TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 36Episode : Dendam Di Masa LampauSetelah beberapa bulan memasuki usia pernikahan, Sumiarsih pun hamil. Mengandung anak pertama yang kemudian terlahir dengan nama Bunga. Sungguh itu merupakan suatu kebahagiaan yang tiada terkira bagi pasangan tersebut. Terlebih lagi bagi sosok Mahmud atau Juragan Mahmud. Sejak kematian mertuanya, Ki Darsan, laki-laki tersebut lantas meneruskan usaha serta mengurusi semua warisan kekayaan yang semuanya jatuh ke tangan putri semata wayang.Kini Juragan Mahmud menjelma menjadi salah seorang pesohor Kampung Sarawu. Mendapatkan kehormatan, sekaligus hartawan terkemuka di sana. Namun hal tersebut sangat berbalik banding dengan nasib yang dialami oleh keluarga Abah Langga. Semenjak kematian Ki Darsan terdahulu, lambat laun kondisi tokoh Tetua Adat itu pun berubah. Sakit-sakitan hingga harta bendanya pun ikut terkuras demi membiayai jalan penTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 37Episode : Prahara BermulaJuragan Sumiarsih menangis tersedu sedan sambil bersimpuh di bawah kaki suaminya. Sementara itu, raut wajah Juragan Mahmud sendiri, terlihat murka memandangi sang istri.“I-ini yang aku takutkan selama ini, Kang. Hiks-hiks … a-aku takut, A-akang akan membenciku karena masa laluku itu. Maka dari itu … hiks-hiks, a-aku lebih memilih untuk tidak berterus terang tentang apa pun mengenaiku dulu,” ucap Sumiarsih terbata-bata di antara banjir tangisnya. “Aku mohon maaf, Kang. Ampuni aku … hiks-hiks.”Perempuan itu sampai hendak menciumi kedua kaki suaminya, tapi Juragan Mahmud lekas menghindar, tersurut menjauh ke belakang disertai dengkus penuh amarah. Lelaki tersebut merasa jijik dan balik membenci, karena ketidakjujuran Sumiarsih dari awal.“Aku pikir, selama ini aku telah menikahi seorang janda terhormat,” kata Jura
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 38Episode : Pertemuan Di Antara KekisruhanSejak peristiwa perselisihan sengit tersebut terjadi, sikap Juragan Mahmud terhadap Juragan Sumiarsih, berubah drastis. Perilaku laki-laki yang satu itu menjadi dingin dan jarang mau berlama-lama berada di rumah. Waktu sehari-harinya lebih banyak dihabiskan di dermaga bersama para pekerja dan ketiga anak buahnya—yakni Dillah, Amrul, dan Syahrul—sekaligus mengurus usaha keluarga di sana. Sementara itu sosok Sumiarsih yang semula—senantiasa—terlihat semringah, seringkali tampak murung. Jelas sekali bias kesedihan terpancar dari wajahnya.Bi Enok yang turut memperhatikan kondisi rumah tangga majikannya tersebut, tidak mampu berbuat banyak. Hanya menjadi tempat curahan hati bagi Sumiarsih dan fokus membantu, mengurus, serta merawat Bunga dengan saksama.Di tengah kekalutan yang melanda pikiran, secara tidak sengaja
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 39Episode : Perang Dingin Yang MembatinPertemuan Mahmud dengan Warsih kala itu, mulai menimbulkan bilur-bilur baru di hati lelaki tersebut. Sebuah luka lama yang kembali tergores. Bersamaan dengan itu pula, impiannya yang terdahulu bersemi lagi. Sementara sikap dia terhadap Sumiarsih, justru semakin dingin.“Makan dulu, Kang,” ucap Sumiarsih di saat Mahmud pulang ke rumah. Walaupun sikap suaminya telah—dirasakan—berubah semenjak pertengkaran mereka beberapa waktu lalu, tapi perempuan tersebut masih juga berlaku lembut penuh rasa cinta. Bahkan jika tidak sedang bersama-sama, selalu dikirimkan perbekalan serta makanan ke saung di dermaga.“Taruh saja di meja makan. Aku masih belum lapar,” balas Mahmud dengan suara dan raut muka datar. Lelaki itu malah asyik sendiri bermain dengan Bunga, anak perempuan mereka.Sumiarsih menghela napas. Memper
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 40Episode : Kematian MendadakWarsih bergegas meninggalkan dermaga dengan raut wajah sendu menahan tangis.“Warsih, tunggu!” seru Mahmud dari dalam saung, tapi tidak berusaha untuk mengejar. Dia memandangi sosok perempuan itu dengan tatapan penuh rasa penyesalan. ‘Yaa Tuhan … apa yang baru saja aku lakukan?’ tanyanya kemudian pada diri sendiri. ‘Sialan, ini terlalu cepat! Mengapa aku bisa sebodoh ini?’Mahmud menyesal, karena merasa terlalu cepat dia mengungkapkan perasaannya terhadap Warsih. Lantas berpikir, mengapa tidak bisa bersabar untuk masa sebentar? Setidaknya hingga sosok yang dimaksud, berkenan untuk mulai akrab dan mau kembali dekat.“Sial! Sial!” rutuk Mahmud sambil memukul-mukul tiang saung. Kemudian kembali memandang kemana arah Warsih pergi. Perempuan tersebut sudah menjauh dengan langkah yang terburu-buru.Tid
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 41Episode : Ketika Dua Hati BerbicaraSetelah kematian Sukatna, Mahmud semakin menaruh perhatian pada Warsih. Berbagai upaya pun dilakukan olehnya. Namun sejauh itu pula, kerap mendapatkan penolakan keras dari perempuan tersebut.“Karena hal ini kamu sampai tega melakukan sesuatu pada suami saya, begitu?” Warsih menatap tajam laki-laki yang sudah berulangkali mendatanginya itu. Karena kebencian yang ada, rasa hormat pun seketika memudar. Tidak lagi menyebut Mahmud dengan sapaan ‘Juragan’ sebagaimana sebelumnya.“Melakukan sesuatu apa maksudmu, Warsih? Kamu menuduh aku yang telah mencelakai suamimu? Seperti itukah?” Mahmud tersentak heran. “Demi Allah, Warsih! Jujur saja, walaupun aku masih berharap padamu, tidak secuil pun di dalam pikiranku untuk menghendaki kematian suamimu itu. Demi Allah!”Semakin geram Warsih mendengar balasan yang dis
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 42Episode : Misteri Kematian WarsihDiam-diam setelah pertemuan Warsih dan Sumiarsih sebelumnya, janda mendiang Sukatna tersebut menyanggupi untuk menerima kehadiran Mahmud, walaupun jawaban yang diberikan oleh ibu kandung Syaiful itu masih tersamar dan menggantung.“Berikan aku waktu untuk berpikir terlebih dahulu, Kang,” pinta Warsih kala itu dengan sikap dan tutur kata yang jauh berbeda. “Karena aku merasa, ini bukan persoalan gampang dan butuh pemikiran matang.”Mahmud memperhatikan serta menilai, jika Warsih kini sudah mulai melunak. Kemudian berangan-angan bila di kemudian waktu, impiannya akan terwujud untuk segera menikahi perempuan tersebut.“Ya, aku pahami itu, Warsih. Tenang saja, aku tidak akan memaksakan kehendak diri kalau kamu memang belum siap untuk menentukan jawaban. Aku akan menunggu,” balas Mahmud sedikit berlega hati.Setelah itu, lelaki tersebu
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 43Episode : Karma Dari Istri TercintaKematian Warsih yang secara mendadak dan melalui jalan sesat, terus menimbulkan pertanyaan besar di dalam hati Mahmud. Dia belum sepenuhnya meyakini kebenaran, jika perempuan yang pernah dikasihinya tersebut, mati karena disebabkan bunuh diri. Maka dari itu, diam-diam melakukan penyelidikan sendiri yang dibantu oleh sosok orang kepercayaan, yakni Dillah.Pertama-tama yang didatangi adalah ibu-ibu yang ikut mengurus jenazah Warsih. Dari mereka sedikit demi sedikit kabar pun terkuak.“Waktu saya memandikan mendiang Nyai Warsih, saya tidak melihat tanda-tanda yang mencurigakan, Juragan,” kata salah seorang dari mereka. “Terkecuali … ya, itu tadi … seperti yang Juragan katakan.”Mahmud dan Dillah saling berpandangan usai mendengarkan penuturan dari pihak saksi tersebut.“Ini jelas bukan sebuah
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 44Episode : Keputusan PersidanganTernyata apa yang telah diperkirakan oleh Juragan Mahmud sebelumnya, terbukti kemudian pada hasil kesepakatan musyawarah kampung adat setempat. Bunga dan Syaiful dinyatakan bersalah. Kedua muda-mudi tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, yakni menikah dan diasingkan ke sebuah tempat terpencil.Juragan Mahmud tertunduk lesu usai mendengarkan keputusan itu. Hal yang dikhawatirkannya selama ini pun kini terjadi. Putri semata wayangnya tersebut akan berpisah, tinggal bersama Syaiful setelah melakukan adat pernikahan terlebih dahulu.“Mohon maafkan aku, Mahmud. Aku tidak bisa banyak membantumu kali ini,” kata Abah Targa ketika aula pertemuan musyawarah sudah ditinggal kosong para sesepuh lain. “Hasil keputusan yang telah dinyatakan tadi, semuanya murni atas suara terbanyak. Jadi—”“Memangnya apa
TRAGEDI CINTA BUNGA DESAPenulis : David KhanzDeru gemuruh ombak di lepas pantai, bergulung riuh membentengi lautan. Berlarian disertai buih putih, seakan tengah berlomba mendahului menggapai tepian daratan. Terayun kuat bersama sapuan banyu yang menarik ulur tiada henti. Sementara sang surya pun tak ingin ketinggalan, dengan pongahnya menyemburkan bara memanggang bumi. Bercampur baur dalam semilir yang kian menyengat.Tak jauh dari sebuah gubuk sederhana yang berdiri di sana, seorang perempuan mematung bertelanjang kaki, beralaskan pasir putih. Sesekali matanya menatap luas lautan yang membentang, dengan bias penuh pengharapan. Di antara helaan napas berat dan seringai bibirnya yang kering, seakan memberi tanda bahwa dia tengah berada dalam sebuah penantian. Entah apa atau siapa yang sedang dia tunggu.Sesekali, tangan kasar perempuan itu mengusap lembut perutnya yang membuncit. Lalu menyeka peluh yang mengucur deras membanjiri pelipis. “Sabar .
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 96Episode : Gema Cinta Di Akhir AsaUsai melakukan kunjungan selanjutnya, usaha Bi Enok untuk membujuk dan mengajak Bunga pulang ke Kampung Sarawu, kembali menemui kegagalan. Perempuan muda yang sedang mengandung besar tersebut tetap menolak dengan alasan belum mendapatkan izin pergi dari sang suami, Syaiful.“S-saya tahu … s-saya akan dinilai sebagai anak yang tidak berbakti terhadap orang tua. Mungkin juga seorang anak yang durhaka,” ucap Bunga lirih disertai mata berkaca-kaca. “Tapi tidak semua orang mau memahami akan kondisi saya sekarang. Saya bukan lagi seorang anak gadis yang hidupnya masih menjadi tanggungan Ayah. Saya sudah menikah, bersuami, dan sekarang … hamil besar. Bagaimana mungkin, dalam keadaan seperti ini, saya harus mengajarkan sesuatu yang buruk terhadap anak kami sendiri? Melangkahkan kaki, keluar dari tempat yang tidak diridhoi, dan tanpa iz
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 95Episode : Pertengkaran Terakhir Bunga dan SyaifulSejak peristiwa terjadinya pertarungan antara Abah Targa dan Juragan Mahmud, kedua laki-laki tua tersebut dikabarkan semakin kritis. Untuk urusan usaha di dermaga—untuk sementara—terpaksa dipercayakan kepada Syahrul dan Amrul, serta dibantu oleh Dirga, cucu Bi Enok. Sementara kepemimpinan Tetua Adat sendiri, dibebankan terhadap para sesepuh lain. Sebagai satu-satunya tabib ahli di bidang pengobatan, Ki Sanca sudah berusaha sekuat mungkin dengan kemampuannya untuk mengobati dua sosok penting di Kampung Sarawu tersebut. Namun sejauh itu pula, upaya yang dilakukan olehnya, tidak juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Terpaksa, di usianya yang kian sepuh, Bi Enok harus berjibaku sendiri mengurus keperluan Bunga dan Syaiful di pulau pengasingan.“Jadi kondisi Ayah sekarang belum menunjukkan tanda
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 94Episode : Pertarungan Berdarah“Hebat … hebaattt … hebaaattt …,” seru Juragan Mahmud sambil bertepuk tangan sendiri. “Lihatlah, langit! Lihatlah, pohon-pohon! Lihat pada mereka, betapa harmonis sekali hubungan kedua manusia berhati ular itu. Hi-hi. Tidak perlu aku bertanya secara satu per satu dan menuntut kejujuran, nyatanya … sikap kalian itu sudah cukup memberiku bukti … bahwa sesama binatang memang hanya akan berkumpul dengan jenis dari mereka masing-masing. Hi-hi.”Abah Targa—terpaksa—melepaskan cekalannya pada tubuh Dillah dan membiarkan lelaki tersebut duduk sambil meringis-ringis di tanah jejalanan. Sejenak sosok Tetua Adat itu melirik pada Juragan Mahmud, lantas berucap pelan, “Tenanglah. Kamu diam di sini. Saya akan mencoba menghadapi manusia sombong yang satu itu.”Dillah mengangguk di antara ringis kesakitan yang tergambar di wajah. Kemudian bersusah payah berpindah tempat dengan cara menggeser badan, menggusur kedua ka
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 93Episode : Aroma KebusukanKrosak!Juragan Mahmud menghentikan langkah, lantas bergeming di tempat untuk beberapa saat. Tatap matanya lurus tertuju ke depan, sementara telinga dipasang sedemikian ketat.“Hhmmm …,” deham lelaki tua berikat kepala putih tersebut. “Keluarlah dari tempat persembunyianmu itu!” serunya kemudian dengan suara lantang.Ditunggu beberapa waktu, tidak ada sahutan maupun sesosok manusia yang muncul mendekat.“Keluar dari tempat persembunyianmu, kataku juga!” Kembali pesohor Kampung Sarawu tersebut bersuara nyaring. “Kau pikir aku tidak tahu, siapa yang ada di belakangku sekarang, hah?! Keluar!”Masih seperti tadi, suasana jalanan tetap sunyi.‘Jahanam! Ternyata dia manusia yang sangat pengecut! Tidak berani menampakkan diri dan lebih betah menguntit di belakangku sejak tadi!’ gumam Juragan Mahmud di dalam hati. ‘Baiklah ….’Karena tidak ada yang menyahut, lelaki tua itu pun memutuskan diri untuk melanjutkan lan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 92Episode : Pertarungan Dua Lelaki Pesohor Kampung“Ada apa ini?” Syaiful memandang ke arah perginya Bi Enok dan Dirga.Bunga turut bangkit sambil mengusap-usap perut buncitnya. Jawab perempuan cantik itu kemudian, “Entahlah, Kang. Sepertinya ada sesuatu yang penting dari Kang Amrul.”“Iya, aku juga berpikir seperti itu, Néng. Tapi mengapa aku tidak diperbolehkan untuk turut ke sana? Setidaknya untuk mengetahui, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bi Enok juga ‘kan, sudah menjadi bagian dari keluarga ayahmu. Berarti keluarga kita juga, ‘kan?”Bunga tidak membalas. Perhatiannya tetap tertuju ke depan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak nyaman di hati. Apakah kedatangan Amrul tadi berkaitan dengan ayahnya pula? Bukan apa-apa, hal itu didasari oleh sikap Juragan Mahmud sebelumnya yang telah berselisih paham dengan Abah Targa.‘Yaa Allah … ada apa ini sebenarnya?’ Bertanya sosok anak perempuan Juragan Mahmud itu disertai dera kekhawatiran
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 91Episode : Aroma Membusuk Dari Masa Silam“Pada dasarnya … kamu sudah banyak berjasa pada hidup saya, yaitu menjadi pintu gerbang bagi Ki Jambrong untuk menemui saya, anak dari sahabat lama beliau,” pungkas Juragan Mahmud usai menuturkan sebuah kisah, sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Ki Jambrong beberapa waktu lalu padanya. “Melalui kamu pula, beliau telah membuka hampir semua tabir kegelapan yang sejak lama membutakan pikiran saya, Bi.”“Tabir kegelapan? Mohon maaf, yang Juragan maksudkan itu … apa, ya?” tanya Bi Enok langsung timbul dugaan-dugaan lain di hatinya. “S-saya belum paham, Juragan.”Sosok pembantu tersebut mengira bahwa—tentulah—Ki Jambrong telah banyak bercerita tentang masalah lalu orang-orang tertentu yang berada di Kampung Sarawu. Terutama yang terlibat pada masa-masa kelam Ki Darsan dan Abah Langga masih hidup.Sa
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 90Episode : Prahara TerorLekas Bi Enok memburu tubuh cucunya tersebut. Memeriksa sejenak untuk memastikan kondisi Dirga yang sebenarnya. ‘Dia masih hidup …,’ membatin wanita tua itu usai merasakan denyut nadi di pergelangan tangan, lantas menepuk-nepuk wajah. “Dirga! Bangun, Dirga!”Tidak ada reaksi apa pun. Kedua mata sang cucu masih mengatup rapat seperti tengah tertidur pulas. Kemudian Bi Enok mencoba kembali untuk membangunkan, tapi tidak kunjung berhasil.‘Yaa Allah … apa yang terjadi dengan anak ini?’ tanyanya bingung bercampur kekhawatiran. Masih merasa penasaran, lantas diperiksa sekali lagi badan Dirga, tidak ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan. Semuanya tampak normal dan baik-baik saja. Terkecuali, belum mengetahui pasti penyebab cucunya tersebut dalam kondisi seperti itu.Tidak habis akal, Bi Enok segera bangkit terhuyung. Ber
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 89Episode : Rahasia Yang Belum Terungkap“Maaf … saya terlalu terbawa perasaan saya sendiri,” ujar Juragan Mahmud tiba-tiba menghentikan tangis, lantas pura-pura mengalihkan pandangan ke arah lain sambil mengusap air mata. Sementara Bi Enok sendiri tetap menunduk dalam-dalam, tidak ingin beradu tatap ataupun memerhatikan sosok di dekatnya. Bukan apa-apa, tersebab wanita tersebut bermaksud menjaga muruah sang majikan atas luapan emosi sesaat tadi. “Baik … sampai mana saya tadi, Bi?” tanya lelaki itu masih dengan nada suara bergetar.“Guna-guna saya terhadap Juragan sebelum menikah dengan Neng Juragan perempuan,” jawab Bi Enok ikut lirih.Juragan Mahmud terbatuk-batuk sejenak, dilanjut dengan membersihkan aliran ingus yang masih terasa di lobang hidung. Setelah itu, mendeham beberapa kali dan lanjut berkata. “O, iya … masalah itu. Ehem … uhuk! Uhuk!”