Sepasang peep toe berwarna putih bersih dengan pita kecil di depannya tegas membelah petak demi petak ubin yang menjadi alas pijakannya sekarang ini. Tak ada yang aneh jika Sherina Alexander Lansonia datang dengan ekspresi wajah tegang di pagi hari begini. Bukannya masalah besar sedang datang menghadang dirinya, namun memang begitulah pembawaan dari seorang Sherina Alexander Lansonia. Ia bukan gadis 'garang' yang suka mengomel pada seluruh pegawainya, bahkan Alexa dikenal cukup ramah dan hangat dengan siapapun yang menghuni kantor tempatnya memimpin. Wanita itu adalah wanita yang pandai menempatkan diri dalam keadaan apapun. Sikapnya tenang, menguasai, bahkan tergolong santai kala seorang pegawai sudah membuat satu kesalahan besar.
Ia adalah gadis yang pandai. Menangani segala masalah yang datang dengan tenang dan bersih tanpa ada jejak yang mengotori adalah cara Alexa mempertahankan bangunannya hingga sekarang ini. Sukses di usia muda memang menjadi impian seluruh manusia penghuni muka bumi. Hidup bergelimang harta dan segala fasilitas mewah adalah harapan seluruh wanita yang ada di dunia. Alexa tak terlalu menyukai uang. Ia hanya gila akan kedudukan dan jabatan yang tinggi. Alexa ingin dihormati, bukannya disegani. Ia hanya ingin seseorang berbicara padanya dengan cara yang sopan, bukan menundukkan kepala dan mengagungkan segala uang yang ia punya. Alexa hanya menganggap bahwa uang adalah bonus dari kerja kerasnya sekarang ini.
Uang memberikan segalanya untuk Alexa. Teman, rekan kerja, fasilitas, tempat tinggal, dan segala hal yang Alexa inginkan secara material, namun ada satu yang tak bisa didapat olehnya dengan menggunakan uang. Cinta dan kasih sayang.
Sherina Alexander Lansonia memang cantik secara paras wajah yang terlukis. Hidungnya mancung. Bibirnya kecil menggemaskan dengan garis rahang yang tegas. Dagunya lancip memukau. Sepasang mata bulat yang tajam dengan duduk alis tipis melengkung bulan sabit. Suara Alexa tergolong lembut. Lirih dan tenang kalau didengar dengan seksama. Senyumnya manis, semanis madu yang diambil langsung dari sumbernya. Tingkah lakunya sopan dan santun bak seorang putri dari negeri dongeng.
Banyak yang menyukai Alexa dari penampilan dan cara gadis itu bersua. Akan tetapi tak menutup kemungkinan bahwa lebih banyak yang membenci Alexa sebab popularitas dan kekayaan yang ia miliki. Seperti Mr. Joe misalnya.
"Nona Alexa." Seseorang menyela langkahnya. Dalam diam wanita itu memperhatikan. Seorang gadis muda datang dengan senyum simpul yang menyertainya.
"Ada yang ingin bertemu denganmu di gedung atas. Dia sudah menunggu satu jam yang lalu," imbuhnya berkata dengan nada bicara yang sopan.
Alexa tersenyum. Memutar sejenak tubuhnya untuk bisa bertatap muka dengan pegawainya. Alexa menghapal semua wajah pegawai yang menjadi bawahannya. Bahkan nama dan tempat tinggalnya pun Alexa mengetahuinya. Ia adalah bos yang baik, begitu kiranya para pegawai mengenal seorang Sherina Alexander Lansonia.
"Who?" tanya Alexa singkat. Tersenyum manis pada pegawainya.
"Kau mengenalnya dengan baik, Nona Alexa."
••• Touch You •••
Puncak gedung Joy Holding's Company adalah tempat pribadi yang tak bisa disambangi oleh sembarang orang di luar sana. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki akses untuk datang ke puncak gedung Joy Holding's Company. Alexa adalah pemiliknya. Semua orang yang masuk ke dalam gedungnya selalu mendapat pengawasan ketat, namun apa ini? Seseorang menerobos masuk ke dalam gedung yang baru dikembangkan untuk pembangunan baru? Sialan! Siapa yang mengijinkannya?
"Sherina Alexander Lansonia!" Seseorang berteriak lantang sembari membuka lebar tangannya. Menyambut wanita berbalut gaun indah yang khas untuk seorang Alexa. Dua tahun, ah tidak mungkin lebih wanita itu tak pernah berubah sedikit pun. Masih tetap aneh dengan gaya busana yang monoton, mungkin.
"Luis!" Alexa berlari. Tepat jatuh pada pelukan hangat pria berjas mahal di tengah ruangan.
Ia adalah Luis Ambrosius. Pria berkebangsaan Eropa yang akrab dan mengenal baik bagaimana Sherina Alexander Lansonia itu. Si tampan dan gagah yang menjadi sahabat terbaik seorang Alexa. Hanya ia yang berani mengumpat pada seorang pemilik gedung pencakar langit Joy Holding's Company.
Tentang Luis, si tampan yang mempesona. Wajahnya? Tak perlu diragukan lagi. Jika boleh dideskripsikan dengan benar Luis adalah rajanya orang tampan yang pernah ditemui oleh Sherina Alexander Lansonia. Hidung mancung nan tajam dengan kumis tipis yang merata di bawahnya. Jenggot tipis menggoda yang menghias di bawah bibir sedikit tebal berbentuk hati. Tatapannya bak elang yang membidik. Alisnya tajam hitam legam tak menyiku. Bentuk wajah diamond membuat kesan 'manly' yang begitu pas kalau dipadukan dengan fisiknya yang jangkung juga kekar. Luis sempurna! Dalam hal fisik maupun karir.
Pria satu usia dengan Alexa ini adalah pemilik sah saham terbesar di sebuah perusahaan yang berpusat di Amsterdam, Belanda. Membuka cabang internasional di London adalah alasannya kembali dan datang menemui Alexa selepas bertahun-tahun hilang tiada kabarnya. Happy Food Company adalah gedung yang ia dirikan dengan tangannya sendiri. Sebuah perusahan yang berinvestasi di setiap bangunan rumah makan yang ada di London sekarang ini. Semua ada di bawah kuasa Happy Food Company. Katakan saja seperti Luis ini adalah 'bapaknya' segala rasa masakan yang ada di London.
Kariernya hampir sama kedudukan dengan Alexa, namun satu tingkat sedikit lebih rendah kalau puncak gedung Camaraderie selesai dibangun.
"Kapan kau datang?" tanya Alexa mencium pipi pria yang masih memeluk erat tubuhnya. Jo Malone Poppy & Barley Cologne sebuah aroma bunga Poppy yang terinspirasi dari ladang bunga akhir musim panas di Inggris adalah aroma yang paling Luis rindukan datang dari dalam tubuh Alexa. Segar dan menggoda, Luis menyukainya. Segala selera Alexa memang terkesan monoton untuk mata memandang sebab konsep yang diusung hanya itu-itu saja. Mewah, elegan, namun terlihat lebih nyaman dan sederhana.
"Satu jam yang lalu." Luis menyahut. Perlahan melepas pelukannya untuk Alexa.
"Kau langsung datang ke sini?"
Pria itu mengangguk samar. Tersenyum manis sembari mulai mendekatkan bibirnya untuk mengecup birai merona milik gadis yang hanya setinggi dada bidangnya itu. Alexa menahannya. Meletakkan telunjuk tepat berada di depan wajah pria yang kini menyipitkan matanya tajam.
"Kita tak bisa melakukan itu lagi, Luis." Alexa berucap. Senyum manis mengembang senantiasa memberi pengertian untuk pria jangkung di depannya. Hanya karena Luis bukan orang terdekat untuk Alexa lagi? Alasan yang sangat klasik!
Satu fakta yang ada di antara mereka, Luis mencintai Alexa dengan segenap hati dan segala waras yang ia punya. Meskipun tak bisa banyak membantu Alex di masa lalu, namun setidaknya Luis adalah teman yang paling dekat dengan wanita ambisius satu ini.
"Why not?" tanya Luis memprotes.
"Setelah peresmian gedung Camaraderie, kita akan menjadi saudara ipar."
... To be Continued ...
"Setelah peresmian gedung Camaraderie, kita akan menjadi saudara ipar."Luis memincingkan matanya tajam. Dari apa yang dikatakan oleh Alexa barusan itu, tak semuanya bisa ia mengerti dengan baik. Peresmian Gedung Persahabatan, Camaraderie akan dilaksanakan dua minggu lagi. Hal itu tak menjadi masalah untuk Luis Ambrosius. Ia mendengar banyak tentang pengembangan gedung yang dibangun tepat berada di puncak tertinggi dari Joy Holding's Company. Ini adalah impian besar Alexa sejak beberapa tahun yang lalu. Wanita muda itu mengatakan banyak hal tentang Camaraderie padanya di masa lampau.Sebuah gedung megah yang digunakan untuk pertemuan orang-orang penting kala hari yang penting pula. Akan tetapi jika hari penting itu tak sedang datang, Camaraderie akan disulap menjadi tempat VVIP yang hanya dikunjungi oleh orang-orang penting saja. Harga sewa Camaraderie tentu tak murah. Harus sedikit lebih dalam lagi untuk menguras kantong para wisatawan asing yang ingin menempati p
Ponsel berdering. Menjadi sebuah jeda untuk dua insan manusia yang masih diam dalam tatap wajah yang identik. Sherina Alexander Lansonia, si wanita karier yang sukses menjadikan Luis bertekuk lutut padanya hari ini. Pria itu tak lagi banyak berbicara selepas ia masuk ke dalam perangkap Alexa. Luis bukan pria yang bodoh, tingkat kesuksesan dalam dirinya berasal dari segala pemikiran cerdiknya itu. Ia hanya lemah dan payah kalau sudah menyangkut pasal wanita. Gairah yang ada di dalam diri pria kekar itu memang sulit untuk dibendung. Berapi-api dan meluap-luap hingga seseorang bisa melampiaskan napsunya.Alexa bukan orang yang tepat untuk itu. Ia adalah gadis cerdik dengan seribu tak-tik gila yang selalu sukses membuatnya berdiri satu langkah lebih unggul dari Luis Ambrosius. Alexa hidup dengan baik. Mengenali Luis dari caranya bertatap dan sekilas pandang saja. Apa yang ada di dalam kepalanya, Alexa paham benar. Termasuk gairah untuk menjamah tubuhnya."Aku har
Suara pintu diketuk. Menyela dua insan manusia yang kini sama-sama menitikkan sepasang netra indah itu untuk menatap tepat ke arah ambang pintu besar yang masih tertutup rapat. Suara menimpali. Di balik pintu kayu berukir itu seseorang sedang menunggu. Jika ditelisik dengan baik, Alice-lah yang memberi sebuah kabar akan datang beberapa saat yang lalu. Mengunjungi sang adik kandung bukanlah hal yang asing dan aneh lagi untuk semua orang.Alexa menyahut kala namanya dipanggil dengan nada ringan. Sempurna senyum manis itu mengembang sesaat selepas pintu benar-benar terbuka. Di depan sana wanita bertubuh jenjang berdiri dengan menyilangkan rapi kakinya. Matanya menyapu setiap bagian yang tak asing lagi untuknya. Bukan kali pertama Alice Lansonia datang kemari. Meskipun tak sering, setidaknya sekali dua kali ia pernah datang untuk menjenguk keadaan sang adik.Alice memang bukan saudara yang baik. Hubungannya dengan Alexa tak pernah membaik seiring berjalannya wa
Senyum seringai tak henti-hentinya ia lukiskan untuk merespon apa yang dikatakan Alice padanya. Ia tak menyangka kalau darah yang mengalir dalam tubuhnya tak pernah bisa membendung sikap tamaknya ini. Alice memang memiliki ibu yang sama dengannya, itu artinya darah yang mengalir di dalam tubuh Alice identik dengan Alexa. Mereka adalah saudara kandung, meskipun Alexa tak pernah pulang ke rumah jikalau bukan hal yang penting dan mendesak. Alexa tak menyukai keluarganya selepas kematian sang ibu kandung. Tinggal bersama ibu tiri tentu menjadi beban tersendiri untuknya."Aku tidak pernah membunuh ibu, Alexa." Selalu begitu. Kalimat itu yang terucap dari bibir Alice kini menjadi sebuah dialog monoton yang mulai ia hapal kalimatnya. Membunuh atau tidak, tersangka tetaplah tersangka.Alexa bangkit dari tempat duduknya. Sejenak wanita itu menatap sang kakak, kemudian berlalu untuk kembali meraih sebotol wine yang ia letakkan di sisi meja kaca sudut ruangan. Ini bukan tem
Hening tak ada suara yang menyela. Saling menatap satu sama lain dengan dua cangkir kopi berpasangan di depannya. Asap mengepul di udara. Aroma 'Cup of Excellence' nikmat menari-nari di dalam lubang hidung. Dua pasang cangkir kristal kini menjadi pusat pandangan semua orang yang ada di dalam ruangan. Pria dengan kumis tebal berwarna pekat yang merata di bawah hidungnya dengan janggut tipis yang menutupi dagu lancipnya itu benar-benar menyambut kedatangan tamunya dengan super duper mewah. Memang hanya dua cangkir kopi hasil lelang oleh coffee roaster dari Different Coffee Co, namun siapa sangka jika hanya ada 15 gelas saja di London. Dua ada di tangan Profesor Lim untuk menyambut kedatangan Alexa siang ini."Minumlah. Aku membawanya dari jauh," ucap pria itu menunjuk tepat ke mulut cangkir yang ada di depannya.Alexa menggeleng. "Aku tidak minum kopi siang begini," tuturnya menolak. Bukan hanya sekadar alasan semata, sebab memang itulah faktanya. Kopi hanya ak
Keduanya melangkah dengan kecepatan sedang. Membelah lorong bangunan tempat Harry bekerja. Di sini tak banyak orang yang berlalu-lalang. Laboratorium Profesor Lim benar-benar jauh dari keramaian. Luna bahkan bisa menghapal dengan benar dan baik wajah-wajah orang yang bekerja di sini. Mulai dari tenaga peneliti hingga pembantu yang hanya bertugas untuk menghantar kopi, membersihkan lantai, mematikan seluruh lampu bangunan kalau pekerjaan sudah selesai dan senja datang menyapa.Ini bukan rumah untuk profesor Lim, ini adalah tempatnya bekerja. Gedung yang dibangunnya berpuluh-puluh tahun silam ini adalah hasil dari suntikan dana sang ayahanda sebelum Joy Holding's Company jatuh ke tangan Alexa. Tak banyak relasi yang Alexa minta pada sang ayah, ia hanya ingin mengambil alih koneksi dari BioCell Laboratory. BioCell bukan lagi perusahaan pengubah sel-sel genetik makhluk hidup dan tumbuhan yang berada di bawah kendali sang ayahanda, namun dirinya. Semua menghormati kedatangan
Harry menatap laju mobil yang baru saja pergi meninggalkan kawasan bangunan gedung laboratorium. Meninggalkan aroma parfum yang khas datang dari dalam tubuh wanita pemilik nama lengkap Sherina Alexander Lansonia itu. Ia tersenyum aneh. Bukan licik, hanya sedikit aneh! Harry tak menyangka bisa bertemu langsung dengan pemilik nama Alexa itu. Selama ini ia hanya banyak mendengar kabar tentang Alexa melalui sang paman. Pria berbadan gempal itu selalu menceritakan pasal Alexa, pemilik gedung Joy Holding's Company yang masih berusia muda. Ambisi Alexa sedikit berbahaya, begitu kata Lee Won Shik kala dirinya menutup cerita pasal Alexa. Harry pun tak tahu, kalau Alexa lebih cantik dan memukau jikalau dilihat dari jarak yang sangat dekat seperti tadi. Raut wajahnya tak sebanding dengan suaranya yang halus dan lembut. Mata itu mencerminkan sikap gigih dalam membangun pendirian. Tajam berkharisma membuat siapa saja yang ditatapnya akan luluh dan terpikat dengannya. Alexa adalah gadis berwawasa
Meja besar dengan sajian berbagai hidangan menu mewah dan berkelas kini mulai tertangkap jelas oleh sepasang netra milik Sherina Alexander Lansonia. Wanita bergaun pekat itu tak henti-hentinya menyapu setiap bagian meja yang membatasi akses duduknya dengan beberapa orang tak asing, namun amat sangat dibenci olehnya. Di sisi kanan sang kakak duduk dengan anggunnya. Mulai menarik segelas wine dan menyeruputnya dengan lembut. Alice Lansonia menjaga semuanya di depan sang ayanhanda tercinta. Segala perilaku yang dibuatnya adalah point perhatian untuk pria tua dengan rambut yang memulai memutih itu. Tepat di depan Alexa sang ibu tiri menatapnya dengan penuh makna. Mungkin jika orang luar yang datang dan melihat interaksi mereka, akan mengira bahwa wanita dengan rambut pekat yang digelung di belakang tengkuk lehernya itu adalah sosok ibu berhati malaikat. Ya, benar malaikat, namun malaikat pencabut nyawa. Bibir merah muda itu tertarik. Memberikan senyum seringai di atas paras cantik awet