Arata sedang menyantap mie somen dingin dengan nikmat saat tiba-tiba mendengar ucapan Hasumi yang membuatnya langsung tersedak. Apa ia tidak salah dengar? Hasumi memintanya memeluknya? Arata masih memandang Hasumi dengan kaget. Sementara Hasumi langsung salah tingkah. Ah, bodoh! kenapa juga ia harus minta hal itu?
“E-eh, tidak kok. Aku bercanda.” Hasumi tertawa kikuk sambil menggaruk kepalanya. Duh, rasanya ia ingin jadi mie somen saja saking malunya.
Hasumi baru saja mengambil sumpit saat tiba-tiba Arata menarik lengannya. Dalam hitungan detik, Hasumi sudah ada dalam pelukan Arata.
“Ini sekalian ucapan terima kasih.” kata Arata singkat, masih tak melepaskan pelukannya.
Hasumi masih kaget dengan apa yang dilakukan Arata. Tangan gadis itu tak sedikit pun bergerak untuk membalas pelukannya. Namun, posisi mereka yang hampir tak berjarak membuat wangi mint dari rambut Arata tercium dengan kuat, hingga membuat Hasumi merasa sediki
Musim panas telah berlalu menjadi musim gugur. Perlahan, hawa dingin mulai terasa, hingga membuat semua orang mulai memakai jaket dan baju panjang tiap kali keluar rumah. Begitu pula dengan yang Hasumi lihat hari ini. Saat ia memasuki ruangan circle, semua orang tampak memakai pakaian hangat. Kecuali Chika yang nekat memakai rok jeans yang agak pendek. Akibatnya, ia kini terpaksa merayu Shin agar meminjamkan celana panjangnya. “Ayolah, hari ini saja kok. Tadi aku kesiangan dan lupa pakai stocking. Lalu celana olahraga juga ketinggalan.” “Bukan begitu, nanti bagaimana aku bisa pulang?” “Kau ‘kan bawa celana olahraga. Selain itu kau juga laki-laki jadi tidak akan terlalu malu. Ya?” kali ini Chika memasang wajah memelas. Shin menghela napas dengan kasar. Ia memang selalu menyimpan celana olahraga di loker ruang circle, tapi celana kolor selutut yang biasa dipakai olahraga. Kalau ia memberi pinjam celana panjang yang saat ini ia pakai, masa dirin
10 menit telah berlalu, dan kini Hiroto dan Hasumi sudah sampai di depan rumah. Ini pertama kalinya Hiroto datang ke rumah Hasumi setelah kepindahannya ke Tokyo.“Mau masuk dulu?”“Mungkin lain kali saja.” jawab Hiroto sembari tersenyum simpul. Sebenarnya ia menolak bukan karena tidak mau masuk, tapi ia masih merasa malu lantaran telah mengatakan hal yang membuat Hasumi tadi langsung terdiam. Rasanya ia ingin cepat-cepat pulang.“Oh, baiklah. Terima kasih sudah mengantarku sampai rumah.”“Santai saja.”“Rumah saudaranya Yoshide-kun di mana? masih jauh?”“Ah.. ya lumayan. Mungkin beberapa meter lagi di depan.” Hiroto menjawab gugup.“Hati-hati di jalan.”Hiroto mengangguk, “Sampai ketemu di kampus.” jawabnya mulai berjalan.Hasumi ikut tersenyum sembari menatap punggung Hiroto yang mulai menjauh. Setelah beberapa lama, ia pun m
30 menit telah berlalu tanpa ada kabar dari Arata. Dengan perasaan yang masih campur aduk, Hasumi mencoba menghubungi Chika. Sesuai perjanjian, hari ini harusnya mereka kencan ganda. Namun kemarin Chika bilang ingin memberikan sedikit waktu untuk Hasumi dan Arata, makanya ia dan Shin berencana untuk datang 1 jam kemudian, yakni di jam 12. “Hallo? Ah kebetulan, aku baru saja ingin menghubungimu.” suara Chika di seberang menyambut. “C-Chika, kau di mana?” “Tunggu, ada apa dengan suaramu? kau terdengar seperti mau menangis.” “Tidak kok, aku baik-baik saja. Kau di mana?” Hasumi menghela napas, mencoba menyembunyikan rasa sedihnya. “Hasumi, maaf. Aku tadi baru saja berencana memberitahumu. Ternyata, Shin tidak bisa datang. Dia bilang ingin menonton pertandingan Ryuuga-senpai hari ini, jadi aku dan dia sedang di jalan menuju gymnasium. Aku benar-benar minta maaf, tapi bukankah ini kesempatan yang bagus? kau sedang bersama sensei ‘kan sekaran
“Pemilihan mahasiswa tercantik dan tertampan?” Hasumi dan Chika sama-sama mengerutkan kening sembari menatap poster yang tertempel di mading. Shin dan Ryuuga ada di belakang mereka, Ryuuga tampak sibuk meneguk minuman sambil celingak-celinguk ke kanan kiri. “Memangnya ada ya?” Chika menoleh ke arah Shin. “Ada, setiap tahun ada 2 mahasiswa yang dipilih dari seluruh Jepang untuk dijadikan mahasiswa tercantik dan tertampan. Nah setiap universitas akan mengirimkan perwakilan.” jelas Shin. “Heee aku baru tahu.” gumam Hasumi yang terpana. “Ah, apa aku juga ikut saja ya?” Shin menunjuk dirinya sendiri sembari menyeringai lebar. “Tidak boleh!” jawab Chika spontan. “Huuu, kau takut aku jadi terkenal dan digilai banyak perempuan ya?” tanyanya percaya diri. “Dih! aku takut kau depresi karena kalah, soalnya kau pasti memang kalah, sih.” Shin tertawa meringis mendengarnya. “Hasumi, kau ikut saja!” kata Ch
“Aku.. “ Setelah beberapa detik terdiam mendengar pengakuan Hiroto, Hasumi akhirnya membuka mulutnya. Dalam hati gadis itu terbesit sedikit rasa perih yang entah muncul karena apa. “Aku memang menyukaimu Yoshide-kun, tapi itu dulu. Sekarang, aku menyukai orang lain.” Hening. Hiroto mematung, ia sendiri tak tahu harus bagaimana menyikapinya. Rasa perih dan penasaran muncul sekaligus dalam benaknya. “Jadi, aku minta maaf.” Hasumi membungkukkan badannya beberapa saat. Ia sendiri pun tak menyangka kalau hari ini akan tiba. “Begitu ya. Tidak apa-apa kok.” Hiroto tertawa kikuk. “Kalau boleh tahu.. orang yang kau sukai itu, Ryuuga-senpai?” Hasumi langsung mengerutkan kening. “Kenapa kau berpikir Ryuuga-senpai?” Tiba-tiba Hiroto tersentak, terlihat agak kaget. “Oh, tidak apa-apa sih. Aku hanya mencoba berpikir kalau kau tidak mungkin benar-benar menyukai Tanizaki-sensei. Atau mung
Watanabe sedang sibuk membereskan bekas gelas dan piring kecil di meja tuannya. Ia melirik ke arah Gouto yang sejak tadi sibuk berpikir. Melihat tuannya tersebut membuat Watanabe jadi merasa khawatir. Padahal tadi baru saja tuannya itu akan beristirahat, namun email misterius yang entah dari siapa dan apa maksudnya membuat tuannya itu seketika langsung terbangun lagi. “Tuan, mungkin itu email iseng dari rekan bisnis kita. Bisa saja ada yang tak suka dengan Anda dan berusaha menghancurkan bisnis dengan membuat Anda lelah.” Gouto terdiam sesaat, kemudian manggut-manggut. “Kau benar juga. Harusnya aku tidak terlalu memikirkannya.” Gouto pun bangkit dari posisinya. “Anda mau ke mana, tuan?” “Aku mau tidur di kamarku. Kau sudah boleh pulang.” katanya tanpa menoleh, kemudian berjalan keluar ruangan. “Baik, tuan.” Watanabe melanjutkan kegiatannya. Namun jujur, sebagai pelayan setia yang telah menjadi asisten Gouto selama kurang lebih 20 tahun
Hamamatsu, prefektur Shizuoka.Seorang gadis berambut panjang bernama Hachiya Hatsuki berjalan masuk ke sebuah rumah mewah yang letaknya jauh dari perkotaan. Rumah tersebut dikelilingi pagar tinggi dan pohon-pohon besar di bagian sampingnya. Dengan muka lelah, gadis itu pun disambut oleh seorang perempuan tua yang merupakan pelayan di rumah keluarga tersebut.“Okaerinasai, Hatsuki-san.” kata si perempuan dengan ramah.“Tadaima.” Hatsuki membalas dengan senyuman lebar. Ia pun melangkah masuk, dan mendapati seorang lelaki tua berusia 65 tahunan tengah asyik menonton TV. Lelaki itu adalah Hachiya Takaya, lelaki yang pernah bermain golf bersama Arata. Menyadari kehadiran Hatsuki, lelaki itu pun langsung tersenyum.“Ah, kau sudah pulang ya?”“Yah meskipun agak lelah. Ayah, bukannya ini saatnya aku tinggal saja di Tokyo? jarak Tokyo ke Shizuoka cukup membuatku lelah kalau pulang-pergi seperti ini.” pinta Ha
“Hasumi.. “Chika mendekatkan bahunya sambil berbisik ke arah Hasumi yang sedari tadi sibuk menatap sosok pria di depan sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.“Aku tahu ketampanannya menandingi anggota boy band, tapi kalau kau melihatnya begitu terus nanti sensei risih, lho.” bisik Chika.Hasumi yang mendengar itu langsung jadi sadar. Kini mereka sedang ada di kelas, mendengarkan materi yang Arata bacakan melalui sebuah buku. Sejak beberapa waktu lalu, Hasumi terus saja memandangi Arata. Bukan dengan tatapan kagum atau terpesona, tapi dengan tatapan heran. Sejak hari kencan mereka waktu itu, Hasumi merasa kalau Arata jadi agak berbeda.Bisa dibilang, jadi agak murung.Setelah kelas usai, Hasumi meminta Chika pergi duluan. Tanpa pikir panjang gadis itu langsung mengikuti Arata ke ruangannya. Saat melihat Hasumi datang, Arata hanya melirik sekilas ke pintu masuk tanpa berkata apa-apa.“Sensei, apa sensei sed
51. Aktor Nakagawa Taishi adalah referensi Shin di dunia nyata, sementara referensi tokoh Chika adalah Imada Mio52. Shin dan Mitsuki memiliki selisih umur 5 tahun53. Meski kadang Shin menganggap Mitsuki agak gila, nyatanya Shin mengakui kalau Mitsuki adalah orang yang pintar 54. Ayah Shin dan Mitsuki yakni Tatsuya Aki adalah tipe bapak yang suka bercanda55. Mitsuki belum menikah dan tidak punya pacar karena masih belum move on setelah ditinggal nikah mantannya56. Alasan Ryuuga pernah kerja paruh waktu di kedai ayahnya Shin adalah karena ia ingin membeli sepatu voli baru dengan uangnya sendiri57. Alasan Yoshide Hiroto selalu ramah pada orang lain dan tak pernah terlihat banyak masalah adalah karena ia memang lahir di keluarga yang berkecukupan dan tak memiliki masalah keluarga. Satu-satunya masalah yang ia rasakan hanyalah sering disukai oleh perempuan hingga membuatnya agak risih58. Hiroto membutuhkan waktu yang agak lama sampai a
Hari ini terasa begitu panjang. Selepas mengikuti acara pernikahan Yurika dari awal hingga nijikai yang menjadi acara terakhir, Hasumi yang mulai merasa lelah dan ingin pulang malah dipaksa Chika untuk mengantarnya ke Odaiba. Katanya sih, Chika ada janji dengan Shin di sana. Namun karena ia sempat minum alkohol di nijikai tadi, jadilah Chika beralasan kalau ia takut terjadi hal yang tidak-tidak saat Shin belum sampai di lokasi.Meski sempat menolak beberapa kali dengan cara halus, akhirnya Hasumi menurut setelah Chika menceritakan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi kalau ia dibiarkan sendiri dengan kondisi setengah mabuk. Mulai dari tertabrak sepeda, menampar orang sembarangan, pipis sembarangan, dan kemungkinan lain yang menurut Hasumi agak mustahil terjadi pada seorang Chika. Tapi ya sudahlah, Hasumi tetap ikut Chika ke Odaiba meski badannya sudah sangat ingin istirahat.Agak berbeda dari malam-malam biasanya, malam ini Odaiba tampak agak sepi.
“Kekkon.. omedetou!!!” * Ucap Hasumi dan Chika sembari masuk secara bersamaan ke sebuah ruangan di mana sang pengantin wanita berada. Melihat kedua sahabatnya, Yurika langsung tersenyum lebar. “Ya ampun, kau cantik sekali!” pekik Hasumi. “Sepertinya hari ini kau jadi wanita paling cantik di dunia.” Chika turut memuji, membuat Yurika langsung tertawa sambil menutup mulutnya. “Kalian ini.. kukira kalian tidak akan datang. Tapi terima kasih, aku sangat senang!” “Mana mungkin kami tidak datang, dasar kau ini.” balas Chika. “Sudah, sudah. Mending kita foto bersama sebelum pengantin wanita yang cantik ini dibawa, bagaimana?” Hasumi memberi saran, yang langsung disetujui oleh Yurika dan Chika. Mereka pun meminta salah seorang staff wanita yang bertugas membantu pengantin untuk mengambilkan beberapa foto. Yurika ada di posisi tengah, sementara Hasumi dan Chika berdiri di bagian samping kanan-kiri sembari bergaya dengan b
Sudah berlalu 5 bulan lebih semenjak Hasumi mulai mengajar paruh waktu di EC. Setiap kali perkuliahan usai, gadis itu selalu datang ke EC lebih awal meski jadwal mengajarnya selalu di sore hari. Alasannya, karena di sana ia merasa bisa lebih fokus belajar. Chika juga akhir-akhir ini mulai kerja paruh waktu dengan menjadi asisten di salon kecantikan, jadilah mereka berdua mulai jarang bermain bersama.Hari ini tanggal 14 April, Ryuuga sudah resmi lulus dari universitas sejak bulan Maret lalu. Akhirnya hari ini lelaki itu akan berangkat ke Italia. Kemarin di telepon ia bilang kalau jadwal penerbangannya jam 7:50 malam. Meski hatinya merasa sedikit berat, mau tak mau Hasumi harus merelakan kepergian Ryuuga selama 3 tahun lamanya. Hubungan mereka yang tanpa status juga terkadang membuat Hasumi takut kalau hati lelaki itu akan berpaling selama di sana.Namun Hasumi tetap mencoba untuk percaya, bahwa Ryuuga pasti akan menjaga kata-katanya. Kalau pun semuanya tak berjalan lan
Kilau jingga menghiasi indahnya langit Tokyo di sore itu. Sesekali angin berhembus, membuat rambut Hasumi yang sudah mulai memanjang ikut tertiup. Dengan langkah mantap, Hasumi mendatangi gedung olahraga tempat anak-anak klub voli biasa latihan. Rasa penasaran yang lebih besar dari rasa malunya membuat Hasumi berani mengintip ke dalam, mencari keberadaan Ryuuga.Namun ternyata, Ryuuga tak ada di sana. Justru yang ada hanyalah Iwamoto bersama beberapa anggota lain yang sedang berbincang sembari tertawa, tampaknya mereka baru saja selesai latihan. Menyadari ada seorang gadis mengintip, Iwamoto pun langsung menghampiri Hasumi sembari mengulur senyum.“Cari Ryuuga ya?”Hasumi menganggukkan kepala, agak malu karena kepergok Iwamoto.“Dia baru saja pulang. Mungkin masih ada di sekitaran halaman.”“Oh, begitu ya. Terima kasih.”Iwamoto mengangguk, lantas menatap punggung Hasumi yang menjauh dengan senyum yang men
“Hasumi-chan?”Hasumi menoleh dan tersadar dari lamunannya. Ia segera menghampiri Mitsuki yang sudah melangkah terlebih dulu ke dalam sebuah ruangan. Hasumi mengikutinya, lalu segera terpana saat melihat isi ruangan tersebut. Ada banyak orang berlalu lalang, mulai dari yang memakai seragam SMP, SMA, dan beberapa pengajar di sana.Saat ini, Hasumi sedang berkunjung ke lembaga bernama EC atau English Course, sebuah lembaga les yang nantinya akan jadi tempat Hasumi mengajar. EC terletak di lantai 3 sebuah gedung tengah-tengah kota Tokyo, tak heran kalau banyak anak-anak sekolahan yang mendaftar ke sana. Masalahnya, saat ini mereka sedang kekurangan tenaga pengajar hingga Mitsuki mengajak Hasumi untuk bergabung meski hanya paruh waktu.“Hello, Miss!” sapa seorang gadis berseragam SMA ke arah Mitsuki.“Hello. Have you done your homework?” tanya Mitsuki dengan ramah.“Yeah, of course.”Hasumi melirik
Putus.Satu kata itu terdengar aneh bagi Ryuuga. Hubungannya dengan Hasumi yang menjadi pacar pertamanya itu baru berjalan selama beberapa bulan, bahkan baru saja mengalami sedikit perkembangan. Ryuuga sendiri sama sekali tak pernah kepikiran untuk mengakhiri hubungannya dengan Hasumi. Atau lebih tepatnya, memang tak ingin. Tapi, kenapa ia harus mendengar kata itu?“Kenapa?”Suara Ryuuga terdengar agak rendah.“Aku belum selesai bicara sih, senpai. Maksudku, ayo kita putus setelah senpai lulus nanti.”Ryuuga merasa sedikit lega, walaupun pikirannya masih dihinggapi rasa penasaran.“Boleh kudengar alasannya?”Hasumi tersenyum simpul, kepalanya agak tertunduk.“Setelah kupikir baik-baik, kurasa lebih baik kita putus selama senpai di Italia. Aku tak ingin menghalangi jalan senpai.”“Maksudmu?” kening Ryuuga seketika berkerut.“Senpai, menurutku mimpi i
“Aku memang sudah sejak lama bermimpi untuk bisa pergi ke Italia, tapi malam itu setelah kau pulang dari rumahku, ayahku tiba-tiba menelpon. Nampaknya pelatih kenalannya di Italia ingin mencoba mengontrakku untuk beberapa tahun. Maaf, aku baru sempat memberitahumu sekarang.”“B-berapa tahun?”“3 tahun.”Jawaban Ryuuga makin membuat Hasumi terdiam. Perlahan, gadis itu berpindah posisi ke kursi yang ada di depan Ryuuga. Keduanya kini duduk berhadapan, masih di atas rope way yang melaju pelan di atas orang-orang yang sedang asyik menikmati sore di musim panas.“Aira?” Ryuuga jadi merasa tak enak karena Hasumi jadi banyak diam setelah ia bilang akan ke Italia.“Eh? ya tidak apa-apa kok, tapi karir senpai di divisi 2 bagaimana?”“Aku akan melanjutkannya setelah aku pulang kembali ke Jepang. Tapi untuk ikut klasemen, sepertinya aku masih bisa.”
Sejak 10 menit yang lalu, kedua mata Hasumi tak lepas dari meja nomor 9. Di sana, Hirotaka dan seorang perempuan yang Hasumi ketahui sebagai calon ibu tirinya sedang berbincang sembari menikmati makan siang. Tak ada adegan suap-suapan di antara mereka, yang ada hanya perbincangan yang diselingi tawa sembari makan dengan lahap.Hasumi yang melihatnya jadi sedikit paham. Selama ia sibuk sendiri, ternyata ayahnya menginginkan makan malam yang hangat seperti itu. Bodohnya, Hasumi tak menyadari kalau selama ini ayahnya merasa kesepian. Ia pun jadi merasa kalau sepertinya tak ada alasan untuk melarang ayahnya menikah lagi.“Aira, kau bisa kembali ke tempatmu.” kata senior yang tadi, entah sejak kapan ia ada di samping Hasumi. Gadis itu mengangguk paham dan kembali ke dapur, menunggu datangnya pesanan lagi.“Senpai, ada pesan dari bapak itu.” Marin menghampiri Hasumi. Ia menunjuk ke arah meja Hirotaka.“Pesan apa?”&ldq