Darwin berdiri di tengah-tengah taman hiburan terbesar di kota, "Taman Fantasi," jantungnya berdebar kencang penuh dengan kegembiraan dan antisipasi.Dia telah menabung selama berbulan-bulan, dengan cermat merencanakan dan berhemat untuk membuat hari ini sempurna bagi Lisa kesayangannya. Taman itu dia sewa untuk dirinya sendiri hari itu, sebuah kejutan yang tidak sabar Darwin berikan. Dia sudah memberi tahu Lisa untuk menemuinya jam 6 malam, tapi Lisa tidak kunjung datang.“A-Apa dia lupa?” Darwin berbisik pada dirinya sendiri, berusaha menghilangkan keraguan yang menjalari hatinya.Dengan rasa sesak di dadanya, dia menelpon Lisa, jemarinya gemetar saat menekan tombol. Telepon terus berdering, tapi tidak ada jawaban. Kesunyian itu terasa berat, membuatnya makin khawatir.“Ayolah, angkat,” Darwin bergumam sembari terus menelepon. Dia mematikan sambungan lalu mencoba menelepon lagi, dia tahu jika Lisa tidak datang, uangnya akan terbuang sia-sia.Tak disangka, kali ini Lisa mengangkat te
Darwin berusaha mencerna situasi menyakitkan yang terjadi ini dengan tidak percaya dan hati yang terluka. “Tapi... hari jadi kami...” dia tergagap, kata-katanya tertahan di kerongkongan.Kata-kata itu seakan menampar Darwin. Tiga tahun? Tidak mungkin. Hari jadi mereka hari ini, mereka baru saja menikah tahun lalu. Dunia seakan berputar di sekitarnya, nyata dan fana bercampur aduk menjadi satu seperti komedi putar yang memuakkan.Lelaki di samping Lisa sama sekali tidak terlihat seperti Darwin—percaya diri, modis, pakaiannya yang dijahit dengan baik menyimbolkan kesuksesan, sesuatu yang sangat ingin Darwin capai. Lengannya masih tetap memeluk Lisa, menyadarkan Darwin akan kenyataan bahwa Lisa adalah milik lelaki itu.Nick bertanya dengan heran, “Lelucon macam apa ini?”Darwin yang masih terkejut hanya bisa menjawab, “Aku tidak mengerti, aku merencanakan kejutan untuknya.”Siaran langsung berlanjut saat Rachel Pelangi, masih berseri-seri, membacakan komentar dari penonton."Penontonku be
Lisa menyeringai, hatinya berdegup kencang sembari membatin, “Darwin pasti sudah gila. Bisa-bisanya dia mau bercerai denganku?” Pikirannya berpacu, mencari segala cara untuk keluar dari situasi ini.“Kamu ingin bercerai? Kenapa? Setelah semua yang aku lakukan untukmu? Kamu sangat tidak bersyukur...” suara Lisa bergetar dipenuhi rasa tidak percaya dan amarah.Darwin memotong ucapan Lisa, suaranya tegang saat dia berkata, “Aku melihat siaran langsung itu, Lisa. Kamu dan Lukas mengumumkan pada semua orang bahwa kalian berpacaran.”Lisa mulai panik ketika dia menyadari Darwin telah melihat video itu. "Oh tidak, ini tidak mungkin terjadi," pikirnya dengan matanya membelalak ketakutan. Dia tahu dia harus berpikir cepat untuk menyelamatkan situasi. "Pikirkan sesuatu, Lisa, pikir." desaknya pada dirinya sendiri, memaksa memasang wajah tenang."Oh ya ampun, video itu? Itu hanya drama palsu yang direncanakan oleh perusahaanku untuk publisitas. Jangan terlalu mudah tertipu." jawab Lisa, suaranya
Darwin menatap celana dalam di tangan Lukas, dia merasa seakan bumi terbelah dua. Pandangannya mengarah ke Lisa, penuh rasa sakit “Apa maksudnya ini?” desaknya. Lisa menatapnya, paniknya hilang digantikan oleh cibiran, “Ya sudah, kamu sudah tau...” cemoohnya. “Aku dan Lukas sudah berpacaran selama beberapa bulan.”“Beberapa bulan?” Darwin tersentak, “Selama ini kamu berbohong dan berselingkuh di belakangku?” Pengkhianatan Lisa menusuknya bagaikan pisau. Lisa memutar bola matanya. “Aduh ayolah, jangan sok kaget,” katanya sambil mengibaskan rambut.Kata-kata Lisa menusuk tajam, tapi Darwin tidak gentar. “Kamu membuang semua yang kita lewati bersama hanya demi dia?” Darwin menunjuk Lukas. “Kenapa, Lisa? Aku tidak mengerti kenapa kamu melakukan ini!”Lisa memutar bola matanya seakan meremehkan. “Hubungan kita berdua memang sejak awal tidak akan bertahan lama. Apa kamu benar-benar berpikir aku mau dengan orang miskin yang bodoh sepertimu? Aku ingin hidup yang enak, bukan hidup susah yang
Darwin merasa dipermalukan melihat Lukas menggandeng Lisa menuju kamarnya, seakan menantang Darwin untuk menghentikan mereka.Lukas menyeringai sambil memeluk Lisa lebih erat. “Darwin temanku, apakah kamu benar-benar tidak keberatan?” ejeknya. Darwin mengepalkan tangannya, tak mampu berkata-kata.Lisa memandang Darwin sekilas, dengan acuh berkata, “Kamu ini tidak pernah benar-benar mengenalku, Darwin.” Lukas terkekeh, “Sepertinya fantasimu hancur lebur ya.” Darwin hanya bisa terdiam perih melihat mereka berdua. Pengkhianatan mereka menyayat hatinya lebih dalam dari pada pedang paling tajam sekalipun, apalagi setelah mengetahui bahwa Lisa tidak pernah benar-benar mencintainya.Darwin tahu dia harus meninggalkan tempat itu, dalam kesakitan pun dia berusaha bangkit meski belum sepenuhnya pulih dari pukulan di kepalanya.Lisa mencemooh, “Lihatlah, dia berusaha kabur bagai anak anjing yang terluka.”Lukas menimpali, “Kasihan sekali, dia tidak bisa apa-apa.”Gelak tawa Lukas dan Lisa bergema
Sang dokter yang sudah dipenuhi uban dan pengalaman menatap wanita itu dengan rasa cemas. “Bu, saat ini kondisinya kritis, kita tidak punya waktu untuk menunggu tes DNA.”“Tapi, masalahnya, Anda tidak mengerti, aku...aku tidak yakin,” wanita itu memohon dengan suara yang gemetar. Hatinya berdebar kencang menatap Darwin yang terbaring tak sadarkan diri di meja operasi. Wajah Darwin pucat, napasnya tersendat. Dokter itu menggeleng mendengar permohonannya, “Bu, saya paham, tapi di sini kita tidak bisa ambil resiko jika belum ada kepastian tentang hubungan darah ini. Dia sekarang sedang dalam kondisi darurat.”Wanita bangsawan itu merasa mulutnya mengering, telapak tangannya berkeringat meski sedang di ruangan AC. Dia segera mengambil ponselnya, jemarinya gemetar saat menekan nomor di layar.“Ini Nyonya Margaret Pangestu, dengarkan baik-baik,” sentaknya pada orang yang sedang diteleponnya. “Aku butuh satu unit darah AB negatif dikirimkan ke Rumah Sakit Umum Sumber Kasih dalam 10 menit, pa
Napas Darwin tercekat dengan tidak percaya. “Ibu? Tapi...mana mungkin?” dia tergagap, suaranya dipenuhi kebingungan. Berjuta kemungkinan berputar-putar di benaknya saat dia mencoba memahami informasi itu.“Ibu?” Darwin tersentak lagi, pikirannya diliputi keterkejutan dan kebingungan. Berbagai macam emosi membanjirinya saat dia mencoba memahami kebenaran ini. Bagaimana mungkin wanita bangsawan yang terhormat ini adalah ibunya? Dia yatim piatu dan dibesarkan di desa yang sederhana, selama ini asal muasalnya masih menjadi misteri.Nyonya Margaret terisak, air matanya mengalir deras ke tempat tidur. “Anakku sayang, aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi,” tangisnya sambil menggenggam erat tangan Darwin. “Selama ini aku bertanya-tanya tentang keberadaanmu, apakah kamu aman, apakah kamu sehat. Aku kira aku sudah kehilangan kamu selamanya.”Kata-katanya hanya memperparah kebingungan Darwin. “Aku tidak mengerti,” ucapnya sambil menggelengkan kepada dengan lemah. “Pihak panti asuhan han
Mata Darwin terbelalak begitu lebar seolah hampir loncat dari kepalanya. “Delapan puluh milyar? Aku bahkan tidak berani bermimpi bisa duduk dalam mobil yang dengan harga semahal itu!” Nyonya Margaret tertawa lembut. “Aku tahu ini pasti perubahan yang sangat besar, Nak, tapi ingatlah, kamu berasal dari keturunan yang kaya dan berstatus tinggi. Semua ini adalah milikmu, bagian dari harta warisanmu.”Saat kepala pelayan menutupkan pintu dan masuk ke kursi sopir, Darwin hanya bisa memandang sekelilingnya dengan takjub. Kepalanya dipenuhi rasa tidak percaya betapa keberuntungannya berubah drastis dalam sekejap. Dia yang awalnya anak yatim piatu yang tidak punya apa-apa, kini merupakan pewaris dari keluarga kaya—hal itu hampir mustahil untuk dipercaya.Saat kendaraan mewah itu meluncur melintasi jalanan kota, Nyonya Margaret menoleh ke arah putranya yang baru dia temukan.“Mungkin sepatutnya kita mulai dengan perkenalan,” dia tersenyum lembut. “Namaku Margaret Pangestu. Aku anak satu-satuny