"CEO? Tapi saya sudah memimpin perusahaan ini selama 20 tahun!" Randolph berseru dengan tidak percaya. “Dan Anda masih bisa terus berkontribusi dengan keahlian Anda, sebagai asisten Tuan Muda.” Sikap James yang tenang menutupi betapa puasnya dia bisa melucuti harga diri Randolph seperti ini. Randolph terloncat dari sofa dengan wajah memerah. "Asisten?" dia tergagap. Jefri menjawab dengan berwibawa, "Benar, sebagai asisten Tuan Muda. Anda seharusnya bersyukur Tuan Muda masih mempertahankan Anda di perusahaan ini bahkan setelah melihat hasil kepemimpinan Anda yang buruk." Kepala Randolph berputar, pekerjaannya ini sudah dia lakukan sejak lama, tapi akhirnya dia hanya akan menjadi seorang bawahan. Rasa marah dan terhina mulai meletup dari dalam dirinya.Setelah agak tenang, Randolph menatap tatapan tajam James. "Saya mengerti Anda merasa saya pantas dihukum. Tapi apakah tidak ada cara lain?"Jefri memandangnya dengan dingin. "Keputusan telah dibuat. Anda bisa memilih untuk menerima j
Sesampainya Darwin di Bening, dia melihat Nick melambai padanya. "Darwin, sini!" Nick memanggil sambil tersenyum. Nick dan beberapa teman-teman lamanya berkumpul, mereka minum dan tertawa. Saat Darwin berjalan mendekat, tiba-tiba dia mematung melihat satu wajah yang sangat familiar di tengah kerumunan itu. Trevor Mason, saingannya saat masih berkuliah, dialah yang menindas Darwin selama bertahun-tahun. Dia juga sempat mencoba mendekati Lisa, rasa bencinya semakin menumpuk saat Lisa memilih Darwin.Pada saat yang sama, Trevor menatap Darwin dengan seringai di wajahnya. Dia lalu membisikkan sesuatu kepada beberapa orang di dekatnya, juga pada wanita-wanita cantik yang memeluk lengannya. Mereka semua memandang Darwin dengan jijik. Darwin menguatkan dirinya dan berjalan mendekati Nick, berusaha mengabaikan tatapan mengejek mereka. "Nick, senang bertemu denganmu, sobat. Tapi harusnya kamu bilang kalau Trevor juga akan datang," ujarnya dengan agak geram Nick mengerutkan kening, sesal mu
Wajah Trevor memucat melihat Darwin melemparkan kunci mobil pada pelayan itu. Cemoohan mereka terhenti, bahkan para wanita di sampingnya menyadari perubahan atmosfer di sekitar mereka.“Tidak mungkin!” seru Trevor, tetapi dia mulai ragu. Para wanita di situ saling berpandangan. “Pasti ada kesalah pahaman,” ucap Eva pelan“Tidak mungkin...” bisik Trixie, matanya memandang Darwin dan kunci di tangan pelayan itu secara bergantian. “Kamu tidak berbohong?”Darwin tersenyum, “Seperti yang kubilang tadi, aku tidak perlu membuktikan apa-apa pada kalian. Tapi sepertinya, kebenaran selalu menemukan cara untuk menunjukkan diri.”Nick yang sedari tadi terperangah, bersiul pelan, “Kamu ini Darwin, kamu bahkan tidak bercerita padaku kalau kamu punya Rolls?!”“Ceritanya terlalu panjang,” jawab Darwin enteng. Setelah pelayan itu melangkah pergi, mereka terdiam dengan canggung. Trevor menoleh pada Darwin dengan kesal, dia sepertinya sudah mulai pulih dari kekagetannya dan mulai berceloteh lagi, namun
Pramuniaga itu mengejek Darwin semakin parah, “Nak, sana balik jualan di pinggir jalan. Tempat ini untuk orang dewasa.”Darwin berusaha tetap tenang di tengah-tengah amarahnya yang meluap. “Saya sudah bilang, saya mau membeli mobil ini. Cepat urus dokumennya sebelum saya pindah ke toko lain.”Beberapa pramuniaga lain kini berkumpul mengelilingi keributan itu. Mereka tergelak mencemooh darwin. “Lihatlah Jaka, dia pikir dia mampu membeli mobil itu! Mungkin dia baru dikirim uang beberapa juta, dia kira dia kaya raya.”“Sudah cukup,” tegas Darwin. “Saya ini pelanggan kalian tetapi malah diperlakukan seperti ini, kalau terus begini kalian akan kehilangan penjualan besar hari ini.”Jaka terkekeh dan menunjuk pada seorang pria bersetelan rapi. “Lihat, seperti itulah pelanggan kami biasanya, bukan anak kecil yang tidak tahu apa-apa sepertimu.”“Dilihat dari luarnya saja sudah ketahuan!” timpal pramuniaga lain sambil tertawa. “Apakah ibumu tahu kau di sini? Sudah izin ibu?” sahut yang lain.Ja
Darwin merasa rahangnya kaku saking kesalnya. Gadis sombong ini seperti sengaja menguji kesabarannya dengan berbagai tuduhan yang menghinakan.Dia menarik napas panjang untuk meredakan amarah, Darwin merasa kesombongan gadis itu tidak terbatas. Dia tidak harus menjelaskan apa pun, tapi gadis itu menuntut bukti seenaknya. “Aku tidak perlu membuktikan apapun padamu,” Darwin membalas dengan tenang meski rasa kesalnya masih bersisa. “Akulah pemilik mobil ini, mau percaya atau tidak.”Anak manja ini tidak tahu apa-apa tentang dirinya, tetapi berani sekali menghina Darwin hanya demi kesenangannya sendiri.Dia mengibaskan rambutnya, mencibir. “Pasti kamu tidak punya dokumennya, dasar lelaki miskin. Kita semua tahu kamu hanyalah sopir. Aku akan percaya hanya setelah melihat dokumen resmi.” Seringainya yang angkuh bagaikan membakar api amarah Darwin. Para pengikutnya terkikik di siaran langsung.Darwin menahan diri dari memutar bola matanya, tapi di dalam hati dia berang bukan main. Memangnya
Saat Darwin memasuki toko diler BMW, suara ejekan terdengar dibelakangnya. Dia menoleh, gadis menyebalkan itu, dengan seringainya yang congkak, masih terus merekam interaksi mereka dalam siaran langsungnya. Wajahnya yang cantik berbinar saat dia berkata, “Seperti yang bisa kalian lihat, lelaki malang itu mengira dia bisa menipu kita. Tadi dia berpura-pura menjadi pemilik Rolls Royce, sekarang dia memasuki toko BMW? Ya ampun.”Pengikutnya mengelukannya dengan komentar seperti, “Sok sekali! Dasar pembohong!” dan “Memang ada orang miskin yang sok kaya.”Darwin melangkah lebih cepat untuk kabur dari gadis itu, tetapi dia semakin mengikuti Darwin dari belakang, merekam segalanya dengan seringainya yang khas.“Lihatlah, mana mungkin orang seperti dia bisa membeli Rolls, apalagi Beemer! Jelas-jelas dia hanyalah seorang sopir yang berpura-pura!” Ejekan para penontonnya yang bersatu padu dengan ketidakpercayaan dan cemoohan, mendorong Darwin berjalan lebih cepat, ingin sekali dia melepaskan di
Darwin menegakkan badannya, keluar dari kursi berlapis kulit itu dengan elegan, bersiap untuk menegur gadis itu. Saat itulah, seseorang menndekati si gadis, seorang pramuniagawati yang ramah dan tegas. “Permisi Nona,” dia menegur gadis yang sedang siaran langsung itu dengan sopan. “Saya tidak sengaja mendengar siaran langsung Anda, sepertinya ada beberapa hal yang Anda salah pahami, boleh saya bantu jelaskan?”Gadis itu menghentikan siaran langsungnya sejenak, menatap pramuniagawati itu dengan rasa penasaran dan sedikit congkak. Sementara pramuniagawati itu tersenyum hangat walau suasananya diliputi ketegangan. “Begini,” dia memulai, pandangannya mengarah ke mobil yang barusan dibicaraikan, “Mobil itu bukan model dasar biasa. Yang bisa kita lihat di sini adalah BMW seri 8 edisi terbatas,” ucapnya sembari menunjuk pada mobil biru gelap itu dengan tangannya yang anggun.Darwin mengamati pramuniagawati itu dengan cermat—rambut pirang kecoklatannya tertata sempurna, dia mengenakan setelan
Darwin mempertimbangkan sejenak, tentang bagaimana cara yang tepat menghadapi situasi ini. Di satu sisi, dia mulai bosan dengan tuduhan tanpa bukti dan asumsi kejam gadis ini. Tapi, jika dia terus berdebat, apa bedanya dia dan si gadis? Dia merasakan berbagai emosi bercampu dalam dirinya, dia marah dan malu, tapi juga ada ketenangan, dia merasa cerdik.Dia menarik napas panjang, mengingatkan dirinya sendiri bahwa mengendalikan diri sering kali merupakan balasan paling mumpuni. Dia tersenyum kecil saat suatu ide akhirnya muncul di benaknya. ‘Aku ingin tahu caramu menghadapi ini, wahai gadis sombong!' dia pikir. “Benar juga, Nona. Pembelian besar seperti ini memang seharusnya dipertimbangkan baik-baik dahulu,” kata Darwin dengan lancar. "Namun, sebelum mengambil keputusan, bukankah sebaiknya berdiskusi dengan jujur dari pada berspekulasi?" Gadis itu tercekat mendengar nada sopan Darwin. Melihat celah, Darwin terus menyerang. "Pramuniagawati itu hanya melakukan tugasnya dengan memberi