Lift terbuka, mereka pun berjalan menuju ke ruangan Pak Xavier. Dan jelas saja itu dilihat oleh Veronika dan karyawan yang lain dan membuat mereka pun bertanya-tanya.Pandangan mereka, membuat Xena mengerti kalau mereka kini tengah membicarakan tentang dirinya. Tapi Xena mencoba tetap tenang, dan benriat dengan tujuan awal ia ke tempat ini hanya untuk bekerja tidak ada yang lain.Mau seberapa banyak orang menbicarakannya, ia tak peduli.Lucas mengetuk pintu ruangan Xavier.“Masuk.”Suara sahutan Xavier dari dalam membuat Lucas pun membuka pintu tersebut dan mempersilhkannya untuk masuk.“Terima kasih, Pak.” ucap Xena yang ditanggapin senyuman manis oleh Lucas.Xena pun masuk ke dalam ruangan itu dan berjalan menuju Xavier yang masih sibuk didepan meja kerjanya.Ia mengetik seseuatu pada laptop berlogo apel tersebut dengan beberapa kertas yang bererakan dilantai dan juga dimeja.“Maaf. Bapak manggil saya?”Xavier menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menoleh kearah Xena. Seketika dah
Xena tertegun, ia membatin. ‘Aduh ... aku harus jawab apa kalau Pak Xavier benar-benar menyakan hal tersebut.’“Alamat rumah yang kamu cantumkan itu, apa benar alamat rumah kamu?”Dahi Xena berkerut. Ternyata Xavier tidak menanyakan tentang kejadian barusan saat ia memegang tangannya, tapi ia menanyakan pasal alamat rumah.Xena merasa lega, namun sekarang ia tambah bingung dan akan menjawab apa tentang alamat tersebut.“Xena?”“Eum, itu ... iya jadi saya tinggal di kos daerah tersebut, Pak.” jawabnya berbohong.Xavier mengangguk. “Okeh.” ucapnya melepaskan tangan Xena.“Kalau begitu saya permisi ya, Pak.”“Hei ... tunggu dulu. Tujuan saya tadi menyuruh Lucas untuk memamnggil kamu, karena ada tugas untuk kamu.”“Iya Pak. Apa yang bisa saya bantu?” tanya Xena.Xavier menunjuk lemari arsip miliknya dan juga meja kerja serta sofa miliknya dan juga nakas yang berada didekat lemari itu.“Kamu lihat kan, semuanya berantakan.” katanya.Xena memerhatikan semua yang ditunjuk oleh Xavier tadi.N
Tok ... Tok ...“Ara ....”Saat Arabelle sedang fokus dan serius membaca berita tersebut, secara tiba-tiba, sang Mamah mengetuk pintu kamarnya yang membuat Ara pun cepat-cepat menyimpan koran itu diselipan buku sekolah miliknya.“Iya Mah.”“Kamu sudah makan?” tanya Tania yang baru saja membuka pintu.“Ini Ara baru mau makan, Mah. Ara baru selesai ganti baju.”“Yasudah, kalau begitu kamu makan dulu ya, setelah itu ikut Mamah ke supermarket depan,”“Iya Mah. sebentar lagi Ara keluar kok, Mah.” jawabnya yang dianggukan oleh Tania.Arabelle bernapas lega. Ia mengambil potongan koran itu lagi dan segera menyembunyikannya di tempat yang aman, supaya tidak ada orang yang tahu.Ia pun segera berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya, namun ia masih penasaran akan kelanjutan dari berita tersebut, bahkan ada kata-kata yang membuatnya makin penassaran.“Orang terdekat?” gumamnya.Arabelle memggeleng, ia langsung melanjutkan langkahnya menuju ke ruang makan dan mengalihkan pikirannya tersebut.**
Xena, ambruk tepat dipundak Xavier. Ia tak sadarkan diri.Lelaki tampan itu pun langsung syok dan langsung memapah Xena menuju ke sofa lalu mendudukannnya.Ia menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu, mencoba untuk membangunkannya.“Xena ... Xena. Bangun Xena, kamu tidak usah berpura-pura pingsan, untuk menghindari hukuman dari saya.”Sudah beberapa kali ia membangunkan gadis itu, namun Xena tetap menutup kedua matanya.Xavier mulai panik, ia pun mencoba memegang pergelangan tangannya, mengecek denyut nadinya, ia dapat merasakan denyutnya namun terasa sangat lemah. Lalu dengan cepat, Xavier pun mengecek napasnya di leher Xena dan ia maihs bisa merasakan deru napsnya.“Xena benar-benar pingsan.” gumamnya.Dengan cepat, Xavier membaringkan tubuh Xena di sofa itu dan ia segera berjalan menuju telpon, menghubungi Lucas untuk membawakan P3K ke ruangannya. Lalu Xavier kembali berjalan menuju Xena dan duduk tepat disampingnya.‘Apa tindakanku terlalu kasar padanya, hingga gadis ini pingsan?’ batin
Syok. Keduanya langsung tertuju pada Xavier. Cika pun langsung tertunduk. “Pak Xavier,” gumamnya.Xavier langsung melepaskan tangan Cika dengan kasar. “Apa yang akan kamu lakukan pada Xena? Kamu ingin menamparnya? Sebelum kamu menamparnya, saya yang akan melakukan itu kepada kamu terlebih dahulu.”Perkataan Xavier jelas membuat Cika langsung meminta maaf padanya. “Ma-maaf, Pak.” ucapnya dengan rasa takut.“Sekarang cepat kamu keluar, sebelum saya berubah pikiran.” tegas Xavier.Dengan cepat, Cika pun seger amengambil tasnya dna cepat-cepat kelaur dari pentri.Sedangkan Xen masih berdiri disana dengan hati yang bertanya-tanya. ‘Pak Xavier membelaku karena sebagai bos, atau dia membelaku karena alibi akan tindakannya tadi?’ batin Xena.Xavier menoleh kearah Xena. “Kamu tidak papa?”Dengan cepat, Xena mengangguk menjawab pertanyaan sang bos. “Bapak ada apa datang ke pentri? Ada sesuatu yang bisa saya bantu?”“Eum, saya hanya ingin tahu keadaan kamu. Apa kamu baik-baik saja?”‘Hah? Dia dat
“Xavier ... Xavier ...!”Panggilan James yang berkali-kali tak digubris olehnya, perasaan marah dan juga kecewa sudah tertanam dalam dalam diri Xavier, hingga sama sekali tiakd mempedulikan sang Papah.Sungguh, sampai saat ini perasaan amarah dan juga dendam atas kepergian sang Mamah, masih membuatny belum bisa mengikhlaskannnya.Xavier membanting pintu kamarnya dengan keras, hingga suara itu terdengar jelas di telinga James yang masih berada dibawah.Ia tahu, kemarahan Xavier sangat mengebu-gebu. Sifatnya ini memang berubah pasal kepergian Caroline, istri tercintanya.James mengusap seluruh wajahnya seraya menghela napasnya. ‘Caroline, aku tidak tahan denagn perlakuakn Xavier, semenjak kepergiamu ia jadi semakin menjadi seperti ini.’ batinnya.*****Di kamarnya, seorang gadis cantik dengan rambut sebahu tengah mengerjakan pekerjaan rumah. Ia tengah fokus mengisi seriap pertanyaan di lembar soal tersebut.Tiba-tiba, sebuah buku cetak didekatnya terjatuh karena secara tak sengaja ia se
Drrttt ... Drrttt ...Suara dering ponsel pun membuyarkan lamunan Xavier akan Xena, dengan segera ia pun mengambil ponselnya yang berada di saku jas miliknya lalu mengangkat panggilan tersebut.“Hallo ....”“....”“Baik, nanti akan saya urus itu semua. Iya, nanti saya akan menyuruh sekretaris saya untuk mengatur jadwalnya,”“....”“Siap. Terima kasih.”Setelah selesai menerima panggilan tersebut, Xavier pun segera meletakkan ponselnya dimeja.Xena yang tengah membersihkan meja itu pun langsung berhenti sejenak dan membuat Xavier pun melihat kearahnya.“Kenapa kamu berhenti?”“Eum ... sepertinya saya tidak sopan membersihkan meja ini, tapi masih ada Bapak disini,”“Kamu mengusir saya?”Xena langsung menggeleng. “Bukan itu maksud saya, Pak. Saya hanya tak ingin Bapak terkena debu ketika saya sedang membersihkan tempat ini.” jawabnya menunduk.Xavier menghela napasnya, ia segera bangkit dan berjalan menuju sofa lalu duduk disana, sedangkan Xena yang berdiri dengn menunduk.“Sudah sana, ce
“Pak Xavier itu aneh. Apa semua karyawan disini kalau tidak punya dia yang membelikan?” gumamnya.Tiba-tiba, Cika masuk dan langsung meliaht papperbag orange yang berada didepan Xena, ia berjalan dan berdiri tepat didekat gadis itu.“Apa itu?” tanyanya yang mengarah pada papperbag tersebut.Xena langsung menatap Cika. “Bukan apa-apa.”“Bohong. Coba sini saya lihat,” ucapnya yang langsung merebut papperbang itu.Sontak, Xena pun langsung bangkit dan menghampiri Cika, ia mencoba untuk merebut kembali, namun Cika berusaha tetap merebutnya hingga secara tak sengaja ia mendorong Xena hingga terjatuh kesudut ruangan itu.“Aw ... Shhh.” ringisnya menahan sakit karena sikunya terkena pojok dari dinding diruangan itu.Cika menoleh dan tersenyum miring melihat Xena yang kesakitan. “Makanya nggak usah pelit.” ketusnya lalu ia segera membuka isi dari papperbag itu.Pupilnya langsung melebar ketika melihat bahwa yang berada dalam papperbag itu adalah sebuah ponsel mahal limited edition dan hanya o