Bab 49
[Waktumu tidak banyak, Melati. Aku tak sesabar itu hingga mau lama menunggu. Datanglah segera.]Melati kembali menatap pesan yang dikirimkan oleh Teguh beberapa saat yang lalu. Sudah lewat dari dua jam sejak Wina meninggalkannya di dalam kamar itu, tapi nyatanya tidak mampu membuat Melati berpikir jernih dan tenang.Wanita itu terus mondar-mandir memikirkan apa yang harus dilakukannya, sambil mengemas beberapa pakaiannya yang pernah diberikan oleh Ernawati untuknya.Melati menulis sebuah surat pada catatan kecil, yang disimpan di atas nakas tempat tidurnya, dan segera memakai jaket milik Edwin untuk menutupi perut besarnya. Dia juga memakai topi milik suaminya, agar wajahnya tidak terlalu terekspos sempurna. Wanita itu hanya berharap keputusannya akan membawa dampak baik untuk semuanya. Terutama untuk Edwin dan keluarganya, juga untuk batinnya sendiri, yang kerap kali tersiksa oleh bayang-bayang jahat Teguh.Melati memesan taksi,Bab 50"Jika sampai Teguh macam-macam di sana, tante tidak akan pernah memaafkannya, Edwin. Tante janji. Bertahun-tahun aku mendampinginya, bahkan ketika lelaki itu berada dalam kesulitan. Dan aku tidak ikhlas jika sampai sesuatu yang buruk terbukti, atau Mas Teguh tengah berselingkuh!" Anita mengusap sudut matanya yang basah. Baru kali ini dia dibohongi mentah-mentah. Mengaku pergi ke luar kota, nyatanya hanya ke villa.Edwin diam saja ketika mendengar penuturan Anita barusan. Bagaimana jika wanita itu tahu, kalau suaminya menginginkan istrinya sendiri, yaitu Melati.Entah bagaimana perasaan Anita nantinya. Sepanjang perjalanan, hanya Anita yang terus mengoceh, dan Edwin hanya menjadi pendengar yang baik. Hatinya pun sebenarnya lebih gelisah memikirkan banyak hal. Dia takut, mungkin saja Melati sengaja mendatangi lelaki itu, dan saat ini mereka tengah melakukan hubungan yang tidak dapat dibayangkan olehnya sendiri.Edwin sendiri, meskipun usianya cukup matang untuk memiliki kekasi
Bab 51"Ka-kalian?" Mata Teguh membulat sempurna saat bertatapan langsung dengan istri dan keponakannya. Lelaki itu tak menyangka, ketika akhirnya Anita bisa datang ke tempat itu dan mengetahui keberadaannya."Sedang apa kalian malam-malam begini hingga menyusulku ke tempat ini?" Teguh bertanya dengan dada gelisah. Berulang kali dia menarik nafas perlahan, agar jangan sampai membuat keduanya curiga."Seharusnya kami yang bertanya kepada, Om. Apa yang sedang om lakukan di tempat ini, bahkan dengan penampilan yang tidak wajar?" Edwin menatap pamannya yang mengenakan kimono, yang menampilkan sedikit dadanya yang berbulu tipis, tanpa menggunakan baju. Mata lelaki itu menyorot penuh rasa curiga."Apa maksudmu? Tentu saja aku berpakaian seperti ini karena baru selesai mandi. Memangnya apa yang kalian pikirkan?" Teguh tersenyum canggung, saat seketika tatapan Anita juga ikut menghujam ke arahnya."Bukankah saat aku meneleponmu tadi, mas mengatakan sedang berada di Solo, dan beristirahat di h
Bab 52"Tante nggak nyangka, Ed, kamu bisa menuduh suamiku melakukan hal buruk itu. Bahkan Tante sampai malu hanya untuk meminta maaf pada mas Teguh." Anita mengemukakan kekecewaannya kepada Edwin yang berkali-kali menarik nafas kasar, saat mereka dalam perjalanan pulang kembali."Tante tunggu saja, aku akan membuktikan semuanya. Jika suami yang tante pikiran adalah lelaki paling baik, itu tidak sepenuhnya benar." Edwin berucap tegas tanpa berniat untuk mengucapkan kata maaf kepada wanita yang matanya sudah memerah itu."Apa katamu? Jangan terus-terusan menuduh suamiku seperti itu. Jika hubungan kalian baik-baik saja selama ini, lalu kenapa tiba-tiba kamu menjadi seseorang yang ingin menjatuhkannya, Ed? Tante nggak ngerti dengan jalan pikiran kamu." Kekecewaan Anita terlukis jelas di wajahnya saat menatap Edwin yang bersikukuh dengan ucapannya.Edwin menghentikan laju kendaraannya di pinggir jalan yang sepi, dan menetap Anita dengan serius.E
Bab 53Keesokan paginya.Melati terbangun saat mendengar suara ketukan pada pintu kamarnya. Wanita itu langsung mengerjap karena masih merasakan kantuk. Semalam dia tertidur setelah puas menangis sampai kelelahan.Ketukan itu kembali terdengar, dan mau tak mau membuat Melati beranjak dan mengintip dari lubang kecil yang ada di pintu. Dia takut jika yang datang adalah Teguh atau Edwin.Merasa cukup aman, Melati membuka pintu dan mendapati petugas hotel berdiri dengan ramah."Maaf mengganggu, Nyonya, tadi ada sopir taksi yang menyerahkan dompet ke bagian informasi. Setelah dibuka, ternyata milik anda."Melati segera mengambil barang tersebut yang memang miliknya. Dia tak tahu jika dompetnya benar-benar hilang, padahal semalam dia sengaja berbohong demi menutupi jejaknya."Silahkan di periksa dulu, barangkali ada yang hilang.""Semuanya aman. Makasih," ujar Melati dengan canggung karena orang di depannya sudah pasti melihat wajahnya yang sembab
54"Kita terlambat, Ed." Jovan berucap lesu, begitu dia mendapatkan kabar dari seseorang dalam sambungan teleponnya."Apa Melati sudah pergi?""Ya. Sepertinya dia tahu jika kita tengah mencarinya." Sialnya mereka terlambat. Edwin hanya mampu menghela nafas panjang. Andaikan saja dia bisa melindungi wanita itu, tentu Melati tak harus pergi. Edwin benar-benar menyesali keadaannya saat ini yang tidak mampu berada di dua tempat sekaligus. Diam-diam dia berjanji dalam hatinya, akan menerima Melati apapun keadaannya setelah wanita itu berhasil ditemukan."Tenanglah, setidaknya kita tahu jika Melati ada di Bandung. Itu berarti semakin dekat jaraknya ke rumah Gunadi." Jovan menepuk bahu Edwin pelan. Lelaki itu tahu bagaimana perasaan Edwin yang kacau karena tak bisa menjaga Melati. Jovan juga bisa melihat bagaimana pedulinya Edwin pada Melati bukan hanya sekedar kasihan. Tapi lebih dari itu.******Wina melangka
Bab 55Edwin berlari sekuat tenaga mencari keberadaan Wina. Bahkan tiap penjual didatanginya karena khawatir. Edwin juga berusaha untuk menghubungi ponsel gadis itu, namun tetap saja tidak aktif."Kemana kamu, Wina!" Edwin tak putus asa. Dia segera menghubungi nomor polisi untuk melaporkan penculikan. Tapi balasan dari seberang membuatnya kecewa."Maaf, Pak, kasus ini bisa dilaporkan kepada kami hanya setelah satu kali dua puluh empat jam." Edwin langsung menutup sambungan dan hampir saja melempar ponselnya karena kesal."Edwin, apa yang terjadi? Sepertinya kamu gelisah sekali." Jovan segera menghampiri setelah dari kejauhan melihat Edwin yang bertindak tidak seperti biasanya."Wina, Jo. Wina hilang!""Apa kamu yakin? Aku sempat mengobrol singkat dengannya tadi di telepon." Jovan bertanya serius. Bahkan tadi dia dan Wina sempat bicara di telepon untuk menanyakan keberadaannya."Kirana yang memberitahuku, Jo." Edwin pun l
Bab 56"Pak Edwin, sepertinya ada seseorang di dalam kamar ini!" Seorang lelaki tinggi yang berkaos hitam melihat serius ke arah Edwin dan juga Jovan yang tengah dilanda kegelisahan, demi mencari Wina berada."Cepat dobrak!" jawab Jovan sambil ikut mendekat ke arah pintu. Dengan ancang-ancang, mereka mendobrak pintu itu dan butuh tiga kali pukulan. Hingga akhirnya pintu terbuka dan seketika ruangan yang gelap itu tampak terekspos sempurna, setelah Jovan menyalakan lampunya."Wina!" Jovan berlari mendekat ke arah ranjang, dimana Wina dengan keadaan hampir setengah telanjang, sedang meringkuk di tempatnya dengan mulut tertutup lakban."Cari siapapun pelakunya!!" ujar Jovan. Dia meraih selimut dan memejamkan matanya, ketika mendekat ke arah Wina dan menyelimuti tubuh gadis itu. Sebelum akhirnya dia melepaskan ikatan tali pada tangan dan kakinya. Edwin tak kalah terkejutnya melihat keadaan Wina. Dia dibantu anak buahnya yang lain, segera menuju ke a
Bab 57"Katakan, apa kalian sudah menemukan siapa pemilik mobil itu?" tanya Edwin dengan tidak sabar. Semalam anak buahnya mengikuti si pelaku yang ternyata sudah berhasil diketahui jejaknya. Edwin berharap mendapatkan kabar baik sesegera mungkin."Ya, Pak Edwin. Tapi setelah kami selidiki, itu adalah mobil rental. Seseorang menyewanya dengan nama orang lain.""Begitukah?" Edwin menarik nafas kasar. "Lalu bagaimana dengan Teguh, apa dia pulang ke rumahnya?""Seperti tidak. Kami sudah bertanya kepada istri dan asisten rumah tangga di tempat itu, tapi Teguh sama sekali tidak diketahui keberadaannya.""Sial*n!" Edwin menggeram kesal. "Baiklah, kalian istirahatlah, dan pastikan yang lainnya terus awasi rumahnya. Kalau menemukan sesuatu yang mencurigakan, cepat hubungi aku segera.""Baik, Pak." Dua lelaki yang memberikan laporan itu pun akhirnya pergi.Semalaman Edwin tidak bisa memejamkan mata, karena teringat pada Wina dan juga