Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu.
"Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu.
Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini.
Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertanyakan hal itu. Mungkin pertanyaan Bella di luar dugaannya makanya ia terlihat begitu serius.
"Apa maksudmu dengan drama? Kita akan menjalani pernikahan ini. Bukan menjalani drama."
Bodoh. Bella pikir Kristan itu pintar tapi kenapa harus diperjelas sih. Apa ia tidak sepintar itu?
"Aku tahu kita menjalani pernikahan. Tapi kita tidak saling cinta satu sama lainnya. Jadi kita itu menikah semata-mata hanya menjalani peran saja. Semua tergantung orangtua kita masing-masing. Bukannya begitu?"
"Jadi kamu mau pisah setahun kemudian?"
"Sejak awal kamu bilang kalau pernikahan ini tidak terlalu penting bukan? Itu menurutmu tapi tidak denganku. Maaf, kata pernikahan menurutku adalah hal yang terpenting. Aku tidak mau menikah terus bercerai. Aku tidak mau hal itu terjadi. Dengan kesungguhan hati yang paling dalam. Tolong kamu pikirkan lagi tentang pernikahan. Jika kamu hanya main-main saja, aku tidak mau jadi korban kamu."
"Aku tidak mau memikirkannya lagi. Sudah malas. Aku sudah mengatakan dengan jelas kalau aku akan menikah sama kamu. Jadi, aku tak peduli tentang hal lain."
"Tapi bagaimana kalau aku mencintai orang lain? Apa kamu mau aku duakan?"
Kristan melepas tangannya lalu melihat Bella dengan intens. Ia tahu kalau Bella mengatur pembicaraan ini agar pernikahan ini tidak akan pernah terjadi. Namun ia tidak akan pernah menyangkalnya. Mau bagaimana Bella terus menerus bertanya ia tidak akan pernah meninggalkannya. Titik.
"Kamu berpikir untuk menduakan aku?" tanya Kristan dengan nada tidak percaya.
"Aku tidak peduli mau kamu sakit hati atau tidak. Aku sudah bilang sejak awal sama kamu. Kita ini tidak saling cinta dan yang pasti, kita tidak saling membutuhkan. Jadi kamu menikahiku hanya di atas kertas dan hanya status. Aku butuh cinta murni. Jadi maaf, aku tekankan sekali lagi padamu kalau nanti aku menemukan laki-laki lain. Kamu tidak berhak menekanku."
Kristan terlihat percaya diri. Tidak mungkin Bella akan menduakannya. Kita lihat saja apakah mungkin Bella akan berpindah ke lain hati kalau Kristan akan membuatnya bertekuk lutut.
"Kita lihat saja nanti. Aku akan melakukan apa setelah kamu menduakan aku. Yang harus kamu tau Bella, aku tidak akan pernah mundur. Jadi kamu akan menerima kenyataan bahwa sebentar lagi statusmu tidak lagi sama. Kamu akan menjadi seorang istri. Camkan itu!"
Bella meremas pakaiannya ketika Kristan berkata demi kata dengan suara geraman yang bisa terlihat jelas kalau ia tidak suka Bella mengatakan hal itu. Terserah. Bella hanya mengutarakan apa yang Bella inginkan. Siapa yang mau menikah seperti ini. Ini hanya sebuah mimpi. Mimpi buruk dari sekian yang tidak ingin Bella inginkan. Bella juga punya mimpi. Mimpi mempunyai sebuah keluarga kecil yang bahagia. Tapi bukan sekarang.
"Baiklah. Aku terima."
Dert ... Dert ponsel Kristan berbunyi kemudian dan itu berhasil mengalihkan pembicaraan antara Bella dan ia.
Bella merasa terganggu dengan bunyi itu tapi tidak bagi laki-laki disampingnya. Ia masih menatap intens Bella dan tidak berpengaruh apa-apa.
"Kenapa tidak kamu angkat? Apa itu dari pacarmu makanya kamu takut ketahuan sama aku? Angkat saja aku juga tidak akan terganggu. Aku sudah tahu tidak mungkin seorang Kristan tidak mempunyai wanita."
"Bukan. Dia bukan pacarku."
"Kenapa kamu yakin sekali? Aneh. Oke kalau begitu aku pergi. Selamat malam Tuan Kristan."
Setelah lama Bella berada di sini lebih baik Bella pulang dan beristirahat. Di tempat ini tidak baik untuk kesehatannya. Kristan tidak mau menggagalkan pernikahan ini padahal itu yang Bella inginkan. Semua yang Bella inginkan tidak bisa sesempurna itu.
"Tunggu!"
Dua langkah Bella berjalan akhirnya terhenti begitu ia mengatakan tunggu.
"Aku hanya ingin memastikan sesuatu."
Kristan berdiri lalu menatap intens seperti tadi. Bella yang melihatnya jadi binggung sendiri, sebenarnya apa yang ia inginkan.
"Bisakah kita pergi bersama malam ini?"
"Pergi?" Bella membeo
"Ya aku ingin pergi sama kamu. Bisa?"
Bella melihat jam tangannya. Sudah malam. Bella tidak mungkin pergi malam-malam begini. Apalagi bersama laki-laki ini.
"Aku rasa, aku tidak bisa. Besok aku akan bekerja pagi-pagi sekali dan aku juga tidak terbiasa pergi malam-malam begini."
"Kamu tidak mempercayai aku?"
"Kemana kita akan pergi?"
"Hanya sebuah resto langgananku. Aku hanya ingin berbicara bersamamu."
"Baiklah. Aku akan mengikuti keinginanmu. Aku harap kita tidak akan lama."
"Baiklah. Aku yakin tidak akan lama."
***
Satu jam perjalanan akhirnya mobil pun berhenti di depan sebuah resto yang di bilang Kristan. Bella turun dari mobil dan melangkah ke dalam resto. Seorang pelayan menghampiri Bella begitu Bella sudah masuk ke dalamnya.
"Apakah tuan Kristan sudah datang?" tanya Bella begitu pelayan itu mendatanginya. Bella dan Kristan berjalan sendiri-sendiri karna memang tadi datang ke WO. Kami memakai mobil masing-masing.
Pelayan itu mengernyit dan melihat ke sekelilingnya. Bella pun menunggu jawabannya sembari melihat ke sekeliling resto itu.
"Bella."
Ternyata Kristan ada di belakangnya saat matanya mencari keberadaan Kristan. Ia terlihat baru datang.
"Ayo kita masuk."
Bella pun menggangguk yang berarti setuju.
Sial! Kenapa aku malah harus ke resto ini. Seharusnya aku pulang dan tidur. Kenapa aku malah memilih pergi bersamanya.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Kristan menyadari kecemasan Bella saat ini.
"Ah tidak. Kamu berlebihan."
"Kamu mau pesan apa?"
"Terserah saja. Aku hanya ingin minum. Aku tidak lapar."
"Baik kalau begitu. Aku akan pesan anggur untuk malam ini."
"Maaf. Aku tidak suka minum alkohol. Aku tidak suka dengan baunya."
"Anggur tidak akan membuatmu mabuk. Aku yakin itu. Dan kalau pun kamu mabuk. Aku yang akan membawamu."
"Tidak. Aku akan merepotkan kamu. Aku tidak mau merepotkan siapa pun saat ini. Cukup pesankan minuman biasa saja dan aku akan meminum itu. Aku tidak mau kamu menekanku harus meminumnya. Aku sudah bilang kan aku tidak terbiasa jadi tolong kamu pesankan apa yang aku inginkan. Sudah jelas?"
Kristan mengusap rahang kokohnya. Sebentuk seringai terukir di bibir manisnya itu. Berbicara dengan Bella memang sangat menarik. Ia merasa Bella memang wanita yang tidak bisa di taklukkan begitu saja. Ia punya cara tersendiri dan pemikiran yang anggun. Anggap saja ini sebagai tantangan ke depannya. Ia suka wanita yang seperti ini. Well ... tidak terlalu buruk wanita yang di inginkan Papa. Kristan pikir Kristan juga menyukainya ketimbang wanita yang selalu manis di luar tapi pahit di dalamnya.
"Aku ke toilet dulu kalau begitu."
Saat Bella mau melangkah sialnya kakinya tersandung karpet. Bella terjatuh tepat di sebelah Kristan duduk. Bagaimana pun ini sangat memalukan. Bagaimana bisa sepatunya membuat momen memalukan di saat seperti ini. Kristan pasti sedang menertawakannya. Memang tidak ketara, ia masih terlihat biasa tapi bisa saja di dalam hatinya itu ia merutuki kebodohan dari seorang Bella. Sial.
"Kamu sepertinya butuh bantuanku."
Laki-laki itu berdiri di depan Bella yang masih setia di karpet dan mengulurkan tangannya untuk membantu Bella berdiri. Daripada menahan malu, mau tidak mau Bella pun mengulurkan tangan Bella padanya dan detik itu juga Bella pun berdiri atas bantuan dari Kristan."Terima kasih. Terima kasih atas bantuanmu."
Mungkin malam ini momen yang sulit untuk Bella lupakan, kenapa Bella harus bertindak bodoh di depannya. Astaga ini sangat memalukan.
"Tidak masalah Bella. Aku suka membantumu. Apalagi kamu itu terlihat sangat manis saat ini."
Dan yang ia lakukan selanjutnya adalah membuatnya terdiam. Ia mencium tangannya dengan sangat manis. Detik itu juga Bella jadi terkejut dan juga tak menyangka. Apa ini bagian dari sikap Kristan yang ia punya?
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha
"Wow ... kamu sungguh luar biasa. Tidak hanya cantik tapi kamu juga sungguh mempesona. Aku yang mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tak ku sangka calon istri seorang Kristan ternyata sangat..." "Sangat apa?" pelotot Bella pada Drew. "Sangat mempesona. Hahaha. Kristan ternyata kamu mempunyai pasangan yang luar biasa menarik. Aku yakin dia pasti bisa menyamai sikapmu itu." Bella mulai bosan dengan situasi ini. Kenapa harus ada laki-laki ini di sini. Siapa sih dia. Ikut campur saja saat Bella sedang bicara. Kristan berdiri tak lama kemudian. Melepaskan kancing lengan kemejanya lalu melipatnya sampai sebatas siku yang dapat memperlihatkan betapa kekar tangan laki-laki itu. Lihat saja bagaimana otot-otot keras terlihat di sana. "Maafkan aku Bella, aku sedang banyak pekerjaan sampai tidak melihat ponsel kalau kamu menghubungi aku." Bella menggeram. "Alasan! Aku tidak suka ya alasan kuno seperti itu. Itu sangat me
Pernikahan yang Bella inginkan adalah Bella bisa melangkah bersama dengan pasangan impian yang tidak hanya bisa berbagi dalam suka tapi juga dalam duka, kami bisa melewati pernikahan kami bersama-sama sampai akhir hayat nanti dan juga kami bisa saling cinta, melengkapi dan bisa saling mengerti satu sama lainnya. Simple bukan. Memang itu keinginan Bella sejak dulu. Namun semua yang Bella inginkan hanya ada dalam bayangan semata. Itu hanya ada dalam impian indah saja. Begitu ucapan janji di ucapkan oleh Kristan, laki-laki yang akan menjadi suami seumur hidup dengan lantang. Semua pasang mata yang menjadi tamu keluarga langsung berteriak sah setelah selesai berucap. Bella yang saat itu sedang duduk mendengarkan dengan seksama menjadi tersentak kaget mendengar realita yang sangat jauh dari bayangannya ini. Pasangan yang ada di sampingnya ini bukan seperti yang ada dalam bayangan Bella. Yang Bella inginkan adalah laki-laki yang sudah tahu betul luar dalam. Tapi tidak untu
Mata Bella terbuka dengan tubuh yang terasa remuk redam. Semua terasa begitu menyakitkan sewaktu Bella membuka mata. Rasanya untuk bergerak saja ia tidak sanggup apalagi berjalan ke kamar mandi. Padahal ia butuh ke kamar mandi sekarang. Sinar matahari terlihat dengan jelas saat Bella melihat ke tirai. Sinarnya masuk ke dalam melalui sela-sela tirai dan Bella kembali mengeluh, ternyata sudah beranjak siang, jam berapa ini? Tak pernah Bella bangun jam segini. Bella melihat ke sekeliling ruangan itu yang sekarang tengah ia tiduri lalu menatap langit-langit kamar yang saat ini tepat di atas kepalanya. Bella mengingat kembali atas apa yang telah terjadi pada dirinya kemarin. Bayangan demi bayangan masuk ke dalam kepalanya saat itu bagai film yang ia tonton tanpa jeda sama sekali. Di mulai dari kami berdebat satu sama lainnya, K
"Apa yang kamu lakukan?" Bella mundur selangkah karna tangan Kristan yang terulur itu kepadanya. "Aku hanya ingin mengobatimu. Ada luka di bibirmu itu." Bella mengelengkan kepalanya begitu mengetahui bahwa Kristan ingin mengobati luka yang sudah ia perbuat sejak semalam. Buat apa ia berucap untuk mengobati lukanya kalau kenyataannya ia tidak akan pernah bisa mengubah sikapnya. Benci tetap saja benci tidak bisa mengubah semuanya menjadi sayang kalau ia tidak ada niat dari dalam dirinya sendiri ia akan memperbaiki diri. Dan luka ini, biarlah begini. Ini membuktikan betapa kasarnya yang telah ia lakukan pada Bella. Tak hanya kebenciannya yang terlihat tetapi juga sikap kasarnya juga terlihat jelas. "Tidak perlu. Aku masih kuat menanggung perih ini. Kam
Bella rasa tindakan yang akan Bella lakukan sudah teramat fatal jika Bella dengan suka rela melaksanakan perintahnya. Bagaimana mungkin Bella menelanjangi diri dan dengan senang hati menganti pakaiannya itu di depan Kristan. Memang benar ia adalah suaminya. Tapi sudah sangat jelas bukan kalau yang ia perintahkan adalah tindakan untuk mempermalukannya dan juga secara tidak langsung membuat harga diri Bella terluka. Membuang semua gengsi dan harus mengikuti aturannya. Ia masih waras untuk melakukan hal itu. Bella bukan wanita yang tidak punya rasa malu. Ia punya dan ia tidak mau mempermalukan diri sendiri apalagi di hadapan Kristan. Lupakan! Seumur hidup Bella tidak akan pernah mau mempermalukan diri sendiri. Bella harus memikirkan cara lain supaya Bella tidak menemui jalan buntu. Lebih baik Bella memikirkan ide lain daripada harus bertemu dengan rasa malu pada diri sendiri. "Aku akan tidak mau membuka baju demi hasratmu semata. Aku bukan wanita yang dengan senan
Saat Bella mau duduk di kursi yang ada di sana. Tiba-tiba saja pandangan matanya langsung menggelap dan tak lama kemudian Bella terjatuh tak sadarkan diri. Kristan yang melihat Bella pingsan langsung terburu-buru mendekatinya dan berjongkok kemudian. Ia memeluknya sembari menepuk pelan pipi Bella untuk membangunkannya. Sementara itu Biantara yang melihat cucu kesayangannya terjatuh tidak sadarkan diri terlihat begitu panik. Ia juga menghampiri Bella dan menyentuh tangan Bella. Mencoba untuk membangunkannya. "Kenapa Bella bisa pingsan? Apa yang kamu lakukan sampai ia bisa pingsan begini? Apa Bella tidak makan. Makanya bisa pingsan? Oh aku tidak percaya ini." Kristan yang masih mencoba membangunkan Bella tidak mampu menjawab pertanyaan Biantara. Ia mencoba cara ini supaya Bella bangun. Namun cara itu tidak mampu membangunkannya. "Aku akan membawanya ke rumah sakit kenalanku Kek. Aku akan beritahu nanti bagaimana kondisinya setelah dokter mem
Bella menyesap cappucino latte yang sudah Firly belikan untuknya tadi pagi saat Bella masuk ke dalam ruangannya. Firly bergegas menghampiri setelah tahu Bella datang pagi itu. Karna Bella ingin meminum cappucino itu, ia pun menyuruh Firly untuk membelikannya. Rasa pahit dan manis bercampir menjadi satu membuat kenikmatan tersendiri.Sembari meminum cappucino, matanya melihat laporan perusahaan yang sudah sedari tadi ada di depannya. Meja kerjanya sudah berantakan sejak tadi karna sudah terlalu fokus dengan laporan yang menyita waktu. Makanya ia biarkan saja semuanya berantakan. Tak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat betapa buruknya ruang kerjanya. Laptop menyala, berkas dimana-mana dan kertas-kertas yang sudah dicoret-coret berhamburan sampai ke lantai. Ia memang gila kerja. Terserah saja orang lain bilang apa, ia tidak pernah mau peduli.
"Kita mau kemana Kristan?" tanya Bella yang saat ini matanya di tutup dengan sehelai kain. Bella jadi tidak bisa melihat kemana-mana karna matanya sudah berubah menjadi gelap. Kristan mengajaknya entah kemana tanpa memberitahu dan Bella terpaksa mengikutinya. Habisnya laki-laki itu merengek tanpa batas seperti anak kecil yang tidak mau di tolak begitu saja. Alhasil Bella harus mengalah dan menerima permintaannya. Dari mulai masuk ke dalam mobil sampai keluar mobil, matanya sudah tertutup oleh kain. Ingin sekali Bella bertanya kemana mereka akan pergi karna pikirannya selalu dihantui rasa penasaran tapi Kristan hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi atau kita akan mendapatkan waktu yang berharga. Makanya Bella tidak tahu apa-apa sampai sekarang. "Tunggu sebentar lagi ya, kita akan tiba sesuai keinginanku." Sepulangnya dari pulau Bangka itu Kristan jadi berubah lebih romantis. Ia tidak lagi berkata ketus atau dingin kepada Bella. Malah sekarang ucapannya
Bella membuka mata begitu terasa hari sudah pagi. Seperti biasanya, jika hari sudah menjelang pagi tanpa pemberitahuan apa pun, mata Bella pasti langsung terbuka. Instingnya mengatakan begitu, begitu mata itu terbuka, matanya menatap satu arah yang ia lihat pertama kali adalah seorang laki-laki tampan yang Bella ketahui adalah suaminya yaitu Kristan yang saat ini sedang tertidur di hadapannya. Matanya terpejam dengan hembusan nafas yang teratur. Bella ingin bergerak bangun namun saat mengetahui tempat yang Bella tempati saat itu begitu sempit. Hal itu tidak akan mudah untuknya bisa melewati hal itu. Ia harus bergerak lebih keras agar ia bisa keluar dari sova ini. Apalagi sekarang Kristan sedang memeluknya. Jadi ia tidak akan bisa melewati dengan tenang. Bella heran, kenapa ia bisa tertidur dengan Kristan di sova sesempit ini dan itu berlangsung sampai pagi. Keinginan untuk pergi cepat-cepat dari pelukan Kristan lebih dari apa yang ia pikirkan. Tak ingin
Kebersamaan Bella bersama Xavier di pantai itu tidak berlangsung lama karna sebuah panggilan nama Bella yang terdengar begitu lantang. Suara khas dari seseorang membuat keduanya serempak untuk melihat laki-laki yang Bella tau bahwa dia adalah suami sahnya.Bella bertanya dalam hati mengapa dia mendatangi Bella sampai ke sini, apakah tidak cukup puas kemarin sudah menyakitinya sampai begitu dalam. Tidak cukupkah surat gugatan cerai yang di berikan padanya. Dia hanya cukup menunggu dan semuanya selesai. Kenapa harus melihatnya di sini?Kristan mendekat lalu menggenggam tangan Bella untuk pergi dari sana. Ketidaksukaan Kristan terlihat begitu jelas ketika melihat Bella bersama dengan laki-laki lain di sini. Namun tidak bisa menyurutkan tekad Bella untuk menepis tangan itu dan memberikan peringatan bahwa Bella memang istrinya tapi bukan begini perlakuannya pada seorang istri dan mungkin sebentar lagi mereka akan berpisah."Ikut aku!" bentak Kristan pada Bella. Sorot
Bella menyusuri pantai yang dibilang banyak orang sangatlah indah. Kaki telanjangnya melangkah di atas pasir selangkah demi selangkah sampai Bella merasa lelah lalu Bella memilih untuk duduk di tepi pantai yang kering tanpa alas apa-apa. Matanya memandang ke lautan lepas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus saat itu. Membuat rambut yang tergerai itu berterbangan dan gaun pantai yang dia gunakan juga bergerak terkena angin pantai. Betapa Bella merindukan saat ini dimana tidak ada orang mengganggu dan juga hanya di temani sepi yang bisa membuat Bella lebih tenang dan damai. Tak lama kemudian seseorang mendekati Bella dan duduk di sampingnya tanpa menghiraukan keterkejutan Bella. Dia terlihat santai dan menikmati suasana yang terasa saat itu. "Kamu tau sulit sekali mencari jadwal penerbangan supaya bisa bertemu kamu di sini." "Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu masih bekerja di perusahaanku dan juga mengurus gugatan ceraiku?" "Aku sudah di putus kerja
"Nggak! Dia udah kabur.""Apa?! Wah serius kamu? Demi apa? Jangan bercanda Kristan? Dia kabur kemana? Jangan bilang sama laki-laki brengsek itu."Sialan.Kristan akui saat ini dia merasa sedang patah hati dan hal itu membuat sisi kewarasannya hilang untuk sementara. Otaknya tidak bisa berpikir dan mencerna dengan baik. Semuanya blank begitu saja. Terasa begitu buntu. Biasanya Kristan bisa langsung bertindak secepat mungkin jika ada suatu masalah yang sedang terjadi. Ini malah tidak bisa bertindak sama sekali yang membuat emosi memenuhi hati dan kepalanya.Seharusnya Kristan mencari Bella dan bicara berdua layaknya orang dewasa lalu menemukan solusi terbaik agar pernikahan mereka baik-baik saja dan kembali berjalan normal tapi mengapa dia hanya berdiri di dalam ruangannya tanpa bergerak mencari Bella saat ini?ini sangatlah aneh.Kristan memandang pemandangan kota pagi itu dengan tatapan kosong. Matanya melihat ke depan namun bayang-bayang akan Bella
Biantara duduk di kursi ruangan Bella dengan pandangan mata lurus ke depan dimana Kristan berdiri di depannya. Mereka sama-sama memandang dengan pemikiran masing-masing tapi Kristan tidak setajam Biantara, Kristan memilih untuk memandang biasa saja dan terlihat acuh. Kristan tidak ingin menguasai pembicaraan ini karna Kristan tau bahwa dia yang salah.Biantara belum mau mengatakan apa-apa sebelum Kristan berkata lebih dahulu sampai Kristan akhirnya menyerah dengan situasi kikuk yang terjadi. Kristan memulai percakapan lebih dulu dengan memandang datar Biantara lalu memulai dengan sebuah senyum kaku. Ini dia lakukan agar Biantara tidak terlalu cemas. Tanpa sadar Biantara sebenarnya terlihat begitu cemas. Ketara sekali dari guratan di dahi laki-laki tua itu namun Biantara samarkan dengan mata tajam yang tidak beralih pada Kristan."Maaf Kakek, permasalahan rumah tanggaku tidak seharusnya membuat Kakek terbebani, aku sudah meminimalisir supaya permasalahan ini tidak
Dengan kaki jenjangnya Bella melangkah ke pintu jendela lalu menyibak tirai yang menutupi kamar dimana nanti Bella akan tinggali untuk sementara waktu sampai perceraian yang diinginkan Bella tiba. Bella sudah memberitahu Xavier untuk segera mengurus perceraiannya. Semoga kasus perceraian ini tidak memakan proses yang lama.Ponselnya tak lama berdering kemudian, Bella merogoh ke dalam saku jas yang Bella pakai hari itu supaya Bella merasa hangat setelah berpergian kurang lebih beberapa jam yang lalu.Setelah berhubungan suami istri dengan Kristan, Bella sudah merasa yakin untuk meninggalkan Kristan detik itu juga. Bella memutuskan untuk menghindarinya dan menjauh untuk beberapa waktu sembari menunggu keputusan persidangan cerai nantinya."Lo udah sampai belum? Gimana perjalanan lo? Lo nggak apa-apa kan?" Firly bertanya dengan suara berbisik supaya ucapannya tidak terdengar oleh orang lain."Gue udah sampai tujuan Ly, lo tenang aja. Vila yang lo maksu
Tepat di bulan Mei dan saat ini pukul 7 malam. Bella mencatat dengan jelas waktu terpahit dimana kehidupannya akan berubah. Jelas saja statusnya akan berubah sebentar lagi jika Kristan menyetujui permintaannya. Permintaan yang tidak pernah Bella bayangkan sebelumnya. Bella akan berakhir dengan status janda.Bella berdiri di tengah-tengah kamar untuk menjelaskan maksud yang Bella rasakan pada Kristan. Kristan yang sudah berdiri tak jauh di depannya sedang menunggu apa yang akan Bella katakan malam ini. Tidak pernah Bella merasakan kesulitan untuk memulai pembicaraan, entah apa yang akan dikatakan Kristan nanti. Meskipun sulit untuk Bella tapi mau tidak mau Bella harus melakukannya."Aku mau bercerai," ucap Bella dengan tegas.Kristan tidak menjawab, mungkin belum, Kristan masih menunggu ucapan Bella yang lainnya sebelum dia menjawab ucapannya dengan tegas. Kristan menyipitkan matanya memperlihatkan betapa aura menakutkan begitu terpancar dari wajah Kristan saat i