"Serangan Pemungkas."Pria tua itu berteriak keras dan langsung melancarkan tiga jurus pemungkasnya secara berturut-turut.Tombak perang tersebut membawa energi spiritual yang begitu dahsyat. Di tengah-tengah ayunannya, tombak perang tersebut membentuk tiga bunga senjata yang terbang ke arah Surya.Patukan Elang.Jika satu dari tiga bunga senjata ini berhasil mengenai lawan, lawan akan lumpuh selama satu detik. Dalam pertarungan antar para ahli, waktu satu detik saja sudah cukup untuk menimbulkan akibat yang fatal.Dalam keadaan putus asa, Surya tidak punya pilihan selain memanggil Pedang Petir.Hanya saja, kali ini Surya tidak mengalirkan kekuatan petir pada Pedang Petir tersebut. Jadi, yang dikeluarkan Surya sebenarnya hanyalah Pedang Pembunuh.Surya hanya bergerak melintang saja, tiga bunga senjata milik pria tua itu sudah langsung menancap pada permukaan Pedang Pembunuh.Namun, tiba-tiba saja tombak perang pria tua itu memanjang beberapa meter dan menusuk ke wajah Surya disertai su
Mendengar itu, Surya berkata sambil tersenyum, "Kemampuan bela diri Senior memang luar biasa.""Kamu nggak perlu memujiku. Dalam hal ilmu bela diri, kamu memang lebih unggul dariku. Tapi, sekarang aku akan berusaha sekuat tenaga. Jadi, sebaiknya kamu berhati-hati," kata pria tua itu.Surya mengerutkan kening, lalu berkata, "Nggak perlu sampai seperti itu, bukan, Senior?""Kalau kamu bertemu dengan seorang ahli, bagaimana mungkin kamu nggak bertarung habis-habisan dengannya? Ayolah, anak muda. Kalau kamu bisa bertahan selama tiga menit di medanku, janjiku sebelumnya masih berlaku," ujar pria tua itu.Surya tidak bisa menahan diri untuk menggelengkan kepalanya dan tersenyum getir. "Apa kamu benar-benar begitu ingin menerima seorang murid?""Anak muda, ini adalah sesuatu yang diimpikan oleh begitu banyak orang. Kamu benar-benar nggak menghargainya. Sekarang, aku akan menunjukkan kekuatanku yang sesungguhnya." Pria tua itu menarik tombak perangnya sambil berteriak dengan lantang. "Tombak S
Surya mengerutkan dahinya sambil menebas cepat dengan Pedang Petir. Tombak Naga Elang Terbang pun langsung hancur menjadi bubuk.Pria tua itu maju satu langkah ke depan, kemudian menggerakkan Tombak Kepala Harimau Emas-nya yang diiringi dengan auman harimau ke arah Surya.Surya menegakkan kedua pedang di tangannya sambil mengeluarkan energi spiritual.Tombak Kepala Harimau Emas itu langsung terbelah menjadi dua, kemudian berubah menjadi energi spiritual dan tersebar ke mana-mana."Terima satu seranganku lagi."Pria tua itu maju delapan langkah ke depan, kemudian melemparkan Tombak Dewa Lima Kail ke arah Surya.Dalam lajunya, Tombak Dewa Lima Kail berubah menjadi lima kail yang empat di antaranya mengelilingi Surya, sementara satunya langsung menyerang ke tenggorokan Surya.Surya berteriak keras sambil membuat lingkaran dengan Pedang Petir-nya dan meledakkan energi spiritual yang langsung menghancurkan Tombak Dewa Lima Kail.Pria tua itu menjadi marah besar. Dia maju sembilan langkah la
Namun, saat pria tua itu membentuk Tombak Tak Terkalahkan, Surya sudah membuat beberapa segel mantra berturut-turut. Seiring dengan energi spiritual di tubuhnya yang melonjak, sebuah aura menakutkan mulai menyebar.Setelah Surya menyelesaikan segel mantra, dia merapatkan kedua tangannya sambil berteriak, "Peluru Batu Naga Bumi!"Seiring dengan teriakan itu, tanah di depan Surya langsung muncul kepala naga yang besar.Kepala naga itu membuka mulutnya lebar-lebar, lalu memuntahkan sebuah peluru batu.Dulu Yarno, murid Tarna, pernah menggunakan Peluru Batu Naga Bumi.Namun, Peluru Batu Naga Bumi milik Surya jelas jauh lebih kuat daripada miliknya Yarno.Peluru api berdiameter setengah meter itu tersulut dengan api energi spiritual yang membara. Di atasnya, terdapat mantra yang tak terhitung jumlahnya. Ia mengarah ke Tombak Tak Terkalahkan dengan kekuatan yang mengerikan.Kemudian, terdengar ledakan yang memekakkan telinga. Tombak Tak Terkalahkan seketika menjadi hancur berkeping-keping.S
Tak lama kemudian, Bunga kemari dengan buru-buru. Mereka pun duduk di ruang tamu."Senior, akhirnya kamu datang," kata Bunga yang langsung mengalirkan air mata.Surya menenangkannya, "Jangan menangis. Coba ceritakan dulu, sebenarnya apa yang terjadi?"Surya tidak terlalu mengerti. Keluarga Lasmani di Kota Yogu seharusnya juga mempunyai sedikit reputasi, kenapa bisa ditindas sampai seperti ini?Bunga menenangkan emosinya dengan susah-payah, kemudian baru bercerita, "Senior, setelah kembali ke Kota Yogu, kakakku berdebat dengan Shelly. Tapi Shelly sama sekali nggak mengakuinya, juga bilang kalau kakakku yang memfitnahnya."Surya terdiam. Masalah ini kalau tidak ada bukti, lalu orang itu juga tidak mengakuinya, memang sulit diurus."Shelly nggak mengakuinya, kakakku juga nggak mau menyerah. Mereka bertengkar beberapa kali. Nggak disangka akhirnya Julianto turun tangan. Dia langsung memenjarakan kakakku. Katanya kakakku sudah memfitnah artis perusahaannya, juga ingin aku meminta maaf dan m
Bunga duduk begitu saja di samping ranjang, tampak sangat lemah, membuat Surya menjadi tidak tahu harus berbuat apa."Senior, kamu nggak merasa kalau aku nggak sopan, 'kan?" tanya Bunga dengan malu-malu.Surya terbatuk sekali, lalu berkata, "Sudah mau masuk musim hujan, hati-hati masuk angin.""Senior, sebenarnya aku tahu kalau aku nggak layak untukmu, tapi kalau kamu butuh, lakukan saja. Aku nggak akan mengikat Senior, malah akan merasa sangat terhormat. Selain itu, aku masih perawan," kata Bunga sambil menggigit bibirnya dengan wajah merah merona.Mendengar itu, Surya mengerutkan dahinya, lalu berjalan perlahan ke hadapan Bunga.Bunga memejamkan matanya, lalu perlahan-lahan berbaring di ranjang.Detik berikutnya, Surya menutupi Bunga dengan selimut, lalu berkata, "Kalau lelah, istirahatlah sebentar. Nanti kita berangkat tepat waktu."Bunga langsung dibuat kebingungan dengan selimut itu. Dia hanya membalas dengan suara kecil, "Oke, Senior."Surya menggelengkan kepalanya, lalu duduk di
Bunga melihat ke arah pria berusia empat puluh tahun lebih yang mengenakan jas dan yang rambutnya disisir ke belakang itu.Surya menganggukkan kepalanya. Dia langsung berjalan ke depan meja, lalu berkata, "Pak Julianto, aku ingin membicarakan masalah Berlin denganmu."Julianto makan satu suap sashimi dan minum seteguk anggur merah, baru melihat ke arah Surya dengan santai dan bertanya sambil tersenyum, "Siapa kamu? Apa kamu berhak bicara denganku?""Kamu juga orang yang mempunyai identitas terhormat. Apa kamu nggak merasa nggak sopan bicara seperti ini?" tanya Surya.Julianto berkata sambil tersenyum, "Sopan digunakan dengan orang yang setingkat denganku. Dengan orang kampungan sepertimu yang entah muncul dari mana, aku bersedia bicara denganmu saja sudah menjadi kehormatanmu.""Benar-benar lucu. Kamu pikir kamu siapa sampai berani datang ke tempat seperti ini untuk berdiskusi dengan Pak Julianto? Aku lihat kamu pasti sudah gila," hina seorang wanita yang cantik di samping Julianto.Bu
Bunga mengepalkan tangannya dengan marah sambil menggertakkan giginya.Shelly memperlakukan dirinya seperti ini, membuat dia merasa sangat terhina hingga Bunga ingin sekali menampar mantan sahabatnya itu.Namun, dia tahu bahwa dia tidak bisa bersikap impulsif sekarang. Kakaknya masih berada di tangan mereka. Jadi, dia hanya bisa menahan diri.Pada saat ini, Surya berkata perlahan, "Shelly, tindakanmu ini sangat kejam. Cepat atau lambat kamu akan mendapat karma. Julianto, kamu juga menggunakan kekuasaanmu untuk menindas orang lain, konsekuensinya nggak akan baik. Aku menyarankan kalian untuk memperbaiki kelakukan kalian.""Omong kosong. Pak Julianto, dia berani bicara dengan kita seperti ini. Dia sudah keterlaluan. Kenapa kamu masih belum mengurusnya juga?" teriak Shelly dengan marah.Wajah Julianto juga menjadi muram. Dia berkata dengan dingin, "Bocah, apa kamu pikir kamu bisa bersikap seenaknya di Kota Yogu? Elga, patahkan kedua kakinya, lalu lempar dia ke Sungai Hondura."Elga sang p