TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 90Episode : Prahara TerorLekas Bi Enok memburu tubuh cucunya tersebut. Memeriksa sejenak untuk memastikan kondisi Dirga yang sebenarnya. ‘Dia masih hidup …,’ membatin wanita tua itu usai merasakan denyut nadi di pergelangan tangan, lantas menepuk-nepuk wajah. “Dirga! Bangun, Dirga!”Tidak ada reaksi apa pun. Kedua mata sang cucu masih mengatup rapat seperti tengah tertidur pulas. Kemudian Bi Enok mencoba kembali untuk membangunkan, tapi tidak kunjung berhasil.‘Yaa Allah … apa yang terjadi dengan anak ini?’ tanyanya bingung bercampur kekhawatiran. Masih merasa penasaran, lantas diperiksa sekali lagi badan Dirga, tidak ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan. Semuanya tampak normal dan baik-baik saja. Terkecuali, belum mengetahui pasti penyebab cucunya tersebut dalam kondisi seperti itu.Tidak habis akal, Bi Enok segera bangkit terhuyung. BerTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 91Episode : Aroma Membusuk Dari Masa Silam“Pada dasarnya … kamu sudah banyak berjasa pada hidup saya, yaitu menjadi pintu gerbang bagi Ki Jambrong untuk menemui saya, anak dari sahabat lama beliau,” pungkas Juragan Mahmud usai menuturkan sebuah kisah, sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Ki Jambrong beberapa waktu lalu padanya. “Melalui kamu pula, beliau telah membuka hampir semua tabir kegelapan yang sejak lama membutakan pikiran saya, Bi.”“Tabir kegelapan? Mohon maaf, yang Juragan maksudkan itu … apa, ya?” tanya Bi Enok langsung timbul dugaan-dugaan lain di hatinya. “S-saya belum paham, Juragan.”Sosok pembantu tersebut mengira bahwa—tentulah—Ki Jambrong telah banyak bercerita tentang masalah lalu orang-orang tertentu yang berada di Kampung Sarawu. Terutama yang terlibat pada masa-masa kelam Ki Darsan dan Abah Langga masih hidup.Sa
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 92Episode : Pertarungan Dua Lelaki Pesohor Kampung“Ada apa ini?” Syaiful memandang ke arah perginya Bi Enok dan Dirga.Bunga turut bangkit sambil mengusap-usap perut buncitnya. Jawab perempuan cantik itu kemudian, “Entahlah, Kang. Sepertinya ada sesuatu yang penting dari Kang Amrul.”“Iya, aku juga berpikir seperti itu, Néng. Tapi mengapa aku tidak diperbolehkan untuk turut ke sana? Setidaknya untuk mengetahui, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bi Enok juga ‘kan, sudah menjadi bagian dari keluarga ayahmu. Berarti keluarga kita juga, ‘kan?”Bunga tidak membalas. Perhatiannya tetap tertuju ke depan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak nyaman di hati. Apakah kedatangan Amrul tadi berkaitan dengan ayahnya pula? Bukan apa-apa, hal itu didasari oleh sikap Juragan Mahmud sebelumnya yang telah berselisih paham dengan Abah Targa.‘Yaa Allah … ada apa ini sebenarnya?’ Bertanya sosok anak perempuan Juragan Mahmud itu disertai dera kekhawatiran
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 93Episode : Aroma KebusukanKrosak!Juragan Mahmud menghentikan langkah, lantas bergeming di tempat untuk beberapa saat. Tatap matanya lurus tertuju ke depan, sementara telinga dipasang sedemikian ketat.“Hhmmm …,” deham lelaki tua berikat kepala putih tersebut. “Keluarlah dari tempat persembunyianmu itu!” serunya kemudian dengan suara lantang.Ditunggu beberapa waktu, tidak ada sahutan maupun sesosok manusia yang muncul mendekat.“Keluar dari tempat persembunyianmu, kataku juga!” Kembali pesohor Kampung Sarawu tersebut bersuara nyaring. “Kau pikir aku tidak tahu, siapa yang ada di belakangku sekarang, hah?! Keluar!”Masih seperti tadi, suasana jalanan tetap sunyi.‘Jahanam! Ternyata dia manusia yang sangat pengecut! Tidak berani menampakkan diri dan lebih betah menguntit di belakangku sejak tadi!’ gumam Juragan Mahmud di dalam hati. ‘Baiklah ….’Karena tidak ada yang menyahut, lelaki tua itu pun memutuskan diri untuk melanjutkan lan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 94Episode : Pertarungan Berdarah“Hebat … hebaattt … hebaaattt …,” seru Juragan Mahmud sambil bertepuk tangan sendiri. “Lihatlah, langit! Lihatlah, pohon-pohon! Lihat pada mereka, betapa harmonis sekali hubungan kedua manusia berhati ular itu. Hi-hi. Tidak perlu aku bertanya secara satu per satu dan menuntut kejujuran, nyatanya … sikap kalian itu sudah cukup memberiku bukti … bahwa sesama binatang memang hanya akan berkumpul dengan jenis dari mereka masing-masing. Hi-hi.”Abah Targa—terpaksa—melepaskan cekalannya pada tubuh Dillah dan membiarkan lelaki tersebut duduk sambil meringis-ringis di tanah jejalanan. Sejenak sosok Tetua Adat itu melirik pada Juragan Mahmud, lantas berucap pelan, “Tenanglah. Kamu diam di sini. Saya akan mencoba menghadapi manusia sombong yang satu itu.”Dillah mengangguk di antara ringis kesakitan yang tergambar di wajah. Kemudian bersusah payah berpindah tempat dengan cara menggeser badan, menggusur kedua ka
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 95Episode : Pertengkaran Terakhir Bunga dan SyaifulSejak peristiwa terjadinya pertarungan antara Abah Targa dan Juragan Mahmud, kedua laki-laki tua tersebut dikabarkan semakin kritis. Untuk urusan usaha di dermaga—untuk sementara—terpaksa dipercayakan kepada Syahrul dan Amrul, serta dibantu oleh Dirga, cucu Bi Enok. Sementara kepemimpinan Tetua Adat sendiri, dibebankan terhadap para sesepuh lain. Sebagai satu-satunya tabib ahli di bidang pengobatan, Ki Sanca sudah berusaha sekuat mungkin dengan kemampuannya untuk mengobati dua sosok penting di Kampung Sarawu tersebut. Namun sejauh itu pula, upaya yang dilakukan olehnya, tidak juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Terpaksa, di usianya yang kian sepuh, Bi Enok harus berjibaku sendiri mengurus keperluan Bunga dan Syaiful di pulau pengasingan.“Jadi kondisi Ayah sekarang belum menunjukkan tanda
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 96Episode : Gema Cinta Di Akhir AsaUsai melakukan kunjungan selanjutnya, usaha Bi Enok untuk membujuk dan mengajak Bunga pulang ke Kampung Sarawu, kembali menemui kegagalan. Perempuan muda yang sedang mengandung besar tersebut tetap menolak dengan alasan belum mendapatkan izin pergi dari sang suami, Syaiful.“S-saya tahu … s-saya akan dinilai sebagai anak yang tidak berbakti terhadap orang tua. Mungkin juga seorang anak yang durhaka,” ucap Bunga lirih disertai mata berkaca-kaca. “Tapi tidak semua orang mau memahami akan kondisi saya sekarang. Saya bukan lagi seorang anak gadis yang hidupnya masih menjadi tanggungan Ayah. Saya sudah menikah, bersuami, dan sekarang … hamil besar. Bagaimana mungkin, dalam keadaan seperti ini, saya harus mengajarkan sesuatu yang buruk terhadap anak kami sendiri? Melangkahkan kaki, keluar dari tempat yang tidak diridhoi, dan tanpa iz
TRAGEDI CINTA BUNGA DESAPenulis : David KhanzDeru gemuruh ombak di lepas pantai, bergulung riuh membentengi lautan. Berlarian disertai buih putih, seakan tengah berlomba mendahului menggapai tepian daratan. Terayun kuat bersama sapuan banyu yang menarik ulur tiada henti. Sementara sang surya pun tak ingin ketinggalan, dengan pongahnya menyemburkan bara memanggang bumi. Bercampur baur dalam semilir yang kian menyengat.Tak jauh dari sebuah gubuk sederhana yang berdiri di sana, seorang perempuan mematung bertelanjang kaki, beralaskan pasir putih. Sesekali matanya menatap luas lautan yang membentang, dengan bias penuh pengharapan. Di antara helaan napas berat dan seringai bibirnya yang kering, seakan memberi tanda bahwa dia tengah berada dalam sebuah penantian. Entah apa atau siapa yang sedang dia tunggu.Sesekali, tangan kasar perempuan itu mengusap lembut perutnya yang membuncit. Lalu menyeka peluh yang mengucur deras membanjiri pelipis. “Sabar .
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 1Episode : Prahara Di Awal MasaTitik-titik air sisa hujan masih menetes dari ujung dedaunan pohon bakau, terjatuh lembut menimbulkan irama isak alam yang baru saja terhenti dari tangis. Desah bayu pun turut mendinginkan suasana di tengah temaram hutan payau, laksana sedang menyambut dekap waktu di pengujung senja.Di bawah tatap sendu bias langit yang kelabu, gemercik beberapa pasang kaki menapaki landai tanah basah dengan penuh berhati-hati. Menjejak satu per satu langkah terarah disertai sorot mata tajam menuju suatu tempat. Empat orang laki-laki mengendap-endap di antara lebat pancang pepohonan dengan batang obor tergenggam erat di tangan masing-masing."Kalian yakin kalau mereka berdua berada di sekitar tempat ini?" tanya salah seorang dari keempat sosok tersebut, tersaruk-saruk berjalan di barisan paling depan. Sesekali dia harus menyipitkan mata tuanya, guna memperjelas pandangan di bawah nyala obor yang meliuk-liuk diterpa an