemah, tetapi senbagai manusia biasa, tentu saja dia kepayahan jika berhadapan dengan sekelompok orang.“Apa Bapak yakin ini akan berhasil, Pak Arif?” tanya Desy, matanya penuh keraguan.Arif menghela napas. “Tidak ada yang pasti dalam hidup ini, Desy. Tapi satu hal yang aku tahu: kita tidak bisa diam saja. Kalau kita diam, mereka akan terus merajalela.”Desy mengangguk pelan. “Saya hanya tidak ingin pak Arif terluka karena saya.”Arif menoleh, memandangnya dengan tatapan lembut. “Jangan khawatir, Desy. Mereka yang salah. Mereka yang memilih jalan kejahatan. Kita hanya mencoba memperbaiki apa yang mereka rusak.”Sementara itu, kehangatan Desy dan pak Arif mulai tercipta, kehangatan seperti

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   24-Bantuan tidak terduga

    Desy melirik ke belakang, melihat bayangan pria bertubuh tegap yang terus membuntutinya."Tidak, tidak, tidak," gumamnya dalam hati. Ia harus menemukan cara untuk menghilang.Dia bisa saja melawan, karena dia ahli bela diri, tetapi masalahnya, mereka itu rombongan dan yang dia takutkan mereka membawa senjata api.Kemudian Desy menuju area food court yang ramai, berharap bisa membaur dengan kerumunan. Suara riuh rendah orang-orang yang sedang makan, tertawa, dan berbicara memenuhi ruangan.Desy mencoba tenang, berjalan santai di antara meja-meja, tetapi matanya terus memantau sekeliling."Di mana mereka?" pikirnya, saat melihat beberapa pria berseragam gelap mulai menyebar, memblokir pintu-pintu keluar. Desy menggigit bibirnya. Ia terjebak."Harus ada cara," bisiknya pada diri sendiri. Ia memandang sekeliling, mencari celah.Tiba-tiba, matanya tertuju pada seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di dekat gerai kopi. Pria itu mengenakan kemeja sederhana dan celana chino, tetapi ada

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   23-Diikuti

    Hujan rintik-rintik turun membasahi aspal jalanan kota. Ghenadie mengemudikan mobil dengan tenang, sementara Desy duduk di sampingnya dengan wajah penuh kegelisahan. Di kursi belakang, ayah Ghenedie, Pak Anton, menggenggam ponselnya erat, bersiap jika keadaan memburuk."Pak, bagaimana kalau mereka sudah menyuap semua pihak berwenang?" tanya Desy, suaranya bergetar.Pak Anton menarik napas dalam. "Aku masih punya beberapa teman yang bisa dipercaya. Tapi kita harus cepat. Jika Pak Budi sudah menggerakkan aparat, maka waktu kita tidak banyak."Sambil terus menyetir, Ghenadie melirik kaca spion. Matanya menyipit curiga saat melihat sedan hitam yang melaju dengan kecepatan stabil di belakang mereka. Mobil itu sudah ada di sana sejak mereka meninggalkan kantor Pajak."Aku tidak suka ini," gumamnya.Pak Anton, yang juga memperhatikan situasi, mengangguk setuju. "Saya perhatikan, Nak. Mobil itu sudah tiga kali belok mengikuti kita. Mereka profesional."Desy merasakan bulu kuduknya meremang.

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   22-Melapor Ke Aparat Hukum

    Pak Anton memasuki ruangannya dengan langkah hati-hati. Ghenadie dan Desy mengikutinya dari belakang, mata mereka waspada menyapu setiap sudut ruangan.Begitu mereka masuk, mereka terkejut melihat keadaan kantor yang telah berantakan. Laci-laci meja terbuka, lemari dokumen kosong, dan beberapa berkas berserakan di lantai.“Untung pak Budi tidak menepati kantor,” gumam pak Anton di dalam hati. Sehingga mereka bertiga bisa masuk ke sini tanpa ketahuan."Tapi sepertinya mereka sudah menggeledah tempat ini," gumam Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Tapi apa mereka menemukan sesuatu yang penting?"Pak Anton menghela napas lega setelah melihat dinding tempat rahasianya masih utuh. Dengan cepat, ia berjalan ke sudut ruangan, meraba permukaan dinding kayu di dekat rak buku.Jari-jarinya menemukan sebuah tonjolan kecil yang tidak menarik, lalu ia menekannya. Sebuah panel kecil terbuka, memperlihatkan sebuah berkas tebal yang tersembunyi di dalamnya."Syukurlah, masih ada," kata Pak Anton

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   21-Keputusan Besar pak Anton

    Pak Anton menghembuskan napas panjang, tangannya mengepal di atas meja kayu yang usianya mungkin lebih tua dari dirinya sendiri. Matanya menatap kosong ke arah Desy dan Ghenadie yang duduk di depannya.Ruangan ini masih sama seperti beberapa bulan lalu sebelum mereka semua berada di ruang bawah,sewaktu itu mereka meledakan rumah karena melihat pak Budi dan rombongannya mengintai mereka, yaitu orang yang selama ini dianggapnya sebagai tangan kanan sekaligus sahabat.Tapi sekarang, semuanya telah berubah.Besok mereka harus kembali ke perusahaan. Itu satu-satunya pilihan. Perusahaan itu adalah hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun.Pak Anton melirik jam dinding yang berdetak pelan. Pukul dua dini hari, dan dia masih terjaga, pikirannya dipenuhi rencana.Pak Budi pasti telah melakukan banyak hal selama mereka terkurung.Ia mengepalkan tangannya lebih erat.“Besok kita ke perusahaan.” Suaranya tegas, nyaris tanpa keraguan.Desy, wanita muda berambut sebahu dengan wajah penuh ketegasan

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   20-Pengkhianatan di Balik Kabut

    Mobil melaju menembus kegelapan malam. Hujan yang turun sejak sore membuat jalanan licin, namun sopir yang membawa Pak Anton tetap fokus, memastikan keselamatan mereka.Di sampingnya, Pak Anton duduk diam, wajahnya terlihat tegang, pikirannya penuh dengan kejadian yang baru saja terjadi."Kemana kita?" tanya sopir itu, matanya tetap menatap lurus ke depan."Kita ke rumah persiapanku," jawab Pak Anton, suaranya dingin. Ia kemudian menyebutkan alamat, dan sopir itu mengangguk pelan, mencoba menghafalkannya.Di kursi belakang, Ghenadie—anak Pak Anton—tertidur dengan kepala bersandar pada jendela. Di sampingnya duduk Desy, body guard yang sekarang bertugas menjaga Ghenadie dari mara bahaya.Guru Desy, pak Firmus Sontoloyo, sangat terkenal. Sedangkan Desy meskipun masih muda, dia sangat berbakat sehingga menjadi murid kesayangan gurunya.Pak Anton mengepalkan tangannya. Budi. Nama itu bergema di kepalanya. Sahabatnya sendiri, orang yang selama ini ia percayai, ternyata adalah pengkhianat.

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   19-Hidup Dalam Bunker

    Di dalam ruangan bawah tanah yang remang-remang, suara napas Pak Anton terdengar berat. Mengalami kolestrol tinggi sehingga membuat kakinya belum pulih sepenuhnya, tetapi pikirannya tetap tajam.Ia menatap kedua orang di depannya—Ghenadie, putranya yang masih berusia 24 tahun, dan Desy, bodyguard setia yang telah bekerja dengannya semenjak Ghenadie mengalami kecelakaan mobil aneh tempo hari."Apakah kalian berdua ingin langsung keluar dari sini atau berdiam dulu sampai aku sembuh benar?" tanya Pak Anton dengan suara yang berusaha tetap tegar.Ghenadie dan Desy saling berpandangan. Keputusan ini tidak mudah. Apa pun pilihannya, taruhannya pastilah beresiko. Akhirnya, Ghenadie yang bersuara."Di antara kedua pilihan itu, risikonya apa?"Pak Anton menarik napas dalam sebelum menjelaskan. "Kalau kita menunggu sampai aku sembuh, berarti kita harus tinggal di sini berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun. Tapi jika kita memilih keluar sekarang, kita harus berhadapan langsung dengan mus

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status