Meja besar dengan sajian berbagai hidangan menu mewah dan berkelas kini mulai tertangkap jelas oleh sepasang netra milik Sherina Alexander Lansonia. Wanita bergaun pekat itu tak henti-hentinya menyapu setiap bagian meja yang membatasi akses duduknya dengan beberapa orang tak asing, namun amat sangat dibenci olehnya. Di sisi kanan sang kakak duduk dengan anggunnya. Mulai menarik segelas wine dan menyeruputnya dengan lembut. Alice Lansonia menjaga semuanya di depan sang ayanhanda tercinta. Segala perilaku yang dibuatnya adalah point perhatian untuk pria tua dengan rambut yang memulai memutih itu. Tepat di depan Alexa sang ibu tiri menatapnya dengan penuh makna. Mungkin jika orang luar yang datang dan melihat interaksi mereka, akan mengira bahwa wanita dengan rambut pekat yang digelung di belakang tengkuk lehernya itu adalah sosok ibu berhati malaikat. Ya, benar malaikat, namun malaikat pencabut nyawa. Bibir merah muda itu tertarik. Memberikan senyum seringai di atas paras cantik awet
"Kau akan bersikap seperti anak gadis yang baru saja melalui masa pubertas?!" Suara lantang itu menghentikan laju langkah gadis yang kini menatap jauh ke depan. Arah sorot matanya tak bersahabat. Bak seekor singa yang baru saja menemukan mangsa terbaiknya. Suara ujung peep toe yang membentur permukaan ubin di bawahnya menggema jelas di ruangan. Disusul tawa kecil dari seorang wanita berumur yang sudah tak bisa disebut sebagai gadis muda lagi. Penampilannya mewah dan elegan, khas seperti seorang istri pejabat kaya.Bibir itu menyeringai tajam. Menarik bahu wanita yang jauh lebih muda darinya. Cara berpakaian mereka sama. Sederhana tak banyak aksesoris, namun terlihat begitu mewah dan elegan. Alexa memang bukan tipe wanita muda yang suka memamerkan kekayaannya, yang ia suka bukan uang namun apa yang bisa dibeli oleh benda itu. Kedudukan dan tahta serta rasa hormat yang tinggi."Kau benar, aku adalah gadis puber." Alexa menoleh. Memutar tubuhnya sembari tegas me
Kepulan asap mengudara. Aroma espreso mulai menari-nari di dalam lubang hidung. Di dalam cangkir kecil dengan ukiran garis lengkung itu, aroma berasal. Tepat di tengah meja cangkir itu berada. Menjadi pemisah dua piring kecil berisi camilan kue kering dengan susu kental manis di atasnya. Bercampur dengan aroma tembakau, pria itu menghirupnya dalam-dalam. Merasakan sensasi nikmat luar biasa selepas aroma itu mulai bisa menghibur hatinya yang sedang was-was. Papan besar di depannya berisi beberapa foto orang-orang asing dengan wajah seram menjadi fokus bagi Harry Tyler Lim untuk saat ini. Ia menghisap gulungan tembakau itu dengan kasar. Sesekali mengembuskan kasar asapnya keluar dari celah bibir juga kedua lubang hidungnya. Ia bukan perokok aktif, hanya terkadang saja untuk menenangkan hatinya saja. Kasus menumpuk. Teka teki gila kini mulai memenuhi pikirannya. Ruang kosong sudah tak ada lagi. Tak bersisa untuk memikirkan mau makan apa besok pagi?"Makanlah sesuatu juga. Jangan
Alexa menatap jajaran pria berseragam rapi yang baru saja menyeret tubuhnya datang kemari dengan pakaian tak senonoh seperti ini. Ia keluar dari kediamannya tanpa memakai pakaian yang bermoral. Gaun tidur panjang yang jatuh tepat di atas kedua mata kakinya. Berbalut syal tebal yang berusaha menutupi bagian dada hingga kedua lengan milik wanita itu. Alexa tak ber-make up sedikitpun. Semua kecantikannya sudah ia hapus selepas sampai ke dalam rumahnya. Memang, Alexa akan tetap cantik dengan wajah itu. Akan tetapi ia adalah pemilik gedung pencakar langit tertinggi di Britania Raya. Joy Holding's Company. Aparat keamanan di tempatnya tinggal benar--benar sudah gila tak punya akal waras dalam otaknya lagi!Tersangka? Alexa bahkan bisa tertawa untuk hal itu. Ia punya banyak mata-mata tersembunyi di luar sana. Bodyguard dan pengawalnya lebih dari lima orang yang bertugas. Relasi pasar gelap dan mafia-mafia tak berhati nurani sudah banyak dipunyai olehnya. Jika hanya mem
Namanya Xena Alodie Shan. Pemilik gedung tertinggi yang bergerak di bidang hiburan dan entertainment. Ia adalah wanita yang cantik. Parasnya memukau dengan sepasang mata indah berbentuk hooded eyes yang rapi duduk di bawah sepasang alis cokelat tua yang apik melengkung bak pelangi di atas langit selepas hujan turun menghantam bumi. Bibirnya ranum. Merah menyala sebab polesan lipstik di atasnya terlalu tebal untuk memberi penekanan. Tubuh Xena tinggi menjulang. Berbentuk bak biola di sebuah akademi musik yang menarik. Suaranya lembut. Namun, kalau didengar lebih baik lagi ia akan terkesan lebih tajam dari wanita biasanya. Pembawaan yang tenang. Langkah kaki yang anggun dan pandai menguasai suasana di sekitarnya. Mata dunia tertuju pada wanita setara usia dengan Alexa ini. Menyanjung Xena dengan terus mengelu-elukan kecantikan dan kesuksesan wanita satu itu.Xena bukan tipe wanita seperti Alexa. Ia lebih berhati-hati dalam mengulurkan tangannya. Katakan saja derajat wanitanya le
"Jaga bicaramu, Nona Alexa. Banyak mata yang sedang melihat kita. Aku tidak seperti dirimu yang bisa menyingkirkan semua hama dengan cara menginjaknya sampai mati." Xena mendorong tubuh ramping milik lawan bicaranya. Tersenyum tipis seakan sedang memberi hinaan untuk penampilan Alexa malam ini.Sepersekian detik berlalu. Suasana hening terpecah kala kerumunan wartawan dan awak media datang menyambangi keduanya. Mulai menyalakan lensa kamera, mendekatkan alat perekam suara pada dua wanita yang masih diam sembari saling melempar tatapan satu sama lain. Pertanyaan demi pertanyaan mulai menghujani Xena. Sesekali tertuju pada Alexa yang masih kokoh dalam diamnya. Ia mengabaikan fakta bahwa penampilannya benar-benar tak senonoh untuk seorang Sherina Alexander Lansonia malam ini. Gaun tidur ini memang mahal. Harganya fantatis sebab dijahit langsung oleh tangan-tangan desainer ternama. Namun, tetap saja. Ini adalah gaun tidur bukan gaun bergemerlap dengan manik dan berlian di at
"Kalau tak bisa mempercayai diriku mengapa mau datang dan menjadi pengacaraku?" Suara itu memecah alunan musik yang samar berdendang mengiringi setiap aktivitas kecil yang ada di dalam ruangan ini. Alexa menghela napasnya. Harry menyeret dirinya masuk ke dalam tempat yang begitu asing untuk Alexa. Bukan penjara bawah tanah, bukan juga tempat gelap di sisi lorong jembatan besar Kota London. Tempat ini wajar. Bagi orang-orang yang sedang menyantap makanan khas olahan ikan ini pasti lah tempat yang dibangun di salah satu sisi jalanan Kota London ini adalah surga bagi rasa laparnya. Namun, Alexa tak demikian. Ini terasa asing dan aneh. Dirinya tak pernah datang ke tempat seperti ini apalagi duduk bersama seorang pria dengan penampilan aneh dan tak layak untuk dipandang.Katakan saja, Alexa selalu datang di tempat mewah dengan harga cocktail dan red wine yang fantastis. Alunan biola alih-alih piringan hitam dari mesin kuno seperti itu. Lampu yang menggantung tak terbuat dari
Pagi datang. Sinar sang surya mulai merambah masuk melalui celah tirai yang sedikit terbuka. Suasana khas pagi yang sepi, hanya ada tubuh gadis yang menguasai satu ranjang besar di tengah ruang kamar. Ia menggeliat kasar. Sigap tangannya menyembul keluar selepas dering alarm digital masuk ke dalam lubang telinganya. Kasar selimut itu turun. Bersama dengan tubuhnya yang mulai bangkit menatap langit-langit kamar mewahnya. Alexa lelah, tak benar-benar ia memuaskan dirinya kemarin malam. Harry menghantar wanita itu tepat pukul sebelas malam. Larut datang dengan suasana sepi yang mencekam. Alexa adalah wanita yang tahu aturan, ia menawarkan Harry untuk menginap sebab malam yang larut dan pria itu tak bisa mengemudi di dalam keadaan kantuk yang mulai menyerang dirinya. Harry menolak. Katanya ia akan mampir ke rumah teman hingga nanti tengah malam. Alexa tak bisa banyak menolak. Semua murni keputusan dari pria jangkung bermantel tebal itu."Good morning, Nona Ale
Tuan Gill Ambrosius. Pria tua berusia akhir kepala empat yang akan menjadi kakak iparnya jikalau Alice benar-benar meresmikan hubungannya di atas altar pernikahan. Pria ini memang tampan jikalau dilihat dengan benar. Di usianya yang semakin tua, tak ada satu pun komponen di atas fisiknya yang termakan oleh usia. Tubuhnya sedikit gempal berisi, membuatnya terkesan jangkung dan kekar. Ia pandai mengenakan setelan jas yang melekat di atas tubuh tuanya itu hingga terlihat begitu rapi dan mempesona. Wajahnya tak menua, meskipun dirinya hanyalah manusia biasa berwatak iblis dari neraka terdalam tempat penghakiman para anak Tuhan yang membangkang. Tuan Gill bisa dikatakan mirip dengan putranya, ah tidak! Namun, Luis Ambrosius lah yang terlihat begitu mirip dengan sang ayahanda. Mungkin Luis adalah representasi dari Tuan Gill kala muda. Tubuhnya kekar dan sehat dengan wajah tampan yang mempesona.Di London, hampir semua mengenal Tuan Gill. Ia adalah rajanya kuliner. Semua makana