48.
"Mau kemana kamu, Ed?" Jovan berdiri dan menyentuh bahu sahabatnya. Dia benar-benar penasaran saat melihat Edwin yang beranjak, dengan berbagai pertanyaan memenuhi benaknya."Aku benar-benar ingin bertemu dengan Cindy dan bertanya banyak hal padanya," jawab Edwin sambil meraih ponselnya.Dia tahu sejak terakhir kali bertemu dengan Cindy di lobby hotel, dia tak pernah melihat wanita itu kembali ke kantornya untuk bekerja.Edwin melangkah cepat saat sebelumnya melirik ke arah kursi sekretaris yang saat ini kosong. Dan dia hanya bisa mendesah, jika apa yang dipikirkannya ternyata benar.Ada hubungan tertentu antara Cindy dan pamannya–Teguh, dan ada alasan hingga wanita itu tidak masuk kerja hingga berhari-hari, dikarenakan luka-lukanya yang Edwin sendiri belum tahu jelas dikarenakan apa.Seandainya saja Jovan mengatakan jika Teguh menjenguk Cindy di rumah sakit, ketika dirinya berada di rumah sakit yang sama saat menemaniBab 49[Waktumu tidak banyak, Melati. Aku tak sesabar itu hingga mau lama menunggu. Datanglah segera.]Melati kembali menatap pesan yang dikirimkan oleh Teguh beberapa saat yang lalu. Sudah lewat dari dua jam sejak Wina meninggalkannya di dalam kamar itu, tapi nyatanya tidak mampu membuat Melati berpikir jernih dan tenang. Wanita itu terus mondar-mandir memikirkan apa yang harus dilakukannya, sambil mengemas beberapa pakaiannya yang pernah diberikan oleh Ernawati untuknya.Melati menulis sebuah surat pada catatan kecil, yang disimpan di atas nakas tempat tidurnya, dan segera memakai jaket milik Edwin untuk menutupi perut besarnya. Dia juga memakai topi milik suaminya, agar wajahnya tidak terlalu terekspos sempurna. Wanita itu hanya berharap keputusannya akan membawa dampak baik untuk semuanya. Terutama untuk Edwin dan keluarganya, juga untuk batinnya sendiri, yang kerap kali tersiksa oleh bayang-bayang jahat Teguh.Melati memesan taksi,
Bab 50"Jika sampai Teguh macam-macam di sana, tante tidak akan pernah memaafkannya, Edwin. Tante janji. Bertahun-tahun aku mendampinginya, bahkan ketika lelaki itu berada dalam kesulitan. Dan aku tidak ikhlas jika sampai sesuatu yang buruk terbukti, atau Mas Teguh tengah berselingkuh!" Anita mengusap sudut matanya yang basah. Baru kali ini dia dibohongi mentah-mentah. Mengaku pergi ke luar kota, nyatanya hanya ke villa.Edwin diam saja ketika mendengar penuturan Anita barusan. Bagaimana jika wanita itu tahu, kalau suaminya menginginkan istrinya sendiri, yaitu Melati.Entah bagaimana perasaan Anita nantinya. Sepanjang perjalanan, hanya Anita yang terus mengoceh, dan Edwin hanya menjadi pendengar yang baik. Hatinya pun sebenarnya lebih gelisah memikirkan banyak hal. Dia takut, mungkin saja Melati sengaja mendatangi lelaki itu, dan saat ini mereka tengah melakukan hubungan yang tidak dapat dibayangkan olehnya sendiri.Edwin sendiri, meskipun usianya cukup matang untuk memiliki kekasi
Bab 51"Ka-kalian?" Mata Teguh membulat sempurna saat bertatapan langsung dengan istri dan keponakannya. Lelaki itu tak menyangka, ketika akhirnya Anita bisa datang ke tempat itu dan mengetahui keberadaannya."Sedang apa kalian malam-malam begini hingga menyusulku ke tempat ini?" Teguh bertanya dengan dada gelisah. Berulang kali dia menarik nafas perlahan, agar jangan sampai membuat keduanya curiga."Seharusnya kami yang bertanya kepada, Om. Apa yang sedang om lakukan di tempat ini, bahkan dengan penampilan yang tidak wajar?" Edwin menatap pamannya yang mengenakan kimono, yang menampilkan sedikit dadanya yang berbulu tipis, tanpa menggunakan baju. Mata lelaki itu menyorot penuh rasa curiga."Apa maksudmu? Tentu saja aku berpakaian seperti ini karena baru selesai mandi. Memangnya apa yang kalian pikirkan?" Teguh tersenyum canggung, saat seketika tatapan Anita juga ikut menghujam ke arahnya."Bukankah saat aku meneleponmu tadi, mas mengatakan sedang berada di Solo, dan beristirahat di h
Bab 52"Tante nggak nyangka, Ed, kamu bisa menuduh suamiku melakukan hal buruk itu. Bahkan Tante sampai malu hanya untuk meminta maaf pada mas Teguh." Anita mengemukakan kekecewaannya kepada Edwin yang berkali-kali menarik nafas kasar, saat mereka dalam perjalanan pulang kembali."Tante tunggu saja, aku akan membuktikan semuanya. Jika suami yang tante pikiran adalah lelaki paling baik, itu tidak sepenuhnya benar." Edwin berucap tegas tanpa berniat untuk mengucapkan kata maaf kepada wanita yang matanya sudah memerah itu."Apa katamu? Jangan terus-terusan menuduh suamiku seperti itu. Jika hubungan kalian baik-baik saja selama ini, lalu kenapa tiba-tiba kamu menjadi seseorang yang ingin menjatuhkannya, Ed? Tante nggak ngerti dengan jalan pikiran kamu." Kekecewaan Anita terlukis jelas di wajahnya saat menatap Edwin yang bersikukuh dengan ucapannya.Edwin menghentikan laju kendaraannya di pinggir jalan yang sepi, dan menetap Anita dengan serius.E
Bab 53Keesokan paginya.Melati terbangun saat mendengar suara ketukan pada pintu kamarnya. Wanita itu langsung mengerjap karena masih merasakan kantuk. Semalam dia tertidur setelah puas menangis sampai kelelahan.Ketukan itu kembali terdengar, dan mau tak mau membuat Melati beranjak dan mengintip dari lubang kecil yang ada di pintu. Dia takut jika yang datang adalah Teguh atau Edwin.Merasa cukup aman, Melati membuka pintu dan mendapati petugas hotel berdiri dengan ramah."Maaf mengganggu, Nyonya, tadi ada sopir taksi yang menyerahkan dompet ke bagian informasi. Setelah dibuka, ternyata milik anda."Melati segera mengambil barang tersebut yang memang miliknya. Dia tak tahu jika dompetnya benar-benar hilang, padahal semalam dia sengaja berbohong demi menutupi jejaknya."Silahkan di periksa dulu, barangkali ada yang hilang.""Semuanya aman. Makasih," ujar Melati dengan canggung karena orang di depannya sudah pasti melihat wajahnya yang sembab
54"Kita terlambat, Ed." Jovan berucap lesu, begitu dia mendapatkan kabar dari seseorang dalam sambungan teleponnya."Apa Melati sudah pergi?""Ya. Sepertinya dia tahu jika kita tengah mencarinya." Sialnya mereka terlambat. Edwin hanya mampu menghela nafas panjang. Andaikan saja dia bisa melindungi wanita itu, tentu Melati tak harus pergi. Edwin benar-benar menyesali keadaannya saat ini yang tidak mampu berada di dua tempat sekaligus. Diam-diam dia berjanji dalam hatinya, akan menerima Melati apapun keadaannya setelah wanita itu berhasil ditemukan."Tenanglah, setidaknya kita tahu jika Melati ada di Bandung. Itu berarti semakin dekat jaraknya ke rumah Gunadi." Jovan menepuk bahu Edwin pelan. Lelaki itu tahu bagaimana perasaan Edwin yang kacau karena tak bisa menjaga Melati. Jovan juga bisa melihat bagaimana pedulinya Edwin pada Melati bukan hanya sekedar kasihan. Tapi lebih dari itu.******Wina melangka
Bab 55Edwin berlari sekuat tenaga mencari keberadaan Wina. Bahkan tiap penjual didatanginya karena khawatir. Edwin juga berusaha untuk menghubungi ponsel gadis itu, namun tetap saja tidak aktif."Kemana kamu, Wina!" Edwin tak putus asa. Dia segera menghubungi nomor polisi untuk melaporkan penculikan. Tapi balasan dari seberang membuatnya kecewa."Maaf, Pak, kasus ini bisa dilaporkan kepada kami hanya setelah satu kali dua puluh empat jam." Edwin langsung menutup sambungan dan hampir saja melempar ponselnya karena kesal."Edwin, apa yang terjadi? Sepertinya kamu gelisah sekali." Jovan segera menghampiri setelah dari kejauhan melihat Edwin yang bertindak tidak seperti biasanya."Wina, Jo. Wina hilang!""Apa kamu yakin? Aku sempat mengobrol singkat dengannya tadi di telepon." Jovan bertanya serius. Bahkan tadi dia dan Wina sempat bicara di telepon untuk menanyakan keberadaannya."Kirana yang memberitahuku, Jo." Edwin pun l
Bab 56"Pak Edwin, sepertinya ada seseorang di dalam kamar ini!" Seorang lelaki tinggi yang berkaos hitam melihat serius ke arah Edwin dan juga Jovan yang tengah dilanda kegelisahan, demi mencari Wina berada."Cepat dobrak!" jawab Jovan sambil ikut mendekat ke arah pintu. Dengan ancang-ancang, mereka mendobrak pintu itu dan butuh tiga kali pukulan. Hingga akhirnya pintu terbuka dan seketika ruangan yang gelap itu tampak terekspos sempurna, setelah Jovan menyalakan lampunya."Wina!" Jovan berlari mendekat ke arah ranjang, dimana Wina dengan keadaan hampir setengah telanjang, sedang meringkuk di tempatnya dengan mulut tertutup lakban."Cari siapapun pelakunya!!" ujar Jovan. Dia meraih selimut dan memejamkan matanya, ketika mendekat ke arah Wina dan menyelimuti tubuh gadis itu. Sebelum akhirnya dia melepaskan ikatan tali pada tangan dan kakinya. Edwin tak kalah terkejutnya melihat keadaan Wina. Dia dibantu anak buahnya yang lain, segera menuju ke a
Bab 99Melati tertegun, entah apa yang ada dalam pikiran Edwin, namun ketika suaminya menyebut nama wanita tersebut, matanya melebar sempurna dengan tubuh seperti kaku. Melati yang mengerti raut wajah suaminya itu berubah pun, segera mengambil alih Giandra dan menyerahkannya kepada pengasuhnya."Siapa dia, Mas?" tanya Melati seakan tidak sabar ingin mengetahui siapa wanita yang di hadapannya itu. Dulu suaminya pernah berkata sakit hati saat ditinggalkan seseorang yang telah pergi, dan pikiriannya langsung mengarah ke sana."Michy, ke marilah, Nak. Ayo makan malam bersama dengan kami," ajak Candra. "Oh ya, kapan kamu kembali dari Korea?" Pria tua itu tidak mungkin melupakan siapa Michy bagi cucunya. Beberapa tahun yang lalu, Michy dan Edwin sempat berhubungan cukup lama. Michy juga adalah cinta pertama cucunya. Namun setelah tiga tahun menjalin hubungan, wanita itu memilih meninggalkan negaranya untuk tinggal di Korea sambil melanjutkan studi designnya di sana. Siapa yang menyang
Bab 98Entah berapa lamanya mereka saling memadu kasih, hingga keduanya terlelap karena kelelahan.Saat Melati terbangun dari tidurnya, dia kaget karena Giandra tidak ada di box bayi miliknya.Wanita yang panik itu pun segera menggulung rambutnya dan mengikatnya ke atas dengan asal, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengganti dengan pakaian yang baru.Buru-buru wanita itu keluar dari kamarnya untuk mencari putra semata wayangnya, dan saat turun ke ruang tamu, tempat itu remang-remang tanpa cahaya dan seluruh lampu nyaris dimatikan semuanya."Ya ampun dia mana Giandra berada?" ujarnya sambil menggigit ujung kukunya karena bingung. Melati pun menatap ke arah kamar Ernawati yang tertutup, kemudian disampingnya ada kamar Anita yang juga tertutup rapat. Dia sengaja didekatkan telinga ke salah satu kamar tersebut, namun hanya sunyi yang didapatnya."Melati, kenapa kamu menempelkan kupingmu di tengah malam seperti ini?" Jovan yang baru keluar dari dapur deng
Bab 97Seketika berita itu menjadi trending di beberapa acara berita di Belanda, dan sampai ke telinga Edwin melalui sebuah pemberitahuan melalui telepon."Kami hanya ingin mengabarkan kepada anda, tentang kejadian kecelakaan yang telah menewaskan saudara Teguh Yogaswara. Keadaan tubuhnya hampir tidak berbentuk karena kecelakaan hebat itu, juga karena ledakan yang membuat jasadnya tidak sempurna. Apakah kami harus menerbangkannya ke Indonesia, atau anda lebih memilih kami memakamkannya di negara ini, mengingat untuk melewati imigrasi sangat sulit dilakukan, dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar!" Suara di seberang sana terus bergema membuat Edwin bingung, hingga suatu keputusan diambil oleh demi kemaslahatan bersama."Kakekku dan kami semua sudah mendengar berita itu sebelumnya dari media massa. Untuk itu, kami semua sudah kesepaka jika jasad Teguh lebih baik dikebumikan saja di Belanda, dan saya meminta pertolongan anda semua untuk mewakilinya, mengingat kami juga tidak bisa per
Bab 96Duduk di tengah-tengah keluarga Candra Wijaya membuat hati Jovan menghangat, di mana dia bisa melihat senyum di wajah Ernawati dan Candra juga kehangatan kasih sayang antara Edwin dan Melati, yang disampingnya ada Kirana yang melirik sesekali ke arahnya dan menunduk seperti malu-malu.Setelahnya mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol di ruang tengah. Layar televisi tayang sejak tadi menyala sama sekali tidak membuat mereka tertarik yang ada justru obrolan dan candaan layaknya keluarga besar.Setelah merasa sedikit bosan jumpa naik ke lantai atas di mana kamarnya berada kemudian duduk di balkon sambil menikmati cahaya malam yang indah. Langit bertaburan bintang dan dia duduk di atas kursi rotan sambil memandang ke atas. Kirana masuk setelahnya dan duduk di sampingnya."Sejak kapan, Jo?" Wanita itu tanpa bertanya tanpa mengalihkan pandangan ke samping di mana jawaban langsung melirik bingung ke arahnya."Apanya yang sejak kapan?" Kirana memanyunkan bibirnya."Bod*h!"
Bab 95"Jadi, apakah menurut kakak, Jovan akan menerimaku, dengan keadaanku yang seperti ini?" Kirana mendesah berat. Dia melihat keadaan kakinya yang tak sempurna. Meskipun ragu, dia ingin mempertanyakan langsung kepada kakaknya, karena hanya pria itu yang mengerti keadaannya sekarang.Edwin mengangguk, lalu sebuah senyum terbit di bibirnya. Hatinya menghangat melihat senyuman di wajah Kirana."Karena hanya dia yang kakak lihat tulus mencintai kamu, Kirana. Makanya jangan ragu untuk menerima pria itu. Bukankah lebih baik dicintai, daripada mencintai, karena ujung-ujungnya hanya akan membuatmu sakit hati." Edwin mencoba memberi pengertian.Kirana cukup tertohok mendengar pernyataan dari kakaknya barusan."Kakak nggak pernah mendengar aku dan Bian bertengkar, kan?" tanyanya Karen Edwin seperti mengerti isi hatinya. Dia mencintai Bian dan ingin memilikinya. Naas, pria itu malah sebaliknya."Tentu saja tidak. Hanya saja kakak selalu melihat dia tidak pernah tulus mencintaimu. Bukankah
Bab 94"Melati mana?" Satu kata yang ditanyakan oleh Ernawati ketika sudah sadarkan diri adalah menantunya. Erwin sendiri tidak ada di sana karena harus mengurusi kasus Gunadi di kantor polisi sementara Melati pulang ke rumah atas suruhan Jovan.Wanita itu sudah pulang ke rumah tadi jawaban yang menyuruhnya sepertinya wanita itu tengah bingung atau sedih entahlah apapun tidak tahu Bu memangnya ada apa atau mungkin ada yang kalian tutupi dariku mata Kirana memicing menatap Ernawati yang segera menggeleng wanita itu bukannya menjawab Allah menerawang memandang langit-langit kamar.Bu aku bertanya pada ibu loh kenapa ibu nggak mau menjawabnya apakah perempuan itu membuat masalah lagi di keluarga kita dan apakah ini juga yang menyebabkan Ibu tidak sadarkan diri jika memang demikian biarkan aku yang menghajar wanita itu atau kalau perlu aku akan menyeretnya ke jalanan sesegera mungkin." Kirana berkata dengan perasaan menggebu nyatanya setelah beberapa waktu berlalu bahkan setelah Edwin dan
Bab 93"Jadi, Pak Gunadi mengakui segala tuduhan dan penyebab kecelakaan yang terjadi empat tahun yang lalu di Desa Sukmajaya itu?" tanya polisi itu untuk yang kedua kalinya."Iya, Pak. Saya mengakui semuanya. Dan saya merasa bersalah, serta saya bertanggung jawab atas segala kejadian waktu itu. Dan saya mengatakan hal ini dengan sesadar-sadarnya, tanpa ada yang ditutup-tutupi dan tanpa ada yang saya sembunyikan," ujarnya dengan kepala tertunduk. "Baiklah kalau begitu. Itu artinya menegaskan jika apa yang sudah saudara lakukan, anda sudah mengakui barusan, benar-benar murni dari dalam hati anda sendiri, tidak ada penekanan ataupun ancaman dari yang lainnya." Gunadi mengangguk lagi. Akhirnya dia melihat salahkah kalian sudah mengakui seluruh kejahatan di selama ini. Dan pasrah menjalani hukuman apapun yang akan ditimpakan kepada. Entah itu hukuman cambuk, hukuman tembak, ataupun hukuman mati yang akan dijalankannya. Tak mengapa, asal Gunadi merasa tenang menjalani sisa hidupnya.
Bab 91Kali ini Edwin duduk dengan pandangan menunduk, merasakan sesaknya dada dan air mata yang tak kunjung berhenti dari matanya. Meskipun sebagai seorang lelaki sejati, dia sudah berusaha untuk menghalau butiran bening itu berulang kali, namun fakta dan kenyataan yang baru saja didengarnya itu, membuat jiwanya terguncang. Bahkan segala pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Benci, marah, kecewa, semuanya bercampur jadi satu rasa.Sesuatu hal yang tidak bisa dibayangkan akhirnya terbuka begitu saja, setelah beberapa tahun menunggu. Dan kenyataan itu sekaligus mengguncang batinnya, di mana Edwin merasa perang sabil dengan keadaan fakta, juga tentang masa depan kehidupannya bersama dengan wanita, yang nyatanya mertuanya sendiri adalah seorang pembunuh dari ayahnya.Tak berbeda keadaannya dengan Edwin, Berulang kali Melati memejamkan matanya dengan menghela nafas panjang, hanya demi untuk meluapkan sebak yang ada dalam dadanya. Dia bagai terhimpit gunung, mendengarkan kenyataan yang dar
Bab 91Padahal Edwin baru saja tiba di ruangan Jovan beberapa saat yang lalu. Dan dia langsung menggendong Giandra karena gemas dan merindukan bayi kecil itu, setelah seharian ditinggalkan untuk bekerja di kantornya. Tapi, kehadiran Gunadi langsung membuatnya mengernyit heran, menatap ke arah pria itu yang langsung bersimpuh di kakinya dengan matanya yang memerah."Ada apa denganmu, Ayah?" tanyanya sambil memberikan Giandra kembali pada istrinya.Melati pun ikut bingung melihat kelakuan Gunadi saat ini. Sekilas menatap ke arah Jovan yang tampak santai dan menatap ke arah pria itu, yang bersimpuh di bawah dengan dada naik turun."Sebelum aku masuk penjara demi untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanku, aku ingin memohon ampun dan meminta maaf kepadamu, Edwin, bahkan untukmu juga Melati. Karena itu ayah meminta maaf karena selama ini telah memperlakukanmu dengan tidak adil. Terlebih tindakan ayah di masa lalu kepada Edwin dan keluarganya, yang membuat suamimu itu menderita. Ay