Share

8. Penolakan Krisna

Penulis: Aww Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Baik Gayatri maupun Nindy, keduanya terdiam sejenak dan memandang Radha dengan tatapan penuh keterkejutan yang berubah menjadi ketidakpercayaan. Nindy, yang berada di sebelahnya, menggigit bibir bawahnya, tampak gelisah mendengar ucapan Radha yang begitu tegas.

“Apa maksudmu?” Gayatri akhirnya membuka suara dengan nada dingin. “Cucu pengganti Krisna?”

Radha mengangguk pelan, tetapi tetap mempertahankan ketenangan di wajahnya. “Kakek Felix tahu apa yang dia inginkan. Dia ingin memastikan masa depan keluarga Harlingga tetap terjaga, dan baginya, cucu dari garis keturunan langsung adalah solusi terbaik.”

Kepala Gayatri menggeleng lemah. "Tidak. Ini... ini pasti tipuanmu," suara Gayatri bergetar, namun berusaha tetap terdengar keras. "Kau pasti telah menjebak putraku dengan menghasut Kakek Felix agar beliau marah besar dan menjatuhkan hukuman seperti itu!”

Radha menatap Gayatri dengan senyum pahit yang tak kunjung hilang dari bibirnya. "Bahkan kali ini pun, saat semuanya jelas-jelas bukan rencanaku, Mama masih tetap menuduhku."

Nindy yang sejak tadi hanya terdiam, akhirnya ikut berbicara. Suaranya begitu lantang, sarat kebencian. "Kau memang wanita yang sangat licik, Radha! Sudah aku duga kalau kau pasti akan merencanakan sesuatu yang sangat jahat pada keluargaku! Wanita tidak tahu malu!”

Radha hanya tersenyum tipis mendengar setiap tuduhan yang dilontarkan kepadanya. Ia tidak berniat lagi membela diri, apalagi meyakinkan mereka berdua. Baginya, ini sudah terlalu jauh. Semua kata-kata kasar yang keluar dari bibir Gayatri dan Nindy, hanyalah bukti betapa mereka tidak pernah mau memandangnya sebagai bagian dari keluarga ini.

“Aku tidak pernah ingin menyakiti siapa pun, tapi keputusan yang dibuat Kakek Felix di luar kendaliku. Karena itu aku—”

Namun, belum sempat Radha menyelesaikan kalimatnya, Gayatri sudah memotongnya dengan marah. "Diam!" emosinya semakin memuncak. “Kau pikir aku akan diam saja melihat nasib putraku dihancurkan olehmu? Tidak akan pernah!”

Gayatri lalu maju dengan amarah menggelegak, berniat menjambak rambut Radha yang hanya berdiri diam di hadapannya. Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh Radha, sebuah suara tegas menghentikannya.

"Berhenti, Ma!" Krisna datang tiba-tiba, suaranya penuh ketegasan. Langkahnya cepat, langsung menghalangi Gayatri yang hampir melukai Radha. "Cukup!"

Gayatri terkejut. Dia menatap putranya yang saat ini sedang berdiri di antara dirinya dan Radha. "Krisna!" suaranya berubah, menjadi lebih pelan dan penuh emosi. "Kau harus mendengar apa yang dikatakan wanita licik ini barusan! Dia secara terang-terangan telah menjebakmu! Cepat lakukan sesuatu, Nak! Kau tidak bisa membiarkan wanita ini terus merusak dan menghancurkan hidupmu!”

Nindy ikut maju, nadanya penuh kepanikan. "Apa yang dikatakan mama itu benar, Krisna. Lakukan sesuatu. Dan katakan padaku kalau berita ini tidaklah benar! Katakan kalau Radha berbohong. Kau tidak akan kehilangan semuanya hanya karena wanita ini, bukan?"

Krisna tidak langsung merespons kedua wanita itu. Ia hanya diam, menatap Radha dengan ekspresi yang sulit ditebak. Dari balik jasnya, ia mengeluarkan amplop cokelat yang diserahkan Radha padanya semalam, lalu melambaikannya di depan wajah Radha.

"Bisakah kau jelaskan tentang ini, Radha?" tanyanya dengan nada datar, namun ada kemarahan tersembunyi di baliknya. "Apa ini juga bagian dari rencanamu?"

Radha menatap amplop itu sejenak, lalu menjawab dengan tenang, "Itu adalah jalan keluar satu-satunya dari permasalahan kita, Krisna."

Krisna menyipitkan mata, tidak puas dengan jawabannya. "Dengan memberiku ini?” sungutnya, kesal. “Jangan main-main denganku, Radha!”

"Aku tidak main-main, Krisna." Suara Radha tetap tenang, meskipun dalam hatinya ada ribuan rasa sakit yang dia coba tahan. "Aku sudah memikirkannya sejak lama. Aku ingin kita bercerai."

Suasana seketika berubah hening. Gayatri dan Nindy saling berpandangan, terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Sejenak, kebencian mereka pada Radha berubah menjadi rasa senang. Harapan mereka selama ini sepertinya mulai terwujud. Namun, harapan itu seketika pupus saat Krisna membanting amplop cokelat itu ke lantai, dengan raut wajah penuh kemarahan.

"Tidak!" Krisna berkata dengan tegas, suaranya meninggi. "Kau tidak akan pernah bercerai dariku, Radha."

Radha menelan ludah. Dia tahu ini tidak akan mudah, tetapi dia tidak menduga bahwa Krisna akan menolak dengan cara seperti ini. "Krisna," katanya pelan, mencoba menenangkan situasi, "Kita berdua sama-sama tahu, bahwa pernikahan ini hanya akan menyakiti satu sama lain. Kau tidak pernah menganggapku sebagai istrimu. Lalu untuk apa lagi diteruskan?"

"Omong kosong!" Krisna memotongnya, matanya berkilat dengan kemarahan. "Aku tetap tidak akan pernah melepaskanmu, Radha. Tidak setelah kau menghancurkan hidupku! Kau pikir kau bisa kabur begitu saja? Jangan mimpi!"

Gayatri yang tadi berharap Krisna akan setuju, sekarang tampak kecewa dan frustasi. Dia menatap putranya dengan pandangan tidak percaya. "Krisna, kenapa kau...?" tanyanya dengan suara serak. "Kenapa kau masih mempertahankan wanita seperti dia? Tidak bisakah kau melihat apa yang telah dia lakukan padamu?!"

Nindy, yang juga kecewa, mulai menangis pelan, namun air mata itu hanya menambah kebencian yang dia rasakan pada Radha. "Krisna ... kenapa?"

Radha merasa makin tenggelam dalam pusaran konflik ini. Dia ingin sekali pergi sejauh mungkin dari semua kekacauan ini. Namun, Krisna tidak akan melepaskannya semudah itu.

Krisna maju selangkah, menghadapkan wajahnya pada Radha. "Aku tidak peduli apa yang akan kau lakukan setelah ini, Radha. " Lanjutnya, suaranya merendah namun penuh ancaman, "Atau apa yang kau rencanakan di belakangku. Tapi aku akan memastikan kau tetap menjadi istriku, dan kau tidak akan pernah mendapatkan kebebasan yang kau inginkan."

Keduanya saling menatap dalam keheningan yang menyakitkan. Setiap detik yang berlalu terasa seperti ribuan tahun.

"Kalau begitu, kita lihat saja, Krisna. Sejauh mana kau bisa mempertahankan sesuatu yang sejak awal tidak memiliki arti bagi kita berdua. Khususnya dirimu."

Krisna memandangnya tajam, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di matanya. Sesuatu yang sulit diartikan. Sebelum Krisna sempat membalas perkataan Radha, suara ponsel berdering memecah ketegangan di antara mereka. Krisna merogoh sakunya, melihat nama di layar, lalu menutup telepon itu tanpa menjawab.

"Ada apa, Krisna?" tanya Gayatri, suaranya bergetar lagi dengan kemarahan yang tertahan. "Apa lagi yang kau tunggu? Cepat ceraikan dia!"

Krisna tak menjawab desakan ibunya. Manik elangnya hanya menatap kosong amplop yang berserakan di lantai, lalu berbalik tanpa berkata apa-apa. Gayatri dan Nindy seketika terdiam bercampur perasaan bingung. Sementara Radha tetap berdiri dengan tegap di posisinya, menatap punggung Krisna yang perlahan menjauh.

"Apa yang akan kau lakukan, Krisna?" tanya Radha akhirnya, suaranya pelan namun penuh dengan emosi yang tertahan.

Krisna berhenti, namun tidak menoleh. Suaranya terdengar begitu berat seakan tengah bergulat di antara emosinya dan keputusan sulit yang harus diambilnya.

"Semua yang kau inginkan, Radha," jawabnya pelan, nyaris seperti bisikan. "Kau akan menyesal."

Bab terkait

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   9. Serangan Ibu Mertua

    “Apa yang sudah terjadi sama Krisna, Ma?” bisik Nindy, mempersempit jaraknya dengan Gayatri. “Bukankah waktu itu dia yang paling ingin berpisah dari Radha?” “Mama juga tidak tahu, Nindy,” kesal Gayatri, terlihat semakin geram. Perkiraannya bahwa ia bisa menyingkirkan Radha dengan mudah, nyatanya meleset sangat jauh. Krisna malah menolak bercerai dari Radha. “Seperti telah terjadi sesuatu. Dan mama yakin, penyebabnya adalah dia! Perempuan licik ini pasti telah menggunakan ilmu hitam untuk mempengaruhi pikiran Krisna!" Satu lagi tudingan kasar yang dilontarkan oleh Gayatri membuat Radha tersentak. Bagaimana mungkin pemikiran tak masuk akal itu hinggap dalam benak ibu mertuanya? Ilmu hitam? Astaga. Nindy memandang Gayatri dengan gelisah. "Ilmu hitam? Semacam pelet, begitu?" Kejutnya, yang dibalas spontan dengan anggukan kecil dari calon ibu mertuanya. “Ya ampun, Ma. Mama masih percaya begituan? Aku tahu Radha itu memang menyebalkan. Tapi apa iya, Ma, Radha menggunakan ilmu hitam untu

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   10. Permintaan Radha

    Radha duduk terdiam di atas ranjang rumah sakit. Tubuhnya masih terasa sakit akibat kekerasan yang baru saja ia alami. Wajahnya sedikit memucat, dan luka-luka yang terlihat di beberapa bagian tubuhnya menjadi saksi bisu atas tindakan kasar yang baru saja dialaminya. Gayatri memang tidak pernah menyukainya, tapi tetap saja Radha tak pernah membayangkan bahwa kebencian itu bisa berubah menjadi tindakan fisik yang begitu brutal. Entah apa yang akan terjadi jika seandainya ayah mertuanya tidak datang di waktu yang tepat, Radha mungkin tidak akan selamat dari serangan Gayatri. Tubuhnya pasti sudah hancur lebih parah dari ini. Kini, Radha hanya bisa menatap ke luar jendela dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sakit fisik yang dirasakannya seakan menyatu dengan luka batinnya yang semakin dalam. Bagaimana bisa hidupnya berubah begitu dramatis? Di tengah lamunannya, tiba-tiba suara ketukan pintu memecah keheningan. Radha segera menghapus air matanya begitu melihat Nakula, adik tirinya, mas

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   11. Radha Minggat

    Radha duduk di kursi penumpang. Tubuhnya terasa lelah, tapi hatinya jauh lebih berat. Pandangannya mengarah ke luar jendela mobil, menatap kosong jalanan yang sepi. Di sebelahnya, Saga, yang bersedia mengantarnya pulang dari rumah sakit, tetap fokus mengemudi. Sepanjang perjalanan, mereka hampir tidak berbicara. Hanya ada keheningan yang mencekam. Namun Radha menghargai karena Saga tidak memaksanya bicara. Dia pasti memaklumi, bahwa saat ini Radha hanya butuh waktu untuk memproses semua yang terjadi.Ketika mereka tiba di rumah, Saga mematikan mesin mobil dan membuka pintu untuk Radha. Radha turun dengan pelan, dengan gerakan cukup yang hati-hati karena luka di tubuhnya masih terasa nyeri.“Terima kasih, Kak Saga,” ucap Radha dengan suara lirih.Saga menatap Radha dengan penuh perhatian. “Jangan katakan itu, Radha. Kau sudah seperti adikku sendiri. Jadi, cepatlah masuk dan istirahat. Kalau ada apa-apa, kau bisa hubungi aku

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   12. Krisna Balik Mengancam

    “Jangan bersikap kekanak-kanakan, Radha,” ucap Krisna dengan nada dingin, seolah peristiwa ini tidak berarti apa-apa baginya. “Aku sudah mengingatkanmu untuk tidak membuat drama baru lagi.” Radha tetap diam, namun cengkeramannya pada gagang koper mengencang, menunjukkan bahwa dia takkan mundur dari keputusannya. “Apa ini karena perlakuan mamaku?” Krisna melanjutkan, suaranya terdengar kesal. “Kalau itu masalahnya, besok aku akan datangi mama dan memintanya untuk berhenti ikut campur. Kalau perlu, aku akan memaksa mama untuk minta maaf padamu.” Radha tersenyum kecil, penuh kepahitan. "Tidak perlu, Krisna," katanya tenang. “Sebelum dia minta maaf, aku sudah memaafkannya. Tapi keputusanku tetaplah sama. Aku ingin segera pergi dari sini dan bercerai darimu." Namun, Krisna tidak mendengarkan. Wajahnya mengeras, amarah yang ditahannya kembali menggelembung di dalam dadanya. “Aku sudah pernah bilang, Radha,” suaranya sekarang lebih rendah, namun penuh dengan ancaman, “Aku tidak akan perna

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   13. Tetap Saja Sakit

    “Kenapa kau membawanya ke sini, Krisna?” tanya Gayatri langsung, tanpa basa-basi. Wanita paruh baya itu, dengan rambutnya yang selalu tersisir rapi dan pakaiannya yang selalu anggun, menatap Radha seolah-olah dia adalah gangguan tak diinginkan. Krisna hanya tersenyum tipis, menahan diri untuk tidak bereaksi terhadap sikap dingin ibunya. Sebelum Krisna bisa menjawab, Baskara yang mendengar suara Gayatri dari ruang kerjanya segera muncul. Dengan wajah yang lebih tenang dan bijaksana, dia langsung menegur istrinya, “Gayatri, apa kau lupa apa yang sudah kita bicarakan sebelumnya?” Gayatri terdiam seketika, menahan diri agar tidak meledak lagi. Dia memalingkan wajah dengan kesal, jelas tidak senang, tetapi memilih untuk tidak berdebat lebih lanjut. Baskara mendekati Radha, memberi senyum lembut yang berbeda dari sikap istrinya. “Ayah pikir, kau tidak akan mau datang lagi ke sini, setelah apa yang terjadi kemarin. Ayah benar-benar minta maaf atas sikap kasar Gayatri padamu, Radha,” kata

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   14. Kedatangan Freya

    Sejak mereka meninggalkan rumah orang tua Krisna, Radha tampak berbeda. Selama perjalanan pulang, Krisna memperhatikan perubahan itu meski ia berusaha tak terlalu memedulikannya. Radha biasanya keras kepala dan sering memancing debat, tapi hari ini dia jauh lebih pendiam. Matanya tampak kosong, seolah-olah pikirannya terbang ke tempat lain, entah memikirkan apa. Yang jelas, ini bukan sifat Radha yang biasa. Krisna mengakui, biasanya dia lebih suka suasana tenang seperti ini. Radha yang pendiam berarti tidak ada cekcok atau suara-suara sumbang yang mengganggu pikirannya. Seharusnya ini membuatnya merasa lega, bukan? Tapi anehnya, kali ini Krisna merasa terganggu dengan keheningan itu. Sesuatu tentang cara Radha bertingkah membuatnya resah, meskipun ia tidak tahu pasti apa. Krisna mencoba menyingkirkan perasaan itu. Apa yang ia pedulikan? Radha hanya istri ‘bonekanya’—tidak ada alasan baginya untuk memikirkan tentang perubahan sikapnya. Setibanya di rumah, Krisna segera melepaskan

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   15. Aku Juga Manusia, Bu!

    “Apa yang sebenarnya kau inginkan, Bu?” tanya Radha, usai menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Radha tahu ibunya tidak akan datang sejauh ini hanya karena kekhawatiran. Selalu ada sesuatu di balik tindakan ibunya yang terlihat peduli. Freya mendekat dengan ekspresi yang sulit diterka. Tanpa peringatan, dia meraih wajah Radha dan memeriksanya dengan kasar. Tangannya menekan pipi Radha, membuat Radha sedikit tersentak. "Jadi, benar Gayatri sudah menyerangmu?" desis Freya, matanya memperhatikan setiap tanda memar atau luka di wajah Radha. Radha mengerutkan kening, merasa bingung sekaligus curiga. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya bagaimana Freya bisa mengetahui hal itu? Radha bahkan tidak memberitahu Nakula, sebagai satu-satunya anggota keluarga yang bisa ia percayai. “Dari mana Ibu tahu?” tanya Radha sambil menyentak lepas tangan Freya dari wajahnya. Freya hanya mendengus, tampak tak terpengaruh oleh reaksi Radha. "Tidak perlu banyak bertanya. Yang jelas, aku punya informan terp

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   16. Situasi Yang Aneh

    “Jadi, apa lagi yang diinginkan ibumu kali ini?” Krisna tiba-tiba muncul dan berdiri di ambang pintu kamar, semenit setelah kepergian Freya dari rumahnya, dengan nada bicara yang dingin dan tatapan menyelidik. Radha, yang masih berusaha menguasai perasaannya, menahan napas. Dia tahu, jika Krisna mulai berbicara tentang ibunya, maka percakapan ini tidak akan berujung baik. "Tidak ada hal seperti itu," jawab Radha, mencoba bersikap tenang. "Ibu hanya khawatir, itu saja." Krisna mendengus pelan, langkah kakinya membawa dirinya lebih dekat ke arah Radha. Senyum sinis muncul di bibirnya, membuat sorot matanya terlihat semakin tajam. "Khawatir, ya?" tanyanya, seolah mengejek. "Radha, kau bukan tipe orang yang pandai berbohong. Aku tahu betul siapa ibumu itu. Jangan harap aku akan percaya jika kau bilang dia datang karena benar-benar khawatir." Radha berusaha menahan kegelisahan yang mengintip dari sorot matanya. "Kalau kau tidak percaya, ya sudah. Tidak ada yang perlu dijelaskan." Ia be

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   29. Berusaha Mencari Radha

    Krisna berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumahnya yang luas dengan ekspresi wajah penuh kemarahan. Suara sepatu kulitnya yang beradu dengan lantai marmer menggema di seluruh ruangan, menciptakan ketegangan yang semakin mencekam. Di tangannya, ponsel yang sudah berkali-kali ia gunakan untuk mencoba menghubungi Radha. Namun, sama seperti sebelumnya, tidak ada jawaban.“Kenapa tidak diangkat juga?! Apa dia sengaja menghindar?!” Krisna menggerutu keras, nada suaranya mencerminkan amarah yang semakin mendidih.Ia mencoba menelepon sekali lagi, menunggu dengan tidak sabar hingga nada sambung berhenti. Hasilnya tetap sama, dan Krisna kehilangan kendali. Dengan kemarahan yang tak tertahan, ia membanting ponselnya ke lantai. Ponsel itu pecah berkeping-keping, membuat para pelayan yang berada di ruangan itu tersentak dan mundur beberapa langkah karena ketakutan."APA KALIAN SEMUA AKAN DIAM SAJA SEPERTI INI?!" Krisna berteriak, menatap tajam ke arah para pelayan dan pegawai yang berdiri membe

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   28. Bagaimana Mungkin? Hamil?

    Malam telah larut, namun Nakula tak beranjak dari sisi tempat tidur. Di kursi dekat kepala ranjang, ia duduk dengan punggung tegap, matanya terus mengawasi kakaknya yang terbaring lemah. Kamar vila itu dihiasi lampu remang yang memancarkan suasana damai, tetapi Nakula justru merasa gelisah.Sesekali, ia mengusap wajahnya, mencoba menghalau rasa kantuk yang menghadang. Radha belum juga sadar. Dokter memang mengatakan bahwa kondisinya cukup stabil, tetapi tubuhnya yang pucat dan napasnya yang terengah membuat Nakula tak bisa berhenti khawatir.Waktu terus bergulir. Suara langkah pelayan yang melintas di luar kamar sesekali terdengar. Hingga akhirnya, Radha bergerak sedikit, kelopak matanya perlahan terbuka.“Kak Radha?” panggil Nakula dengan nada cemas, langsung berdiri dan mendekat. “Kakak sudah sadar?”Radha memutar kepalanya perlahan, ekspresi bingung tergurat jelas di wajahnya. “Nakula? Apa yang terjadi?”Nakula tersenyum lega, meskipun hatinya masih terasa berat. “Kak Radha pingsa

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   27. Kabar Mengejutkan

    "Mereka kabur lewat belakang! Cepat kejar mereka!"Nakula merasa dadanya seolah hendak meledak karena panik. Ia memandang Saga dengan tatapan penuh kecemasan.Saga hanya tersenyum samar. "Jangan lihat ke belakang. Lari sekarang!"“Kak Saga mau ke mana?” Tanya Nakula dengan nada gemetar. “Jangan bilang kalau—”Nakula ragu sejenak, tetapi akhirnya menurut. Ia kembali melangkah dengan cepat, membawa Radha menyusuri jalan setapak yang gelap. Sementara itu Saga berbalik, menghadapi para pengejar yang kini semakin dekat.Saat Nakula berhasil mencapai mobil dan menurunkan tubuh Radha ke kursi belakang, ia mendengar suara bentrokan dari arah belakang. Sepertinya saat ini Saga tengah berhadapan langsung dengan para pengejar itu sendirian.Namun, sebelum Nakula sempat memutuskan apa yang harus dilakukan, pintu mobil di sebelahnya tiba-tiba terbuka. Nakula tersentak, tetapi merasa lega saat melihat Saga masuk dengan napas terengah-engah.“Pasang sabuk pengamanmu. Kita pergi sekarang,” kata Saga

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   26. Malam Yang Chaos

    "Kak Radha, bangun, Kak! Jangan bikin aku takut begini!" suara Nakula pecah, dipenuhi rasa cemas. Ia menepuk-nepuk pipi Radha dengan lembut, berharap ada reaksi.Namun Radha tetap diam, hanya napasnya yang terdengar berat dan terputus-putus. Nakula memegangi tangan Radha, merasakan dinginnya kulit kakaknya yang seolah kehilangan tenaga."Astaga … aku harus bagaimana?" Nakula berdiri, mondar-mandir di sekitar kasur. Ia ingin membawa Radha ke rumah sakit, tetapi itu terlalu berisiko. Jika ada yang mengenali Radha, apalagi dari keluarga Harlingga, semua rencana mereka akan hancur.Matanya terpaku pada tas kecil milik Radha yang tergeletak di lantai. Dengan cepat ia meraihnya dan membuka isinya, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kondisi Radha.Matanya terpaku pada tas kecil milik Radha yang tergeletak di lantai. Dengan cepat ia meraihnya dan membuka isinya, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kondisi Radha.Ia menemukan beberapa barang biasa—dompet, ponsel, kun

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   25. Radha Pingsan

    “Selamat tinggal, Krisna ....”Saat kembali ke ruang tamu, Radha terlihat lebih nyaman dalam pakaian barunya. Nakula tersenyum kecil. “Nah, sekarang lebih masuk akal. Kalau begitu, kita bisa langsung pergi?”Radha mengangguk. Ia mengambil tas kecilnya dan memeriksa sekali lagi untuk memastikan semua barang penting sudah terbawa. “Aku sudah siap.”“Tunggu,” ujar Nakula tiba-tiba. “Kakak yakin tidak ada yang perlu diberi tahu? Bibi Maryam, mungkin?”Radha menggeleng. “Aku sudah memberitahu Maryam bahwa aku akan pergi ke pesta Kakek Felix dan pulangnya bersama Krisna. Aku juga meminta dia dan para pelayan lain untuk istirahat lebih awal malam ini. Jadi mereka tidak akan curiga.”Nakula mengangguk, meski raut wajahnya masih dipenuhi kekhawatiran. “Baiklah. Ayo pergi sekarang, Kak. Sebelum ada siapa pun yang menyadarinya.”Radha mengangguk. Keduanya pun berjalan menuju tempat masuk Nakula tadi. Namun baru saja Radha membuka sedikit pintu dapur yang terhubung dengan gerbang samping, ada Pak

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   24. Selamat Tinggal, Krisna

    Radha duduk termenung di depan meja riasnya. Tatapan matanya kosong menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sudah dipoles sempurna, gaun anggun berwarna biru tua membalut tubuhnya, rambutnya ditata dengan elegan. Namun, di balik keindahan penampilannya, ada luka yang tak terlihat. Luka yang terus menggerogoti hatinya.Pesta penting yang diadakan Kakek Felix seharusnya menjadi ajang untuk menunjukkan bahwa ia masih istri yang layak di mata keluarga Harlingga. Namun semua kejadian hari ini membuat Radha nyaris kehilangan energi untuk sekadar berdiri.Pikiran Radha berkelana ke peristiwa yang baru saja ia alami. "Apa lagi yang harus aku hadapi di pesta nanti?" ia bergumam, suaranya hampir tak terdengar.Dadanya terasa sesak saat mengingat bagaimana dirinya memergoki Krisna bersama Nindy, sahabat yang katanya paling Krisna cintai. Melihat mereka berdua saling berpelukan dengan sangat intim di dalam kamar pagi tadi masih terbayang jelas di p

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   23. Balasan Telak Untuk Pelakor

    "Selama ini aku sudah cukup diam dan mendengarkan semua kata-kata kalian," ucapnya, menatap tajam ke arah Freya. "Tapi kali ini, giliran kalian yang harus mendengarkanku." Freya menatap Radha dengan mata menyipit, jelas tidak suka dengan nada tegas yang digunakan Radha. Nirmala, yang tampak tidak terima melihat ibunya ditegur, langsung menyela, "Kak Radha, kau tidak bisa memperlakukan Ibuku seperti ini! Apa hakmu—" Radha menoleh tajam pada Nirmala, suaranya dingin namun tegas, "Tolong, Nirmala. Jangan menyela pembicaraan orang dewasa saat kami bicara." Nirmala terdiam seketika, wajahnya memerah karena malu dan marah, namun tak ada lagi kata-kata yang keluar dari bibirnya. "Ini adalah hidupku, pernikahanku, dan itu juga berlaku untuk Krisna. Biarkan kami berdua yang memutuskan apa yang terbaik untuk kami, bukan kalian," ujar Radha, suaranya tegas namun tidak terburu-buru. Dan setiap kata yang keluar seolah menghantam langsung ke hati pendengarnya. Freya tampak ingin membuka mulut

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   22. Debat Panas

    Radha menatap Nindy yang berdiri di ambang pintu dengan senyuman kecil di wajahnya. Kejutan tadi berubah menjadi ekspresi senang yang tak bisa ditutupi. “Benarkah kau ingin bercerai, Radha?” tanyanya dengan nada hampir penuh kegembiraan. “Itu berarti Krisna akan lepas darimu, dan aku—kami—bisa hidup bahagia bersama tanpa gangguan.” “Jangan asal bicara kau, ya?!” ujar Freya dengan nada tajam. “Tidak ada yang akan bercerai di sini. Kau pikir kami akan membiarkan Krisna dan Radha berpisah begitu saja? Tidak semudah itu.” Nindy mendengus pelan, menatap Freya dengan tatapan meremehkan. “Tante Freya, bukankah lebih baik jika mereka berpisah saja? Radha sendiri yang ingin berpisah, dan Krisna jelas tidak lagi menyukainya. Jadi, apa gunanya mempertahankan pernikahan yang sudah tidak diinginkan oleh kedua belah pihak?” Freya melipat tangan di dada, menatap Nindy tajam. “Siapa bilang? Kalau Krisna memang tidak menyukai Radha, terus kenapa sampai sekarang Krisna tidak juga menceraikan Radha?

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   21. Tamu Tak Diundang

    Radha baru saja tiba di rumah setelah hari yang panjang dan melelahkan. Ia berharap bisa menemukan ketenangan di dalam rumah, tetapi pemandangan yang menyambutnya jauh dari apa yang ia bayangkan. Di ruang keluarga, Freya dan Nirmala, ibu tiri dan adik tirinya, tengah asyik menonton televisi sambil makan camilan dengan santai. Remah-remah berserakan di atas meja, lantai penuh dengan bungkus makanan yang dibiarkan berserakan, dan sofa pun terlihat berantakan karena mereka meletakkan kaki tanpa ragu. Seketika seorang pelayan datang menghampiri Radha dengan wajah cemas. "Maaf, Nyonya Radha, kami tak sengaja membiarkan mereka masuk. Tadi mereka langsung masuk tanpa permisi," kata pelayan itu dengan nada menyesal. Radha hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepala. “Tidak apa-apa. Terima kasih sudah memberitahu. Kau bisa lanjutkan pekerjaanmu saja,” jawab Radha dengan nada lembut. Setelah pelayan itu pergi, Radha melangkah mendekati Freya dan Nirmala. Baru saja ia sampai di depan s

DMCA.com Protection Status