Mata Darwin terbelalak begitu lebar seolah hampir loncat dari kepalanya. “Delapan puluh milyar? Aku bahkan tidak berani bermimpi bisa duduk dalam mobil yang dengan harga semahal itu!” Nyonya Margaret tertawa lembut. “Aku tahu ini pasti perubahan yang sangat besar, Nak, tapi ingatlah, kamu berasal dari keturunan yang kaya dan berstatus tinggi. Semua ini adalah milikmu, bagian dari harta warisanmu.”Saat kepala pelayan menutupkan pintu dan masuk ke kursi sopir, Darwin hanya bisa memandang sekelilingnya dengan takjub. Kepalanya dipenuhi rasa tidak percaya betapa keberuntungannya berubah drastis dalam sekejap. Dia yang awalnya anak yatim piatu yang tidak punya apa-apa, kini merupakan pewaris dari keluarga kaya—hal itu hampir mustahil untuk dipercaya.Saat kendaraan mewah itu meluncur melintasi jalanan kota, Nyonya Margaret menoleh ke arah putranya yang baru dia temukan.“Mungkin sepatutnya kita mulai dengan perkenalan,” dia tersenyum lembut. “Namaku Margaret Pangestu. Aku anak satu-satuny
Darwin terkejut, sontak berbalik menghadap ibunya, "Pos satpam ini saja lebih besar dari semua bangunan yang pernah aku lihat! Lalu rumah utamanya..." Dia terdiam, takjub hingga tak mampu berkata-kata.Pada saat itu, dia baru terbayang seberapa besar jumlah warisannya. Dia kini memasuki dunia yang baru, begitu mewah, berbeda jauh dari kehidupannya yang sederhana selama ini bagaikan siang dan malam.Nyonya Margaret tersenyum pada putranya, “Ayo masuk, kita lanjutkan perjalanan, tapi Ibu ingin bilang dulu, rumah utamanya mungkin tidak akan terbayang bahkan oleh imajinasi terliarmu.”Darwin yang masih terguncang hanya bisa mengangguk, mengikuti ibu dan kepala pelayannya, melewati gerbang besi yang menjulang tinggi. Mereka melewati gedung keamanan yang luas, beberapa penjaga bersenjata segera berdiri tegak menyambut mereka. “Istirahat di tempat,” perintah Nyonya Margaret. "Ini putraku, Darwin, pewaris keluarga Pangestu. Jangan sampai dia terancam mara bahaya apa pun di dalam perkebunan i
Darwin terduduk diam, memandangi kartu emas di tangannya seolah-olah sedang menyaksikan keajaiban. Dia yang awalnya anak yatim piatu yang tidak punya apa-apa, kini menjadi pewaris kekayaan sebesar ini—sungguh mustahil untuk dipercaya. Nyonya Margaret mengamati mata Darwin yang terbelalak takjub dengan geli bercampur bangga. "Darwin, sayangku," ujarnya dengan tenang, "Kamu masih kaget ya, ini semua benar milikmu, Nak.""Aku...aku tidak tahu harus berkata apa. Empat ratus lima puluh milyar rupiah? Aku tidak pernah membayangkan akan punya uang sebanyak itu." Dia tergagap kaget.Darwin mencubit dirinya sendiri dengan keras lalu meringis kesakitan. Tidak, ini bukan mimpi—ini kenyataan. Dia kembali memandangi kartu emas berkilauan yang bertuliskan namanya, lalu menatap Nyonya Margaret dengan rasa kagum dan penuh terima kasih. “Ibu tahu pasti sulit untuk membayangkan kekayaan sebesar ini, Nak,” kata Nyonya Margaret lembut, menyadarkan Darwin dari lamunannya. “Tetapi uang itu hanyalah sebu
Darwin berdiri memandangi barisan mobil mewah itu, kebingungan dengan semua yang terjadi. Jefri menunggu dengan sabar sambil tersenyum penuh pengertian. “Harus kuakui, ini pilihan yang sulit,” kata Darwin sambil tertawa malu. “Aku bahkan tidak pernah berani bermimpi mengendarai mobil dengan mesin sehebat ini.” Dia berjalan perlahan sambil mengusap-usap mobil mewah itu satu per satu, seolah ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa mobil-mobil itu nyata. Hingga sampailah di Rolls Royce Ghost, mobil anggun nan megah itu seakan memanggilnya. “Mobil ini selalu memiliki daya tarik tersendiri,” renung Darwin. "Rolls tampaknya memang cocok untuk segala kondisi. Klasik, halus, selalu terlihat berwibawa." "Pilihan yang bagus, Tuan Muda," jawab Jefri sambil mengangguk. Dia kemudian membukakan pintu mobil hitam itu untuk Darwin. “Baiklah, Tuan Muda, mari kita tunjukkan kemampuan seorang Pangestu.” Saat mobil itu mulai berjalan, Darwin duduk di kursi kulit yang mewah, mengagumi tarikan mesinnya
Jantung Rebecca berdebar kencang saat kata-kata Randolph masuk ke dalam otaknya. Dipecat? Kata itu bergema dalam benaknya, dia bisa merasakan keterkejutan perlahan mulai menggetarkan badannya. Ini tidak mungkin terjadi. Pasti ini hanya mimpi buruk, dan dia akan segera terbangun. Namun sebenernya dia tahu, ini benar-benar terjadi. Jefri masih mempertahankan ketenangannya sambil mengamati percakapan tegang antara Rebecca dan Randolph, meski dalam hati kemarahannya membara. Dia paham betul kejadian ini tidak sesederhana itu, ini tentang kebahagiaan Darwin Pangestu, tuan mudanya. Akhirnya dia angkat bicara dengan dingin dan tenang, “Saya bisa saja memaklumi kesalahan, namun saat ini kesejahteraan Tuan Muda Pangestu menjadi prioritas utama saya.”Randolph terbelalak saat akhirnya menyadari betapa gawatnya situasi ini, "Tuan Muda, terimalah permintaan maaf dari lubuk hati saya yang terdalam. Izinkan saya untuk segera memperbaiki kesalahan ini." Dia mengalihkan pandangannya kembali ke Rebecc
"CEO? Tapi saya sudah memimpin perusahaan ini selama 20 tahun!" Randolph berseru dengan tidak percaya. “Dan Anda masih bisa terus berkontribusi dengan keahlian Anda, sebagai asisten Tuan Muda.” Sikap James yang tenang menutupi betapa puasnya dia bisa melucuti harga diri Randolph seperti ini. Randolph terloncat dari sofa dengan wajah memerah. "Asisten?" dia tergagap. Jefri menjawab dengan berwibawa, "Benar, sebagai asisten Tuan Muda. Anda seharusnya bersyukur Tuan Muda masih mempertahankan Anda di perusahaan ini bahkan setelah melihat hasil kepemimpinan Anda yang buruk." Kepala Randolph berputar, pekerjaannya ini sudah dia lakukan sejak lama, tapi akhirnya dia hanya akan menjadi seorang bawahan. Rasa marah dan terhina mulai meletup dari dalam dirinya.Setelah agak tenang, Randolph menatap tatapan tajam James. "Saya mengerti Anda merasa saya pantas dihukum. Tapi apakah tidak ada cara lain?"Jefri memandangnya dengan dingin. "Keputusan telah dibuat. Anda bisa memilih untuk menerima j
Sesampainya Darwin di Bening, dia melihat Nick melambai padanya. "Darwin, sini!" Nick memanggil sambil tersenyum. Nick dan beberapa teman-teman lamanya berkumpul, mereka minum dan tertawa. Saat Darwin berjalan mendekat, tiba-tiba dia mematung melihat satu wajah yang sangat familiar di tengah kerumunan itu. Trevor Mason, saingannya saat masih berkuliah, dialah yang menindas Darwin selama bertahun-tahun. Dia juga sempat mencoba mendekati Lisa, rasa bencinya semakin menumpuk saat Lisa memilih Darwin.Pada saat yang sama, Trevor menatap Darwin dengan seringai di wajahnya. Dia lalu membisikkan sesuatu kepada beberapa orang di dekatnya, juga pada wanita-wanita cantik yang memeluk lengannya. Mereka semua memandang Darwin dengan jijik. Darwin menguatkan dirinya dan berjalan mendekati Nick, berusaha mengabaikan tatapan mengejek mereka. "Nick, senang bertemu denganmu, sobat. Tapi harusnya kamu bilang kalau Trevor juga akan datang," ujarnya dengan agak geram Nick mengerutkan kening, sesal mu
Wajah Trevor memucat melihat Darwin melemparkan kunci mobil pada pelayan itu. Cemoohan mereka terhenti, bahkan para wanita di sampingnya menyadari perubahan atmosfer di sekitar mereka.“Tidak mungkin!” seru Trevor, tetapi dia mulai ragu. Para wanita di situ saling berpandangan. “Pasti ada kesalah pahaman,” ucap Eva pelan“Tidak mungkin...” bisik Trixie, matanya memandang Darwin dan kunci di tangan pelayan itu secara bergantian. “Kamu tidak berbohong?”Darwin tersenyum, “Seperti yang kubilang tadi, aku tidak perlu membuktikan apa-apa pada kalian. Tapi sepertinya, kebenaran selalu menemukan cara untuk menunjukkan diri.”Nick yang sedari tadi terperangah, bersiul pelan, “Kamu ini Darwin, kamu bahkan tidak bercerita padaku kalau kamu punya Rolls?!”“Ceritanya terlalu panjang,” jawab Darwin enteng. Setelah pelayan itu melangkah pergi, mereka terdiam dengan canggung. Trevor menoleh pada Darwin dengan kesal, dia sepertinya sudah mulai pulih dari kekagetannya dan mulai berceloteh lagi, namun