Laura menghela dalam napasnya, mencoba menenangkan gadis itu dengan menunjukkan senyumnya. “Baik,” ucapnya mula-mula. “Jika memang kamu tidak memiliki niat untuk mencelakai aku, lalu kenapa kamu melakukan itu, Tania?” tanyanya. “Kamu tahu aku tidak menuduhmu, tapi kamu yang baru saja mengatakan bahwa kamu tidak begitu, jadi apa alasannya?” Laura berharap … Tania menjawabnya dengan jujur. Menyingkirkan ketakutannya dan menyebutkan alasan yang jelas. Tania tampak memandanginya dan Jake bergantian. Sepasang matanya yang cekung dan menghitam itu menoleh ke sekitar dan ia membuka kedua bibirnya. Senyum terkembang lebih lebar di bibir Laura saat berpikir gadis itu akan bicara. Tetapi … kenyataan selalu meleset dari harapan. Sebab yang dilihat oleh Laura, sekali lagi adalah sebuah gelengan. “Maaf,” ucapnya penuh sesal tertunduk dalam dengan air mata yang kembali membasahi pipinya yang tirus. “Maaf, Nona Laura,” lanjutnya. “Saya yang bersalah karena sudah membuat sakit Nona semakin terpur
Sepertinya, kalimatnya barusan didapati oleh Jake penuh dengan kemelut sehingga pria itu bangun dari pangkuannya dan mendekatkan wajahnya untuk menggapai bibir Laura.Dua detik bibir mereka saling menyapa sebelum suara bariton Jake berbisik, “Kalau kamu terus kepikiran dengan itu, kamu bisa drop lagi,” ujarnya. “Dan aku tidak mau itu terjadi, Laura. Bisa dibilang ini masih dalam tahap pemulihanmu, tolong jangan terbebani banyak hal.”Laura menatap wajahnya yang sangat dekat, dan karena sepertinya Jake tidak akan begitu saja menjauh maka ia menganggukkan kepalanya dengan cepat.“I-iya, baiklah,” tanggapnya. “Aku tidak akan—“Laura berhenti bicara saat matanya secara otomatis terpejam kala Jake menutup bibirnya sehingga hening menyapa mereka.Seolah jantung Laura akan meledak diperlakukan seperti ini, padahal ia sudah melakukannya bersama dengan Jake lebih dari puluhan kali jumlahnya.Tetapi tetap saja pelukan yang ia berikan, ciumannya yang memagut Laura lebih dalam atau saat kedua len
Bagi Fidel … tak ada yang lebih membahagiakan daripada bertemu dengan Jake. Semalam, ibunya Jake—Alina—mengatakan bahwa HZ Empire yang akan membuat produk baru berupa makanan akan melakukan meeting terkait joint venture dengan menggandeng beberapa partner. Alina menyarankan agar MG Group—bisnis milik ayahnya—mengajukan diri sebagai rekanan dalam proyek tersebut. Fidel pun datang sebagai perwakilan dari MG Group setelah melobi ayahnya agar ia saja lah yang hadir di meeting tersebut. “Hai, Jake,” sapa Fidel, melambaikan tangan pada pria yang ia damba itu saat wajahnya yang menawan menyeruak memasuki pintu ruang meeting. Dengan begini … Fidel yakin bahwa ia akan memiliki banyak waktu untuk bertemu dengan Jake sebab mereka terlibat dalam satu proyek kerja sama yang membutuhkan keterlibatan keduanya. “Apa kabar?” tanya Fidel, berusaha mencairkan suasana karena sepertinya seisi ruang pertemuan dari sudut hingga ke sudut diisi oleh ketegangan. “Kamu sudah pulang ternyata, kenapa tidak me
Tak akan pernah Fidel lupakan bagaimana tatapan kebencian Jake tadi pagi saat menolak kehadirannya di depan semua orang.Matanya yang nyalang tajam mencabik hatinya, reaksinya saat tatapan mereka bersirobok pun cukup untuk menyebut bahwa pria itu sudah … muak.Jake menolaknya tanpa basa-basi, bahkan kalimatnya dengan jelas mengatakan bahwa pria itu tidak akan mengorbankan pernikahannya dengan Laura karena bersinggungan cukup dekat dengan dirinya.“Dia pikir dia bisa melakukan ini semua padaku?” batin Fidel saat ia turun dari mobilnya di sebuah parkiran milik restoran mewah yang lokasinya tak jauh dari MG Group—bisnis milik ayahnya.Ia ada janji di sini untuk bertemu dengan seseorang, Alina. Wanita tua itu ia jumpai tiba lebih dulu di dalam sebuah private room.Saat Fidel masuk, Alina menyambutnya dengan sebuah senyuman, “Apakah ide dari Tante berhasil, Fi?” sambutnya begitu Fidel masuk dan duduk berseberangan meja dengannya. “Jake adalah seorang pebisnis, dia pasti akan setuju jika i
Laura cukup terkejut saat Jake membawanya ke sebuah tempat yang sama sekali tak pernah ia datangi. Di sebuah villa yang jauh dari rumah mereka, yang ia pikir cukup besar dan juga bagus. Jake menjemputnya lebih awal di butik, dan mereka tiba di sini saat petang datang. Laura tak hentinya mengagumi tempat ini atau pemandangan hutan pinus yang pucuk-pucuknya tampak cantik saat ditimpa oleh senja yang perlahan memudar. “Aku baru tahu kamu punya tempat sebagus ini,” ujar Laura pada malam hari saat ia duduk di atas ranjang di dalam salah satu kamar di vila tersebut dengan meluruskan kakinya. Sedangkan Jake melakukan hal yang sama di sisi kirinya. “Tapi jika akhirnya kita hanya ada di dalam kamar begini, kenapa kita ke sini?” tanya Laura lagi, menoleh pada Jake yang hanya tersenyum mendengarkan celotehannya. “Kita bisa pulang ke rumah saja tadi, tidak perlu sejauh ini dan kamu tidak perlu capek menyetir, Jake.” “Tidak apa-apa,” tanggap Jake. “Aku suka melakukannya.” Laura yang melihat s
“Malam itu aku berpikir yang ada di sampingku adalah kamu saat kembang api dinyalakan,” ucap Jake, sepertinya belum tuntas mengenang peristiwa yang terjadi di masa lampau.Laura diam menyimak, menatap matanya yang terlihat sendu saat senyum tipisnya terukir.“Tapi ternyata yang ada di sebelahku adalah Fidel,” lanjutnya. “Aku mencarimu, tapi kamu sudah menghilang. Di mana kamu saat itu?” Laura pun tersenyum, dadanya sesak mengingat apa yang ia terima di halaman belakang rumah mertuanya kala itu.“Aku dipukuli ibuku,” akunya jujur. “Aku pergi setelah melihat kamu tampak bahagia dengan Fidel, tapi setelah itu aku malah dipukuli ibuku karena ibuku juga berpikir tuduhan Mamamu benar, Jake.”“Kalau kamu mandul?” sambung Jake atas kalimatnya.“Iya, karena aku dianggap mandul.”“Maaf,” kata Jake. “Aku sudah berusaha memberi isyarat pada Mama untuk diam tapi Mama tidak peduli.”Kedua alis Laura terangkat mendengar Jake.“Kamu sudah berusaha menghentikan Mama?” ulangnya memperjelas.“Iya,” jaw
“Apakah Tuan dan Nona tidak tahu kalau aku menunggu kalian sampai hampir pikun?” tanya Farren begitu melihat Laura dan Jake keluar dari vila untuk menemuinya yang berdiri menyandarkan punggungnya di pintu mobil yang parkir di halaman. “Maaf,” tanggap Laura yang segera di sambung oleh Jake dengan, “Kami punya urusan yang harus kami selesaikan sebentar, Ren,” ujarnya. Farren tampak memutar kedua bola matanya dengan malas sebelum menggosok lengannya yang tak dilindungi oleh kemeja, “Aku digigit nyamuk di sini selagi kalian di dalam sana malah gigit-gigitan,” celotehnya yang membuat Laura tak bisa menahan senyum, sekaligus malu di saat yang bersamaan. Tapi tak seperti Laura, Jake malah dengan gamblangnya mengatakan, “Jika iya lalu kenapa?” “Baguslah,” tanggap pemuda itu, mengangguk senang. “Kalau begitu aku hanya tinggal menunggu kabar aku akan dapat keponakan saja.” Jake berdeham, menoleh sekilas pada Laura yang menyenggol lengannya. Isyarat agar Jake berhenti membicarakan soal ‘gigi
Keadaan di sekitar mereka berubah menjadi tegang. Laura menahan napas—hal yang barangkali juga tengah dilakukan oleh Jake—mendengar apa yang disampaikan oleh Farren.Jika tidak ada klakson motor dari belakang mereka, mungkin tiga dari mereka masih terperangkap dalam ketegangan dan berdiri di tengah jalan.Mereka melanjutkan langkah dengan Farren yang kembali berteori, “Saat ibunya Tania kena tipu itu ... waktunya berdekatan dengan kondisi Nona Laura yang memburuk,” ujarnya. “Ini hanya dugaanku saja kok, kita masih belum memiliki bukti sampai sekarang.”“Kalau benar itu adalah Fidel, artinya dia benar-benar sangat terencana melakukan semua ini,” sambung Jake yang membuat Laura cukup terkejut.Mereka sedari tadi tidak menyebutkan namanya, tetapi Jake sepertinya tidak sabar dan memilih untuk membuka mulut.“Artinya kamu sungguh percaya bahwa semua ini dia yang melakukan?” tanya Laura, menyambut tangan Jake yang terarah kepadanya agar mereka kembali bergandengan.Jake mengangguk yakin men
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau