Keduanya melangkah dengan kecepatan sedang. Membelah lorong bangunan tempat Harry bekerja. Di sini tak banyak orang yang berlalu-lalang. Laboratorium Profesor Lim benar-benar jauh dari keramaian. Luna bahkan bisa menghapal dengan benar dan baik wajah-wajah orang yang bekerja di sini. Mulai dari tenaga peneliti hingga pembantu yang hanya bertugas untuk menghantar kopi, membersihkan lantai, mematikan seluruh lampu bangunan kalau pekerjaan sudah selesai dan senja datang menyapa.
Ini bukan rumah untuk profesor Lim, ini adalah tempatnya bekerja. Gedung yang dibangunnya berpuluh-puluh tahun silam ini adalah hasil dari suntikan dana sang ayahanda sebelum Joy Holding's Company jatuh ke tangan Alexa. Tak banyak relasi yang Alexa minta pada sang ayah, ia hanya ingin mengambil alih koneksi dari BioCell Laboratory. BioCell bukan lagi perusahaan pengubah sel-sel genetik makhluk hidup dan tumbuhan yang berada di bawah kendali sang ayahanda, namun dirinya. Semua menghormati kedatangan
Harry menatap laju mobil yang baru saja pergi meninggalkan kawasan bangunan gedung laboratorium. Meninggalkan aroma parfum yang khas datang dari dalam tubuh wanita pemilik nama lengkap Sherina Alexander Lansonia itu. Ia tersenyum aneh. Bukan licik, hanya sedikit aneh! Harry tak menyangka bisa bertemu langsung dengan pemilik nama Alexa itu. Selama ini ia hanya banyak mendengar kabar tentang Alexa melalui sang paman. Pria berbadan gempal itu selalu menceritakan pasal Alexa, pemilik gedung Joy Holding's Company yang masih berusia muda. Ambisi Alexa sedikit berbahaya, begitu kata Lee Won Shik kala dirinya menutup cerita pasal Alexa. Harry pun tak tahu, kalau Alexa lebih cantik dan memukau jikalau dilihat dari jarak yang sangat dekat seperti tadi. Raut wajahnya tak sebanding dengan suaranya yang halus dan lembut. Mata itu mencerminkan sikap gigih dalam membangun pendirian. Tajam berkharisma membuat siapa saja yang ditatapnya akan luluh dan terpikat dengannya. Alexa adalah gadis berwawasa
Meja besar dengan sajian berbagai hidangan menu mewah dan berkelas kini mulai tertangkap jelas oleh sepasang netra milik Sherina Alexander Lansonia. Wanita bergaun pekat itu tak henti-hentinya menyapu setiap bagian meja yang membatasi akses duduknya dengan beberapa orang tak asing, namun amat sangat dibenci olehnya. Di sisi kanan sang kakak duduk dengan anggunnya. Mulai menarik segelas wine dan menyeruputnya dengan lembut. Alice Lansonia menjaga semuanya di depan sang ayanhanda tercinta. Segala perilaku yang dibuatnya adalah point perhatian untuk pria tua dengan rambut yang memulai memutih itu. Tepat di depan Alexa sang ibu tiri menatapnya dengan penuh makna. Mungkin jika orang luar yang datang dan melihat interaksi mereka, akan mengira bahwa wanita dengan rambut pekat yang digelung di belakang tengkuk lehernya itu adalah sosok ibu berhati malaikat. Ya, benar malaikat, namun malaikat pencabut nyawa. Bibir merah muda itu tertarik. Memberikan senyum seringai di atas paras cantik awet
"Kau akan bersikap seperti anak gadis yang baru saja melalui masa pubertas?!" Suara lantang itu menghentikan laju langkah gadis yang kini menatap jauh ke depan. Arah sorot matanya tak bersahabat. Bak seekor singa yang baru saja menemukan mangsa terbaiknya. Suara ujung peep toe yang membentur permukaan ubin di bawahnya menggema jelas di ruangan. Disusul tawa kecil dari seorang wanita berumur yang sudah tak bisa disebut sebagai gadis muda lagi. Penampilannya mewah dan elegan, khas seperti seorang istri pejabat kaya.Bibir itu menyeringai tajam. Menarik bahu wanita yang jauh lebih muda darinya. Cara berpakaian mereka sama. Sederhana tak banyak aksesoris, namun terlihat begitu mewah dan elegan. Alexa memang bukan tipe wanita muda yang suka memamerkan kekayaannya, yang ia suka bukan uang namun apa yang bisa dibeli oleh benda itu. Kedudukan dan tahta serta rasa hormat yang tinggi."Kau benar, aku adalah gadis puber." Alexa menoleh. Memutar tubuhnya sembari tegas me
Kepulan asap mengudara. Aroma espreso mulai menari-nari di dalam lubang hidung. Di dalam cangkir kecil dengan ukiran garis lengkung itu, aroma berasal. Tepat di tengah meja cangkir itu berada. Menjadi pemisah dua piring kecil berisi camilan kue kering dengan susu kental manis di atasnya. Bercampur dengan aroma tembakau, pria itu menghirupnya dalam-dalam. Merasakan sensasi nikmat luar biasa selepas aroma itu mulai bisa menghibur hatinya yang sedang was-was. Papan besar di depannya berisi beberapa foto orang-orang asing dengan wajah seram menjadi fokus bagi Harry Tyler Lim untuk saat ini. Ia menghisap gulungan tembakau itu dengan kasar. Sesekali mengembuskan kasar asapnya keluar dari celah bibir juga kedua lubang hidungnya. Ia bukan perokok aktif, hanya terkadang saja untuk menenangkan hatinya saja. Kasus menumpuk. Teka teki gila kini mulai memenuhi pikirannya. Ruang kosong sudah tak ada lagi. Tak bersisa untuk memikirkan mau makan apa besok pagi?"Makanlah sesuatu juga. Jangan
Alexa menatap jajaran pria berseragam rapi yang baru saja menyeret tubuhnya datang kemari dengan pakaian tak senonoh seperti ini. Ia keluar dari kediamannya tanpa memakai pakaian yang bermoral. Gaun tidur panjang yang jatuh tepat di atas kedua mata kakinya. Berbalut syal tebal yang berusaha menutupi bagian dada hingga kedua lengan milik wanita itu. Alexa tak ber-make up sedikitpun. Semua kecantikannya sudah ia hapus selepas sampai ke dalam rumahnya. Memang, Alexa akan tetap cantik dengan wajah itu. Akan tetapi ia adalah pemilik gedung pencakar langit tertinggi di Britania Raya. Joy Holding's Company. Aparat keamanan di tempatnya tinggal benar--benar sudah gila tak punya akal waras dalam otaknya lagi!Tersangka? Alexa bahkan bisa tertawa untuk hal itu. Ia punya banyak mata-mata tersembunyi di luar sana. Bodyguard dan pengawalnya lebih dari lima orang yang bertugas. Relasi pasar gelap dan mafia-mafia tak berhati nurani sudah banyak dipunyai olehnya. Jika hanya mem
Namanya Xena Alodie Shan. Pemilik gedung tertinggi yang bergerak di bidang hiburan dan entertainment. Ia adalah wanita yang cantik. Parasnya memukau dengan sepasang mata indah berbentuk hooded eyes yang rapi duduk di bawah sepasang alis cokelat tua yang apik melengkung bak pelangi di atas langit selepas hujan turun menghantam bumi. Bibirnya ranum. Merah menyala sebab polesan lipstik di atasnya terlalu tebal untuk memberi penekanan. Tubuh Xena tinggi menjulang. Berbentuk bak biola di sebuah akademi musik yang menarik. Suaranya lembut. Namun, kalau didengar lebih baik lagi ia akan terkesan lebih tajam dari wanita biasanya. Pembawaan yang tenang. Langkah kaki yang anggun dan pandai menguasai suasana di sekitarnya. Mata dunia tertuju pada wanita setara usia dengan Alexa ini. Menyanjung Xena dengan terus mengelu-elukan kecantikan dan kesuksesan wanita satu itu.Xena bukan tipe wanita seperti Alexa. Ia lebih berhati-hati dalam mengulurkan tangannya. Katakan saja derajat wanitanya le
"Jaga bicaramu, Nona Alexa. Banyak mata yang sedang melihat kita. Aku tidak seperti dirimu yang bisa menyingkirkan semua hama dengan cara menginjaknya sampai mati." Xena mendorong tubuh ramping milik lawan bicaranya. Tersenyum tipis seakan sedang memberi hinaan untuk penampilan Alexa malam ini.Sepersekian detik berlalu. Suasana hening terpecah kala kerumunan wartawan dan awak media datang menyambangi keduanya. Mulai menyalakan lensa kamera, mendekatkan alat perekam suara pada dua wanita yang masih diam sembari saling melempar tatapan satu sama lain. Pertanyaan demi pertanyaan mulai menghujani Xena. Sesekali tertuju pada Alexa yang masih kokoh dalam diamnya. Ia mengabaikan fakta bahwa penampilannya benar-benar tak senonoh untuk seorang Sherina Alexander Lansonia malam ini. Gaun tidur ini memang mahal. Harganya fantatis sebab dijahit langsung oleh tangan-tangan desainer ternama. Namun, tetap saja. Ini adalah gaun tidur bukan gaun bergemerlap dengan manik dan berlian di at
"Kalau tak bisa mempercayai diriku mengapa mau datang dan menjadi pengacaraku?" Suara itu memecah alunan musik yang samar berdendang mengiringi setiap aktivitas kecil yang ada di dalam ruangan ini. Alexa menghela napasnya. Harry menyeret dirinya masuk ke dalam tempat yang begitu asing untuk Alexa. Bukan penjara bawah tanah, bukan juga tempat gelap di sisi lorong jembatan besar Kota London. Tempat ini wajar. Bagi orang-orang yang sedang menyantap makanan khas olahan ikan ini pasti lah tempat yang dibangun di salah satu sisi jalanan Kota London ini adalah surga bagi rasa laparnya. Namun, Alexa tak demikian. Ini terasa asing dan aneh. Dirinya tak pernah datang ke tempat seperti ini apalagi duduk bersama seorang pria dengan penampilan aneh dan tak layak untuk dipandang.Katakan saja, Alexa selalu datang di tempat mewah dengan harga cocktail dan red wine yang fantastis. Alunan biola alih-alih piringan hitam dari mesin kuno seperti itu. Lampu yang menggantung tak terbuat dari