Laura cukup terkejut saat Jake membawanya ke sebuah tempat yang sama sekali tak pernah ia datangi. Di sebuah villa yang jauh dari rumah mereka, yang ia pikir cukup besar dan juga bagus. Jake menjemputnya lebih awal di butik, dan mereka tiba di sini saat petang datang. Laura tak hentinya mengagumi tempat ini atau pemandangan hutan pinus yang pucuk-pucuknya tampak cantik saat ditimpa oleh senja yang perlahan memudar. “Aku baru tahu kamu punya tempat sebagus ini,” ujar Laura pada malam hari saat ia duduk di atas ranjang di dalam salah satu kamar di vila tersebut dengan meluruskan kakinya. Sedangkan Jake melakukan hal yang sama di sisi kirinya. “Tapi jika akhirnya kita hanya ada di dalam kamar begini, kenapa kita ke sini?” tanya Laura lagi, menoleh pada Jake yang hanya tersenyum mendengarkan celotehannya. “Kita bisa pulang ke rumah saja tadi, tidak perlu sejauh ini dan kamu tidak perlu capek menyetir, Jake.” “Tidak apa-apa,” tanggap Jake. “Aku suka melakukannya.” Laura yang melihat s
“Malam itu aku berpikir yang ada di sampingku adalah kamu saat kembang api dinyalakan,” ucap Jake, sepertinya belum tuntas mengenang peristiwa yang terjadi di masa lampau.Laura diam menyimak, menatap matanya yang terlihat sendu saat senyum tipisnya terukir.“Tapi ternyata yang ada di sebelahku adalah Fidel,” lanjutnya. “Aku mencarimu, tapi kamu sudah menghilang. Di mana kamu saat itu?” Laura pun tersenyum, dadanya sesak mengingat apa yang ia terima di halaman belakang rumah mertuanya kala itu.“Aku dipukuli ibuku,” akunya jujur. “Aku pergi setelah melihat kamu tampak bahagia dengan Fidel, tapi setelah itu aku malah dipukuli ibuku karena ibuku juga berpikir tuduhan Mamamu benar, Jake.”“Kalau kamu mandul?” sambung Jake atas kalimatnya.“Iya, karena aku dianggap mandul.”“Maaf,” kata Jake. “Aku sudah berusaha memberi isyarat pada Mama untuk diam tapi Mama tidak peduli.”Kedua alis Laura terangkat mendengar Jake.“Kamu sudah berusaha menghentikan Mama?” ulangnya memperjelas.“Iya,” jaw
“Apakah Tuan dan Nona tidak tahu kalau aku menunggu kalian sampai hampir pikun?” tanya Farren begitu melihat Laura dan Jake keluar dari vila untuk menemuinya yang berdiri menyandarkan punggungnya di pintu mobil yang parkir di halaman. “Maaf,” tanggap Laura yang segera di sambung oleh Jake dengan, “Kami punya urusan yang harus kami selesaikan sebentar, Ren,” ujarnya. Farren tampak memutar kedua bola matanya dengan malas sebelum menggosok lengannya yang tak dilindungi oleh kemeja, “Aku digigit nyamuk di sini selagi kalian di dalam sana malah gigit-gigitan,” celotehnya yang membuat Laura tak bisa menahan senyum, sekaligus malu di saat yang bersamaan. Tapi tak seperti Laura, Jake malah dengan gamblangnya mengatakan, “Jika iya lalu kenapa?” “Baguslah,” tanggap pemuda itu, mengangguk senang. “Kalau begitu aku hanya tinggal menunggu kabar aku akan dapat keponakan saja.” Jake berdeham, menoleh sekilas pada Laura yang menyenggol lengannya. Isyarat agar Jake berhenti membicarakan soal ‘gigi
Keadaan di sekitar mereka berubah menjadi tegang. Laura menahan napas—hal yang barangkali juga tengah dilakukan oleh Jake—mendengar apa yang disampaikan oleh Farren.Jika tidak ada klakson motor dari belakang mereka, mungkin tiga dari mereka masih terperangkap dalam ketegangan dan berdiri di tengah jalan.Mereka melanjutkan langkah dengan Farren yang kembali berteori, “Saat ibunya Tania kena tipu itu ... waktunya berdekatan dengan kondisi Nona Laura yang memburuk,” ujarnya. “Ini hanya dugaanku saja kok, kita masih belum memiliki bukti sampai sekarang.”“Kalau benar itu adalah Fidel, artinya dia benar-benar sangat terencana melakukan semua ini,” sambung Jake yang membuat Laura cukup terkejut.Mereka sedari tadi tidak menyebutkan namanya, tetapi Jake sepertinya tidak sabar dan memilih untuk membuka mulut.“Artinya kamu sungguh percaya bahwa semua ini dia yang melakukan?” tanya Laura, menyambut tangan Jake yang terarah kepadanya agar mereka kembali bergandengan.Jake mengangguk yakin men
Diawali dari pelukan Jake, Laura tidak akan pernah melupakan hari ini.Ia menghabiskan waktu dengan mengambil banyak foto postwedding yang sangat bagus dengan pria itu. Berganti beberapa gaun hingga usai saat hampir sore hari, mereka kemudian tiba di salah satu hotel milik HZ empire. Rupanya … Jake menyiapkan sesuatu yang lain di sini. Sebuah makan malam yang romantis, makan malam pertama mereka setelah kembali ke Jakarta.Usai makan malam itu, Jake mengajak Laura untuk menepi, menyaksikan keadaan di luar dari ketinggian lantai dua puluh.“Bagus sekali pemandangannya,” ucap Laura saat menyaksikan ke bawah. “Semuanya terlihat sangat kecil dari atas sini,” lanjutnya, sembari menoleh pada Jake yang berdiri di sisi kanannya dan mengangguk menyetujui apa yang ia sampaikan.“Saat kamu pergi dari rumah, aku dan keluarganya Fidel pernah melakukan makan malam di hotel ini juga,” ucap Jake. “Tujuannya agar aku menikahi Fidel, Laura.”“Lalu apa yang terjadi?”“Aku tentu saja menolaknya dan per
Beberapa detik bibir mereka saling bertemu sebelum Laura menarik wajahnya dari Jake. Tak hanya itu, Laura juga meraih pergelangan tangan Jake dan memintanya untuk bangun. “Aku pun sama, Jake,” ucap Laura. “Aku juga tidak sempurna. Menikah memang memiliki tujuan untuk saling menyempurnakan, bukan?” “Terima kasih sudah memberiku kesempatan, Laura,” jawabnya, bibirnya merekahkan senyuman saat ia mengambil cincin cari dalam kotak dan memakaikannya ke jari manis Laura. Ia letakkan di atas cincin pernikahan mereka dan itu terlihat sangat manis, semanis pemiliknya kini di mata Jake. “Aku sengaja meminta desain yang cocok untuk bisa dipadukan dengan cincin pernikahan kita,” katanya, dari tertunduk kemudian mengangkat wajahnya sehingga tatapan mereka bertemu. Hening bertahta selama lebih dari beberapa saat, Laura tak mengatakan apapun untuk menjawab selain mendekatkan dirinya dan membalas pria itu dengan sebuah pelukan. “Terima kasih, cincinnya sangat cantik,” ucap Laura saat meneng
Laura berdiri terpancang, membeku di tempat ia berdiri. Pipinya terasa panas saat ia memandang Jake yang sama sekali tak mengalihkan maniknya.Pria itu setia menatapnya, menunggu jawaban hingga Laura memberinya anggukan yang mereka sama-sama tahu bahwa itu adalah sebuah ‘iya.’Laura melihat Jake yang berjalan meninggalkannya, langkah kaki panjangnya menghampiri meja tak jauh dari tempat tidur. Ia tampak menekan remot yang saat Laura menoleh ke jendela, rupanya Jake tengah menutup kelambunya.Kain tebal yang bergantung di jendela itu lambat laun menghalangi jarak pandang Laura dengan gedung pencakar langit dan sisa-sisa kembang api susulan.Pencahayaan di sekitar Laura berdiri berubah dari yang semula terang menjadi temaram.Laura menelan ludah pelan, memandang Jake yang berjalan kembali ke arahnya, mendengarkan langkah kaki pria itu yang membuatnya berdebar. Detak jantungnya tak bisa ia kendalikan, melawan pemiliknya sendiri.“Jake?” panggil Laura saat lengan kekar Jake melingkari pin
Pagi seharusnya menjadi awal yang bagus untuk memulai aktivitas selama satu hari penuh. Tetapi tidak bagi Fidel. Hatinya sama sekali tidak tenang. ‘Sial!’ umpatnya dalam hati. ‘Aku tidak bisa melupakan yang aku dengar semalam.’ Ia duduk di ruang makan bersama kedua orang tuanya. Alih-alih melahap atau menikmati makanan yang ada di piringnya, ia justru mengaduknya tanpa henti. Telinganya memang mendengar obrolan ayah dan ibunya. Raganya pun ada di sini, tetapi tidak dengan angannya yang melambung jauh memikirkan apa yang ia lihat dan dengar semalam. ‘Laura benar saat mengatakan aku salah kalau dia dan Jake tidak pernah melakukan apapun selama mereka menikah,’ batinnya berkecamuk. Semalam ... Fidel pergi ikut kedua orang tuanya untuk bertemu dengan anggota keluarga mereka yang datang dari luar kota. Kebetulannya … mereka memesan kamar di hotel milik HZ Empire. Dan ketidaksengajaan itu membuatnya melihat orang lain, sepasang suami istri yang tampak tampan dan cantik, yang tampak s
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau