Sarah pun berteriak histeris."Aku ingin bertemu Sam! Aku ingin melihatnya Tante!" minta gadis itu sambil memegang lengan Sekar dengan erat.Sekar pun berusaha untuk menenangkan keponakannya itu."Sabar, Sarah! Kamu kan masih belum kuat untuk berjalan. Kamu masih perlu istirahat, Sayang! Kita tunggu dokter dulu ya?" ucapnya sambil membelai rambut panjang Sarah."Tapi Tante, aku tidak bisa tenang sebelum melihat langsung bagaimana keadaannya sekarang! Aku harus kesana, Tante! Aku tidak bisa diam disini sementara Sam sedang terbaring lemah," tuturnya sambil menangis.Sekar pun bingung, lalu Bayu yang baru saja keluar dari toilet segera bergegas menghampiri mereka."Ada apa, Bu?" ucapnya panik."Samuel, Pak! Dia sedang dirawat di rumah sakit! Tadi kami baru melihat beritanya di televisi. Sarah ingin menemuinya! Bagaimana ini, Pak?!" adunya ikutan panik."Ya sudah, kalian tunggulah disini! Paman akan bicara pada dokter!" tuturnya yakin.Sekar pun mengangguk.Dia kembali membujuk Sarah untu
Sonia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.Dia akan datang lagi besok untuk memastikan apakah Sam sudah sadar atau tidak.Dia harus melihat semuanya sendiri.Saat ini dia tidak ingin masuk ke dalam karena malas untuk bertemu dengan Sarah.Rasa kecewanya karena gagal menyingkirkan gadis itu harus disisihkan terlebih dahulu.Sam jauh lebih penting saat ini."Tunggu saja! Aku akan membuatmu semakin menderita!" desisnya geram. Sonia pun pergi dari sana sambil memikirkan rencana baru untuk menghancurkan hubungan Sam dan Sarah. Besok paginya…Di dalam ruangannya, Adam dan Pak Yudi sedang berdiskusi serius karena ini mengenai Sam."Apa kamu memikirkan hal yang sama, Yudi? Aku rasa pelakunya adalah orang yang sama. Dia juga yang menculik Sarah dan mencelakai Sam!" tutur Adam dengan kilatan api amarah yang terlihat jelas di matanya. "Aku juga berpikir begitu, Tuan. Tapi aku masih harus menyelidiki in
Tiba-tiba Susan sudah ada di belakang mereka. Dia pun berjalan mendekat ke arah ranjang Sam. "Ta-tante?!" Sarah cukup terkejut mendengar apa yang baru saja wanita itu ucapkan. "Mama! Kenapa bicara seperti itu?!" Sam bertanya heran. "Ini adalah salahmu dan memang kamu yang harus disalahkan dalam hal ini!" tunjuknya sambil menatap gadis itu tidak suka. Sarah sampai tidak tahu harus bicara apa. Dia bingung kenapa sikap Susan tiba-tiba berubah. Padahal sebelumnya baik-baik saja. "Apa maksud Tante bicara seperti itu? Sarah juga tidak tahu soal itu," akhirnya dia berani membuka suara."Tentu saja kamu yang harus bertanggung jawab atas apa yang menimpa anakku! Dia terlibat banyak masalah juga karenamu! Dia juga terluka itu semua karenamu! Kamu juga ceroboh, makanya kamu sampai diculik dan menyusahkan semua orang! Kamu tahu itu?!" ucap Susan dengan napas memburu.
Istrinya pun heran mendengar suaminya bicara seperti itu."Siapa, Sayang? Memangnya kamu kenal dengan wanita itu?""Tentu saja, Ma. Dia itu adalah Mamanya Tuan Samuel, lalu gadis yang ada di sebelahnya itu adalah mantan karyawan perusahaan dan juga orang yang mengincar Tuan Samuel. Aku yakin dia datang kemari bukan karena ingin menjenguk Tuan Sam!" jelasnya singkat. Istrinya itu hanya manggut-manggut.Ya, mereka adalah Juna dan juga istrinya.Juna merasa sudah baikan dan ingin melihat Tuannya.Dia bersyukur karena tidak berpapasan dengan Susan dan Sonia jadi dia bisa melaporkan hal ini pada Sam. "Ayo, Ma!" ajaknya. Juna dan istrinya pun masuk ke dalam ruangan Sam. "Selamat sore, Tuan. Senang sekali bisa melihat Tuan sudah sehat," sapa Juna tetap sopan meskipun mereka bukan di kantor. "Terima kasih, Juna. Bagaimana keadaanmu?" Sam memberikan perhatian kecil pada asistennya itu. "Saya baik-baik saja, Tuan. Jangan khawatirkan tentang saya. Fokus saja pada kesembuhan, Tuan!" jawabny
Tentu saja petugas polisi itu tidak langsung percaya dengan Dion sepenuhnya, meskipun begitu mereka tetap akan melakukan penyelidikan berdasarkan nama dan juga keterangan yang diberikan olehnya. Sekecil apapun petunjuk dan setiap dugaan mereka harus tetap membongkar semua sampai ke akarnya. Lalu petugas polisi itu melanjutkan pertanyaan lagi pada Dion."Apa hubungan mereka berdua dalam masalah ini? Apa kamu punya bukti kalau mereka ikut terlibat?"Dion pun berpikir keras karena sebenarnya dia memang tidak mempunyai bukti soal itu.Dia hanya bisa memberikan nomor ponsel mereka dan bukti adanya percakapan, tapi itu semua tidaklah cukup.Karena riwayat panggilan itu tidak bisa menjelaskan apa saja yang mereka bicarakan dan juga Johan yang pandai sekali menghapus jejaknya.Uang yang ditransfer pada Dion melalui rekening pribadinya pun tidak bisa dilacak karena ia sudah menghapusnya untuk menghilangkan jejak.'Sial! Seharusnya aku tidak bertindak terburu-buru! Sekarang malah aku yang har
Sam mengatupkan rahangnya menahan emosi yang sudah meluap. Kalau saja mereka tidak duduk di ruang yang terpisah pasti dia sudah menghajar pria sombong itu. Tapi Sam berusaha untuk tidak terpancing dengan ucapan Dion dan tetap bersikap tenang seolah tidak goyah dengan semua yang pria itu katakan. Dion juga berusaha bertahan meskipun dia sebenarnya takut kalau Sam tiba-tiba saja meminta polisi untuk melenyapkannya. Dia tahu mereka bisa saja melakukan itu detik ini juga. Tapi dia akan menggunakan Rio dan Johan sebagai senjata terakhir untuk mengancam Sam. Meskipun mereka berdua sudah membuangnya, tapi dia tidak sebodoh itu. Karena tahu kalau Rio dan Johan pasti akan mencoba lari dari masalah ini dan tidak ingin terlibat. Dion akan mengadu domba mereka semua. Selagi itu bisa membuatnya puas melihat Sam menderita. Dan membalaskan rasa sakit hatinya. "Apa maksudmu? Apa kau punya komplotan lain? Mereka semua akan aku tangkap!" ujar Sam dengan tatapan tajam. Dion pun tersenyum mir
Susan tersenyum ramah pada tamu yang baru saja tiba. "Apa kabarnya, Tante? Apa aku mengganggu?" ucapnya lemah lembut. Manis sekali mulutnya saat berbicara dengan Susan. Dan wanita ini tidak tahu kalau sebenarnya itu adalah racun yang mematikan untuknya. "Baik! Ayo, silahkan masuk!" jawabnya tak kalah ramah. Sonia pun senang karena awal yang bagus sudah menyambutnya. Susan membawa gadis itu ke ruang tamu, sementara itu Sarah sedang ke kamar karena semalam dia menginap di rumah itu. Sarah sedang berusaha menenangkan diri dan berpikir positif, supaya saat Sam pulang nanti dia bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun antara dia dan calon mertuanya. Dia tidak tahu kalau saingannya baru saja tiba dan sedang berusaha merebut hati Susan saat ini. Lalu ponselnya berbunyi, ada pesan masuk dari Sam. (Maaf, Sayang. Aku pergi sebentar dan tidak memberitahumu. Sebentar lagi aku pulang!)
Sam langsung melangkahkan kakinya pergi dari sana. Susan hanya bisa terdiam mendengar keputusan ini. Lidahnya terasa kelu untuk membantah ucapan anaknya. Sekarang keadaan kembali rumit seperti awal dulu, saat Sarah pertama kali datang ke rumah ini. Sam masuk ke kamar dan melihat Sarah sedang berdiri termenung di depan jendela. Dia pun memeluknya dari belakang dengan melingkarkan tangannya di perut gadis itu. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang?" Sam bertanya sambil mengecup pipi kanannya dengan lembut. Sarah menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ada, Sam. Aku hanya merasa sedikit asing di mata Mamamu saat ini," jawabnya dengan suara sedikit parau. Sarah hampir saja kembali menangis, tapi sebisa mungkin dia menahan agar air matanya itu tidak tumpah. Ia tidak ingin membebani Sam seperti yang Susan katakan padanya. "Sssttt! Jangan lagi bahas masalah ini. Semuanya baik-baik saja, Sayang. Kita ju