“A-apa maksud Kakek?” Radha dan Krisna spontan saling pandang. Mereka berusaha mencoba mencerna kembali ucapan yang baru saja keluar dari mulut Kakek Felix.
Kata-kata —pengganti— itu, membuat udara di sekitar mereka semakin tegang. Kakek Felix masih dengan ekspresi datar, dan sorot mata yang tak pernah lepas dari Krisna. "Radha harus melahirkan seorang putra, calon pewaris keluarga Harlingga," lanjutnya, dan kali ini terdengar lebih tajam. "Jika tidak, jangan harap kalian bisa menjalani hidup dengan nyaman." Emosi Krisna yang semula sudah tertahan, kini kembali meluap. “Aku tidak mencintai Radha, Kakek. Bagaimana bisa aku melakukannya!” "Keputusanku sudah bulat," ucapnya dengan nada yang dingin namun penuh wibawa. “Kau boleh tidak mencintai Radha, tapi kau tetap seorang Harlingga. Tanggung jawabmu adalah memastikan garis keturunan ini terus berlanjut. Jika kau tidak bisa, maka persiapkan dirimu untuk kehilangan semuanya.” Radha kembali termenung. Lagi, untuk kedua kalinya ia dibuat terkejut oleh perkataan Kakek Felix. "Aku beri waktu kalian sebulan. Kuharap kalian berdua bisa memberikanku kabar bahagia. Jika tidak, kalian tahu apa yang akan terjadi," ucap Kakek Felix, mempertegas ultimatum yang baru saja disampaikan. Krisna menggertakkan giginya, matanya memancarkan kemarahan. Tangannya mengepal erat, seakan ingin menghancurkan apa saja di dekatnya. "Sebulan?" suaranya bergetar, setengah tak percaya. "Kakek, ini gila! Kau tidak bisa memaksakan sesuatu yang mustahil terjadi dalam waktu sesingkat itu!" Tatapan dingin Kakek Felix tetap tak berubah. "Sebulan, Krisna," ulangnya dengan nada tanpa kompromi. "Tak peduli apa pun alasanmu, tugasmu tetap harus dijalankan. Jika kau gagal, semua yang kau miliki—semua yang pernah kuberikan padamu—akan lenyap." Ancaman itu menggantung di udara, menusuk Krisna dan Radha dengan rasa ketakutan yang tak terucapkan. Kakek Felix tak memberi ruang untuk negosiasi. Kalimatnya seperti vonis yang tak dapat dihindari. Kakek Felix melangkah pergi, meninggalkan Krisna dan Radha dalam keadaan kacau dan syok. Ancaman kakek tua itu terus terngiang-ngiang meski pria itu telah meninggalkan Krisna dan Radha. Mereka hanya punya waktu sebulan—dan Kakek Felix tak peduli bagaimana caranya… Radha harus hamil. Radha terduduk lemas di lantai, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, namun ia berusaha menahannya. Pikirannya berkecamuk, dipenuhi oleh ketakutan dan keputusasaan yang tak terbendung. "Bagaimana mungkin?" bisiknya lirih, lebih kepada dirinya sendiri. Radha menatap kosong ke arah lantai, tangannya mencengkeram erat ujung bajunya. "Sebulan... hamil dalam sebulan..." Kata-kata itu terasa pahit di lidahnya. Kenyataan pahit menghantam Radha seperti ombak yang menerjang karang. Hubungannya dengan Krisna selama ini hanyalah sebuah pernikahan tanpa cinta. Bagaimana mungkin ia bisa mengandung anak dari pria yang bahkan tak sudi menyentuhnya? Di sisi lain, Krisna tampak bergetar, bukan karena ketakutan, tetapi kemarahan yang semakin memuncak. Ia menatap tajam ke arah pintu yang baru saja ditutup oleh kakeknya, "Sial!" umpatnya pelan. Lalu tanpa peringatan, Krisna berbalik dan menatap Radha dengan penuh kebencian. "Ini semua pasti rencanamu!" Radha tersentak, menatap suaminya dengan kaget. "Apa maksudmu, Krisna?" tanyanya, suaranya bergetar penuh kebingungan. Krisna berjalan mendekat dengan langkah tergesa-gesa. Dia menarik Radha bangkit dari lantai dengan kasar, membuat wanita itu terdorong paksa berdiri. "Jangan berpura-pura bodoh. Pasti kau yang mengadu pada Kakek Felix soal Nindy. Kau menjebakku, agar aku tidur denganmu dan memberimu anak, kan? Itu rencanamu!" Radha menggeleng cepat, air matanya mulai jatuh. "Aku tak pernah melakukan itu," jawabnya dengan nada pelan, namun penuh rasa sakit. Krisna mencengkeram bahu Radha semakin keras. Wajahnya mendekat, suaranya penuh dengan ejekan. "Jangan bohong, Radha. Kau pikir aku tak tahu? Kau sangat licik." “Argh, lepaskan aku, Krisna. Kau menyakitiku.” Radha berteriak dan berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari cengkeraman Krisna yang semakin menyakitkan. "Aku bahkan tidak tahu kalau Kakek Felix tahu soal wanita itu!” Namun, Krisna tak mendengarkan. Senyumannya semakin sinis. "Kau merasa sakit?" cibirnya. "Bagus. Kau pantas merasakannya.” Bagi Krisna, hidupnya telah berubah menjadi neraka sejak hari pernikahannya dengan Radha. Setiap pagi ia terbangun dengan perasaan tercekik, seolah-olah rantai tak kasat mata mengikat lehernya, memaksanya untuk menjalani kehidupan yang tak pernah ia inginkan. Dinding-dinding rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung kini terasa seperti sel penjara yang mengurungnya. Kini, saat ia menatap Radha dengan kebencian yang tak disembunyikan, Krisna merasakan kepuasan. Setidaknya, pikirnya, ia bisa membuat wanita itu merasakan secuil penderitaan yang ia alami setiap hari. Dengan satu tarikan kuat, Krisna menarik tubuh Radha semakin dekat, hingga nyaris tak ada jarak di antara mereka. Radha menggigil, merasakan hawa dingin dari sikap Krisna yang begitu kasar. Ia tahu ada bahaya yang mengancam. Amarah suaminya sudah terlalu jauh untuk ditenangkan. Radha kembali mencoba mendorong tubuh Krisna, tetapi sia-sia. Tubuhnya yang kecil tak mampu melawan kekuatan Krisna yang jauh lebih besar. "Krisna, aku mohon... lepaskan aku," ucap Radha terisak, namun permohonannya diabaikan. Krisna malah semakin kasar. Ia mendorong Radha hingga punggung wanita itu menghantam dinding dingin dan keras. “Ah….” Jeritan kecil lolos dari bibir Radha saat rasa sakit menjalar di punggungnya. Tapi Krisna tak berhenti. Tindakan gilanya semakin tak terkendali. Tanpa peringatan, Krisna mencengkeram wajah Radha dan mencium bibirnya dengan kasar. Air mata Radha berderai tanpa henti, rasa takut dan ketidakberdayaan menyelimuti tubuhnya. Krisna adalah suaminya, lelaki yang begitu ia cintai. Tapi tindakan ini, ciuman paksa yang kasar adalah bentuk penghinaan. Ia terus menggelengkan kepalanya dan berpikir, apa yang sedang terjadi pada pria yang dulu ia kenal? "Ada apa, Radha?" tanya Krisna, dengan suara serak dan penuh cemoohan. "Kau begitu mendambakan diriku, kan? Jadi kenapa sekarang kau menangis?" Radha menangis semakin keras. Terlebih ketika dengan satu gerakan keras, Krisna menyentak tubuh Radha dan melemparkannya ke atas sofa. Pria itu kembali menghimpit tubuh mungil Radha dengan sikap yang brutal. “L-lepas….” Radha berusaha menjerit, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Radha untuk melawan Krisna. Semua tenaganya terkuras habis, tubuhnya terasa hancur baik fisik maupun batin. Amarah Krisna akhirnya mereda setelah ia mencapai puncak kepuasan. Sementara itu, Radha duduk dengan perasaan yang hancur berkeping-keping. Tangannya gemetar saat mencoba merapikan pakaian yang sudah berantakan, usai harga dirinya direnggut secara kejam. Ketika Radha bangkit dari sofa. Sebuah noda merah di sana menjadi pusat sorotan, baik itu oleh Radha ataupun Krisna. Sebuah senyum sinis dilayangkan pria itu. "Selamat, akhirnya kau telah berhasil menjadi Nyonya Harlingga seutuhnya." PLAK! Tamparan keras mendarat di pipi Krisna, membuat kepala lelaki itu terpaksa berbalik. Radha yang gemetar tak lagi menahan emosinya. "Sudah cukup, Krisna!" teriaknya, suaranya serak dan dipenuhi amarah bercampur kesedihan. "Jika kau begitu membenciku dan ingin aku pergi dari hidupmu, maka ceraikan aku sekarang juga!""Apa kau sedang mengajakku bercanda?" Krisna menyentuh pipinya yang perih, keningnya berkerut samar. Ia menyeringai dingin. “Kau harusnya bersyukur. Kakek Felix pasti sangat senang saat tahu ‘boneka’ cantiknya telah berhasil memberikan seorang ‘pengganti’ diriku.” Radha menatap Krisna dengan sorot mata yang penuh luka. Ia masih tak menyangka bahwa Krisna bisa menilainya serendah itu. Dengan tangan gemetar, Radha menyeka air matanya dan mencoba mengambil napas dalam-dalam. “Krisna …,” suara Radha bergetar, menahan tangis. “Kalau memang itu yang kau pikirkan tentang diriku … maka … aku tidak akan membantahnya lagi.” "Akhirnya, kau menunjukkan warna aslimu yang sebenarnya,” ujar Krisna dengan suara rendah namun sarat akan ejekan. “Jika itu yang kau percayai, maka anggap saja begitu.” Ucap Radha. Ia berpikir, tak ada gunanya menjelaskan apapun pada Krisna, sebab pria itu sudah mempunyai label buruk untuknya. Ketegangan kembali memenuhi udara saat Krisna menatap Radha dengan penu
Radha menarik napas panjang saat berdiri di depan pintu rumah Freya, ibu tirinya. Untuk sesaat, ada semacam beban berat yang menggantung di hatinya. “Bu, ada yang ingin aku bicarakan,” kata Radha, berusaha tetap tenang.Freya sedang duduk di ruang tamu dengan ponsel genggamnya ketika Radha masuk. Perhatiannya seketika teralihkan, ia melayangkan pandangan tajam yang begitu menusuk ke arah Radha. “Soal apa? Jika ini menyangkut masalah rumah tanggamu dengan Krisna, maka simpan saja untuk dirimu sendiri.” Freya mengangkat alisnya, tanda tidak sabar. “Aku sudah memberikanmu begitu banyak saran yang bisa kau lakukan, tapi tetap saja tak bisa memenangkan hati suamimu sendiri. Kau memang payah!”Radha tertunduk sejenak, lalu menggeleng pelan. Menciptakan kerutan halus di dahi Freya. Sementara itu, kedua tangan Radha yang terasa dingin, meremas kuat gagang tasnya.“Bukan? Lalu tentang apa? Katakan dengan cepat, karena sejam lagi aku harus pergi arisan dengan ibu-ibu pejabat di Bunga Rampai.”
BAB 8Radha seketika terdiam. Tubuhnya membeku usai mendengar ucapan Freya. Kalimat tanpa perasaan yang keluar dari bibir Freya, bagaikan anak panah yang melesat begitu cepat dan menghancurkan jantung Radha.'Nyawaku?'Sungguh sangat sulit dipercaya bahwa wanita di depannya, sosok orang tua yang seharusnya melindungi anak-anaknya, dengan begitu enteng meminta sesuatu yang sangat mengerikan.Mata Radha berkaca-kaca. Namun belum sempat ia merespon, Freya kembali mengikis jarak antara mereka berdua dan mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Radha dengan senyuman penuh kebencian.“Pilihannya ada di tanganmu. Dan mari kita lihat, entah aku atau dirimu yang mati dalam pertaruhan ini.” Bisik Freya.Radha merinding, seluruh tubuhnya bergidik hebat. Dia ingin membantah ucapan ibu tirinya itu. Namun sebelum kata-kata itu bisa keluar dari bibirnya, Freya mencengkeram pergelangan tangan Radha dengan sangat kasa
“Wanita tidak tahu malu. Kau ingin aku merobek mulutmu yang kurang ajar itu, hah?!” Gayatri memekik, tangannya menunjuk Radha seolah ingin menerkamnya. “Kau pikir kau siapa?! Istri yang tak becus menjaga suaminya sendiri, berani bicara seolah kau lebih baik dariku?” Di tengah amukan Gayatri, Nindy melangkah maju berusaha menenangkannya dengan tatapan licik yang tidak bisa disembunyikan. “Sudah, Ma, tenanglah. Tolong jaga tensi Mama. Dan jangan biarkan orang seperti dia merusak suasana hati kita,” Nindy menyindir dengan suara lembut namun sarat sindiran. “Seseorang yang tumbuh dalam keluarga yang hanya mementingkan uang, tidak akan pernah bisa menghormati orang lain dengan benar. Mereka hanya tahu soal uang. Tidak dengan kesopanan.” “Kalau begitu, tindakan yang menjerumuskan anaknya dengan menawarkan wanita lain sebagai pengganti yang dianggapnya ‘layak’, apakah pantas disebut sebagai orang tua yang baik?” Balas Radha, balik menatap tajam ke arah Nindy dan Gayatri secara bergantian.
“Kau yakin dengan apa yang kau lihat?"“Iya, Nyonya Radha,” katanya dengan suara rendah. “Tuan Krisna ... bersama wanita yang bernama Nindy itu ... kini tengah berada di Keraton.”Tubuh wanita berambut panjang hitam bergelombang itu nyaris tumbang ke lantai, andai saja tidak segera berpegangan pada sandaran kursi yang ada di sampingnya.'Sudah sejauh itukah hubungan mereka berdua sekarang?' batin Radha bergejolak. Dadanya kian terasa sesak.Pernikahan mereka memang terjadi karena ikatan bisnis. Kakek Krisna meminta Radha menjadi istri cucunya sebagai ganti dana investasi untuk perusahaan mendiang ayah Radha. Meski begitu, Radha tetap bersikap sebagai istri sempurna dengan harapan suatu saat nanti, sikap dingin dan tak acuh Krisna padanya secara perlahan bisa mencair.Namun faktanya, selama lima tahun pernikahan, Krisna tak kunjung membuka hati pada Radha. Bahkan setelah Nindy, mantan kekasihnya hadir kembali di kehidupan sang suami, keberadaannya sudah tak dianggap sama sekali.Bagi
“Krisna….” Suara Radha bergetar melihat Krisna ternyata menyusulnya keluar. “Krisna, aku mohon padamu, jangan marah pada Kak Saga. Dia hanya berniat menolongku.” Dengan satu sentakan kuat, Krisna melepaskan mengempas tubuh Radha dari Saga hingga membuat tubuh wanita mungil itu menghantam dinding. “Krisna, apa begitu caramu memperlakukan istri?!” Krisna tidak menyahuti pertanyaan kakaknya dan berpaling menatap tajam ke arah Radha. “Jadi, tidak berhasil mendapatkanku, sekarang kau beralih mengejar Saga? Begitu?” Hati Radha mencelos mendengar tuduhan Krisna. Tiap perkataan yang keluar dari bibir Krisna, terasa seperti ribuan pisau yang menusuk jantung Radha. Serendah itukah dirinya di mata Krisna? Cairan bening kembali mengambang di pelupuk mata Radha yang menatap Krisna dengan tatapan terluka. “Apa kau gila, Krisna?” Saga maju selangkah mendekati Krisna. “Bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu pada istrimu sendiri?!” “Diam kau, anak haram!” Krisna balas meneriaki Saga d