---Flashback, 2 Minggu sebelum peresmian gedung persahabatan, Camaraderie.---
Kepulan asap rokok mengudara. Keluar dari celah mulut yang disusul oleh asap yang mengepul dari dalam lubang hidung pria jenggot tipis nan merata itu. Tatapan matanya terus menyapu setiap bagian tubuh wanita bergaun merah padam yang berdiri di sisi jendela besar menghadap keluar ruangan. VIP room, tempat yang disewa oleh Mr. Joe untuk bersua dengan rekan bisnisnya malam ini. Spekulasi semata! Mr. Joe ingin bertemu dengan Sherina Alexander Lansonia. Tak banyak yang tahu perihal hubungan gelap keduanya lima tahun silam. Tepat saat Sherina memulai untuk mengembangkan Joy Holding's Company menjadi lebih besar dan lebih tinggi lagi.Relasi internasional yang didapat oleh Alexa adalah suntikan besar dari Mr. Joe. Pria itu banyak membantu Alexa di masa lalu. Mendorong gadis itu menjadi seperti sekarang ini bukan tanpa imbalan yang besar. Mr Joe mendapatkan hadiah istimewa dari rekan bisnisnya itu. Selain uluran tangan dari Alexa untuk menjadi rekan bisnisnya, wanita muda itu juga mengulurkan tubuhnya untuk 'melayani' Mr. Joe.
Tentang Mr. Joe seorang pengusaha berusia 30 tahun yang amat mempesona. Siapa gadis yang tak luluh pada tatapan berkharisma itu? Senyumnya manis dengan lesung pipi tajam di kedua sudut pipi tirusnya. Garis rahang yang tegas. Dagu berbentuk berlian yang memukau. Alisnya legam menyiku dengan mata naik yang mempesona. Mr. Joe dikenal ramah pada setiap klien kerjanya, namun siapa sangka itu hanya topeng semata.
Pria ini bak ular! Sangat licik hingga mampu menjebak Alexa kembali berkerja sama dengannya secara intim begini. Mr. Joe mengumpulkan semua bukti yang akan menjatuhkan Alexa bersama perusahaannya. Menunggu waktu yang tepat untuk membuat gadis itu gelagapan dengan semua bukti yang ia punya.
--dan malam ini adalah waktunya.
"Jadi kau ingin mengancam ku?" Alexa mulai melangkah. Stiletto berwarna pekat itu tegas membentur permukaan lantai bersih yang samar memantulkan bayangan dirinya. Menciptakan sebuah suara tapak kaki yang mulai menggema sebab tak ada suara apapun selain desahan Mr. Joe sebab puas akan hisap rokok yang ia lakukan sekarang.
Alexa tersenyum. Berhenti tepat di depan pria berkemeja putih yang terlihat sedikit 'lusuh'. Dasi sudah ia lepas dari lehernya. Dua kancing kemeja yang terbuka menampilkan dada dengan bulu halus yang menggoda. Alexa masih mengingat dengan jelas meskipun sudah lima tahun berjalan ia tak bertemu dengan Mr. Joe secara intim begini. Dada bidang itu beraroma mawar yang menggoda. Perut kotak-kotak yang indah untuk dipandang dan disentuh dengan jari jemarinya. Sebelum Mr. Joe dikabarkan bertunangan dengan pemilik gedung entertainment terbesar di London, pria itu adalah milik Alexa.
"Katakan apa taruhannya kali ini Mr. Joe?"
Pria itu menoleh. Mendongak pada wanita bergaun ketat yang membentuk lekuk tubuhnya dengan syal berbulu yang menutupi sebagian besar dada hingga lehernya itu. "Aku pikir kau sudah mendapat kiriman dariku, Nona Sherina."
"Panggil aku Alexa. Sherina tak pantas untukku." Gadis itu tersenyum. Kini duduk tepat di sisi sofa tempat Mr. Joe mengistirahatkan raganya.
"Sherina adalah nama ibumu, bukan?"
"Itu sebabnya aku tak suka." Alexa mulai menatap dengan intens. Nada bicaranya melirih sembari sesekali menelisik bagian bawah tubuh pria kekar yang ada di sisinya.
Mr. Joe menganggukkan kepalanya. Ia mengerti, Alexa tak berubah sedikitpun.
"Bagaimana dengan kejutan-kejutan itu, Alexa?"
"Aku menyukainya." Alexa berbasa-basi. Tersenyum miring sembari mulai memainkan jari jemarinya.
Sialan betul pria satu ini, masih bisa menanyai bagaimana perasaan Alexa selepas mengirim bukti penyelundupan barang yang mengatasnamakan perusahaannya? Tentunya Alexa datang sebab ia ingin memakinya habis-habisan.
"Boleh ku tanya sesuatu, Alexa?"
Wanita itu mengangguk. "Kau ingin bertanya mengapa aku melakukan itu?"
Mr. Joe menganggukkan kepalanya. "Aku kira kau adalah wanita yang bersih. Tapi ternyata ...."
"Sebutkan gedung besar yang ada di London yang dibangun dengan tangan penguasa yang bersih, Mr. Joe."
Pria di sisi Alexa kini tersenyum. Tertawa lepas kemudian sembari melirik gadis pintar di sisinya itu. Mr. Joe kini melingkarkan tangannya tepat di atas leher Alexa. Menarik tubuh gadis itu untuk berhimpit dengannya sekarang ini.
Aroma tubuh itu ... Alexa mengenalnya. Meskipun hanya semalam, namun itu adalah pertama kali dan sangat berkesan untuknya.
"Xena tahu tentang ini? Maksudku, dia adalah calon istrimu tahun depan. Shan Entertainment dan Joe Property akan bersatu menjadi perusahan yang mungkin mengalahkan Joy Holding's Company. Bukankah begitu?" Alexa mulai menggoda. Memasukkan satu jarinya ke dalam celah kancing pria yang ada di sisinya.
Mr. Joe tertawa. "Sesuai dugaan, kau semakin pintar Alexa."
"Katakan saja apa tawarannya sekarang ini?!" Alexa menarik jarinya. Sigap ia meremas baju kemeja yang dikenakan oleh Mr. Joe. Tatapannya menajam. Kini ia berpindah posisi dengan duduk di atas pangkuan sang pria.
Tatapan keduanya intim. Bahkan Mr. Joe mampu merasakan embusan napas dari gadis yang kini menindih tubuh bagian bawahnya.
Mr. Joe mengusap perlahan paha gadis yang ada di depannya. Mencoba untuk menggoda. Melunakkan tatapan tajam dan remasan jari jemari milik Alexa yang membatasi geraknya sekarang ini.
"Kau ingin perusahaanku?" tanya Alexa memberi penekanan.
"Itu milikmu, Alexa."
"Lantas?"
"Big three!" katanya menyela. Mendengar kata itu Alexa melunakkan tatapannya. Cengkraman jari jemarinya yang kuat berada di atas kemeja Mr. Joe kini ia lepas perlahan. Alexa menelisik. Senyum dan tawa ringan dari pria berjenggot tipis itu sangat menyebalkan.
"Aku hanya ingin pembangunan puncak Joy Holding's Company di atas namakan Joe Property."
Alexa kini bangkit. Pergi dan menjauh dari hadapan pria yang kini mulai mematikan rokok di atas asbak tengah meja. "Kau pikir aku akan melakukan itu?"
"Joe! Camaraderie adalah impianku! Aku tak akan menyerahkan itu pada siapapun! Camkan itu!"
"Kalau begitu namamu dan Joy Holding's Company akan ada di berita panas besok pagi. Joy Holding's Company mendukung penyelundupan senjata ilegal dan obat terlarang untuk uji coba manusia. Kau pikir bagaimana reaksinya?"
Alexa kini tertawa ringan. Berjalan kasar menuju tepat pada pria yang baru saja bangkit dari tempat duduknya. "Lakukan saja!" ucapnya dengan nada tegas. Ingin ia meludah tepat di depan wajah pria yang ada di depannya itu. Akan tetapi, Alexa mengurungkan niatnya. Ia tak ingin mencari masalah apapun sekarang. Tak ada yang tahu, di dalam ruangan ini apakah benar hanya ada dirinya dan Mr. Joe saja? Tidak, pria ular ini sangat licik.
"Mana yang akan kau pilih malam ini Alexa?!" Mr. Joe menghentikan langkah kaki milik Alexa. Gadis yang baru saja ingin menekan gagang pintu di depannya itu menoleh. Tepat mengarahkan manik matanya pada pria sialan yang kini berjalan dan duduk di sisi ranjang hotel.
"Selesaikan satu masalah dulu. Alexa, pemilik Joy Holding's Company bertemu secara pribadi dengan tunangan dari Xena Alodie Shan," ucapnya sembari merentangkan tangannya.
Benar 'kan? Alexa kembali masuk dua perangkap sekaligus.
"Mana yang akan kau pilih, perusahaanmu atau tubuhmu malam ini?"
Persetanan! Alexa menghela napasnya. Tak sulit. Ia hanya perlu berjalan dan melepas sepatunya. Melucuti satu demi satu gaun yang ia kenakan dan melempar tubuh telanjang miliknya untuk dilahap habis oleh Mr. Joe.
"Tentu, aku akan memilih perusahaanku."
... To be Continued ...
Sepasang peep toe berwarna putih bersih dengan pita kecil di depannya tegas membelah petak demi petak ubin yang menjadi alas pijakannya sekarang ini. Tak ada yang aneh jika Sherina Alexander Lansonia datang dengan ekspresi wajah tegang di pagi hari begini. Bukannya masalah besar sedang datang menghadang dirinya, namun memang begitulah pembawaan dari seorang Sherina Alexander Lansonia. Ia bukan gadis 'garang' yang suka mengomel pada seluruh pegawainya, bahkan Alexa dikenal cukup ramah dan hangat dengan siapapun yang menghuni kantor tempatnya memimpin. Wanita itu adalah wanita yang pandai menempatkan diri dalam keadaan apapun. Sikapnya tenang, menguasai, bahkan tergolong santai kala seorang pegawai sudah membuat satu kesalahan besar.Ia adalah gadis yang pandai. Menangani segala masalah yang datang dengan tenang dan bersih tanpa ada jejak yang mengotori adalah cara Alexa mempertahankan bangunannya hingga sekarang ini. Sukses di usia muda memang menjadi impian seluruh manus
"Setelah peresmian gedung Camaraderie, kita akan menjadi saudara ipar."Luis memincingkan matanya tajam. Dari apa yang dikatakan oleh Alexa barusan itu, tak semuanya bisa ia mengerti dengan baik. Peresmian Gedung Persahabatan, Camaraderie akan dilaksanakan dua minggu lagi. Hal itu tak menjadi masalah untuk Luis Ambrosius. Ia mendengar banyak tentang pengembangan gedung yang dibangun tepat berada di puncak tertinggi dari Joy Holding's Company. Ini adalah impian besar Alexa sejak beberapa tahun yang lalu. Wanita muda itu mengatakan banyak hal tentang Camaraderie padanya di masa lampau.Sebuah gedung megah yang digunakan untuk pertemuan orang-orang penting kala hari yang penting pula. Akan tetapi jika hari penting itu tak sedang datang, Camaraderie akan disulap menjadi tempat VVIP yang hanya dikunjungi oleh orang-orang penting saja. Harga sewa Camaraderie tentu tak murah. Harus sedikit lebih dalam lagi untuk menguras kantong para wisatawan asing yang ingin menempati p
Ponsel berdering. Menjadi sebuah jeda untuk dua insan manusia yang masih diam dalam tatap wajah yang identik. Sherina Alexander Lansonia, si wanita karier yang sukses menjadikan Luis bertekuk lutut padanya hari ini. Pria itu tak lagi banyak berbicara selepas ia masuk ke dalam perangkap Alexa. Luis bukan pria yang bodoh, tingkat kesuksesan dalam dirinya berasal dari segala pemikiran cerdiknya itu. Ia hanya lemah dan payah kalau sudah menyangkut pasal wanita. Gairah yang ada di dalam diri pria kekar itu memang sulit untuk dibendung. Berapi-api dan meluap-luap hingga seseorang bisa melampiaskan napsunya.Alexa bukan orang yang tepat untuk itu. Ia adalah gadis cerdik dengan seribu tak-tik gila yang selalu sukses membuatnya berdiri satu langkah lebih unggul dari Luis Ambrosius. Alexa hidup dengan baik. Mengenali Luis dari caranya bertatap dan sekilas pandang saja. Apa yang ada di dalam kepalanya, Alexa paham benar. Termasuk gairah untuk menjamah tubuhnya."Aku har
Suara pintu diketuk. Menyela dua insan manusia yang kini sama-sama menitikkan sepasang netra indah itu untuk menatap tepat ke arah ambang pintu besar yang masih tertutup rapat. Suara menimpali. Di balik pintu kayu berukir itu seseorang sedang menunggu. Jika ditelisik dengan baik, Alice-lah yang memberi sebuah kabar akan datang beberapa saat yang lalu. Mengunjungi sang adik kandung bukanlah hal yang asing dan aneh lagi untuk semua orang.Alexa menyahut kala namanya dipanggil dengan nada ringan. Sempurna senyum manis itu mengembang sesaat selepas pintu benar-benar terbuka. Di depan sana wanita bertubuh jenjang berdiri dengan menyilangkan rapi kakinya. Matanya menyapu setiap bagian yang tak asing lagi untuknya. Bukan kali pertama Alice Lansonia datang kemari. Meskipun tak sering, setidaknya sekali dua kali ia pernah datang untuk menjenguk keadaan sang adik.Alice memang bukan saudara yang baik. Hubungannya dengan Alexa tak pernah membaik seiring berjalannya wa
Senyum seringai tak henti-hentinya ia lukiskan untuk merespon apa yang dikatakan Alice padanya. Ia tak menyangka kalau darah yang mengalir dalam tubuhnya tak pernah bisa membendung sikap tamaknya ini. Alice memang memiliki ibu yang sama dengannya, itu artinya darah yang mengalir di dalam tubuh Alice identik dengan Alexa. Mereka adalah saudara kandung, meskipun Alexa tak pernah pulang ke rumah jikalau bukan hal yang penting dan mendesak. Alexa tak menyukai keluarganya selepas kematian sang ibu kandung. Tinggal bersama ibu tiri tentu menjadi beban tersendiri untuknya."Aku tidak pernah membunuh ibu, Alexa." Selalu begitu. Kalimat itu yang terucap dari bibir Alice kini menjadi sebuah dialog monoton yang mulai ia hapal kalimatnya. Membunuh atau tidak, tersangka tetaplah tersangka.Alexa bangkit dari tempat duduknya. Sejenak wanita itu menatap sang kakak, kemudian berlalu untuk kembali meraih sebotol wine yang ia letakkan di sisi meja kaca sudut ruangan. Ini bukan tem
Hening tak ada suara yang menyela. Saling menatap satu sama lain dengan dua cangkir kopi berpasangan di depannya. Asap mengepul di udara. Aroma 'Cup of Excellence' nikmat menari-nari di dalam lubang hidung. Dua pasang cangkir kristal kini menjadi pusat pandangan semua orang yang ada di dalam ruangan. Pria dengan kumis tebal berwarna pekat yang merata di bawah hidungnya dengan janggut tipis yang menutupi dagu lancipnya itu benar-benar menyambut kedatangan tamunya dengan super duper mewah. Memang hanya dua cangkir kopi hasil lelang oleh coffee roaster dari Different Coffee Co, namun siapa sangka jika hanya ada 15 gelas saja di London. Dua ada di tangan Profesor Lim untuk menyambut kedatangan Alexa siang ini."Minumlah. Aku membawanya dari jauh," ucap pria itu menunjuk tepat ke mulut cangkir yang ada di depannya.Alexa menggeleng. "Aku tidak minum kopi siang begini," tuturnya menolak. Bukan hanya sekadar alasan semata, sebab memang itulah faktanya. Kopi hanya ak
Keduanya melangkah dengan kecepatan sedang. Membelah lorong bangunan tempat Harry bekerja. Di sini tak banyak orang yang berlalu-lalang. Laboratorium Profesor Lim benar-benar jauh dari keramaian. Luna bahkan bisa menghapal dengan benar dan baik wajah-wajah orang yang bekerja di sini. Mulai dari tenaga peneliti hingga pembantu yang hanya bertugas untuk menghantar kopi, membersihkan lantai, mematikan seluruh lampu bangunan kalau pekerjaan sudah selesai dan senja datang menyapa.Ini bukan rumah untuk profesor Lim, ini adalah tempatnya bekerja. Gedung yang dibangunnya berpuluh-puluh tahun silam ini adalah hasil dari suntikan dana sang ayahanda sebelum Joy Holding's Company jatuh ke tangan Alexa. Tak banyak relasi yang Alexa minta pada sang ayah, ia hanya ingin mengambil alih koneksi dari BioCell Laboratory. BioCell bukan lagi perusahaan pengubah sel-sel genetik makhluk hidup dan tumbuhan yang berada di bawah kendali sang ayahanda, namun dirinya. Semua menghormati kedatangan
Harry menatap laju mobil yang baru saja pergi meninggalkan kawasan bangunan gedung laboratorium. Meninggalkan aroma parfum yang khas datang dari dalam tubuh wanita pemilik nama lengkap Sherina Alexander Lansonia itu. Ia tersenyum aneh. Bukan licik, hanya sedikit aneh! Harry tak menyangka bisa bertemu langsung dengan pemilik nama Alexa itu. Selama ini ia hanya banyak mendengar kabar tentang Alexa melalui sang paman. Pria berbadan gempal itu selalu menceritakan pasal Alexa, pemilik gedung Joy Holding's Company yang masih berusia muda. Ambisi Alexa sedikit berbahaya, begitu kata Lee Won Shik kala dirinya menutup cerita pasal Alexa. Harry pun tak tahu, kalau Alexa lebih cantik dan memukau jikalau dilihat dari jarak yang sangat dekat seperti tadi. Raut wajahnya tak sebanding dengan suaranya yang halus dan lembut. Mata itu mencerminkan sikap gigih dalam membangun pendirian. Tajam berkharisma membuat siapa saja yang ditatapnya akan luluh dan terpikat dengannya. Alexa adalah gadis berwawasa