Krek....
Sebuah pintu terbuka dengan sekali gerakan. Menampilkan seorang laki-laki yang berpenampilan elegan dan mempesona. Laki-laki itu memakai setelan jas dan celana bahan mahal lalu berdiri di pintu ruang kerja Bella. Sebelum masuk, laki-laki itu merapikan terlebih dahulu pakaian yang dia pakai seolah-olah ada debu yang hinggap di sana. Padahal yang terjadi tidak ada sama sekali.
Bella yang sedang meneliti hasil kerja kemarin dan hasil penjualan produk baru-baru ini bersama asisten pribadinya, Firly. Langsung mendongak begitu pintu itu terbuka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Padahal seingat Bella, Bella tidak punya temu janji dengan siapa pun hari ini. Lalu kenapa laki-laki ini datang tanpa diminta? Aneh.
Bella menjadi binggung sendiri. Sebenarnya siapa dia? Bella tidak tau siapa laki-laki yang berani-beraninya masuk tanpa seizinnya. Tidak mungkin laki-laki itu suruhannya Kakek. Kakek pasti akan bilang padanya kalau ada seseorang yang ingin bertemu hari itu juga. Yang pasti, harus ada temu janji dulu sama Bella. Baru dia bisa datang menemuinya. Bukan begini, tiba-tiba datang dan masuk membuat sport jantung. Kalau saja tidak ada hukum di Negara ini, Bella akan langsung memukulnya tanpa ampun biar laki-laki itu mengerti kalau ruangan ini adalah ruangan pribadi kepunyaan Ceo yang berarti tidak boleh di masuki oleh sembarang orang.
'Astaga'
"Lo nggak bilang sama gue kalau gue punya janji sama orang hari ini?" Bella berbisik pada Firly dengan suara yang Bella tekankan di sana.
Firly yang mendengar Bella kesal atas ulah laki-laki itu langsung berubah manjadi pucat pasi. Firly tidak mau disalahkan. Itu bukan salahnya. Memang benar hari ini tidak ada orang yang datang menemui Bella yang berarti laki-laki ini adalah orang asing. Firly langsung memberikan fakta yang terjadi di sana biar Bella tidak menyalahkannya.
"Lo kok nyalahin gue Bel, gue mana tau ada orang yang tiba-tiba datang ke ruangan Ceo. Gue rasa dia salah alamat datang ke sini. Lo lihat deh pakaian yang dia pakai kelihatan mahal yang berarti dia itu suruhan orang."
Langkah laki-laki itu pasti ditunjang dengan berat bobot tubuhnya yang ideal dan mata yang tertuju satu arah dimana Bella duduk di satu kursi kebesarannya lalu laki-laki itu berhenti tepat di depan mejanya dan berdeham kemudian.
Bella yang melihatnya berdiri di sana langsung Bella bertopang dagu dengan kedua tangan yang berada di atas meja sambil menarik salah satu alis ke atas. Bella ingin tau apa yang laki-laki ini inginkan. Laki-laki ini sudah berani datang dan masuk ke dalam ruangannya tanpa izin. Jika dia tidak ada keperluan penting. Akan segera Bella laporkan pada pihak keamanan di bawah sana supaya langsung mendepaknya keluar. Siapa yang ingin diganggu di saat sedang serius-seriusnya bekerja malah ada gangguan begini. Untung saja laki-laki ini tampan coba kalau nggak, langsung Bella bentak saat itu juga.
Laki-laki itu mengeluarkan sebuah berkas dan menaruhnya di atas meja.
"Nona Bella Atmadja, saya berikan sebuah berkas untuk nona pelajari nantinya. Berkas ini adalah sebuah kesepakatan perjanjian antara Kakek anda dengan Tuan Renaldi Kristan Moreno. Dimana dalam perjanjian itu Nona harus menikah dengannya."
"What?! Aku tidak percaya ini?" Firly memekik lalu memandang Bella dengan raut wajah tidak percaya.
Tidak hanya Firly yang terkejut. Bella yang baru saja mendengarnya juga sama terkejutnya mendengar hal ini. Tapi bisa Bella tutupi dengan sebuah seringai di sana.
Demi apa pun, Kakek tidak pernah bilang apa-apa selama ini tentang pernikahan padanya. Setiap bertemu pun, yang di bahas Kakek adalah tentang pertanyaan-pertanyaan yang berujung dengan keadaan Bella saat itu dan juga tentang perusahaan yang kini Bella pegang. Hanya itu. Kedua hal yang selalu Bella terima dan selalu saja Bella jelaskan berkali-kali padanya sampai Bella lelah sendiri kalau semua masih baik-baik saja.
Bagaimana pun menggendalikan sebuah perusahaan tidaklah segampang seperti membalikkan telapak tangan. Butuh proses, waktu dan tenaga supaya semua bisa berjalan lancar. Karna Bella sadar saat ini Bella sedang menanggung beban berat dimana Bella harus membayar para pekerja itu setiap bulannya. Memutar roda perusahaan supaya stabil setiap harinya agar tidak terjadi tumpang tindih dan itu semua tidaklah mudah. Sampai-sampai Bella mengorbankan rasa lapar dan terkadang Bella sampai harus di rawat gara-gara penyakit magku yang kambuh. Kalau tidak kronis mungkin Bella bisa menanggungnya sendiri dengan meminum obat penghilang rasa sakit yang sering Bella konsumsi.
Namun, jika rasa sakit itu datang dengan cepat disaat kerjaan yang Bella tangani lagi banyak-banyaknya, Bella tidak bisa lagi menahannya sampai akhirnya Bella jatuh pingsan dan di bawa ke rumah sakit.
Sampai akhirnya Kakek pun memarahi para bawahan Bella yang tidak becus mengurus pekerjaannya. Dia teramat murka ketika mengetahui Bella sudah terkapar di rumah sakit dengan selang infus yang sudah ada di tanganku. Detik itu juga, Kakek mengecek dan langsung memecat para bawahan Bella yang tidak becus bekerja. Padahal aku-nya yang sering lupa waktu dan sampai-sampai lupa makan.
Firly sudah sering memberitahu dan terkadang mengomel ketika sudah jamnya makan siang. Bella tidak juga beranjak dari tempat dudukku. Masih memegang berkas dan mengotak-atik tab yang Bella taruh di atas meja kerja.
Bella yang mendengar Kakek memecat para bawahan Bella menjadi tidak terima. Selama mereka bagus dan di anggap layak, Bella tidak mau memecatnya. Bella masih mau mereka bekerja di perusahaan ini. Dengan wajah memelas, Bella memohon pada Kakek jangan memecat mereka karna memang aku-nya yang salah. Bukan mereka.
Dan kembali ke topik awal. Bagi Bella ini sangat mustahil. Apalagi tentang sebuah rencana dadakan seperti ini. Sebuah perjanjian? Menikah? Lucu. Bella ingin tertawa rasanya mendengar kata-kata itu. Ini pasti sebuah kesalahan. Mana pernah Bella membayangkan akan menikah sama orang asing. Apalagi Bella belum tau sama sekali siapa dia.
Renaldi Kristan Moreno?
Nama yang unik dan terasa mendebarkan.
"Satu hal lagi, Tuan Kristan mau bertemu anda nanti malam untuk membahas perjanjian ini. Tepat pukul tujuh malam nanti, anda bisa menemuinya di resto The Dairy Nick. Selamat siang."
Laki-laki itu membungkukkan tubuhnya di depan Bella sebagai tanda bahwa laki-laki itu menghormati Bella lalu memberi salam dan kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan teka-teki.
Selepas dia pergi, Firly yang masih berada di sana bersama Bella langsung memperlihatkan wajah polosnya disertai wajah binggung. Bella yang melihat hal itu langsung mengerti arti dari wajahnya itu dan di sambut dengan ekspresi datar oleh Bella.
"Gue tau ekspresi lo itu Ly. Lo pasti pengen tanya tentang hal ini sama gue. Sama. Gue juga binggung. Gue juga nggak tau apa-apa sama sekali. Serius. Seumur hidup, baru kali ini Kakek kasih gue kejutan. Dan ini parah abis. Lo tau kan kenapa gue males banget sama kata 'menikah'. Lo udah tau alasannya. Nggak usah tanya. Gue juga binggung kenapa Kakek setuju-setuju aja gue menikah sama Kristan. Emang Kristan siapa sih bisa bikin Kakek gue bertekuk lutut sama dia. Ini aneh tau nggak. Bener nggak kata gue?"
"Ribet banget ternyata hidup lo ya. Harus butuh bantuan Kakek lo demi lo menikah nantinya."
"Lo itu harusnya mikir gimana caranya biar gue nggak nikah sama itu orang. Gue nggak mau nikah. Titik."
“Ingat umur lo itu udah berapa?”
“Peduli amat.”
Firly mengambil berkas yang di taruh di atas meja kerja Bella lalu membacanya.
"The Morgan Elsesware," ucap Firly dengan lantang.
"Apa? Itu kan nama perusahaan salah satu saingan kita. Bagaimana bisa dia yang punya perusahaan itu. Ini tidak mungkin. Apa sebenarnya rencana Kakek. Gue benci banget sumpah kalau ternyata gue nikah sama orang yang punya perusahaan itu. Lo tau kan, berkali-kali kita punya rencana pengen punya proyek. Tapi sering gagal karna keduluan sama perusahaan itu. Gue nggak sangka kalau pada akhirnya gue malah ketemu sama dia. Enaknya gue apain tuh orang ya."
"Bel lo yakin sama penampilan lo?" tanya Firly keheranan. Bukannya apa, penampilan Bella bisa dikatakan penampilan yang tidak layak bertemu dengan kekasih hati apalagi katanya laki-laki ini adalah calon suaminya. Bella memeriksa penampilannya dari kaca yang ada di dalam lift itu dimulai dari atas sampai ke bawah. Semua terkesan natural, tidak ada riasan atau pun gaun malam wah yang biasa Bella pakai untuk ke pesta. Malahan yang Bella pakai saat ini adalah outfit coklat dengan celana bahan hitam. Terkesan pekerja kantoran. Tak hanya itu rambut Bella yang seharusnya tertata rapi sekarang malah kelihatan berantakan. Kebiasaan kalau sedang kerja, Bella selalu mengikat asal rambutnya dan itu berlangsung sampai mereka masuk ke dalam lift. "Gue lupa rambut gue masih berantakan," Bella menyengir kemudian. Firly mendecak gemas sementara Bella malah santai-santai saja membuka ikatan rambutnya yang membuat rambut yang berwarna kecoklatan tergerai indah sampai ke
Kini, Bella berada tepat di bawah kucuran air shower hangat untuk membasahi tubuhnya yang sudah pegal setelah seharian bekerja dan menemui Kristan tadi. Ternyata mandi itu sangat ampuh untuk menghilangkan rasa pegal dan juga menjernihkan semua pikiran yang sudah kusut sejak pertemuan tadi. Bayangan saja apa yang di katakan Kristan tadi begitu mengena dalam hati. "Aku memberi sebuah jalan. Urusan bisnis ini tidak hanya menguntungkan kedua belah pihak saja. Tapi juga memberi kehormatan pada keluargamu karna bisa mendapatkan keluarga Moreno. Salah satu keluarga terpandang di Negri ini. Kamu pasti sudah tau bagaimana keluargaku kan. Makanya kamu tidak usah berpikir panjang. Jika kamu menolak. Maka hilang sudah jalan lebar yang kamu terima." Bella mencermati wajah datar dan tidak berperasaan yang saat ini duduk di hadapannya. Dia begitu sombong karna menjadi bagian dari keluarga Moreno. Itu kebetulan saja dia bisa lahir di keluarga terpan
Begitu mobil Bella sudah terparkir di depan mansion Biantara. Bella langsung bergerak memasuki tempat tinggal Biantara, Kakek kebanggaannya sejak dulu kala. Langkah terburu-buru Bella ambil setelah mengecek jam tangan yang sekarang berada tepat di posisi 7 pagi ini. Semua rencana sudah tertata rapi dalam kepala Bella setelah matanya terbuka sejak bangun pagi tadi. Bella langsung berpikir, apa yang harus Bella lakukan pagi ini sampai nanti Bella datang ke kantornya. Seorang pelayan utama menyambut Bella begitu kakinya masuk ke dalamnya. Daniel, pelayan yang sudah lama menjabat sebagai pelayan khusus yang di tempatkan di rumah Biantara menyapa Bella saat tau Bella datang untuk bertemu dengan Biantara. "Pagi Nona," sapanya dengan suaranya yang khas. Serak-serak basah yang sudah Bella kenal sejak dulu. "Pagi. Kakek ada di dalam kan?" "Tentu saja. Beliau sudah menunggu anda." "Wow ... aku tidak terkejut jika dia selalu tahu aku akan s
Bella menjatuhkan tas jinjing yang ia bawa di atas meja kerja begitu ia sampai di kantor. Firly yang melihat Bella kesal hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Firly bisa menebak dengan pasti kalau Bella tidak bisa menyelesaikan masalahnya sehingga wajahnya terlihat kesal saat ini. "Pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu. Apa masalahnya bertambah rumit makanya muka lo nggak kelihatan bahagia?" Bella mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi itu untuk meredakan kekecewaan ini. Namun rasanya percuma saja. Tidak cukup membantu. Semua masih tetap pada sedia kala. "Ly, gue tadi ke rumah Kakek. Ya lo tau kan, kali aja gue bisa nego gitu tentang kesepakatan ini. Gue pikir, jalan gue bakalan mulus-mulus aja. Tapi, ternyata hasil yang gue dapat 0. Kakek tetap pada keputusannya dan mau nggak mau gue akhirnya nikah sama dia." "Yess ... gue pasti bakal jadi orang pertama yang akan datang ke party lo. Gue senang pada akhirnya lo nikah juga." "Gue nggak
Bella melihat gaun pernikahan yang sudah terpasang di manekin. Baru pertama kali melihatnya, Bella langsung dibuat heran. Rancangannya sangat indah, mempesona, keren dan terlihat begitu elegan. Kristan memang nggak salah pilih butik. Ini butik terbaik yang bisa berikan acungan jempol. Bella suka. Tapi bukan berarti dia menang. "Nona Bella. Silahkan di coba gaunnya. Jika ada yang kurang bisa kami perbaiki." Dengan tidak sabar, Bella mencobanya untuk memastikan apakah semuanya pas. Begitu juga dengan Kristan. Dia juga mencoba memakai jasnya yang sudah disediakan. Selesai mengenakannya Bella keluar untuk memperlihatkan pada desainer apakah semuanya sudah oke atau belum. Untuk saat ini, Bella rasa gaun yang dipakai sangat pas dan nyaman. Tidak terlalu terbuka dan yang pasti tidak ribet jika nanti Bella berjalan. Sebentuk seringai terlihat di bibir Kristan begitu Bella keluar dengan gaun yang sudah dipakainya. Entah apa yang di pikirkan Kristan ketik
Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu. "Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu. Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini. Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertany
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha
Bella menyesap cappucino latte yang sudah Firly belikan untuknya tadi pagi saat Bella masuk ke dalam ruangannya. Firly bergegas menghampiri setelah tahu Bella datang pagi itu. Karna Bella ingin meminum cappucino itu, ia pun menyuruh Firly untuk membelikannya. Rasa pahit dan manis bercampir menjadi satu membuat kenikmatan tersendiri.Sembari meminum cappucino, matanya melihat laporan perusahaan yang sudah sedari tadi ada di depannya. Meja kerjanya sudah berantakan sejak tadi karna sudah terlalu fokus dengan laporan yang menyita waktu. Makanya ia biarkan saja semuanya berantakan. Tak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat betapa buruknya ruang kerjanya. Laptop menyala, berkas dimana-mana dan kertas-kertas yang sudah dicoret-coret berhamburan sampai ke lantai. Ia memang gila kerja. Terserah saja orang lain bilang apa, ia tidak pernah mau peduli.
"Kita mau kemana Kristan?" tanya Bella yang saat ini matanya di tutup dengan sehelai kain. Bella jadi tidak bisa melihat kemana-mana karna matanya sudah berubah menjadi gelap. Kristan mengajaknya entah kemana tanpa memberitahu dan Bella terpaksa mengikutinya. Habisnya laki-laki itu merengek tanpa batas seperti anak kecil yang tidak mau di tolak begitu saja. Alhasil Bella harus mengalah dan menerima permintaannya. Dari mulai masuk ke dalam mobil sampai keluar mobil, matanya sudah tertutup oleh kain. Ingin sekali Bella bertanya kemana mereka akan pergi karna pikirannya selalu dihantui rasa penasaran tapi Kristan hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi atau kita akan mendapatkan waktu yang berharga. Makanya Bella tidak tahu apa-apa sampai sekarang. "Tunggu sebentar lagi ya, kita akan tiba sesuai keinginanku." Sepulangnya dari pulau Bangka itu Kristan jadi berubah lebih romantis. Ia tidak lagi berkata ketus atau dingin kepada Bella. Malah sekarang ucapannya
Bella membuka mata begitu terasa hari sudah pagi. Seperti biasanya, jika hari sudah menjelang pagi tanpa pemberitahuan apa pun, mata Bella pasti langsung terbuka. Instingnya mengatakan begitu, begitu mata itu terbuka, matanya menatap satu arah yang ia lihat pertama kali adalah seorang laki-laki tampan yang Bella ketahui adalah suaminya yaitu Kristan yang saat ini sedang tertidur di hadapannya. Matanya terpejam dengan hembusan nafas yang teratur. Bella ingin bergerak bangun namun saat mengetahui tempat yang Bella tempati saat itu begitu sempit. Hal itu tidak akan mudah untuknya bisa melewati hal itu. Ia harus bergerak lebih keras agar ia bisa keluar dari sova ini. Apalagi sekarang Kristan sedang memeluknya. Jadi ia tidak akan bisa melewati dengan tenang. Bella heran, kenapa ia bisa tertidur dengan Kristan di sova sesempit ini dan itu berlangsung sampai pagi. Keinginan untuk pergi cepat-cepat dari pelukan Kristan lebih dari apa yang ia pikirkan. Tak ingin
Kebersamaan Bella bersama Xavier di pantai itu tidak berlangsung lama karna sebuah panggilan nama Bella yang terdengar begitu lantang. Suara khas dari seseorang membuat keduanya serempak untuk melihat laki-laki yang Bella tau bahwa dia adalah suami sahnya.Bella bertanya dalam hati mengapa dia mendatangi Bella sampai ke sini, apakah tidak cukup puas kemarin sudah menyakitinya sampai begitu dalam. Tidak cukupkah surat gugatan cerai yang di berikan padanya. Dia hanya cukup menunggu dan semuanya selesai. Kenapa harus melihatnya di sini?Kristan mendekat lalu menggenggam tangan Bella untuk pergi dari sana. Ketidaksukaan Kristan terlihat begitu jelas ketika melihat Bella bersama dengan laki-laki lain di sini. Namun tidak bisa menyurutkan tekad Bella untuk menepis tangan itu dan memberikan peringatan bahwa Bella memang istrinya tapi bukan begini perlakuannya pada seorang istri dan mungkin sebentar lagi mereka akan berpisah."Ikut aku!" bentak Kristan pada Bella. Sorot
Bella menyusuri pantai yang dibilang banyak orang sangatlah indah. Kaki telanjangnya melangkah di atas pasir selangkah demi selangkah sampai Bella merasa lelah lalu Bella memilih untuk duduk di tepi pantai yang kering tanpa alas apa-apa. Matanya memandang ke lautan lepas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus saat itu. Membuat rambut yang tergerai itu berterbangan dan gaun pantai yang dia gunakan juga bergerak terkena angin pantai. Betapa Bella merindukan saat ini dimana tidak ada orang mengganggu dan juga hanya di temani sepi yang bisa membuat Bella lebih tenang dan damai. Tak lama kemudian seseorang mendekati Bella dan duduk di sampingnya tanpa menghiraukan keterkejutan Bella. Dia terlihat santai dan menikmati suasana yang terasa saat itu. "Kamu tau sulit sekali mencari jadwal penerbangan supaya bisa bertemu kamu di sini." "Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu masih bekerja di perusahaanku dan juga mengurus gugatan ceraiku?" "Aku sudah di putus kerja
"Nggak! Dia udah kabur.""Apa?! Wah serius kamu? Demi apa? Jangan bercanda Kristan? Dia kabur kemana? Jangan bilang sama laki-laki brengsek itu."Sialan.Kristan akui saat ini dia merasa sedang patah hati dan hal itu membuat sisi kewarasannya hilang untuk sementara. Otaknya tidak bisa berpikir dan mencerna dengan baik. Semuanya blank begitu saja. Terasa begitu buntu. Biasanya Kristan bisa langsung bertindak secepat mungkin jika ada suatu masalah yang sedang terjadi. Ini malah tidak bisa bertindak sama sekali yang membuat emosi memenuhi hati dan kepalanya.Seharusnya Kristan mencari Bella dan bicara berdua layaknya orang dewasa lalu menemukan solusi terbaik agar pernikahan mereka baik-baik saja dan kembali berjalan normal tapi mengapa dia hanya berdiri di dalam ruangannya tanpa bergerak mencari Bella saat ini?ini sangatlah aneh.Kristan memandang pemandangan kota pagi itu dengan tatapan kosong. Matanya melihat ke depan namun bayang-bayang akan Bella
Biantara duduk di kursi ruangan Bella dengan pandangan mata lurus ke depan dimana Kristan berdiri di depannya. Mereka sama-sama memandang dengan pemikiran masing-masing tapi Kristan tidak setajam Biantara, Kristan memilih untuk memandang biasa saja dan terlihat acuh. Kristan tidak ingin menguasai pembicaraan ini karna Kristan tau bahwa dia yang salah.Biantara belum mau mengatakan apa-apa sebelum Kristan berkata lebih dahulu sampai Kristan akhirnya menyerah dengan situasi kikuk yang terjadi. Kristan memulai percakapan lebih dulu dengan memandang datar Biantara lalu memulai dengan sebuah senyum kaku. Ini dia lakukan agar Biantara tidak terlalu cemas. Tanpa sadar Biantara sebenarnya terlihat begitu cemas. Ketara sekali dari guratan di dahi laki-laki tua itu namun Biantara samarkan dengan mata tajam yang tidak beralih pada Kristan."Maaf Kakek, permasalahan rumah tanggaku tidak seharusnya membuat Kakek terbebani, aku sudah meminimalisir supaya permasalahan ini tidak
Dengan kaki jenjangnya Bella melangkah ke pintu jendela lalu menyibak tirai yang menutupi kamar dimana nanti Bella akan tinggali untuk sementara waktu sampai perceraian yang diinginkan Bella tiba. Bella sudah memberitahu Xavier untuk segera mengurus perceraiannya. Semoga kasus perceraian ini tidak memakan proses yang lama.Ponselnya tak lama berdering kemudian, Bella merogoh ke dalam saku jas yang Bella pakai hari itu supaya Bella merasa hangat setelah berpergian kurang lebih beberapa jam yang lalu.Setelah berhubungan suami istri dengan Kristan, Bella sudah merasa yakin untuk meninggalkan Kristan detik itu juga. Bella memutuskan untuk menghindarinya dan menjauh untuk beberapa waktu sembari menunggu keputusan persidangan cerai nantinya."Lo udah sampai belum? Gimana perjalanan lo? Lo nggak apa-apa kan?" Firly bertanya dengan suara berbisik supaya ucapannya tidak terdengar oleh orang lain."Gue udah sampai tujuan Ly, lo tenang aja. Vila yang lo maksu
Tepat di bulan Mei dan saat ini pukul 7 malam. Bella mencatat dengan jelas waktu terpahit dimana kehidupannya akan berubah. Jelas saja statusnya akan berubah sebentar lagi jika Kristan menyetujui permintaannya. Permintaan yang tidak pernah Bella bayangkan sebelumnya. Bella akan berakhir dengan status janda.Bella berdiri di tengah-tengah kamar untuk menjelaskan maksud yang Bella rasakan pada Kristan. Kristan yang sudah berdiri tak jauh di depannya sedang menunggu apa yang akan Bella katakan malam ini. Tidak pernah Bella merasakan kesulitan untuk memulai pembicaraan, entah apa yang akan dikatakan Kristan nanti. Meskipun sulit untuk Bella tapi mau tidak mau Bella harus melakukannya."Aku mau bercerai," ucap Bella dengan tegas.Kristan tidak menjawab, mungkin belum, Kristan masih menunggu ucapan Bella yang lainnya sebelum dia menjawab ucapannya dengan tegas. Kristan menyipitkan matanya memperlihatkan betapa aura menakutkan begitu terpancar dari wajah Kristan saat i