Senyum seringai tak henti-hentinya ia lukiskan untuk merespon apa yang dikatakan Alice padanya. Ia tak menyangka kalau darah yang mengalir dalam tubuhnya tak pernah bisa membendung sikap tamaknya ini. Alice memang memiliki ibu yang sama dengannya, itu artinya darah yang mengalir di dalam tubuh Alice identik dengan Alexa. Mereka adalah saudara kandung, meskipun Alexa tak pernah pulang ke rumah jikalau bukan hal yang penting dan mendesak. Alexa tak menyukai keluarganya selepas kematian sang ibu kandung. Tinggal bersama ibu tiri tentu menjadi beban tersendiri untuknya.
"Aku tidak pernah membunuh ibu, Alexa." Selalu begitu. Kalimat itu yang terucap dari bibir Alice kini menjadi sebuah dialog monoton yang mulai ia hapal kalimatnya. Membunuh atau tidak, tersangka tetaplah tersangka.
Alexa bangkit dari tempat duduknya. Sejenak wanita itu menatap sang kakak, kemudian berlalu untuk kembali meraih sebotol wine yang ia letakkan di sisi meja kaca sudut ruangan. Ini bukan tem
Hening tak ada suara yang menyela. Saling menatap satu sama lain dengan dua cangkir kopi berpasangan di depannya. Asap mengepul di udara. Aroma 'Cup of Excellence' nikmat menari-nari di dalam lubang hidung. Dua pasang cangkir kristal kini menjadi pusat pandangan semua orang yang ada di dalam ruangan. Pria dengan kumis tebal berwarna pekat yang merata di bawah hidungnya dengan janggut tipis yang menutupi dagu lancipnya itu benar-benar menyambut kedatangan tamunya dengan super duper mewah. Memang hanya dua cangkir kopi hasil lelang oleh coffee roaster dari Different Coffee Co, namun siapa sangka jika hanya ada 15 gelas saja di London. Dua ada di tangan Profesor Lim untuk menyambut kedatangan Alexa siang ini."Minumlah. Aku membawanya dari jauh," ucap pria itu menunjuk tepat ke mulut cangkir yang ada di depannya.Alexa menggeleng. "Aku tidak minum kopi siang begini," tuturnya menolak. Bukan hanya sekadar alasan semata, sebab memang itulah faktanya. Kopi hanya ak
Keduanya melangkah dengan kecepatan sedang. Membelah lorong bangunan tempat Harry bekerja. Di sini tak banyak orang yang berlalu-lalang. Laboratorium Profesor Lim benar-benar jauh dari keramaian. Luna bahkan bisa menghapal dengan benar dan baik wajah-wajah orang yang bekerja di sini. Mulai dari tenaga peneliti hingga pembantu yang hanya bertugas untuk menghantar kopi, membersihkan lantai, mematikan seluruh lampu bangunan kalau pekerjaan sudah selesai dan senja datang menyapa.Ini bukan rumah untuk profesor Lim, ini adalah tempatnya bekerja. Gedung yang dibangunnya berpuluh-puluh tahun silam ini adalah hasil dari suntikan dana sang ayahanda sebelum Joy Holding's Company jatuh ke tangan Alexa. Tak banyak relasi yang Alexa minta pada sang ayah, ia hanya ingin mengambil alih koneksi dari BioCell Laboratory. BioCell bukan lagi perusahaan pengubah sel-sel genetik makhluk hidup dan tumbuhan yang berada di bawah kendali sang ayahanda, namun dirinya. Semua menghormati kedatangan
Harry menatap laju mobil yang baru saja pergi meninggalkan kawasan bangunan gedung laboratorium. Meninggalkan aroma parfum yang khas datang dari dalam tubuh wanita pemilik nama lengkap Sherina Alexander Lansonia itu. Ia tersenyum aneh. Bukan licik, hanya sedikit aneh! Harry tak menyangka bisa bertemu langsung dengan pemilik nama Alexa itu. Selama ini ia hanya banyak mendengar kabar tentang Alexa melalui sang paman. Pria berbadan gempal itu selalu menceritakan pasal Alexa, pemilik gedung Joy Holding's Company yang masih berusia muda. Ambisi Alexa sedikit berbahaya, begitu kata Lee Won Shik kala dirinya menutup cerita pasal Alexa. Harry pun tak tahu, kalau Alexa lebih cantik dan memukau jikalau dilihat dari jarak yang sangat dekat seperti tadi. Raut wajahnya tak sebanding dengan suaranya yang halus dan lembut. Mata itu mencerminkan sikap gigih dalam membangun pendirian. Tajam berkharisma membuat siapa saja yang ditatapnya akan luluh dan terpikat dengannya. Alexa adalah gadis berwawasa
Meja besar dengan sajian berbagai hidangan menu mewah dan berkelas kini mulai tertangkap jelas oleh sepasang netra milik Sherina Alexander Lansonia. Wanita bergaun pekat itu tak henti-hentinya menyapu setiap bagian meja yang membatasi akses duduknya dengan beberapa orang tak asing, namun amat sangat dibenci olehnya. Di sisi kanan sang kakak duduk dengan anggunnya. Mulai menarik segelas wine dan menyeruputnya dengan lembut. Alice Lansonia menjaga semuanya di depan sang ayanhanda tercinta. Segala perilaku yang dibuatnya adalah point perhatian untuk pria tua dengan rambut yang memulai memutih itu. Tepat di depan Alexa sang ibu tiri menatapnya dengan penuh makna. Mungkin jika orang luar yang datang dan melihat interaksi mereka, akan mengira bahwa wanita dengan rambut pekat yang digelung di belakang tengkuk lehernya itu adalah sosok ibu berhati malaikat. Ya, benar malaikat, namun malaikat pencabut nyawa. Bibir merah muda itu tertarik. Memberikan senyum seringai di atas paras cantik awet
"Kau akan bersikap seperti anak gadis yang baru saja melalui masa pubertas?!" Suara lantang itu menghentikan laju langkah gadis yang kini menatap jauh ke depan. Arah sorot matanya tak bersahabat. Bak seekor singa yang baru saja menemukan mangsa terbaiknya. Suara ujung peep toe yang membentur permukaan ubin di bawahnya menggema jelas di ruangan. Disusul tawa kecil dari seorang wanita berumur yang sudah tak bisa disebut sebagai gadis muda lagi. Penampilannya mewah dan elegan, khas seperti seorang istri pejabat kaya.Bibir itu menyeringai tajam. Menarik bahu wanita yang jauh lebih muda darinya. Cara berpakaian mereka sama. Sederhana tak banyak aksesoris, namun terlihat begitu mewah dan elegan. Alexa memang bukan tipe wanita muda yang suka memamerkan kekayaannya, yang ia suka bukan uang namun apa yang bisa dibeli oleh benda itu. Kedudukan dan tahta serta rasa hormat yang tinggi."Kau benar, aku adalah gadis puber." Alexa menoleh. Memutar tubuhnya sembari tegas me
Kepulan asap mengudara. Aroma espreso mulai menari-nari di dalam lubang hidung. Di dalam cangkir kecil dengan ukiran garis lengkung itu, aroma berasal. Tepat di tengah meja cangkir itu berada. Menjadi pemisah dua piring kecil berisi camilan kue kering dengan susu kental manis di atasnya. Bercampur dengan aroma tembakau, pria itu menghirupnya dalam-dalam. Merasakan sensasi nikmat luar biasa selepas aroma itu mulai bisa menghibur hatinya yang sedang was-was. Papan besar di depannya berisi beberapa foto orang-orang asing dengan wajah seram menjadi fokus bagi Harry Tyler Lim untuk saat ini. Ia menghisap gulungan tembakau itu dengan kasar. Sesekali mengembuskan kasar asapnya keluar dari celah bibir juga kedua lubang hidungnya. Ia bukan perokok aktif, hanya terkadang saja untuk menenangkan hatinya saja. Kasus menumpuk. Teka teki gila kini mulai memenuhi pikirannya. Ruang kosong sudah tak ada lagi. Tak bersisa untuk memikirkan mau makan apa besok pagi?"Makanlah sesuatu juga. Jangan
Alexa menatap jajaran pria berseragam rapi yang baru saja menyeret tubuhnya datang kemari dengan pakaian tak senonoh seperti ini. Ia keluar dari kediamannya tanpa memakai pakaian yang bermoral. Gaun tidur panjang yang jatuh tepat di atas kedua mata kakinya. Berbalut syal tebal yang berusaha menutupi bagian dada hingga kedua lengan milik wanita itu. Alexa tak ber-make up sedikitpun. Semua kecantikannya sudah ia hapus selepas sampai ke dalam rumahnya. Memang, Alexa akan tetap cantik dengan wajah itu. Akan tetapi ia adalah pemilik gedung pencakar langit tertinggi di Britania Raya. Joy Holding's Company. Aparat keamanan di tempatnya tinggal benar--benar sudah gila tak punya akal waras dalam otaknya lagi!Tersangka? Alexa bahkan bisa tertawa untuk hal itu. Ia punya banyak mata-mata tersembunyi di luar sana. Bodyguard dan pengawalnya lebih dari lima orang yang bertugas. Relasi pasar gelap dan mafia-mafia tak berhati nurani sudah banyak dipunyai olehnya. Jika hanya mem
Namanya Xena Alodie Shan. Pemilik gedung tertinggi yang bergerak di bidang hiburan dan entertainment. Ia adalah wanita yang cantik. Parasnya memukau dengan sepasang mata indah berbentuk hooded eyes yang rapi duduk di bawah sepasang alis cokelat tua yang apik melengkung bak pelangi di atas langit selepas hujan turun menghantam bumi. Bibirnya ranum. Merah menyala sebab polesan lipstik di atasnya terlalu tebal untuk memberi penekanan. Tubuh Xena tinggi menjulang. Berbentuk bak biola di sebuah akademi musik yang menarik. Suaranya lembut. Namun, kalau didengar lebih baik lagi ia akan terkesan lebih tajam dari wanita biasanya. Pembawaan yang tenang. Langkah kaki yang anggun dan pandai menguasai suasana di sekitarnya. Mata dunia tertuju pada wanita setara usia dengan Alexa ini. Menyanjung Xena dengan terus mengelu-elukan kecantikan dan kesuksesan wanita satu itu.Xena bukan tipe wanita seperti Alexa. Ia lebih berhati-hati dalam mengulurkan tangannya. Katakan saja derajat wanitanya le