Akhir-akhir ini, Hirotaka sering bertanya-tanya tentang apa yang terjadi dengan anaknya. Sejak beberapa hari yang lalu, Hasumi banyak mengurung diri di kamar. Sekalinya keluar untuk makan pun pasti matanya sembap hingga membuat Hirotaka benar-benar khawatir. Ia ingin sekali bertanya, tapi selalu urung karena takut menyinggung perasaannya. Akhirnya Hirotaka hanya bisa menunggu waktu yang tepat sampai Hasumi mau menceritakannya sendiri.
Pagi ini, Hirotaka dibuat kaget saat melihat Hasumi keluar kamar sambil membawa sebuah ransel seperti mau bepergian jauh.
“Kau mau ke mana?” tanyanya saat Hasumi menuruni tangga.
“Ah, aku mau.. memancing.” jawab Hasumi terpaksa berbohong.
“Di musim dingin begini?”
Hasumi mengangguk.
“Bersama Chika.” tambahnya. Hirotaka awalnya ragu, namun saat ia mendengar nama Chika perasannya jadi agak lega. Mungkin Hasumi ingin refreshing dan akan jadi baikan setelah pulang nanti, pikirnya. Hirotaka akhirnya memberi iz
* Seiza= cara duduk tradisional yang digunakan dalam situasi formal. Biasanya digunakan saat duduk di ruangan dengan alas tatami (tikar tradisional yang terbuat dari jerami).
Jam menunjukkan pukul setengah 6 petang. Di ruang tengah, semua anggota keluarga Tanizaki kecuali Arata dan Yusuke tengah berkumpul. Wajah Misaki terus tertunduk, ia merasa malu untuk sekedar menatap wajah Hasumi dan Hirotaka yang duduk di hadapannya.Suasana terasa begitu canggung, namun Hasumi memberanikan diri untuk berbicara duluan. Ia mengulurkan sebuah kotak cincin ke arah meja.“Ini cincin pertunanganku dengan Tanizaki-sensei, tuan. Dengan begini aku dan Tanizaki-sensei sudah tak punya hubungan apa pun lagi.”“Padahal kau boleh membuangnya ke mana pun.” balas Gouto.Hasumi menggelengkan kepala.“Itu tidak mungkin, tuan. Cincin ini pasti dibeli dengan harga yang tak murah.”Gouto manggut-manggut.“Kau jauh lebih dewasa dari yang aku kira. Terima kasih.”“Aku dan Hasumi minta maaf, tuan. Kami sudah banyak merepotkan keluarga ini.” kali ini Hirotaka yang berb
Setahun telah berlalu, kini Hasumi sudah ada di tingkat 3.Shin telah lulus dari universitas, ia kini bekerja di sebuah perusahaan furniture. Sementara Ryuuga masih fokus dengan tujuannya menjadi pemain voli profesional. Bahkan, kabarnya Ryuuga sudah bergabung dengan V-league atau liga Jepang divisi 2. Hiroto tengah sibuk mempelajari beberapa bahasa asing sekaligus mencari info soal beasiswa kuliah s2 ke luar negeri, didampingi Risa yang masih terus berjuang meluluhkan hatinya.Chika masih menjalin hubungan dengan Shin, meski mulai jarang bertemu karena Shin memilih untuk menyewa apartemen di dekat tempat kerjanya. Tempo hari mereka harusnya bertemu, tapi Shin mendadak tidak bisa datang dengan alasan dimintai tolong oleh seniornya di kantor. Itulah yang membuat Chika jadi murung seharian ini. Sejak kuliah siang usai, ia terus duduk di café sembari menghela napas panjang.“Kau sudah menghela napas begitu 4 kali.” Hasumi datang dengan seragam pe
Hasumi menopang dagunya sembari berpikir keras, Chika yang duduk di sampingnya juga melakukan hal yang sama. Bedanya, Chika sedang berbunga-bunga karena diajak Shin kencan beberapa hari lagi. Sedangkan Hasumi masih memikirkan soal Ryuuga yang tiba-tiba minta ID LUNE nya.“Duh, harus pergi ke mana ya? ke Fuji-Q saja kali ya? aku belum pernah ke sana soalnya. Menurutmu bagaimana?” Chika terkekeh kemudian melirik Hasumi.“Menurutmu, kalau senior laki-laki tiba-tiba minta ID kita, apa itu berarti dia ingin mengenal kita lebih jauh? atau sekedar untuk tambah teman saja?” Hasumi balik bertanya.“Hmm? siapa maksudmu? ah, jangan-jangan Ryuuga-senpai?” suara Chika yang cempreng membuat orang-orang di sekitar langsung menoleh ke arah mereka. Pantas saja, habisnya mereka saat ini sedang di perpustakaan.“Bukan temanku, bukan temanku.” kata Hasumi pada orang-orang yang melihat ke arah mereka. Chika langsun
“Itu tidak mungkin!”Chika menggebrak meja, membuat Hasumi langsung panik dan menariknya duduk kembali.“Ssstt! kau terlalu heboh.”Saat ini mereka ada di café tempat Hasumi kerja. Hanya saja jam kerja Hasumi masih beberapa jam lagi, jadi ia datang sebagai pengunjung. Mereka sedang membahas soal sosok perempuan yang bersama Ryuuga kemarin.“Habisnya mana mungkin Ryuuga-senpai bermesraan dengan perempuan. Aku mengenal senpai dari SMA, lho! dia bahkan tidak punya teman perempuan.” kata Chika berapi-api.“Karena itulah aku tanya apa senpai punya kakak perempuan atau tidak.”“Emm.. seingatku tidak punya, sih. Mungkin saja perempuan itu ibunya?”“Tapi usianya masih muda menurutku, masa sih ibunya.”Chika mulai tersenyum menggoda.“Apa kau cemburu? makanya sampai heboh begini?”Hasumi menautkan kedua alisnya.
Suara rintik hujan terus terdengar bersama waktu yang mengalir. Di antara bisingnya suara canda tawa dan orang mengobrol, kedua manusia itu masih saling memandang. Hasumi terlalu kaget untuk menanggapi pengakuan Ryuuga barusan. “Eh?” hanya itu yang bisa ia ucap. Ryuuga masih menatap mata Hasumi lurus-lurus. “Tapi aku tak butuh jawaban. Jadi, kau tidak usah pusing memikirkan jawabannya.” Ryuuga menegaskan. Namun, ada satu hal yang terlintas di benak Hasumi. Kalau Ryuuga tak membutuhkan jawaban, lalu apa gunanya pengakuan? “Omatase itashimashita.” pelayan datang membawakan pesanan mereka. Pelayan tersebut sempat melirik Ryuuga dan Hasumi bergantian, takutnya ia baru saja mengganggu momen kedua insan tersebut. Setelah menyimpan dua minuman di atas meja, si pelayan buru-buru pergi. “Anu.. senpai tidak bercanda ‘kan?” Hasumi memastikan. “Tentu saja tidak, memangnya aku kelihatan bercanda?” “T-tidak sih, tapi rasanya an
Ryuuga tersenyum, lagi-lagi ia ingin tertawa melihat ekspresi Hasumi yang cemberut. Hatinya merasa senang, bercampur gemas pada gadis di hadapannya itu. “Aku memang diajak sih, tapi aku menolak.” Ryuuga bukanlah tipe orang yang mudah diajak siapa pun, apalagi orang yang baru ia kenal kemarin. Ia hanya akan menerima ajakan dari orang yang ia kenal dekat, termasuk Hasumi. “Kalau begitu, senpai mau?” tanya Hasumi sekali lagi. Ryuuga mengusap-usap belakang lehernya, kemudian mengangguk. Hasumi pun tersenyum senang, dan senyuman itu membuat Ryuuga makin berbunga-bunga. “Kau.. pulangnya masih lama?” “Emm sepertinya tidak, setelah ini selesai aku akan pulang.” “Aira, bagian sana sudah selesai belum?” tanya seniornya dari jarak beberapa meter. “Duh, kau malah mengobrol. Cepat selesaikan, aku juga mau pulang.” lanjut si senior, membuat Hasumi buru-buru menjauh dari Ryuuga. “Kalau begitu sampai jumpa, senpai.” Bel
Kebahagiaan tengah menyelimuti hati Hasumi dan Ryuuga, dua sejoli yang baru saja mengikat hubungan. Namun saat kebahagiaan itu terpancar dari senyuman mereka, tiba-tiba suara seorang perempuan terdengar dari arah bawah tangga. Sontak, keduanya menoleh.Hasumi mengerutkan kening tatkala seorang perempuan memakai dress selutut warna putih tanpa lengan menghampiri mereka. Wanita itu tersenyum ke arah Ryuuga, rambutnya yang panjang sampai melebihi pundak terlihat membuat wajahnya makin dewasa, dan Hasumi menebak perempuan tersebut berusia hampir 30an. Tapi, dia siapanya Ryuuga?“Mitsuki, kenapa kau di sini?” tanya Ryuuga.“Hehehe, aku sedang mencari Shinnosuke. Apa kau melihatnya?”Ryuuga menyipitkan matanya ke arah Mitsuki.“Kau mau mengganggu dia ‘kan?”“Tidak kok, enak saja. Aku mau minta dibelikan permen kapas, habisnya tadi uangku jatuh.” Mitsuki malah terk
1. Penulisan nama marga Hasumi diambil dari kanji 4 karakter (yojijukugo) '愛羅武勇' (dibaca airabuyuu) yang berarti 'i love you' 2. Aktris muda Mei Hata adalah referensi Hasumi di dunia nyata3. Hasumi selalu berbicara dengan dialek Fukui4. Awalnya, nama karakter Hasumi adalah 'Harumi'. Tapi karena dinilai kurang cocok kalau disatukan dengan nama 'Aira', jadilah nama Hasumi5. Hasumi adalah tipe orang yang cenderung telat menyadari sesuatu6. Makanan kesukaannya adalah semua yang bisa dimakan kecuali natto dan bawang putih bakar (ninniku)7. Menurut Hirotaka, Hasumi punya sifat yang sama persis seperti Reiko8. Alasan kedua orang tua Hasumi bercerai adalah karena sering berbeda pendapat9. Nama Tanizaki pada marga Arata diambil dari penulis novel klasik Jepang Tanizaki Junichiro, sementara nama Arata diambil dari karakter anime favorit author (:D)10. Aktor Mackenyu Arata adalah referensi karakter Arata11. Tipe perempuan yang disukainya adalah
51. Aktor Nakagawa Taishi adalah referensi Shin di dunia nyata, sementara referensi tokoh Chika adalah Imada Mio52. Shin dan Mitsuki memiliki selisih umur 5 tahun53. Meski kadang Shin menganggap Mitsuki agak gila, nyatanya Shin mengakui kalau Mitsuki adalah orang yang pintar 54. Ayah Shin dan Mitsuki yakni Tatsuya Aki adalah tipe bapak yang suka bercanda55. Mitsuki belum menikah dan tidak punya pacar karena masih belum move on setelah ditinggal nikah mantannya56. Alasan Ryuuga pernah kerja paruh waktu di kedai ayahnya Shin adalah karena ia ingin membeli sepatu voli baru dengan uangnya sendiri57. Alasan Yoshide Hiroto selalu ramah pada orang lain dan tak pernah terlihat banyak masalah adalah karena ia memang lahir di keluarga yang berkecukupan dan tak memiliki masalah keluarga. Satu-satunya masalah yang ia rasakan hanyalah sering disukai oleh perempuan hingga membuatnya agak risih58. Hiroto membutuhkan waktu yang agak lama sampai a
Hari ini terasa begitu panjang. Selepas mengikuti acara pernikahan Yurika dari awal hingga nijikai yang menjadi acara terakhir, Hasumi yang mulai merasa lelah dan ingin pulang malah dipaksa Chika untuk mengantarnya ke Odaiba. Katanya sih, Chika ada janji dengan Shin di sana. Namun karena ia sempat minum alkohol di nijikai tadi, jadilah Chika beralasan kalau ia takut terjadi hal yang tidak-tidak saat Shin belum sampai di lokasi.Meski sempat menolak beberapa kali dengan cara halus, akhirnya Hasumi menurut setelah Chika menceritakan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi kalau ia dibiarkan sendiri dengan kondisi setengah mabuk. Mulai dari tertabrak sepeda, menampar orang sembarangan, pipis sembarangan, dan kemungkinan lain yang menurut Hasumi agak mustahil terjadi pada seorang Chika. Tapi ya sudahlah, Hasumi tetap ikut Chika ke Odaiba meski badannya sudah sangat ingin istirahat.Agak berbeda dari malam-malam biasanya, malam ini Odaiba tampak agak sepi.
“Kekkon.. omedetou!!!” * Ucap Hasumi dan Chika sembari masuk secara bersamaan ke sebuah ruangan di mana sang pengantin wanita berada. Melihat kedua sahabatnya, Yurika langsung tersenyum lebar. “Ya ampun, kau cantik sekali!” pekik Hasumi. “Sepertinya hari ini kau jadi wanita paling cantik di dunia.” Chika turut memuji, membuat Yurika langsung tertawa sambil menutup mulutnya. “Kalian ini.. kukira kalian tidak akan datang. Tapi terima kasih, aku sangat senang!” “Mana mungkin kami tidak datang, dasar kau ini.” balas Chika. “Sudah, sudah. Mending kita foto bersama sebelum pengantin wanita yang cantik ini dibawa, bagaimana?” Hasumi memberi saran, yang langsung disetujui oleh Yurika dan Chika. Mereka pun meminta salah seorang staff wanita yang bertugas membantu pengantin untuk mengambilkan beberapa foto. Yurika ada di posisi tengah, sementara Hasumi dan Chika berdiri di bagian samping kanan-kiri sembari bergaya dengan b
Sudah berlalu 5 bulan lebih semenjak Hasumi mulai mengajar paruh waktu di EC. Setiap kali perkuliahan usai, gadis itu selalu datang ke EC lebih awal meski jadwal mengajarnya selalu di sore hari. Alasannya, karena di sana ia merasa bisa lebih fokus belajar. Chika juga akhir-akhir ini mulai kerja paruh waktu dengan menjadi asisten di salon kecantikan, jadilah mereka berdua mulai jarang bermain bersama.Hari ini tanggal 14 April, Ryuuga sudah resmi lulus dari universitas sejak bulan Maret lalu. Akhirnya hari ini lelaki itu akan berangkat ke Italia. Kemarin di telepon ia bilang kalau jadwal penerbangannya jam 7:50 malam. Meski hatinya merasa sedikit berat, mau tak mau Hasumi harus merelakan kepergian Ryuuga selama 3 tahun lamanya. Hubungan mereka yang tanpa status juga terkadang membuat Hasumi takut kalau hati lelaki itu akan berpaling selama di sana.Namun Hasumi tetap mencoba untuk percaya, bahwa Ryuuga pasti akan menjaga kata-katanya. Kalau pun semuanya tak berjalan lan
Kilau jingga menghiasi indahnya langit Tokyo di sore itu. Sesekali angin berhembus, membuat rambut Hasumi yang sudah mulai memanjang ikut tertiup. Dengan langkah mantap, Hasumi mendatangi gedung olahraga tempat anak-anak klub voli biasa latihan. Rasa penasaran yang lebih besar dari rasa malunya membuat Hasumi berani mengintip ke dalam, mencari keberadaan Ryuuga.Namun ternyata, Ryuuga tak ada di sana. Justru yang ada hanyalah Iwamoto bersama beberapa anggota lain yang sedang berbincang sembari tertawa, tampaknya mereka baru saja selesai latihan. Menyadari ada seorang gadis mengintip, Iwamoto pun langsung menghampiri Hasumi sembari mengulur senyum.“Cari Ryuuga ya?”Hasumi menganggukkan kepala, agak malu karena kepergok Iwamoto.“Dia baru saja pulang. Mungkin masih ada di sekitaran halaman.”“Oh, begitu ya. Terima kasih.”Iwamoto mengangguk, lantas menatap punggung Hasumi yang menjauh dengan senyum yang men
“Hasumi-chan?”Hasumi menoleh dan tersadar dari lamunannya. Ia segera menghampiri Mitsuki yang sudah melangkah terlebih dulu ke dalam sebuah ruangan. Hasumi mengikutinya, lalu segera terpana saat melihat isi ruangan tersebut. Ada banyak orang berlalu lalang, mulai dari yang memakai seragam SMP, SMA, dan beberapa pengajar di sana.Saat ini, Hasumi sedang berkunjung ke lembaga bernama EC atau English Course, sebuah lembaga les yang nantinya akan jadi tempat Hasumi mengajar. EC terletak di lantai 3 sebuah gedung tengah-tengah kota Tokyo, tak heran kalau banyak anak-anak sekolahan yang mendaftar ke sana. Masalahnya, saat ini mereka sedang kekurangan tenaga pengajar hingga Mitsuki mengajak Hasumi untuk bergabung meski hanya paruh waktu.“Hello, Miss!” sapa seorang gadis berseragam SMA ke arah Mitsuki.“Hello. Have you done your homework?” tanya Mitsuki dengan ramah.“Yeah, of course.”Hasumi melirik
Putus.Satu kata itu terdengar aneh bagi Ryuuga. Hubungannya dengan Hasumi yang menjadi pacar pertamanya itu baru berjalan selama beberapa bulan, bahkan baru saja mengalami sedikit perkembangan. Ryuuga sendiri sama sekali tak pernah kepikiran untuk mengakhiri hubungannya dengan Hasumi. Atau lebih tepatnya, memang tak ingin. Tapi, kenapa ia harus mendengar kata itu?“Kenapa?”Suara Ryuuga terdengar agak rendah.“Aku belum selesai bicara sih, senpai. Maksudku, ayo kita putus setelah senpai lulus nanti.”Ryuuga merasa sedikit lega, walaupun pikirannya masih dihinggapi rasa penasaran.“Boleh kudengar alasannya?”Hasumi tersenyum simpul, kepalanya agak tertunduk.“Setelah kupikir baik-baik, kurasa lebih baik kita putus selama senpai di Italia. Aku tak ingin menghalangi jalan senpai.”“Maksudmu?” kening Ryuuga seketika berkerut.“Senpai, menurutku mimpi i
“Aku memang sudah sejak lama bermimpi untuk bisa pergi ke Italia, tapi malam itu setelah kau pulang dari rumahku, ayahku tiba-tiba menelpon. Nampaknya pelatih kenalannya di Italia ingin mencoba mengontrakku untuk beberapa tahun. Maaf, aku baru sempat memberitahumu sekarang.”“B-berapa tahun?”“3 tahun.”Jawaban Ryuuga makin membuat Hasumi terdiam. Perlahan, gadis itu berpindah posisi ke kursi yang ada di depan Ryuuga. Keduanya kini duduk berhadapan, masih di atas rope way yang melaju pelan di atas orang-orang yang sedang asyik menikmati sore di musim panas.“Aira?” Ryuuga jadi merasa tak enak karena Hasumi jadi banyak diam setelah ia bilang akan ke Italia.“Eh? ya tidak apa-apa kok, tapi karir senpai di divisi 2 bagaimana?”“Aku akan melanjutkannya setelah aku pulang kembali ke Jepang. Tapi untuk ikut klasemen, sepertinya aku masih bisa.”
Sejak 10 menit yang lalu, kedua mata Hasumi tak lepas dari meja nomor 9. Di sana, Hirotaka dan seorang perempuan yang Hasumi ketahui sebagai calon ibu tirinya sedang berbincang sembari menikmati makan siang. Tak ada adegan suap-suapan di antara mereka, yang ada hanya perbincangan yang diselingi tawa sembari makan dengan lahap.Hasumi yang melihatnya jadi sedikit paham. Selama ia sibuk sendiri, ternyata ayahnya menginginkan makan malam yang hangat seperti itu. Bodohnya, Hasumi tak menyadari kalau selama ini ayahnya merasa kesepian. Ia pun jadi merasa kalau sepertinya tak ada alasan untuk melarang ayahnya menikah lagi.“Aira, kau bisa kembali ke tempatmu.” kata senior yang tadi, entah sejak kapan ia ada di samping Hasumi. Gadis itu mengangguk paham dan kembali ke dapur, menunggu datangnya pesanan lagi.“Senpai, ada pesan dari bapak itu.” Marin menghampiri Hasumi. Ia menunjuk ke arah meja Hirotaka.“Pesan apa?”&ldq