Watanabe sedang sibuk membereskan bekas gelas dan piring kecil di meja tuannya. Ia melirik ke arah Gouto yang sejak tadi sibuk berpikir. Melihat tuannya tersebut membuat Watanabe jadi merasa khawatir. Padahal tadi baru saja tuannya itu akan beristirahat, namun email misterius yang entah dari siapa dan apa maksudnya membuat tuannya itu seketika langsung terbangun lagi.
“Tuan, mungkin itu email iseng dari rekan bisnis kita. Bisa saja ada yang tak suka dengan Anda dan berusaha menghancurkan bisnis dengan membuat Anda lelah.”
Gouto terdiam sesaat, kemudian manggut-manggut.
“Kau benar juga. Harusnya aku tidak terlalu memikirkannya.” Gouto pun bangkit dari posisinya.
“Anda mau ke mana, tuan?”
“Aku mau tidur di kamarku. Kau sudah boleh pulang.” katanya tanpa menoleh, kemudian berjalan keluar ruangan.
“Baik, tuan.” Watanabe melanjutkan kegiatannya. Namun jujur, sebagai pelayan setia yang telah menjadi asisten Gouto selama kurang lebih 20 tahun
* Jan ken pon= pengucapan suit 'kertas gunting batu' dalam bahasa Jepang.
Hamamatsu, prefektur Shizuoka.Seorang gadis berambut panjang bernama Hachiya Hatsuki berjalan masuk ke sebuah rumah mewah yang letaknya jauh dari perkotaan. Rumah tersebut dikelilingi pagar tinggi dan pohon-pohon besar di bagian sampingnya. Dengan muka lelah, gadis itu pun disambut oleh seorang perempuan tua yang merupakan pelayan di rumah keluarga tersebut.“Okaerinasai, Hatsuki-san.” kata si perempuan dengan ramah.“Tadaima.” Hatsuki membalas dengan senyuman lebar. Ia pun melangkah masuk, dan mendapati seorang lelaki tua berusia 65 tahunan tengah asyik menonton TV. Lelaki itu adalah Hachiya Takaya, lelaki yang pernah bermain golf bersama Arata. Menyadari kehadiran Hatsuki, lelaki itu pun langsung tersenyum.“Ah, kau sudah pulang ya?”“Yah meskipun agak lelah. Ayah, bukannya ini saatnya aku tinggal saja di Tokyo? jarak Tokyo ke Shizuoka cukup membuatku lelah kalau pulang-pergi seperti ini.” pinta Ha
“Hasumi.. “Chika mendekatkan bahunya sambil berbisik ke arah Hasumi yang sedari tadi sibuk menatap sosok pria di depan sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.“Aku tahu ketampanannya menandingi anggota boy band, tapi kalau kau melihatnya begitu terus nanti sensei risih, lho.” bisik Chika.Hasumi yang mendengar itu langsung jadi sadar. Kini mereka sedang ada di kelas, mendengarkan materi yang Arata bacakan melalui sebuah buku. Sejak beberapa waktu lalu, Hasumi terus saja memandangi Arata. Bukan dengan tatapan kagum atau terpesona, tapi dengan tatapan heran. Sejak hari kencan mereka waktu itu, Hasumi merasa kalau Arata jadi agak berbeda.Bisa dibilang, jadi agak murung.Setelah kelas usai, Hasumi meminta Chika pergi duluan. Tanpa pikir panjang gadis itu langsung mengikuti Arata ke ruangannya. Saat melihat Hasumi datang, Arata hanya melirik sekilas ke pintu masuk tanpa berkata apa-apa.“Sensei, apa sensei sed
Di antara butiran salju tipis yang menghujani, dua orang manusia masih saling bertatapan. “Bagi sensei, aku ini apa?” Kata-kata itu terdengar seperti suara angin lembut yang berhembus tepat di telinga. Arata bisa mendengarnya dengan jelas, tapi ia sendiri tak tahu jawabannya. Kalau ditanya status, mungkin ia akan menjawab ‘dosen dan mahasiswa’ atau bahkan ‘tunanganku’. Tapi masalahnya, Hasumi malah menanyakan hal yang belum bisa Arata jawab dengan pasti. Ia menganggap Hasumi apa? adik? tunangan? atau mahasiswa didik? Hasumi berusaha mencari jawaban itu dalam mata Arata, tapi yang ia lihat hanyalah kebingungan. Mungkin benar kata Risa, Hasumi yang tak tahu apa-apa ini mungkin akan kecewa, dan tak sepantasnya ia berharap apa pun. “Kalau aku menganggapmu adik, kau marah tidak?” Hasumi terpaku. Dadanya terasa seperti ditusuk jarum, agak perih. Meskipun begitu, gadis itu berusaha tersenyum lebar. “Aku bercanda, kok. Kenapa muka sens
“Saat umurku masih 20 tahunan, aku bekerja sebagai asisten pribadi tuan Gouto. Menurutku beliau sangat baik, meskipun dari luar terlihat galak dan keras kepala. Beliau pernah menceritakan soal perjanjian kedelapan, katanya itu perjanjian dua orang sahabat di masa lalu yang ingin menyatukan keluarga dengan menikahkan anak-anak mereka. Fujiwara Tarou dan Tanizaki Junichiro, merekalah dua sahabat yang dikenal sebagai pendiri universitas Ryosei sekaligus pebisnis yang mempunyai banyak sekali koneksi. Dengan pernikahan keluarga, mereka berharap bisa.. uhuk uhuk.. “Kazuma tersedak. Dengan cepat, Arata memberinya segelas air.“Maaf maaf, habisnya pai ini sangat enak. Sebentar ya, aku mau pesan satu lagi.”Arata hanya bisa mengangguk, meskipun ia sangat penasaran dengan kelanjutannya.“Baiklah kita lanjutkan. Sampai mana ya?”“Apa yang diharapkan dari pernikahan keluarga.” jawab Arata.“Oh ya it
Hasumi tersenyum seraya menatap pantulan dirinya di cermin. Dress warna merah muda pilihan Misaki waktu itu terlihat sangat cocok di tubuhnya. Sebelumnya, dress warna ungu muda yang dipakai saat ulang tahun Gouto juga sangat disukai Hasumi. Semua barang-barang pemberian Misaki secara ajaib selalu membuat gadis itu terpana karena ukuran, warna dan modelnya sesuai dengan selera Hasumi.Meskipun sudah bisa memakai make up, Hasumi masih belum pandai menata rambut. Makanya, di pesta ulang tahun Arata hari ini, Hasumi memutuskan untuk mengurai rambutnya. Agar tak kelihatan terlalu sederhana, ia menambahkan jepitan rambut warna perak di sisinya.“Yosh!”Hasumi tersenyum lebar, tak sabar menghadiri pesta hari ini. Tanpa ia sadari, Hirotaka sudah berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka sambil menyilangkan tangan di depan dada.“Wah, sejak kapan bidadari ada di sini?” godanya.“Ayah lebay.” jawab Hasumi sambil menole
“Apa?!”Misaki dan Arata terpekik bersamaan saat Gouto bilang mereka akan pergi ke Shizuoka akhir minggu ini untuk membicarakan soal perjanjian keluarga.“A-ayah percaya begitu saja dengan ucapan laki-laki itu?” mata Misaki berkaca-kaca. Ia benar-benar tak percaya sekaligus kesal mendengar penjelasan Gouto barusan yang intinya menyatakan kalau Hasumi bukanlah gadis yang ‘ditakdirkan’.“Bukankah lebih masuk akal untuk percaya pada mereka yang punya bukti kuat daripada gadis asing yang baru kita temui?” sindir Gouto.“Tapi mereka juga orang asing, lho! ayah baru bertemu dengan mereka hari ini ‘kan?” Misaki tak mau kalah.“Misaki! apa kau sadar betapa pentingnya bagi kita untuk memilih gadis yang benar demi perjanjian itu?!” nada bicara Gouto meninggi, membuat Misaki langsung terdiam.“Pokoknya kita harus pergi ke sana untuk melihat semua bukti yang mereka punya
Tokyo, ketika Arata masih berumur 17.Lelaki berseragam SMA itu berlari sekuat tenaga, meninggalkan rumah sakit besar tempat adiknya dirawat. Dulu. Sekarang, ia sudah tak punya adik lagi setelah dokter baru saja mengabarkan kalau adiknya sudah meninggal. Semua anggota keluarga Arata masih ada di dalam, menangisi kepergian Keiko yang dirasa sangat mengguncang.Gadis itu masih berumur 15 saat ia dinyatakan meninggal karena kanker. Belum sempat merasakan kehidupan SMA, belum sempat menapaki kehidupan orang dewasa, belum sempat merasakan indahnya jatuh cinta, dan bahkan belum sempat mengucapkan kata-kata perpisahan untuk kakak kesayangannya.“Keiko.. kenapa kau pergi secepat ini?” Arata terus bergumam sambil melangkahkan kaki.Tak terasa, Arata sudah berada jauh dari rumah sakit tersebut. Kini ia ada di sebuah pinggiran sungai, sedang duduk memeluk lutut sambil mengenang semua momen yang ia lalui bersama adik kesayangannya.Kemarin, mereka
Akhir-akhir ini, Hirotaka sering bertanya-tanya tentang apa yang terjadi dengan anaknya. Sejak beberapa hari yang lalu, Hasumi banyak mengurung diri di kamar. Sekalinya keluar untuk makan pun pasti matanya sembap hingga membuat Hirotaka benar-benar khawatir. Ia ingin sekali bertanya, tapi selalu urung karena takut menyinggung perasaannya. Akhirnya Hirotaka hanya bisa menunggu waktu yang tepat sampai Hasumi mau menceritakannya sendiri. Pagi ini, Hirotaka dibuat kaget saat melihat Hasumi keluar kamar sambil membawa sebuah ransel seperti mau bepergian jauh. “Kau mau ke mana?” tanyanya saat Hasumi menuruni tangga. “Ah, aku mau.. memancing.” jawab Hasumi terpaksa berbohong. “Di musim dingin begini?” Hasumi mengangguk. “Bersama Chika.” tambahnya. Hirotaka awalnya ragu, namun saat ia mendengar nama Chika perasannya jadi agak lega. Mungkin Hasumi ingin refreshing dan akan jadi baikan setelah pulang nanti, pikirnya. Hirotaka akhirnya memberi iz
51. Aktor Nakagawa Taishi adalah referensi Shin di dunia nyata, sementara referensi tokoh Chika adalah Imada Mio52. Shin dan Mitsuki memiliki selisih umur 5 tahun53. Meski kadang Shin menganggap Mitsuki agak gila, nyatanya Shin mengakui kalau Mitsuki adalah orang yang pintar 54. Ayah Shin dan Mitsuki yakni Tatsuya Aki adalah tipe bapak yang suka bercanda55. Mitsuki belum menikah dan tidak punya pacar karena masih belum move on setelah ditinggal nikah mantannya56. Alasan Ryuuga pernah kerja paruh waktu di kedai ayahnya Shin adalah karena ia ingin membeli sepatu voli baru dengan uangnya sendiri57. Alasan Yoshide Hiroto selalu ramah pada orang lain dan tak pernah terlihat banyak masalah adalah karena ia memang lahir di keluarga yang berkecukupan dan tak memiliki masalah keluarga. Satu-satunya masalah yang ia rasakan hanyalah sering disukai oleh perempuan hingga membuatnya agak risih58. Hiroto membutuhkan waktu yang agak lama sampai a
Hari ini terasa begitu panjang. Selepas mengikuti acara pernikahan Yurika dari awal hingga nijikai yang menjadi acara terakhir, Hasumi yang mulai merasa lelah dan ingin pulang malah dipaksa Chika untuk mengantarnya ke Odaiba. Katanya sih, Chika ada janji dengan Shin di sana. Namun karena ia sempat minum alkohol di nijikai tadi, jadilah Chika beralasan kalau ia takut terjadi hal yang tidak-tidak saat Shin belum sampai di lokasi.Meski sempat menolak beberapa kali dengan cara halus, akhirnya Hasumi menurut setelah Chika menceritakan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi kalau ia dibiarkan sendiri dengan kondisi setengah mabuk. Mulai dari tertabrak sepeda, menampar orang sembarangan, pipis sembarangan, dan kemungkinan lain yang menurut Hasumi agak mustahil terjadi pada seorang Chika. Tapi ya sudahlah, Hasumi tetap ikut Chika ke Odaiba meski badannya sudah sangat ingin istirahat.Agak berbeda dari malam-malam biasanya, malam ini Odaiba tampak agak sepi.
“Kekkon.. omedetou!!!” * Ucap Hasumi dan Chika sembari masuk secara bersamaan ke sebuah ruangan di mana sang pengantin wanita berada. Melihat kedua sahabatnya, Yurika langsung tersenyum lebar. “Ya ampun, kau cantik sekali!” pekik Hasumi. “Sepertinya hari ini kau jadi wanita paling cantik di dunia.” Chika turut memuji, membuat Yurika langsung tertawa sambil menutup mulutnya. “Kalian ini.. kukira kalian tidak akan datang. Tapi terima kasih, aku sangat senang!” “Mana mungkin kami tidak datang, dasar kau ini.” balas Chika. “Sudah, sudah. Mending kita foto bersama sebelum pengantin wanita yang cantik ini dibawa, bagaimana?” Hasumi memberi saran, yang langsung disetujui oleh Yurika dan Chika. Mereka pun meminta salah seorang staff wanita yang bertugas membantu pengantin untuk mengambilkan beberapa foto. Yurika ada di posisi tengah, sementara Hasumi dan Chika berdiri di bagian samping kanan-kiri sembari bergaya dengan b
Sudah berlalu 5 bulan lebih semenjak Hasumi mulai mengajar paruh waktu di EC. Setiap kali perkuliahan usai, gadis itu selalu datang ke EC lebih awal meski jadwal mengajarnya selalu di sore hari. Alasannya, karena di sana ia merasa bisa lebih fokus belajar. Chika juga akhir-akhir ini mulai kerja paruh waktu dengan menjadi asisten di salon kecantikan, jadilah mereka berdua mulai jarang bermain bersama.Hari ini tanggal 14 April, Ryuuga sudah resmi lulus dari universitas sejak bulan Maret lalu. Akhirnya hari ini lelaki itu akan berangkat ke Italia. Kemarin di telepon ia bilang kalau jadwal penerbangannya jam 7:50 malam. Meski hatinya merasa sedikit berat, mau tak mau Hasumi harus merelakan kepergian Ryuuga selama 3 tahun lamanya. Hubungan mereka yang tanpa status juga terkadang membuat Hasumi takut kalau hati lelaki itu akan berpaling selama di sana.Namun Hasumi tetap mencoba untuk percaya, bahwa Ryuuga pasti akan menjaga kata-katanya. Kalau pun semuanya tak berjalan lan
Kilau jingga menghiasi indahnya langit Tokyo di sore itu. Sesekali angin berhembus, membuat rambut Hasumi yang sudah mulai memanjang ikut tertiup. Dengan langkah mantap, Hasumi mendatangi gedung olahraga tempat anak-anak klub voli biasa latihan. Rasa penasaran yang lebih besar dari rasa malunya membuat Hasumi berani mengintip ke dalam, mencari keberadaan Ryuuga.Namun ternyata, Ryuuga tak ada di sana. Justru yang ada hanyalah Iwamoto bersama beberapa anggota lain yang sedang berbincang sembari tertawa, tampaknya mereka baru saja selesai latihan. Menyadari ada seorang gadis mengintip, Iwamoto pun langsung menghampiri Hasumi sembari mengulur senyum.“Cari Ryuuga ya?”Hasumi menganggukkan kepala, agak malu karena kepergok Iwamoto.“Dia baru saja pulang. Mungkin masih ada di sekitaran halaman.”“Oh, begitu ya. Terima kasih.”Iwamoto mengangguk, lantas menatap punggung Hasumi yang menjauh dengan senyum yang men
“Hasumi-chan?”Hasumi menoleh dan tersadar dari lamunannya. Ia segera menghampiri Mitsuki yang sudah melangkah terlebih dulu ke dalam sebuah ruangan. Hasumi mengikutinya, lalu segera terpana saat melihat isi ruangan tersebut. Ada banyak orang berlalu lalang, mulai dari yang memakai seragam SMP, SMA, dan beberapa pengajar di sana.Saat ini, Hasumi sedang berkunjung ke lembaga bernama EC atau English Course, sebuah lembaga les yang nantinya akan jadi tempat Hasumi mengajar. EC terletak di lantai 3 sebuah gedung tengah-tengah kota Tokyo, tak heran kalau banyak anak-anak sekolahan yang mendaftar ke sana. Masalahnya, saat ini mereka sedang kekurangan tenaga pengajar hingga Mitsuki mengajak Hasumi untuk bergabung meski hanya paruh waktu.“Hello, Miss!” sapa seorang gadis berseragam SMA ke arah Mitsuki.“Hello. Have you done your homework?” tanya Mitsuki dengan ramah.“Yeah, of course.”Hasumi melirik
Putus.Satu kata itu terdengar aneh bagi Ryuuga. Hubungannya dengan Hasumi yang menjadi pacar pertamanya itu baru berjalan selama beberapa bulan, bahkan baru saja mengalami sedikit perkembangan. Ryuuga sendiri sama sekali tak pernah kepikiran untuk mengakhiri hubungannya dengan Hasumi. Atau lebih tepatnya, memang tak ingin. Tapi, kenapa ia harus mendengar kata itu?“Kenapa?”Suara Ryuuga terdengar agak rendah.“Aku belum selesai bicara sih, senpai. Maksudku, ayo kita putus setelah senpai lulus nanti.”Ryuuga merasa sedikit lega, walaupun pikirannya masih dihinggapi rasa penasaran.“Boleh kudengar alasannya?”Hasumi tersenyum simpul, kepalanya agak tertunduk.“Setelah kupikir baik-baik, kurasa lebih baik kita putus selama senpai di Italia. Aku tak ingin menghalangi jalan senpai.”“Maksudmu?” kening Ryuuga seketika berkerut.“Senpai, menurutku mimpi i
“Aku memang sudah sejak lama bermimpi untuk bisa pergi ke Italia, tapi malam itu setelah kau pulang dari rumahku, ayahku tiba-tiba menelpon. Nampaknya pelatih kenalannya di Italia ingin mencoba mengontrakku untuk beberapa tahun. Maaf, aku baru sempat memberitahumu sekarang.”“B-berapa tahun?”“3 tahun.”Jawaban Ryuuga makin membuat Hasumi terdiam. Perlahan, gadis itu berpindah posisi ke kursi yang ada di depan Ryuuga. Keduanya kini duduk berhadapan, masih di atas rope way yang melaju pelan di atas orang-orang yang sedang asyik menikmati sore di musim panas.“Aira?” Ryuuga jadi merasa tak enak karena Hasumi jadi banyak diam setelah ia bilang akan ke Italia.“Eh? ya tidak apa-apa kok, tapi karir senpai di divisi 2 bagaimana?”“Aku akan melanjutkannya setelah aku pulang kembali ke Jepang. Tapi untuk ikut klasemen, sepertinya aku masih bisa.”
Sejak 10 menit yang lalu, kedua mata Hasumi tak lepas dari meja nomor 9. Di sana, Hirotaka dan seorang perempuan yang Hasumi ketahui sebagai calon ibu tirinya sedang berbincang sembari menikmati makan siang. Tak ada adegan suap-suapan di antara mereka, yang ada hanya perbincangan yang diselingi tawa sembari makan dengan lahap.Hasumi yang melihatnya jadi sedikit paham. Selama ia sibuk sendiri, ternyata ayahnya menginginkan makan malam yang hangat seperti itu. Bodohnya, Hasumi tak menyadari kalau selama ini ayahnya merasa kesepian. Ia pun jadi merasa kalau sepertinya tak ada alasan untuk melarang ayahnya menikah lagi.“Aira, kau bisa kembali ke tempatmu.” kata senior yang tadi, entah sejak kapan ia ada di samping Hasumi. Gadis itu mengangguk paham dan kembali ke dapur, menunggu datangnya pesanan lagi.“Senpai, ada pesan dari bapak itu.” Marin menghampiri Hasumi. Ia menunjuk ke arah meja Hirotaka.“Pesan apa?”&ldq