Hari ini terasa begitu panjang. Selepas mengikuti acara pernikahan Yurika dari awal hingga nijikai yang menjadi acara terakhir, Hasumi yang mulai merasa lelah dan ingin pulang malah dipaksa Chika untuk mengantarnya ke Odaiba. Katanya sih, Chika ada janji dengan Shin di sana. Namun karena ia sempat minum alkohol di nijikai tadi, jadilah Chika beralasan kalau ia takut terjadi hal yang tidak-tidak saat Shin belum sampai di lokasi.
Meski sempat menolak beberapa kali dengan cara halus, akhirnya Hasumi menurut setelah Chika menceritakan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi kalau ia dibiarkan sendiri dengan kondisi setengah mabuk. Mulai dari tertabrak sepeda, menampar orang sembarangan, pipis sembarangan, dan kemungkinan lain yang menurut Hasumi agak mustahil terjadi pada seorang Chika. Tapi ya sudahlah, Hasumi tetap ikut Chika ke Odaiba meski badannya sudah sangat ingin istirahat.
Agak berbeda dari malam-malam biasanya, malam ini Odaiba tampak agak sepi.
51. Aktor Nakagawa Taishi adalah referensi Shin di dunia nyata, sementara referensi tokoh Chika adalah Imada Mio52. Shin dan Mitsuki memiliki selisih umur 5 tahun53. Meski kadang Shin menganggap Mitsuki agak gila, nyatanya Shin mengakui kalau Mitsuki adalah orang yang pintar 54. Ayah Shin dan Mitsuki yakni Tatsuya Aki adalah tipe bapak yang suka bercanda55. Mitsuki belum menikah dan tidak punya pacar karena masih belum move on setelah ditinggal nikah mantannya56. Alasan Ryuuga pernah kerja paruh waktu di kedai ayahnya Shin adalah karena ia ingin membeli sepatu voli baru dengan uangnya sendiri57. Alasan Yoshide Hiroto selalu ramah pada orang lain dan tak pernah terlihat banyak masalah adalah karena ia memang lahir di keluarga yang berkecukupan dan tak memiliki masalah keluarga. Satu-satunya masalah yang ia rasakan hanyalah sering disukai oleh perempuan hingga membuatnya agak risih58. Hiroto membutuhkan waktu yang agak lama sampai a
SMA Hourai, Tsuruga, Fukui Dari lubuk hati yang terdalam, aku ucapkan terima kasih kepada teman-teman semua. Aku tahu waktu 3 tahun terasa masih kurang untuk saling mengikat hati kita. Namun, aku sangat bersyukur kita mampu berjuang sejauh ini. Melewati masa-masa indah bersama, ada yang sempat putus asa dan ada juga yang kebingungan dalam menentukan masa depannya. Namun, kesulitan dan kebingungan yang kita rasakan pastilah merupakan salah satu langkah menuju dewasa. Aku harap, kita akan dipertemukan lagi dalam kesehatan yang baik, keadaan yang baik, dan masa depan yang cerah seperti cerahnya kelopak sakura. Sekali lagi, aku ucapkan selamat atas kelulusan kita semua. Suara lembut itu berhenti terdengar, menyisakan riuh tepuk tangan yang menggema memenuhi ruangan. Yoshide Hiroto, sang perwakilan pun turun dari podium diiringi pandangan kagum dari setiap orang. Ahh.. ker
Dengan tangan gemetar hebat, Hasumi melangkah masuk ke ruangan yang ditunjukkan oleh Kinoshita. Nenek berusia 60 tahun itu merangkul bahu Hasumi, menuntun langkahnya memasuki ruangan serba putih di mana tampak seseorang tengah tertidur lelap. Wajahnya pucat, dari dada hingga bawah tubuhnya tertutup dengan kain yang juga berwarna putih. Seketika, air mata membanjiri pipi Hasumi. Dadanya terasa sakit. Sangat sakit. Baru saja ia berbincang dengan perempuan itu tadi pagi. Namun kini, sosok itu sudah tak berdaya melawan takdirnya sendiri. Ia benar-benar pergi, meninggalkan putrinya sendiri di dunia yang keras ini. “I-ibu..” suara Hasumi terpatah, menahan sesak yang kian menjalar hingga membuat tenggorokannya perih. “Hasumi chan.. ibumu sudah tidak sakit lagi.” Kinoshita mengelus-elus punggung Hasumi. “Jangan tinggalkan aku sendiri..” “Kumohon.. jangan pergi.” &
Jam menunjuk ke angka 7 saat Hasumi turun dari kamarnya dan melangkah menuju dapur. Mata yang tadinya setengah terpejam seketika langsung membelalak saat melihat Hirotaka tengah berdiri di depan kompor seraya memasak telur dengan memakai pakaian kantornya. Melihat kehadiran putrinya, Hirotaka pun tersenyum. “Ohayou.” Sapanya pada Hasumi. Hasumi sempat terdiam beberapa detik sebelum kembali menjawab sapaan ayahnya. Aneh, kenapa hatinya merasa begitu asing dengan suara ayahnya sendiri? padahal ini bukan pertama kalinya ia mendengar suara itu. Dan kenapa di sisi lain ia merasa senang sekaligus bingung? Bukankah ia sudah membuat keputusan tentang ajakan kemarin? Manusia memang punya perasaan yang membingungkan. “Tunggu sebentar lagi ya, sarapannya akan segera siap.” Suara Hirotaka membuat Hasumi beralih memandanginya. Pria
Hasumi berdiri dengan mulut ternganga. Sementara Arata tampak mulai merapikan rambutnya yang agak berantakan. Jas hitam yang sedari tadi dijinjing pun sudah ia kenakan. Ia menoleh pada Hasumi yang masih menganga sejak sampai di depan rumahnya. “Kenapa? Mulutmu terbuka lebar tuh, seperti orang bodoh saja.” sindir Arata. Hasumi tersadar dan langsung menutup mulutnya. “I-ini benar rumahmu? Kita tidak nyasar, kan?” tanya Hasumi sembari menoleh ke kanan kiri. Rumah pagar hitam dengan panjang 10 meter itu masih membuat Hasumi tak percaya. Apa benar orang yang ia pikir pengemis ini orang kaya? A-atau dia mau menjual Hasumi pada orang kaya ini? seketika Hasumi jadi deg-degan. Gawat, harusnya ia tak ikut ke sini. Tiba-tiba, pandangan Hasumi terpaku pada kanji yang tertulis di pagar. “谷崎”. “Tanizaki.” Katanya reflek membaca. “Itu nama keluargaku.” Sahut Arata. “Oh b
Terkadang, takdir bisa dibilang nakal dan tak masuk akal. Padahal setiap manusia melakukan upaya seperti apa yang mereka harapkan. Ingin lulus ujian dengan belajar, ingin kaya dengan menabung, dan ingin menikah dengan menjalin cinta. Tetapi, mengapa takdir membawanya pada hasil yang berbeda? Tak masuk akal.Memangnya apa yang kurang? Memangnya apa yang salah? Mengapa hasilnya jadi berbeda dan tak sebanding dengan usaha kita? Mengapa takdir bisa senakal itu?Dan.. mengapa ini terjadi padaku?Hasumi menenggelamkan wajahnya di atas bantal. Kini ia sedang berbaring di kamar serba pink yang Hirotaka siapkan untuknya. Setelah malam itu, Hasumi yang masih shock dengan kata-kata Misaki tentang wanita yang ditakdirkan atau apalah itu langsung meminta Arata untuk mengantarnya pulang. Tapi mereka sama sekali tak bicara saat di dalam mobil. Arata pun langsung pulang setelah mengantar Hasumi sampai stasiun. Tak menyapa Hirotaka atau
Tinggal beberapa minggu lagi sebelum musim perkuliahan dimulai. Setelah kedatangannya ke Tokyo, Hasumi masih sulit mencerna semua yang terjadi. Segala yang terjadi kemarin bagai mimpi yang tak pernah Hasumi lihat sebelumnya. Sama seperti pagi ini, ia juga memimpikan sesuatu yang tak pernah ia lihat selama masih di Fukui.Di jalan penuh bunga sakura yang selalu ia lewati setiap menuju ke sekolah, Hasumi dan Yoshide tengah berhadapan. Yoshide menatap Hasumi penuh tanda tanya.“Jadi, apa yang mau kau bicarakan?” “Aku.. aku menyukaimu, Yoshide-kun!”Yoshide terdiam sesaat. Pandangan matanya benar-benar berbeda dari biasanya. Mata lembut yang selalu menatap setiap orang dengan rendah hati itu bagai kehilangan kilaunya, berganti dengan kedua mata yang menatap rendah siapapun, termasuk pada Hasumi kali ini yang ditatapnya dengan sinis.“Ha? Kau mempermainkanku ya? kau pikir aku
Gemerlapnya lampu-lampu toko menghiasi jalanan di sepanjang sungai Dotonburi, dihiasi deretan papan iklan raksasa yang menjadi pemandangan khas kota Osaka. Dunia malam memang tak pernah ada habisnya, sama seperti distrik ini yang selalu dibanjiri ratusan manusia. Seumur hidupnya, Hasumi belum pernah mengunjungi Osaka. Karena itulah ia begitu terpana tatkala menikmati indahnya gemerlap cahaya di sana. Dari kejauhan, Hasumi juga bisa melihat jembatan Ebisubashi yang selalu dipadati orang-orang untuk bisa berfoto dengan latar papan iklan produk cemilan terkenal. “Waaa! indahnya!” kata Hasumi seraya terus berjalan menelusuri kawasan Dotonburi bersama Yurika. Beberapa meter dari belakang mereka, Arata dan Mori juga sedang berjalan sembari mengambil beberapa foto. “Sudah berapa tahun ya Tanizaki-san tidak ke sini?” tanya Mori. “Em.. mungkin 2 tahun. Tapi tak banyak yang berubah ya.” “Ya begitulah. Tapi te