Share

5. Simalakama

Penulis: Aww Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Radha menarik napas panjang saat berdiri di depan pintu rumah Freya, ibu tirinya. Untuk sesaat, ada semacam beban berat yang menggantung di hatinya.

“Bu, ada yang ingin aku bicarakan,” kata Radha, berusaha tetap tenang.

Freya sedang duduk di ruang tamu dengan ponsel genggamnya ketika Radha masuk. Perhatiannya seketika teralihkan, ia melayangkan pandangan tajam yang begitu menusuk ke arah Radha.

“Soal apa? Jika ini menyangkut masalah rumah tanggamu dengan Krisna, maka simpan saja untuk dirimu sendiri.” Freya mengangkat alisnya, tanda tidak sabar. “Aku sudah memberikanmu begitu banyak saran yang bisa kau lakukan, tapi tetap saja tak bisa memenangkan hati suamimu sendiri. Kau memang payah!”

Radha tertunduk sejenak, lalu menggeleng pelan. Menciptakan kerutan halus di dahi Freya. Sementara itu, kedua tangan Radha yang terasa dingin, meremas kuat gagang tasnya.

“Bukan? Lalu tentang apa? Katakan dengan cepat, karena sejam lagi aku harus pergi arisan dengan ibu-ibu pejabat di Bunga Rampai.” Desak Freya.

Tak langsung menjawab, Radha mengambil sebuah amplop coklat berukuran sedang dari dalam tasnya dan meletakkannya di atas meja, tepat di hadapan Freya.

“Ini ada tabungan untuk Nirmala dan Nakula. Beberapa tahun lagi Nirmala akan menyelesaikan kuliahnya. Nakula juga akan lulus dari SMA, lalu melanjutkan pendidikannya di universitas. Karena itu, aku sudah menyiapkan semua ini untuk mereka berdua. Dan kupastikan, keduanya tidak akan kekurangan sedikit pun, meski nanti aku sudah tidak lagi di sini.” Tutur Radha, pelan.

Freya menatap amplop itu tanpa berniat ingin menyentuhnya, dengan mata menyipit, bingung, dan curiga. “Apa maksudmu?”

“Aku ingin berpisah dari Krisna, Bu.”

Suasana di ruangan itu seketika berubah. Freya yang tadinya tampak tenang langsung bangkit dari kursinya. Wajah tirusnya merah padam. “Kau bilang apa barusan? Berpisah?”

Melihat kemarahan ibu tirinya, tenggorokan Radha mendadak terasa kering, membuatnya kesulitan menenggak salivanya sendiri. “Aku sangat lelah, Bu. Aku ingin bercerai ....”

Belum sempat Radha menyelesaikan ucapannya, Freya meraih pipi Radha dengan cepat, lalu menamparnya dengan keras hingga meninggalkan cetakan tangan Freya yang memerah.

Kedua mata Freya berkilat marah. “Beraninya kau! Kau pikir siapa dirimu? Apa karena setelah menikah, kau jadi merasa bisa mengambil keputusan untuk dirimu sendiri? Setelah semua yang kulakukan untukmu, kau pikir bisa pergi begitu saja?!” Bentak Freya, napasnya naik turun.

“Argh… I-ibu…”

Freya lalu mencengkeram dagu Radha, memaksa Radha untuk melihatnya. “Dengarkan aku baik-baik, sejak ayahmu yang payah itu meninggalkan hutang yang banyak karena tidak becus mengurus perusahaannya sendiri hingga nyaris bangkrut, kau tak lagi punya hak atas hidupmu. Kau adalah bagian dari rencana besarku, dan aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan semuanya!”

Tubuh lemah Radha terhuyung ke belakang saat Freya melepaskan cengkeramannya dan menghempasnya.

“Kau harusnya bersyukur dan berterima kasih padaku. Karena aku, kau bisa hidup enak dengan memiliki suami kaya seperti Krisna. Andai saja Nirmala waktu itu sudah lulus sekolah, sudah pasti dia yang kunikahkan dengan Krishna. Dan aku tidak perlu pusing mengurus wanita tak berguna sepertimu.” Lanjut Freya lagi, ketus.

“Aku tahu ibu telah melakukan banyak hal untukku, tetapi pernikahan ini sudah tidak bisa lagi aku pertahankan.” Radha mencoba menjelaskan dengan suara bergetar. “Baik aku dan Krisna, kami berdua tidak memiliki masa depan yang bagus di hubungan ini, Bu.”

Freya mendekat, nadanya lebih rendah namun penuh ancaman.

“Kau pikir menjadi seorang janda itu mudah? Tidak akan ada pria yang mau memperistrimu setelah kau bercerai, Radha!” Ibu tirinya menambahkan cibiran. “Sadarilah, kau bukan siapa-siapa tanpa suami kayamu itu. Lihat saja, jika kau benar-benar keras kepala dan ingin bercerai, kau tidak akan pernah bisa diterima di mana pun, dan oleh siapa pun juga, Radha!”

Radha terdiam. Kata-kata Freya begitu tajam seperti pisau yang menghunjam langsung ke hatinya. Namun, mengingat pernikahannya yang telah berjalan selama lima tahun ini terasa jauh lebih menyakitkan daripada status yang akan disandangnya nanti, maka Radha tidak peduli.

Ia hanya ingin bebas, dan membiarkan Krisna berbuat sesuka hati bersama Nindy. Meskipun itu berarti, Radha harus kehilangan segalanya.

Mata Freya kembali menyipit, merasakan bahwa Radha masih tetap teguh dengan keputusannya.

Dengan gerakan cepat, Freya meraih amplop coklat yang berada di atas meja dan melemparkannya ke wajah Radha.

“Kau pikir uang ini cukup? Hah?! Hanya recehan seperti ini, tapi sok mau membiayai pendidikan anak-anakku.” Freya berteriak, nadanya mencemooh. “Jika kau benar-benar peduli mereka, pastikan mereka hidup dalam kemewahan! Untuk itu, hiduplah seperti pohon emas yang bisa kuperas kapan pun aku mau!”

Radha menunduk, matanya berkaca-kaca. Namun dia tidak ingin lagi menunjukkan kelemahannya di hadapan Freya. “Aku sudah memikirkan ini matang-matang, Bu. Tidak ada jalan lain selain bercerai.”

“Dasar keras kepala!” Freya berteriak, semakin marah. “Kalau kau tetap bersikeras ingin bercerai, lebih baik kau bunuh diri saja! Setidaknya, aku masih bisa mendapatkan asuransi dari kematianmu! Ketahuilah, hidupmu itu tidak ada nilainya tanpa pernikahan ini!”

Seolah disambar petir di siang bolong, perkataan Freya kembali membuat Radha terdiam dan dunia di sekelilingnya mendadak berhenti berputar.

Hatinya mencelos dan miris akan dirinya sendiri. Seorang ibu, tak segan-segan menyarankan kematian untuk anak tirinya sendiri, hanya demi keuntungan finansialnya.

Freya kemudian mendekat, wajahnya penuh dengan kebencian yang mendidih. “Kau ingin melihat kedua adikmu itu bahagia, ‘kan? Maka enyahkan segera keinginan bodohmu untuk bercerai. Atau, berikan kami sesuatu yang jauh lebih berharga dari hidupmu yang tidak berguna itu!”

“Apa yang Ibu inginkan dariku?”

Sudut bibir Freya terangkat. Dan sembari menyingkirkan tiap helai rambut Radha yang menjuntai bebas di sisi wajahnya, Freya berkata, “Aku sudah bilang, bukan? Berikan nyawamu untuk kedua anakku.”

Bab terkait

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   6. Amukan Gayatri

    Radha seketika terdiam. Tubuhnya membeku usai mendengar ucapan Freya. Kalimat tanpa perasaan yang keluar dari bibir Freya, bagaikan anak panah yang melesat begitu cepat dan menghancurkan jantung Radha. 'Nyawaku?' Sungguh sangat sulit dipercaya bahwa wanita di depannya, sosok orang tua yang seharusnya melindungi anak-anaknya, dengan begitu enteng meminta sesuatu yang sangat mengerikan. Mata Radha berkaca-kaca. Namun belum sempat ia merespon, Freya kembali mengikis jarak antara mereka berdua dan mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Radha dengan senyuman penuh kebencian. “Pilihannya ada di tanganmu. Dan mari kita lihat, entah aku atau dirimu yang mati dalam pertaruhan ini.” Bisik Freya. Radha merinding, seluruh tubuhnya bergidik hebat. Dia ingin membantah ucapan ibu tirinya itu. Namun sebelum kata-kata itu bisa keluar dari bibirnya, Freya mencengkeram pergelangan tangan Radha dengan sangat kasar dan menyeretnya keluar dari rumah secara paksa. “Pergi kau dari sini!” Freya

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   7. Satu Lawan Dua

    “Wanita tidak tahu malu. Kau ingin aku merobek mulutmu yang kurang ajar itu, hah?!” Gayatri memekik, tangannya menunjuk Radha seolah ingin menerkamnya. “Kau pikir kau siapa?! Istri yang tak becus menjaga suaminya sendiri, berani bicara seolah kau lebih baik dariku?” Di tengah amukan Gayatri, Nindy melangkah maju berusaha menenangkannya dengan tatapan licik yang tidak bisa disembunyikan. “Sudah, Ma, tenanglah. Tolong jaga tensi Mama. Dan jangan biarkan orang seperti dia merusak suasana hati kita,” Nindy menyindir dengan suara lembut namun sarat sindiran. “Seseorang yang tumbuh dalam keluarga yang hanya mementingkan uang, tidak akan pernah bisa menghormati orang lain dengan benar. Mereka hanya tahu soal uang. Tidak dengan kesopanan.” “Kalau begitu, tindakan yang menjerumuskan anaknya dengan menawarkan wanita lain sebagai pengganti yang dianggapnya ‘layak’, apakah pantas disebut sebagai orang tua yang baik?” Balas Radha, balik menatap tajam ke arah Nindy dan Gayatri secara bergantian.

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   8. Penolakan Krisna

    Baik Gayatri maupun Nindy, keduanya terdiam sejenak dan memandang Radha dengan tatapan penuh keterkejutan yang berubah menjadi ketidakpercayaan. Nindy, yang berada di sebelahnya, menggigit bibir bawahnya, tampak gelisah mendengar ucapan Radha yang begitu tegas. “Apa maksudmu?” Gayatri akhirnya membuka suara dengan nada dingin. “Cucu pengganti Krisna?” Radha mengangguk pelan, tetapi tetap mempertahankan ketenangan di wajahnya. “Kakek Felix tahu apa yang dia inginkan. Dia ingin memastikan masa depan keluarga Harlingga tetap terjaga, dan baginya, cucu dari garis keturunan langsung adalah solusi terbaik.” Kepala Gayatri menggeleng lemah. "Tidak. Ini... ini pasti tipuanmu," suara Gayatri bergetar, namun berusaha tetap terdengar keras. "Kau pasti telah menjebak putraku dengan menghasut Kakek Felix agar beliau marah besar dan menjatuhkan hukuman seperti itu!” Radha menatap Gayatri dengan senyum pahit yang tak kunjung hilang dari bibirnya. "Bahkan kali ini pun, saat semuanya jelas-jelas b

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   9. Serangan Ibu Mertua

    “Apa yang sudah terjadi sama Krisna, Ma?” bisik Nindy, mempersempit jaraknya dengan Gayatri. “Bukankah waktu itu dia yang paling ingin berpisah dari Radha?” “Mama juga tidak tahu, Nindy,” kesal Gayatri, terlihat semakin geram. Perkiraannya bahwa ia bisa menyingkirkan Radha dengan mudah, nyatanya meleset sangat jauh. Krisna malah menolak bercerai dari Radha. “Seperti telah terjadi sesuatu. Dan mama yakin, penyebabnya adalah dia! Perempuan licik ini pasti telah menggunakan ilmu hitam untuk mempengaruhi pikiran Krisna!" Satu lagi tudingan kasar yang dilontarkan oleh Gayatri membuat Radha tersentak. Bagaimana mungkin pemikiran tak masuk akal itu hinggap dalam benak ibu mertuanya? Ilmu hitam? Astaga. Nindy memandang Gayatri dengan gelisah. "Ilmu hitam? Semacam pelet, begitu?" Kejutnya, yang dibalas spontan dengan anggukan kecil dari calon ibu mertuanya. “Ya ampun, Ma. Mama masih percaya begituan? Aku tahu Radha itu memang menyebalkan. Tapi apa iya, Ma, Radha menggunakan ilmu hitam untu

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   10. Permintaan Radha

    Radha duduk terdiam di atas ranjang rumah sakit. Tubuhnya masih terasa sakit akibat kekerasan yang baru saja ia alami. Wajahnya sedikit memucat, dan luka-luka yang terlihat di beberapa bagian tubuhnya menjadi saksi bisu atas tindakan kasar yang baru saja dialaminya. Gayatri memang tidak pernah menyukainya, tapi tetap saja Radha tak pernah membayangkan bahwa kebencian itu bisa berubah menjadi tindakan fisik yang begitu brutal. Entah apa yang akan terjadi jika seandainya ayah mertuanya tidak datang di waktu yang tepat, Radha mungkin tidak akan selamat dari serangan Gayatri. Tubuhnya pasti sudah hancur lebih parah dari ini. Kini, Radha hanya bisa menatap ke luar jendela dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sakit fisik yang dirasakannya seakan menyatu dengan luka batinnya yang semakin dalam. Bagaimana bisa hidupnya berubah begitu dramatis? Di tengah lamunannya, tiba-tiba suara ketukan pintu memecah keheningan. Radha segera menghapus air matanya begitu melihat Nakula, adik tirinya, mas

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   11. Radha Minggat

    Radha duduk di kursi penumpang. Tubuhnya terasa lelah, tapi hatinya jauh lebih berat. Pandangannya mengarah ke luar jendela mobil, menatap kosong jalanan yang sepi. Di sebelahnya, Saga, yang bersedia mengantarnya pulang dari rumah sakit, tetap fokus mengemudi. Sepanjang perjalanan, mereka hampir tidak berbicara. Hanya ada keheningan yang mencekam. Namun Radha menghargai karena Saga tidak memaksanya bicara. Dia pasti memaklumi, bahwa saat ini Radha hanya butuh waktu untuk memproses semua yang terjadi.Ketika mereka tiba di rumah, Saga mematikan mesin mobil dan membuka pintu untuk Radha. Radha turun dengan pelan, dengan gerakan cukup yang hati-hati karena luka di tubuhnya masih terasa nyeri.“Terima kasih, Kak Saga,” ucap Radha dengan suara lirih.Saga menatap Radha dengan penuh perhatian. “Jangan katakan itu, Radha. Kau sudah seperti adikku sendiri. Jadi, cepatlah masuk dan istirahat. Kalau ada apa-apa, kau bisa hubungi aku

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   12. Krisna Balik Mengancam

    “Jangan bersikap kekanak-kanakan, Radha,” ucap Krisna dengan nada dingin, seolah peristiwa ini tidak berarti apa-apa baginya. “Aku sudah mengingatkanmu untuk tidak membuat drama baru lagi.” Radha tetap diam, namun cengkeramannya pada gagang koper mengencang, menunjukkan bahwa dia takkan mundur dari keputusannya. “Apa ini karena perlakuan mamaku?” Krisna melanjutkan, suaranya terdengar kesal. “Kalau itu masalahnya, besok aku akan datangi mama dan memintanya untuk berhenti ikut campur. Kalau perlu, aku akan memaksa mama untuk minta maaf padamu.” Radha tersenyum kecil, penuh kepahitan. "Tidak perlu, Krisna," katanya tenang. “Sebelum dia minta maaf, aku sudah memaafkannya. Tapi keputusanku tetaplah sama. Aku ingin segera pergi dari sini dan bercerai darimu." Namun, Krisna tidak mendengarkan. Wajahnya mengeras, amarah yang ditahannya kembali menggelembung di dalam dadanya. “Aku sudah pernah bilang, Radha,” suaranya sekarang lebih rendah, namun penuh dengan ancaman, “Aku tidak akan perna

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   13. Tetap Saja Sakit

    “Kenapa kau membawanya ke sini, Krisna?” tanya Gayatri langsung, tanpa basa-basi. Wanita paruh baya itu, dengan rambutnya yang selalu tersisir rapi dan pakaiannya yang selalu anggun, menatap Radha seolah-olah dia adalah gangguan tak diinginkan. Krisna hanya tersenyum tipis, menahan diri untuk tidak bereaksi terhadap sikap dingin ibunya. Sebelum Krisna bisa menjawab, Baskara yang mendengar suara Gayatri dari ruang kerjanya segera muncul. Dengan wajah yang lebih tenang dan bijaksana, dia langsung menegur istrinya, “Gayatri, apa kau lupa apa yang sudah kita bicarakan sebelumnya?” Gayatri terdiam seketika, menahan diri agar tidak meledak lagi. Dia memalingkan wajah dengan kesal, jelas tidak senang, tetapi memilih untuk tidak berdebat lebih lanjut. Baskara mendekati Radha, memberi senyum lembut yang berbeda dari sikap istrinya. “Ayah pikir, kau tidak akan mau datang lagi ke sini, setelah apa yang terjadi kemarin. Ayah benar-benar minta maaf atas sikap kasar Gayatri padamu, Radha,” kata

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   35. Opposite

    “Di mana Radha?” Tanya Baskara tiba-tiba. Saga terkejut sejenak, namun ia segera menyembunyikan keterkejutannya. Ia tidak menyangka bahwa pertanyaan itu akan keluar dari mulut Baskara. “Apa maksud Ayah? Tentu saja di rumahnya. Kenapa malah bertanya padaku?” balas Saga tanpa langsung menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ayahnya. Baskara menyipitkan matanya, memperhatikan putranya dengan seksama. “Aku tahu kau menyembunyikannya, Saga. Jangan mencoba mengelak. Selama ini, jika Radha dalam masalah, kau selalu membantunya. Jadi katakan, di mana dia? Tidak mungkin Radha tiba-tiba menghilang begitu saja, tanpa ada orang lain yang membantunya.” Saga tersenyum tipis. Senyuman yang lebih menyerupai ejekan. “Apa? Radha menghilang?" Seru Saga, segera mengambil posisi duduk tepat di depan Baskara. "Astaga, Ayah. Kalaupun aku tahu di mana dia, kenapa juga aku harus memberitahumu? Bukankah lebih baik jika kita membiarkan Radha menjauh dari semua kekacauan yang dibuat oleh putra keduamu itu?” “

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   34. Ketakutan Radha

    Cahaya senja yang lembut menembus tirai jendela kamar, mengisi ruang dengan kehangatan samar. Radha mengerjap perlahan, matanya membuka dengan berat. Kepalanya terasa ringan, namun tubuhnya masih lemah. Sekitaran kamar tampak asing dalam pandangannya yang kabur sesaat, sebelum akhirnya ia mengenali di mana dirinya berada. Radha mencoba menggerakkan kepalanya ke samping, dan melihat sosok yang tertidur di kursi tak jauh dari tempat tidurnya. Dia adalah Saga. Pria itu tertidur dengan posisi yang jelas tidak nyaman. Kepalanya tertunduk, lengan terlipat di dada, dan tubuhnya sedikit membungkuk. Bahkan dalam keadaan tidur, wajahnya terlihat cemas, seperti beban berat yang tak kunjung meninggalkannya. Radha menarik napas pelan, mencoba bangkit dari tempat tidur. Namun, gerakan kecilnya membuat suara gemerisik pada selimut, cukup untuk membuat Saga tersentak dan langsung terbangun. "Radha," ucapnya. Suara seraknya menunjukkan bahwa ia baru saja terjaga, dan segera bangkit dari kursinya,

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   33. Kepanikan Saga dan Nakula

    Langit pagi mulai bersinar terang ketika Saga kembali ke vila. Tubuhnya terasa lelah setelah menyelesaikan beberapa urusannya, termasuk pertemuannya dengan Krisna yang penuh emosi. Namun sejak semalam, entah kenapa pikirannya terus memikirkan Radha. Seolah ada perasaan mendesak untuk memastikan keadaannya. Setibanya di halaman vila, ia disambut oleh suasana yang terasa tidak biasa. Beberapa pelayan berkumpul di dekat pintu masuk dengan wajah cemas."Tuan Saga, syukurlah Anda kembali." Salah satu pelayan tergesa-gesa menghampiri. "Nyonya Radha ... beliau—"Saga segera menghentikan langkahnya, alisnya berkerut dalam. "Ada apa dengan Radha?" tanyanya tegas. “Nyonya Radha … mengurung dirinya di kamar mandi dan tidak mau keluar. Kami sudah mencoba membujuknya, tapi beliau sama sekali tidak menanggapinya,” salah seorang pelayan melaporkan dengan nada penuh kekhawatiran.Saga langsung tertegun, tubuhnya menegang. "Sejak kapan ini terjadi?" Tanyanya cepat."Sejak tadi malam, Tuan. Tapi sepe

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   32. Surat Dari Radha

    Usai bersiteru dengan Kakek Felix dan mendapatkan kenyataan yang tak mengenakkan, Krisna memutuskan untuk mengendarai mobilnya sendiri, sementara pengawalnya mengikuti dari belakang.Krisna melajukan mobilnya cukup pelan di bawah kelamnya langit malam, seolah setiap kilometer yang dilalui menambah berat beban yang menggantung di pundaknya. Kata-kata Kakek Felix terus terngiang di telinganya yang terasa begitu tajam dan dingin, hingga mampu menghancurkan apa pun yang tersisa dari keyakinannya sendiri.Ketika akhirnya mobil itu berhenti di halaman rumahnya, Krisna hanya duduk diam di balik kemudi untuk beberapa saat. Tangan-tangannya yang kokoh terasa lemah, ketika menggenggam setir tanpa tujuan. Ia pun menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk melangkah keluar. Dan seperti biasa, rumah megah yang berdiri kokoh itu, mencerminkan kesempurnaan palsu—yang tak lebih dari sebuah cangkang kosong akan kebahagiaan yang telah lama hilang.Dengan langkah gontai, Krisna membuka

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   31. Kebenaran Yang Menyakitkan

    “Kau, bukanlah kakekku.”Mendengar hal itu, Kakek Felix meresponnya dengan senyuman kecil. "Kau masih belum memahami apa yang kau katakan barusan, Krisna," jawab Kakek Felix dengan suara yang rendah. "Jika aku bukan kakekmu, siapa lagi yang akan menjaga keluarga ini tetap berdiri kokoh? Aku melakukan semua ini untuk melindungi kita semua."Krisna merasa ada sesuatu yang retak dalam dirinya usai mendengar kata-kata Kakek Felix. Kakeknya, yang selalu ia anggap sebagai sosok yang bijaksana dan penuh perhitungan, kini berbicara seolah segala tindakannya—termasuk yang paling kejam sekalipun—adalah demi kebaikan keluarga."Melindungi?" Krisna mengulang kata itu dengan nada sarkastis, "Apa yang kau lindungi, Kek? Nama baik keluarga? Atau justru kekuasaan yang kau genggam erat-erat?"Kakek Felix menatapnya tajam. Matanya menyipit, namun ekspresinya tetap tenang. "Aku melindungi apa yang paling penting. Stabilitas, kekuasaan, dan yang terpenting, masa depan keluarga Harlingga.” Tandasnya. “Dan

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   30. Sisi Lain Kakek Felix

    "Buka dan lihat sendiri. Setelah itu, tanyakan pada Kakek Felix apa yang sebenarnya terjadi."Krisna mengernyit, wajahnya menunjukkan kebingungan yang semakin dalam. "Apa maksudmu, Saga? Apa hubungannya Kakek Felix dengan ini semua?"Saga tidak menjawab. Sebaliknya, ia menyeringai tipis, seolah menikmati kebingungan Krisna. "Mungkin setelah membaca itu, kau akhirnya akan sadar bahwa kau hanyalah bidak kecil dalam permainan besar Kakekmu. Tapi berhati-hatilah, Krisna. Terkadang kebenaran akan terasa begitu menyakitkan."Tanpa menunggu jawaban, Saga membuka pintu dan melangkah keluar, membantingnya dengan keras hingga suara dentumannya menggema di seluruh rumah. Krisna tetap berdiri di tempatnya, matanya terpaku pada amplop cokelat itu.Pikirannya berputar keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang Saga ketahui? Dan kenapa juga dirinya harus bertanya pada Kakek Felix?Dengan tangan yang sedikit gemetar, Krisna perlahan membungkuk untuk mengambil amplop itu. Namun, sebelum ia sempat me

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   29. Berusaha Mencari Radha

    Krisna berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumahnya yang luas dengan ekspresi wajah penuh kemarahan. Suara sepatu kulitnya yang beradu dengan lantai marmer menggema di seluruh ruangan, menciptakan ketegangan yang semakin mencekam. Di tangannya, ponsel yang sudah berkali-kali ia gunakan untuk mencoba menghubungi Radha. Namun, sama seperti sebelumnya, tidak ada jawaban.“Kenapa tidak diangkat juga?! Apa dia sengaja menghindar?!” Krisna menggerutu keras, nada suaranya mencerminkan amarah yang semakin mendidih.Ia mencoba menelepon sekali lagi, menunggu dengan tidak sabar hingga nada sambung berhenti. Hasilnya tetap sama, dan Krisna kehilangan kendali. Dengan kemarahan yang tak tertahan, ia membanting ponselnya ke lantai. Ponsel itu pecah berkeping-keping, membuat para pelayan yang berada di ruangan itu tersentak dan mundur beberapa langkah karena ketakutan."APA KALIAN SEMUA AKAN DIAM SAJA SEPERTI INI?!" Krisna berteriak, menatap tajam ke arah para pelayan dan pegawai yang berdiri membe

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   28. Bagaimana Mungkin? Hamil?

    Malam telah larut, namun Nakula tak beranjak dari sisi tempat tidur. Di kursi dekat kepala ranjang, ia duduk dengan punggung tegap, matanya terus mengawasi kakaknya yang terbaring lemah. Kamar vila itu dihiasi lampu remang yang memancarkan suasana damai, tetapi Nakula justru merasa gelisah.Sesekali, ia mengusap wajahnya, mencoba menghalau rasa kantuk yang menghadang. Radha belum juga sadar. Dokter memang mengatakan bahwa kondisinya cukup stabil, tetapi tubuhnya yang pucat dan napasnya yang terengah membuat Nakula tak bisa berhenti khawatir.Waktu terus bergulir. Suara langkah pelayan yang melintas di luar kamar sesekali terdengar. Hingga akhirnya, Radha bergerak sedikit, kelopak matanya perlahan terbuka.“Kak Radha?” panggil Nakula dengan nada cemas, langsung berdiri dan mendekat. “Kakak sudah sadar?”Radha memutar kepalanya perlahan, ekspresi bingung tergurat jelas di wajahnya. “Nakula? Apa yang terjadi?”Nakula tersenyum lega, meskipun hatinya masih terasa berat. “Kak Radha pingsa

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   27. Kabar Mengejutkan

    "Mereka kabur lewat belakang! Cepat kejar mereka!"Nakula merasa dadanya seolah hendak meledak karena panik. Ia memandang Saga dengan tatapan penuh kecemasan.Saga hanya tersenyum samar. "Jangan lihat ke belakang. Lari sekarang!"“Kak Saga mau ke mana?” Tanya Nakula dengan nada gemetar. “Jangan bilang kalau—”Nakula ragu sejenak, tetapi akhirnya menurut. Ia kembali melangkah dengan cepat, membawa Radha menyusuri jalan setapak yang gelap. Sementara itu Saga berbalik, menghadapi para pengejar yang kini semakin dekat.Saat Nakula berhasil mencapai mobil dan menurunkan tubuh Radha ke kursi belakang, ia mendengar suara bentrokan dari arah belakang. Sepertinya saat ini Saga tengah berhadapan langsung dengan para pengejar itu sendirian.Namun, sebelum Nakula sempat memutuskan apa yang harus dilakukan, pintu mobil di sebelahnya tiba-tiba terbuka. Nakula tersentak, tetapi merasa lega saat melihat Saga masuk dengan napas terengah-engah.“Pasang sabuk pengamanmu. Kita pergi sekarang,” kata Saga

DMCA.com Protection Status