“Pemilihan mahasiswa tercantik dan tertampan?”
Hasumi dan Chika sama-sama mengerutkan kening sembari menatap poster yang tertempel di mading. Shin dan Ryuuga ada di belakang mereka, Ryuuga tampak sibuk meneguk minuman sambil celingak-celinguk ke kanan kiri.
“Memangnya ada ya?” Chika menoleh ke arah Shin.
“Ada, setiap tahun ada 2 mahasiswa yang dipilih dari seluruh Jepang untuk dijadikan mahasiswa tercantik dan tertampan. Nah setiap universitas akan mengirimkan perwakilan.” jelas Shin.
“Heee aku baru tahu.” gumam Hasumi yang terpana.
“Ah, apa aku juga ikut saja ya?” Shin menunjuk dirinya sendiri sembari menyeringai lebar.
“Tidak boleh!” jawab Chika spontan.
“Huuu, kau takut aku jadi terkenal dan digilai banyak perempuan ya?” tanyanya percaya diri.
“Dih! aku takut kau depresi karena kalah, soalnya kau pasti memang kalah, sih.”
Shin tertawa meringis mendengarnya.
“Hasumi, kau ikut saja!” kata Ch
* 50.000 yen= sekitar 6 juta rupiah (jika kurs 123 rupiah) ** Konbanwa = selamat malam (digunakan ketika bertemu seseorang, ketika hendak berpisah ucapkan 'Oyasuminasai') *** Dalam budaya Jepang, rasa cinta biasanya diungkap dengan 'suki' atau suka, bukan cinta. Aishiteru atau 'aku mencintaimu' biasanya diungkap untuk jenjang yang lebih serius seperti dalam pernikahan.
“Aku.. “ Setelah beberapa detik terdiam mendengar pengakuan Hiroto, Hasumi akhirnya membuka mulutnya. Dalam hati gadis itu terbesit sedikit rasa perih yang entah muncul karena apa. “Aku memang menyukaimu Yoshide-kun, tapi itu dulu. Sekarang, aku menyukai orang lain.” Hening. Hiroto mematung, ia sendiri tak tahu harus bagaimana menyikapinya. Rasa perih dan penasaran muncul sekaligus dalam benaknya. “Jadi, aku minta maaf.” Hasumi membungkukkan badannya beberapa saat. Ia sendiri pun tak menyangka kalau hari ini akan tiba. “Begitu ya. Tidak apa-apa kok.” Hiroto tertawa kikuk. “Kalau boleh tahu.. orang yang kau sukai itu, Ryuuga-senpai?” Hasumi langsung mengerutkan kening. “Kenapa kau berpikir Ryuuga-senpai?” Tiba-tiba Hiroto tersentak, terlihat agak kaget. “Oh, tidak apa-apa sih. Aku hanya mencoba berpikir kalau kau tidak mungkin benar-benar menyukai Tanizaki-sensei. Atau mung
Watanabe sedang sibuk membereskan bekas gelas dan piring kecil di meja tuannya. Ia melirik ke arah Gouto yang sejak tadi sibuk berpikir. Melihat tuannya tersebut membuat Watanabe jadi merasa khawatir. Padahal tadi baru saja tuannya itu akan beristirahat, namun email misterius yang entah dari siapa dan apa maksudnya membuat tuannya itu seketika langsung terbangun lagi. “Tuan, mungkin itu email iseng dari rekan bisnis kita. Bisa saja ada yang tak suka dengan Anda dan berusaha menghancurkan bisnis dengan membuat Anda lelah.” Gouto terdiam sesaat, kemudian manggut-manggut. “Kau benar juga. Harusnya aku tidak terlalu memikirkannya.” Gouto pun bangkit dari posisinya. “Anda mau ke mana, tuan?” “Aku mau tidur di kamarku. Kau sudah boleh pulang.” katanya tanpa menoleh, kemudian berjalan keluar ruangan. “Baik, tuan.” Watanabe melanjutkan kegiatannya. Namun jujur, sebagai pelayan setia yang telah menjadi asisten Gouto selama kurang lebih 20 tahun
Hamamatsu, prefektur Shizuoka.Seorang gadis berambut panjang bernama Hachiya Hatsuki berjalan masuk ke sebuah rumah mewah yang letaknya jauh dari perkotaan. Rumah tersebut dikelilingi pagar tinggi dan pohon-pohon besar di bagian sampingnya. Dengan muka lelah, gadis itu pun disambut oleh seorang perempuan tua yang merupakan pelayan di rumah keluarga tersebut.“Okaerinasai, Hatsuki-san.” kata si perempuan dengan ramah.“Tadaima.” Hatsuki membalas dengan senyuman lebar. Ia pun melangkah masuk, dan mendapati seorang lelaki tua berusia 65 tahunan tengah asyik menonton TV. Lelaki itu adalah Hachiya Takaya, lelaki yang pernah bermain golf bersama Arata. Menyadari kehadiran Hatsuki, lelaki itu pun langsung tersenyum.“Ah, kau sudah pulang ya?”“Yah meskipun agak lelah. Ayah, bukannya ini saatnya aku tinggal saja di Tokyo? jarak Tokyo ke Shizuoka cukup membuatku lelah kalau pulang-pergi seperti ini.” pinta Ha
“Hasumi.. “Chika mendekatkan bahunya sambil berbisik ke arah Hasumi yang sedari tadi sibuk menatap sosok pria di depan sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.“Aku tahu ketampanannya menandingi anggota boy band, tapi kalau kau melihatnya begitu terus nanti sensei risih, lho.” bisik Chika.Hasumi yang mendengar itu langsung jadi sadar. Kini mereka sedang ada di kelas, mendengarkan materi yang Arata bacakan melalui sebuah buku. Sejak beberapa waktu lalu, Hasumi terus saja memandangi Arata. Bukan dengan tatapan kagum atau terpesona, tapi dengan tatapan heran. Sejak hari kencan mereka waktu itu, Hasumi merasa kalau Arata jadi agak berbeda.Bisa dibilang, jadi agak murung.Setelah kelas usai, Hasumi meminta Chika pergi duluan. Tanpa pikir panjang gadis itu langsung mengikuti Arata ke ruangannya. Saat melihat Hasumi datang, Arata hanya melirik sekilas ke pintu masuk tanpa berkata apa-apa.“Sensei, apa sensei sed
Di antara butiran salju tipis yang menghujani, dua orang manusia masih saling bertatapan. “Bagi sensei, aku ini apa?” Kata-kata itu terdengar seperti suara angin lembut yang berhembus tepat di telinga. Arata bisa mendengarnya dengan jelas, tapi ia sendiri tak tahu jawabannya. Kalau ditanya status, mungkin ia akan menjawab ‘dosen dan mahasiswa’ atau bahkan ‘tunanganku’. Tapi masalahnya, Hasumi malah menanyakan hal yang belum bisa Arata jawab dengan pasti. Ia menganggap Hasumi apa? adik? tunangan? atau mahasiswa didik? Hasumi berusaha mencari jawaban itu dalam mata Arata, tapi yang ia lihat hanyalah kebingungan. Mungkin benar kata Risa, Hasumi yang tak tahu apa-apa ini mungkin akan kecewa, dan tak sepantasnya ia berharap apa pun. “Kalau aku menganggapmu adik, kau marah tidak?” Hasumi terpaku. Dadanya terasa seperti ditusuk jarum, agak perih. Meskipun begitu, gadis itu berusaha tersenyum lebar. “Aku bercanda, kok. Kenapa muka sens
“Saat umurku masih 20 tahunan, aku bekerja sebagai asisten pribadi tuan Gouto. Menurutku beliau sangat baik, meskipun dari luar terlihat galak dan keras kepala. Beliau pernah menceritakan soal perjanjian kedelapan, katanya itu perjanjian dua orang sahabat di masa lalu yang ingin menyatukan keluarga dengan menikahkan anak-anak mereka. Fujiwara Tarou dan Tanizaki Junichiro, merekalah dua sahabat yang dikenal sebagai pendiri universitas Ryosei sekaligus pebisnis yang mempunyai banyak sekali koneksi. Dengan pernikahan keluarga, mereka berharap bisa.. uhuk uhuk.. “Kazuma tersedak. Dengan cepat, Arata memberinya segelas air.“Maaf maaf, habisnya pai ini sangat enak. Sebentar ya, aku mau pesan satu lagi.”Arata hanya bisa mengangguk, meskipun ia sangat penasaran dengan kelanjutannya.“Baiklah kita lanjutkan. Sampai mana ya?”“Apa yang diharapkan dari pernikahan keluarga.” jawab Arata.“Oh ya it
Hasumi tersenyum seraya menatap pantulan dirinya di cermin. Dress warna merah muda pilihan Misaki waktu itu terlihat sangat cocok di tubuhnya. Sebelumnya, dress warna ungu muda yang dipakai saat ulang tahun Gouto juga sangat disukai Hasumi. Semua barang-barang pemberian Misaki secara ajaib selalu membuat gadis itu terpana karena ukuran, warna dan modelnya sesuai dengan selera Hasumi.Meskipun sudah bisa memakai make up, Hasumi masih belum pandai menata rambut. Makanya, di pesta ulang tahun Arata hari ini, Hasumi memutuskan untuk mengurai rambutnya. Agar tak kelihatan terlalu sederhana, ia menambahkan jepitan rambut warna perak di sisinya.“Yosh!”Hasumi tersenyum lebar, tak sabar menghadiri pesta hari ini. Tanpa ia sadari, Hirotaka sudah berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka sambil menyilangkan tangan di depan dada.“Wah, sejak kapan bidadari ada di sini?” godanya.“Ayah lebay.” jawab Hasumi sambil menole
“Apa?!”Misaki dan Arata terpekik bersamaan saat Gouto bilang mereka akan pergi ke Shizuoka akhir minggu ini untuk membicarakan soal perjanjian keluarga.“A-ayah percaya begitu saja dengan ucapan laki-laki itu?” mata Misaki berkaca-kaca. Ia benar-benar tak percaya sekaligus kesal mendengar penjelasan Gouto barusan yang intinya menyatakan kalau Hasumi bukanlah gadis yang ‘ditakdirkan’.“Bukankah lebih masuk akal untuk percaya pada mereka yang punya bukti kuat daripada gadis asing yang baru kita temui?” sindir Gouto.“Tapi mereka juga orang asing, lho! ayah baru bertemu dengan mereka hari ini ‘kan?” Misaki tak mau kalah.“Misaki! apa kau sadar betapa pentingnya bagi kita untuk memilih gadis yang benar demi perjanjian itu?!” nada bicara Gouto meninggi, membuat Misaki langsung terdiam.“Pokoknya kita harus pergi ke sana untuk melihat semua bukti yang mereka punya