“Seorang wanita?” ulang Jake memperjelas pada Laura yang mengangguk membenarkannya.“Iya, Jake,” jawab istrinya itu teriring dengan sebuah anggukan. “Seingatku hari itu, yang mengendarai mobilnya adalah seorang wanita. Hanya saja … aku tidak jelas melihatnya karena saat itu hujannya sangat deras, ‘kan?”Jake menghela napasnya kemudian menoleh pada Farren. “Cari informasi lebih lanjut pada orang-orang yang ada di penadah mobil bekas itu, Ren!” pintanya tegas. “Harusnya mereka tahu siapa yang menjualnya, dan kenapa mobil itu ada di sana dengan harga yang murah.”“Baik, Tuan Jake.”“Meski kecil kemungkinan mendapatkan informasi … tidak ada salahnya kita bertanya lebih jauh pada mereka, mereka pasti tidak akan keberatan,” katanya. “Baik, akan aku lakukan,” jawab Farren.Ia memandang sepasang mata Jake yang tampak menyipit tajam, ada dendam terhadap sore hari itu, pada seseorang yang melindas tangan kirinya hingga mengalami retak parah dan membuatnya harus melihat Laura terkapar koma.Bul
Laura menghela dalam napasnya, mencoba menenangkan gadis itu dengan menunjukkan senyumnya. “Baik,” ucapnya mula-mula. “Jika memang kamu tidak memiliki niat untuk mencelakai aku, lalu kenapa kamu melakukan itu, Tania?” tanyanya. “Kamu tahu aku tidak menuduhmu, tapi kamu yang baru saja mengatakan bahwa kamu tidak begitu, jadi apa alasannya?” Laura berharap … Tania menjawabnya dengan jujur. Menyingkirkan ketakutannya dan menyebutkan alasan yang jelas. Tania tampak memandanginya dan Jake bergantian. Sepasang matanya yang cekung dan menghitam itu menoleh ke sekitar dan ia membuka kedua bibirnya. Senyum terkembang lebih lebar di bibir Laura saat berpikir gadis itu akan bicara. Tetapi … kenyataan selalu meleset dari harapan. Sebab yang dilihat oleh Laura, sekali lagi adalah sebuah gelengan. “Maaf,” ucapnya penuh sesal tertunduk dalam dengan air mata yang kembali membasahi pipinya yang tirus. “Maaf, Nona Laura,” lanjutnya. “Saya yang bersalah karena sudah membuat sakit Nona semakin terpur
Sepertinya, kalimatnya barusan didapati oleh Jake penuh dengan kemelut sehingga pria itu bangun dari pangkuannya dan mendekatkan wajahnya untuk menggapai bibir Laura.Dua detik bibir mereka saling menyapa sebelum suara bariton Jake berbisik, “Kalau kamu terus kepikiran dengan itu, kamu bisa drop lagi,” ujarnya. “Dan aku tidak mau itu terjadi, Laura. Bisa dibilang ini masih dalam tahap pemulihanmu, tolong jangan terbebani banyak hal.”Laura menatap wajahnya yang sangat dekat, dan karena sepertinya Jake tidak akan begitu saja menjauh maka ia menganggukkan kepalanya dengan cepat.“I-iya, baiklah,” tanggapnya. “Aku tidak akan—“Laura berhenti bicara saat matanya secara otomatis terpejam kala Jake menutup bibirnya sehingga hening menyapa mereka.Seolah jantung Laura akan meledak diperlakukan seperti ini, padahal ia sudah melakukannya bersama dengan Jake lebih dari puluhan kali jumlahnya.Tetapi tetap saja pelukan yang ia berikan, ciumannya yang memagut Laura lebih dalam atau saat kedua len
Bagi Fidel … tak ada yang lebih membahagiakan daripada bertemu dengan Jake. Semalam, ibunya Jake—Alina—mengatakan bahwa HZ Empire yang akan membuat produk baru berupa makanan akan melakukan meeting terkait joint venture dengan menggandeng beberapa partner. Alina menyarankan agar MG Group—bisnis milik ayahnya—mengajukan diri sebagai rekanan dalam proyek tersebut. Fidel pun datang sebagai perwakilan dari MG Group setelah melobi ayahnya agar ia saja lah yang hadir di meeting tersebut. “Hai, Jake,” sapa Fidel, melambaikan tangan pada pria yang ia damba itu saat wajahnya yang menawan menyeruak memasuki pintu ruang meeting. Dengan begini … Fidel yakin bahwa ia akan memiliki banyak waktu untuk bertemu dengan Jake sebab mereka terlibat dalam satu proyek kerja sama yang membutuhkan keterlibatan keduanya. “Apa kabar?” tanya Fidel, berusaha mencairkan suasana karena sepertinya seisi ruang pertemuan dari sudut hingga ke sudut diisi oleh ketegangan. “Kamu sudah pulang ternyata, kenapa tidak me
Tak akan pernah Fidel lupakan bagaimana tatapan kebencian Jake tadi pagi saat menolak kehadirannya di depan semua orang.Matanya yang nyalang tajam mencabik hatinya, reaksinya saat tatapan mereka bersirobok pun cukup untuk menyebut bahwa pria itu sudah … muak.Jake menolaknya tanpa basa-basi, bahkan kalimatnya dengan jelas mengatakan bahwa pria itu tidak akan mengorbankan pernikahannya dengan Laura karena bersinggungan cukup dekat dengan dirinya.“Dia pikir dia bisa melakukan ini semua padaku?” batin Fidel saat ia turun dari mobilnya di sebuah parkiran milik restoran mewah yang lokasinya tak jauh dari MG Group—bisnis milik ayahnya.Ia ada janji di sini untuk bertemu dengan seseorang, Alina. Wanita tua itu ia jumpai tiba lebih dulu di dalam sebuah private room.Saat Fidel masuk, Alina menyambutnya dengan sebuah senyuman, “Apakah ide dari Tante berhasil, Fi?” sambutnya begitu Fidel masuk dan duduk berseberangan meja dengannya. “Jake adalah seorang pebisnis, dia pasti akan setuju jika i
Laura cukup terkejut saat Jake membawanya ke sebuah tempat yang sama sekali tak pernah ia datangi. Di sebuah villa yang jauh dari rumah mereka, yang ia pikir cukup besar dan juga bagus. Jake menjemputnya lebih awal di butik, dan mereka tiba di sini saat petang datang. Laura tak hentinya mengagumi tempat ini atau pemandangan hutan pinus yang pucuk-pucuknya tampak cantik saat ditimpa oleh senja yang perlahan memudar. “Aku baru tahu kamu punya tempat sebagus ini,” ujar Laura pada malam hari saat ia duduk di atas ranjang di dalam salah satu kamar di vila tersebut dengan meluruskan kakinya. Sedangkan Jake melakukan hal yang sama di sisi kirinya. “Tapi jika akhirnya kita hanya ada di dalam kamar begini, kenapa kita ke sini?” tanya Laura lagi, menoleh pada Jake yang hanya tersenyum mendengarkan celotehannya. “Kita bisa pulang ke rumah saja tadi, tidak perlu sejauh ini dan kamu tidak perlu capek menyetir, Jake.” “Tidak apa-apa,” tanggap Jake. “Aku suka melakukannya.” Laura yang melihat s
“Malam itu aku berpikir yang ada di sampingku adalah kamu saat kembang api dinyalakan,” ucap Jake, sepertinya belum tuntas mengenang peristiwa yang terjadi di masa lampau.Laura diam menyimak, menatap matanya yang terlihat sendu saat senyum tipisnya terukir.“Tapi ternyata yang ada di sebelahku adalah Fidel,” lanjutnya. “Aku mencarimu, tapi kamu sudah menghilang. Di mana kamu saat itu?” Laura pun tersenyum, dadanya sesak mengingat apa yang ia terima di halaman belakang rumah mertuanya kala itu.“Aku dipukuli ibuku,” akunya jujur. “Aku pergi setelah melihat kamu tampak bahagia dengan Fidel, tapi setelah itu aku malah dipukuli ibuku karena ibuku juga berpikir tuduhan Mamamu benar, Jake.”“Kalau kamu mandul?” sambung Jake atas kalimatnya.“Iya, karena aku dianggap mandul.”“Maaf,” kata Jake. “Aku sudah berusaha memberi isyarat pada Mama untuk diam tapi Mama tidak peduli.”Kedua alis Laura terangkat mendengar Jake.“Kamu sudah berusaha menghentikan Mama?” ulangnya memperjelas.“Iya,” jaw
“Apakah Tuan dan Nona tidak tahu kalau aku menunggu kalian sampai hampir pikun?” tanya Farren begitu melihat Laura dan Jake keluar dari vila untuk menemuinya yang berdiri menyandarkan punggungnya di pintu mobil yang parkir di halaman. “Maaf,” tanggap Laura yang segera di sambung oleh Jake dengan, “Kami punya urusan yang harus kami selesaikan sebentar, Ren,” ujarnya. Farren tampak memutar kedua bola matanya dengan malas sebelum menggosok lengannya yang tak dilindungi oleh kemeja, “Aku digigit nyamuk di sini selagi kalian di dalam sana malah gigit-gigitan,” celotehnya yang membuat Laura tak bisa menahan senyum, sekaligus malu di saat yang bersamaan. Tapi tak seperti Laura, Jake malah dengan gamblangnya mengatakan, “Jika iya lalu kenapa?” “Baguslah,” tanggap pemuda itu, mengangguk senang. “Kalau begitu aku hanya tinggal menunggu kabar aku akan dapat keponakan saja.” Jake berdeham, menoleh sekilas pada Laura yang menyenggol lengannya. Isyarat agar Jake berhenti membicarakan soal ‘gigi