Lampu di jalanan berwarna-warni dan terlihat ramai. Namun, tidak ada lagi Clara ataupun Joe di kota ini. Satya berdiri sendirian dengan ekspresi suram.Tiba-tiba, Satya melihat Vigo. Vigo sedang berkencan di sebuah restoran kelas atas. Pasangan kencan butanya itu adalah seorang wanita terpelajar. Parasnya tidak terlalu cantik, tetapi auranya sungguh elegan. Kedua keluarga tampak harmonis.Satya memandang dari luar dengan tenang. Vigo memang terlihat ramah, tetapi tatapannya terlihat agak suram, tidak seperti dulu.Satya menunggu sampai Keluarga Sadali keluar. Ketika Agus dan istrinya keluar, mereka cukup terkejut melihat Satya, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Satya menatap Vigo dan berkata, "Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadamu."Vigo mengangguk, lalu berkata kepada orang tuanya, "Kalian tunggu di mobil saja."Dengan demikian, hanya tersisa Satya dan Vigo. Vigo menatap perban di tubuh Satya dan berucap, "Kudengar kamu baru melakukan operasi." Satya tidak ingin berbasa-basi. Dia
Alaia menancapkan lilin berangka 26. Begitu melihatnya, Satya cukup terkejut. Dia mengira Alaia akan melupakan Clara seiring berjalannya waktu, tetapi nyatanya Alaia sering bertanya tentang Clara.Hari demi hari berlalu. Pada ulang tahun Clara yang berikutnya, Satya membawa Alaia ke Kota Aruma. Tahun berikutnya lagi, Satya membeli kembali Grup Chandra dan vilanya. Satya berhasil mencapai kesuksesannya kembali hingga statusnya setara lagi dengan Keluarga Sadali.Pada tahun yang sama, istri Vigo melahirkan anak kembar. Satya membawa Alaia pulang untuk merayakan satu bulan kelahiran bayi kecil itu. Dia memberikan angpao besar kepada anak-anak Vigo.Istri Vigo juga memberikan angpao kepada Alaia. Dia berkata kepada Satya sambil tersenyum, "Jimat pelindung yang dipakai putrimu sangat indah."Tahun ini, Alaia sudah berusia 4 tahun. Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik. Entah berapa banyak gadis kecil yang iri melihatnya digendong oleh ayahnya seperti itu.Satya menyentuh jimat pelindung itu
Payung hitam dan terusan hitam itu bak lukisan cat air di tengah-tengah hujan. Empat tahun telah berlalu, Clara akhirnya pulang.Hari kedua setelah pulang ke Kota Brata, Clara yang sedang merapikan barang-barangnya tiba-tiba teringat pada kejadian 4 tahun lalu. Saat itu, Satya mengajaknya bertemu dan mengatakan ada hal penting yang ingin dibicarakan.Sayangnya, Clara dipaksa untuk meninggalkan Kota Brata. Sebenarnya dia tidak melupakan janji itu, tetapi perubahan terjadi terlalu mendadak. Clara cukup menyayangkannya, tetapi tidak pernah menyesali semua yang terjadi.Kedatangan Clara ke restoran ini bisa dibilang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada masa lalu. Empat tahun telah berlalu, mungkin sudah saatnya mereka melupakan segalanya.Hujan masih belum berhenti. Genangan air memantulkan sebuah sosok. Begitu melihat wajah yang samar itu, Satya sontak terkejut. Dia menatap sosok itu dengan tidak percaya. Seluruh emosinya bergejolak hebat. Jelas-jelas suasana begitu hening, tetapi Sat
Hati Clara terasa sakit. Dia tahu bahwa Satya sudah salah paham. Tadi, di telepon itu adalah Roy. Mereka bertemu di Luzano dan Roy pernah merawatnya. Kadang kala, mereka masih berhubungan. Roy juga mengetahui kabar tentang Clara yang pulang bersama Joe.Hanya saja, Clara tidak menjelaskan apa-apa. Dalam hatinya, masa lalunya dengan Satya hanyalah sebuah penyesalan. Diamnya seorang wanita biasanya dianggap sebagai pengakuan.Suara rem mendadak yang tajam terdengar. Mobil Satya yang berwarna sampanye berhenti di pinggir jalan.Hujan masih turun pada malam hari. Satya yang bersikap anggun diam-diam memandang keluar. Melalui kaca jendela mobil yang terhalang hujan, wiper terus menyapu. Akan tetapi, pandangannya tetap buram. Setelah beberapa saat, dia mengeluarkan rokok.Satya mengambil satu batang dan menyalakannya. Aroma rokok yang lembut menyebar di dalam mobil, bercampur dengan aroma aftershave yang harum dari tubuhnya. Ini menciptakan wangi khas pria yang unik ....Satya merokok seteng
Satya tidak menyalakan lampu. Dia duduk di tepi ranjang. Dengan mengandalkan cahaya samar-samar, dia menatap satu-satunya anak kandungnya itu.Setelah beberapa saat, Satya meraih tangan Joe dengan lembut. Bocah itu berguling dan berbaring telentang. Hidungnya yang mancung dan ujung matanya sangat mirip dengan Clara ketika masih berusia 20 tahunan .... Kenangan masa lalu kembali menancap dalam-dalam di hati Satya seperti pisau. Hal ini membuatnya sangat menderita. Masih ada luka di hati Satya ....Empat tahun sudah berlalu. Kini, Satya juga sudah meraih kesuksesan. Semua orang mengira bahwa luka-lukanya sudah sembuh, bahkan dia sendiri juga berpikir bahwa dia tidak lagi begitu peduli. Namun setelah bertemu dengan Clara lagi, dia baru menyadari bahwa luka-lukanya hanya membusuk.Tak lama kemudian, Satya pergi dari sana. Ketika dia pergi, Clara berdiri di depan jendela dengan gaun hitam yang menyatu dengan kegelapan .... Dia melihat pria itu turun dan masuk ke mobil hitam. Begitu mulai me
Aroma teh menguar di udara.Hanya saja ketika Malik meminumnya, dia merasa sangat pahit. Pria tua itu menatap putrinya yang sudah empat tahun tidak ditemuinya. Dia berbicara dengan lembut, "Sudah pulang beberapa hari ... kenapa nggak bawa Joe pulang ke rumah?"Clara melihat ke arah Surya. Orang itu segera berdiri dan berjalan menjauh untuk melihat-lihat buku.Clara mengalihkan pandangannya kembali dan menjawab dengan lembut, "Menurutku kurang pantas."Suara Malik terdengar tertekan ketika berucap, "Kenapa kurang pantas? Vigo sudah lama menikah dan punya anak. Kejadian itu sudah menjadi masa lalu, nggak akan ada lagi yang mengungkitnya .... Clara, aku tahu kamu menyalahkanku. Tapi, saat itu aku punya alasan. Pulanglah, Ayah sudah tua. Aku cuma berharap anak-anakku bisa berada di sisiku."Clara perlahan menyesap setengah cangkir teh. Dia menggeleng seraya membalas, "Lebih baik jangan. Sekarang Vigo hidup dengan baik, bukankah itu bagus untuk semua orang? Kenapa aku harus kembali dan memb
Malik perlahan mendekat, lalu berucap, "Urusan Keluarga Sadali nggak perlu sampai melibatkan Pak Satya."Satya menarik Clara ke belakangnya, lalu menatap mata tajam Malik tanpa rasa gentar. Dia memberi tahu Malik, "Dia bermarga Martha. Selain itu, sampai sekarang aku masih menganggapnya sebagai keluargaku. Meskipun kami bukan lagi suami istri, dia tetaplah ibu dari anak-anakku ... hal ini nggak akan pernah berubah!"....Malik membalas seraya tersenyum dingin, "Sepertinya kamu memang berniat untuk campur tangan!"Satya juga tersenyum dingin, lalu membawa Clara keluar dari sana secara paksa. Berhubung menyadarinya situasi mulai tidak menguntungkan, Herman dan keluarganya buru-buru pergi.Di dalam ruangan VIP, suasana menjadi sangat hening.Wajah Malik tampak sangat muram. Dia memandang Vigo, lalu berucap dengan dingin, "Kamu masih punya perasaan padanya? Vigo, kamu lupa bahwa kamu sudah menikah dan punya anak? Kamu lupa bahwa kamu punya istri .... Dengan tingkah laku yang nggak pantas s
Setengah jam kemudian, mobil melaju ke dalam vila. Ini adalah rumah yang pernah mereka tempati. Kini, perasaan Clara campur aduk saat kembali ke sini.Begitu pintu belakang mobil dibuka, terlihat seorang gadis kecil berlari keluar. "Ayah," seru Alaia sambil memeluk kaki Satya dengan manja.Satya menggendong Alaia dengan satu tangan dan membawanya ke dalam mobil, lalu menempatkannya di atas pahanya.Lantaran mengerti keadaan, sopir pun segera turun dari mobil.Di dalam mobil sangat gelap. Alaia bersandar di pelukan ayahnya dan menatap Clara dengan hati-hati. Dia masih mengingat ibunya. Bagaimanapun, mereka sudah terpisah selama empat tahun. Jadi, Alaia merasa sedikit segan dan tidak enak hati memanggil Clara sebagai ibu. Begitu juga dengan Clara. Saat ini, perasaan Clara agak tidak karuan saat kembali ke kampung halamannya.Satya mengelus kepala Alaia seraya memandang Clara. Dia bertanya, "Kamu nggak mau memeluknya?"Clara membalas dengan suara bergetar, "Biar aku peluk sebentar." Dia m