Besok paginya….Sam mendapat kabar dari Pak Yudi.Anak buahnya sudah mengecek kamera pengawas yang ada di sekitar kawasan ruko tempat dimana Sarah diculik.Sam pun meminta Juna menemaninya."Batalkan jadwalku pagi ini! Aku harus pergi untuk melihat rekaman itu!" perintah Sam setelah keluar dari ruangannya."Baik, Tuan! Tapi meeting nanti siang tidak bisa ditunda lagi," jelasnya dengan wajah tidak enak.Sam mengusap wajahnya dengan kasar.Dia benar-benar kehilangan konsentrasinya dalam bekerja."Baiklah! Ayo, cepat!""Baik, Tuan! Sebentar,"Juna pun mengambil Tab dan kunci mobil Sam.Lalu mereka berdua bergegas menuju lokasi yang sudah dikirimkan oleh anak buah Pak Yudi.Di rumah Handoko…..Sonia dan Papanya baru saja selesai sarapan bersama."Pa, bagaimana? Apa Papa sudah bicara pada Tuan Adam?"Sonia terlihat sangat antusias kalau sudah membicarakan tentang Sam."Sudah. Dan dia bilang kalau semua keputusan ada di tangan putranya," jelasnya singkat.Handoko jadi merasa malu kalau meng
Sam menatap Dion dengan sorot mata tajam.Seperti ular yang siap memangsa tikus kecil di depannya hidup-hidup."Apa yang sudah kau rencanakan? Dasar brengsek!" Sam langsung melontarkan pertanyaan pada pemuda yang baju kemejanya sudah terbuka setengah."Apa maksudmu? Kalian bahkan datang dengan tiba-tiba seperti ini?! Tidak punya sopan santun!" teriaknya merasa tidak terima.Dion pun mengibaskan tangannya untuk memberi isyarat supaya gadis itu keluar dari ruangannya.Gadis itu pun mengangguk patuh dan segera membetulkan pakaiannya yang sedikit terbuka, lalu keluar dari ruangan Dion sambil menundukkan kepala karena sedikit takut.Sam pun duduk di sofa dengan menghilangkan kedua kakinya.Dia berusaha untuk tetap santai meskipun saat ini sangat ingin menghajar pria itu.'Kemana dua penjaga yang ada di depan? Apa mereka sudah dihajar oleh pria ini?!' Batin Dion heran sambil melirik sekilas ke arah Juna.Karena tadi dia memang lupa mengunci pintunya sebab sudah ada orang yang berjaga. Tapi
Dion pun mulai berpikir apa yang harus mereka lakukan terlebih dahulu."Ini adalah kesempatan yang bagus untuk kita menghancurkan perusahaannya bukan? Atau kamu ada ide lain?" Dion balik bertanya.Rio pun memegang dagunya untuk menimbang apa yang baru saja temannya itu katakan.["Aku tidak yakin soal ini, Dion. Mereka terlalu kuat untuk ditumbangkan. Coba pikirkan lagi!" ujarnya mengingatkan.]Tidak mudah menghancurkan perusahaan Galaxi Group yang sudah sebesar itu.Kalaupun ada isu yang tidak sedap, maka mereka pasti akan dengan cepat dan mudah saja menangani itu semua.Dion pun merasa begitu, jadi dia kembali memutar otaknya."Bagaimana kalau kita minta bantuan pada Johan? Dia juga bekerjasama dengan pria itu. Aku akan memintanya untuk membantu kita!" ucapnya tiba-tiba.Rio pun menaikkan sebelah alisnya karena tidak yakin.["Terserah kamu saja!" jawabnya pasrah.]"Oke, sip! Aku akan memberi kabar lagi soal ini!" putusnya final.Setelah itu Dion pun mengakhiri obrolan mereka.Dia ter
Mobil itu pun secara perlahan mulai mengikuti mobil Sam dari belakang.Dia pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Mereka sudah bergerak. Kalian harus segera bersiap!" ucapnya memberikan perintah.["Baik, Bos!" jawabnya patuh.]Setelah itu dia pun mematikan panggilan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai karena sebentar lagi rencananya akan berhasil.Ya, pria itu tentu saja Dion.Dia sudah mengawasi Sam dari tadi dan kebetulan sekali, saat dia baru saja mau pergi ternyata mobil Sam keluar dari perusahaan.Dan ini adalah waktu yang sangat pas sekali baginya.Dion sudah menyewa beberapa preman dan para preman itu sedang berjaga di tempat lain.Mereka akan menunggu sampai Sam masuk perangkap dan akan digiring tempat sepi sehingga bisa menaklukan Sam dan juga Juna.Dion pun memutuskan untuk tidak lagi mengikuti mobil Sam, dia memilih menunggu dan menghindari mereka supaya tidak ada yang curiga.Dia sudah meminta Rio dan Johan untuk bungkam tentang masalah ini.Dia juga me
Praanggggg!!!!!Suara pecahan kaca menggema di kamar gadis itu.Handoko yang baru saja pulang, terkejut mendengar suara bising dari arah kamar putrinya."Sonia!" gumamnya cemas.Handoko langsung berlari menaiki tangga.Dia khawatir terjadi sesuatu pada putri semata wayangnya itu."Wanita murahan! Kamu harus mati!" teriaknya kencang.Pria itu pun langsung membuka pintu kamar putrinya dengan cepat."Sonia?! Apa-apaan ini? Ada apa denganmu?!" tanya Handoko panik.Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling.Kamar Sonia sangat berantakan, Barang-barang di meja rias berhamburan, pecahan kaca dimana-mana.Bahkan ranjang gadis itu tidak berbentuk lagi.Handoko menggelengkan kepalanya karena tidak menyangka putrinya jadi seperti ini."Sonia, apa yang terjadi?"Pria itu berjalan dengan pelan dan mendekati putrinya.Gadis itu meringkuk di samping ranjang sambil memeluk kedua lututnya, masih dengan isakan yang terdengar samar.Dia pun mendongakkan kepala untuk menatap Papanya."Pa, wanita itu selama
Sarah pun berteriak histeris."Aku ingin bertemu Sam! Aku ingin melihatnya Tante!" minta gadis itu sambil memegang lengan Sekar dengan erat.Sekar pun berusaha untuk menenangkan keponakannya itu."Sabar, Sarah! Kamu kan masih belum kuat untuk berjalan. Kamu masih perlu istirahat, Sayang! Kita tunggu dokter dulu ya?" ucapnya sambil membelai rambut panjang Sarah."Tapi Tante, aku tidak bisa tenang sebelum melihat langsung bagaimana keadaannya sekarang! Aku harus kesana, Tante! Aku tidak bisa diam disini sementara Sam sedang terbaring lemah," tuturnya sambil menangis.Sekar pun bingung, lalu Bayu yang baru saja keluar dari toilet segera bergegas menghampiri mereka."Ada apa, Bu?" ucapnya panik."Samuel, Pak! Dia sedang dirawat di rumah sakit! Tadi kami baru melihat beritanya di televisi. Sarah ingin menemuinya! Bagaimana ini, Pak?!" adunya ikutan panik."Ya sudah, kalian tunggulah disini! Paman akan bicara pada dokter!" tuturnya yakin.Sekar pun mengangguk.Dia kembali membujuk Sarah untu
Sonia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dia akan datang lagi besok untuk memastikan apakah Sam sudah sadar atau tidak.Dia harus melihat semuanya sendiri.Saat ini dia tidak ingin masuk ke dalam karena malas untuk bertemu dengan Sarah.Rasa kecewanya karena gagal menyingkirkan gadis itu harus disisihkan terlebih dahulu.Sam jauh lebih penting saat ini."Tunggu saja! Aku akan membuatmu semakin menderita!" desisnya geram. Sonia pun pergi dari sana sambil memikirkan rencana baru untuk menghancurkan hubungan Sam dan Sarah. Besok paginya…Di dalam ruangannya, Adam dan Pak Yudi sedang berdiskusi serius karena ini mengenai Sam."Apa kamu memikirkan hal yang sama, Yudi? Aku rasa pelakunya adalah orang yang sama. Dia juga yang menculik Sarah dan mencelakai Sam!" tutur Adam dengan kilatan api amarah yang terlihat jelas di matanya. "Aku juga berpikir begitu, Tuan. Tapi aku masih harus menyelidiki in
Tiba-tiba Susan sudah ada di belakang mereka. Dia pun berjalan mendekat ke arah ranjang Sam. "Ta-tante?!" Sarah cukup terkejut mendengar apa yang baru saja wanita itu ucapkan. "Mama! Kenapa bicara seperti itu?!" Sam bertanya heran. "Ini adalah salahmu dan memang kamu yang harus disalahkan dalam hal ini!" tunjuknya sambil menatap gadis itu tidak suka. Sarah sampai tidak tahu harus bicara apa. Dia bingung kenapa sikap Susan tiba-tiba berubah. Padahal sebelumnya baik-baik saja. "Apa maksud Tante bicara seperti itu? Sarah juga tidak tahu soal itu," akhirnya dia berani membuka suara."Tentu saja kamu yang harus bertanggung jawab atas apa yang menimpa anakku! Dia terlibat banyak masalah juga karenamu! Dia juga terluka itu semua karenamu! Kamu juga ceroboh, makanya kamu sampai diculik dan menyusahkan semua orang! Kamu tahu itu?!" ucap Susan dengan napas memburu.
Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Damar pun kembali ke perusahaannya setelah mengintai perusahaan Sam dari jauh.Dia pun mulai berpikir keras sekarang karena harus bisa membuat rencana selanjutnya. Apalagi Rio dan juga Johan sudah menyerahkan hal ini padanya.Tentu saja rasa gengsinya yang tinggi tidak akan terima kalau sampai ia gagal melakukannya."Perusahaan mereka cukup besar. Aku yakin butuh sesuatu yang berbeda untuk menumbangkan mereka. Ini tidak mudah," gumamnya seorang diri.Damar pun mengelus dagu dengan tangan kanannya.Lalu ia pun mengambil ponselnya dan menelpon temannya. "Halo, Johan! Aku sedang memikirkan kalian berdua dan juga rencana waktu itu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada pemuda itu?"["Kenapa? Apa sekarang kau ragu?" tanya Johan memastikan.]Pria itu tersenyum sinis."Tentu saja tidak!" jawab Damar cepat. "Aku memang baru saja kembali ke perusahaanku setelah lewat di depan perusahaan mereka. Mereka sama sekali tidak bisa membuatku gentar. Ingat, kalian masih ada janji padaku!" ucapnya
Sarah sampai tergagap mendengar ucapan dari wanita yang terlihat masih muda itu. “Maaf, Mbak. Saya ini serius! Saya memang datang untuk membeli toko itu. Saya akan membuka toko kue,” jelas Sarah berusaha untuk meyakinkan. Tapi wanita itu malah mengangkat bibir atasnya dan memandang Sarah dengan remeh karena saat ini istri dari Samuel itu hanya memakai kaos blus yang dipadukan dengan celana jeans dan memakai sepatu Slip On biasa.Itu semua adalah baju yang biasa Sarah pakai bahkan sebelum menikah dengan Sam. Itu sebabnya dia terlihat sangat sederhana, bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya kalau dia akan membeli salah satu ruko yang ada di kawasan elit itu. Sarah pun mengeluarkan kartu miliknya dan menyodorkannya di depan karyawan itu.“Ini, Mbak! Saya bisa bayar sekarang. Mana dokumen dan kuncinya? Mama mertua saya bilang saya tinggal mengambil kuncinya saja di sini!” ucapnya mulai terlihat kesal. Gadis itu pun mengambil kartu itu lalu membolak-baliknya.“Kartu apaan nih? Kart
Kening Sam berkerut mendengar ucapan Sarah. Dia melepaskan genggaman tangannya di pundak istrinya yang cantik itu secara perlahan. Kali ini Sam benar-benar memasang wajah mode serius. "What? Bisnis apa, Sarah?" Sam sedikit bingung kemana arah pembicaraan ini. Sarah sudah menduga reaksi yang akan Sam berikan saat dia mengutarakan keinginannya itu. Dia pun mengatur napas dan kembali berkata, "Aku kan sangat suka memasak, apalagi membuat cake. Jadi aku mau buka toko kue sendiri, Sam. Aku mau punya kegiatan juga daripada … hanya duduk bengong di rumah," jelasnya sedikit takut dengan wajah tertunduk. "A-apa? Hahaha!"Tidak seperti dugaan Sarah, Sam malah menertawakannya. "Loh, kenapa kamu ketawa? Apa ada yang lucu?" Sarah bertanya dengan polosnya. Sam menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku pikir kamu akan mengatakan sesuatu yang aneh atau apalah yang membuatku khawatir, ternyata hanya itu. Kenapa tidak la
Rio tersenyum senang mendengar itu. Keduanya pun bergegas menghampiri meja tempat pria itu sedang duduk. Johan pun mulai mengenalkan Rio dengan temannya itu secara langsung. Pria itu pun berdiri untuk menerima jabatan tangan dari Rio. "Aku Rio! Senang bertemu denganmu!" ucapnya mulai duluan. Dia pun tersenyum tipis, "Aku Damar! Senang bertemu denganmu juga!" jawabnya dengan suara berat yang khas. Terdengar sangat jantan dan pria sekali. Tubuh tinggi, tegap dengan kulit sawo matang semakin menambah kesan kalau dia orang yang pekerja keras. "Oke, Tuan-tuan. Cukup basa basinya! Mari kita lanjutkan obrolan ini dengan hal yang lebih serius!" ujar Johan terlihat bersemangat. Mereka pun duduk di kursi masing-masing, melingkari meja kaca yang ada di tengah. Tentu saja, Johan akan membahas soal masalah yang sudah menimpa Rio karena satu kesalahannya. Sekarang mereka ingin meminta bantuan pada Damar untuk menyaingi Sam. Ya, Damar Suseno adalah pengusaha yang sukses.Sama seperti Sam
"A-apa?! Untuk apa, Tuan?" kening Juna langsung berkerut bingung. Sam pun menyandarkan punggungnya ke kursi. Terlihat tidak ada beban dan rileks. "Tenanglah, Juna. Aku punya rencana lain kali ini," ucap Sam santai. Juna pun mendengarkan apa yang Tuannya itu katakan tentang rencananya. Meskipun sedikit berbelit dan rumit tapi Sam akan berpura-pura tidak tahu perihal kebebasan Rio. "Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mereka saat ini, Juna. Nanti saja kita urus mereka. Fokus dulu pada jadwal pekerjaan kita ke depan. Lagipula aku tidak mau mereka mengambil alih semua pikiranku. Mereka itu hanya tikus kecil!" ujar Sam sambil mengibaskan tangan kanannya. Juna mengangguk setuju, tapi baginya tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan membuatnya tidak tenang. Bagaimanapun juga mereka sekarang akan terang-terangan menjadi musuh setelah kejadian ini. Entah kenapa perasaannya yakin akan hal itu. Dia juga ma
Johan pun tersenyum menyeringai dan menjawab dengan santai. "Tentu saja! Jangan panggil aku Johan kalau tidak bisa melakukan hal itu!" ujarnya dengan menepuk dada sebelah kirinya, terkesan bangga. Mereka berdua pun tertawa bersama dan sangat terlihat akrab dengan merangkul pundak masing-masing. "Ayo! Aku traktir minum sepuasnya! Hahaha!" serunya dengan bersemangat. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk pergi ke klub miliknya. Hari ini khusus untuk merayakan kebebasannya setelah beberapa waktu merasakan dinginnya tidur di balik dinding sempit dan pengap. Pria itu adalah Rio. Ya, Johan memenuhi janjinya untuk menolong temannya itu ke luar dari penjara. Tentu saja dengan uang Rio miliki saat ini cukup untuk membuatnya bebas dengan syarat tetap harus ada penjamin yang mewakilinya. Meskipun Sam sudah meminta pihak kepolisian untuk memberatkan hukumannya tapi pria itu tidak gentar dan putus asa.Dia sudah banyak melakukan segala cara untuk bisa bebas. Dan akhirnya setelah lama men
Kedua mata Reno pun terbelalak lebar. Entah kenapa dia merasa sangat takut kalau sudah menyangkut nama Papanya. Kali ini Juna berhasil membuatnya semakin kehilangan kendali. Tapi dia sudah bicara jujur dan mengungkapkan segala sesuatu yang Juna inginkan. Reno pun memutuskan untuk melunak dan mengikuti apa yang pria itu mau. Demi papanya!"Ja-jangan! Aku mohon jangan ganggu Papaku! To-tolong dengarkan aku! Aku bicara jujur dan sudah mengatakan semuanya padamu. Aku tidak tahu menahu tentang apa yang gadis itu lakukan! Percayalah!" ucapnya dengan mengiba. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan sekaligus sedih. Reno tidak ingin Papanya susah lagi karena ulahnya. Uang mereka sudah banyak habis untuk menebusnya dari penjara. Dia tentu saja tidak ingin jatuh miskin. Saat ini saja mereka masih cukup kesulitan untuk mengembalikan harta kekayaan yang hampir terkuras habis. Demi menyelamatkan perusahaan dan nama ba
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak