Kini, Bella berada tepat di bawah kucuran air shower hangat untuk membasahi tubuhnya yang sudah pegal setelah seharian bekerja dan menemui Kristan tadi.
Ternyata mandi itu sangat ampuh untuk menghilangkan rasa pegal dan juga menjernihkan semua pikiran yang sudah kusut sejak pertemuan tadi.
Bayangan saja apa yang di katakan Kristan tadi begitu mengena dalam hati.
"Aku memberi sebuah jalan. Urusan bisnis ini tidak hanya menguntungkan kedua belah pihak saja. Tapi juga memberi kehormatan pada keluargamu karna bisa mendapatkan keluarga Moreno. Salah satu keluarga terpandang di Negri ini. Kamu pasti sudah tau bagaimana keluargaku kan. Makanya kamu tidak usah berpikir panjang. Jika kamu menolak. Maka hilang sudah jalan lebar yang kamu terima."
Bella mencermati wajah datar dan tidak berperasaan yang saat ini duduk di hadapannya. Dia begitu sombong karna menjadi bagian dari keluarga Moreno. Itu kebetulan saja dia bisa lahir di keluarga terpandang coba kalau dia lahir bukan dari keluarga ini. Mungkin tidak begitu keadaannya.
Apa dia masih bisa bersikap sombong seperti ini? Bella rasa tidak.
Lalu, bagaimana dengan perasaannya? Bella bukanlah boneka yang bisa di jadikan tumbal di sini. Bella juga punya hati dan bisa terluka.
Bella benci mengakui hal ini. Kenapa harus Bella yang di libatkan di sini. Sejujurnya Bella tidak tahu apa-apa dan tiba-tiba saja sebuah berita menyesakkan dada terdengar ke dalam telinganya. Bella harus menikah dan di tekan begitu saja. Mereka begitu tega. Tega sekali mereka melakukannya.
Bella berniat dalam hati, besok Bella harus menemui Kakek untuk membicarakan masalah ini. Meskipun sebenarnya apa yang di tawarkan Kristan buatnya tidak keberatan. Dia bilang tidak ada saling sentuh dan tidak ada cinta di dalamnya. Mustahil, mana mungkin laki-laki seperti dia bisa bilang tidak ada saling sentuh. Kalau ditanya soal cinta mungkin ya, kita tidak saling mengenal satu sama lainnya dan kemungkinan besar tidak ada cinta diantara kita. Tapi kalau soal urusan hasrat. Bella yakin laki-laki itu pasti punya hasrat yang tinggi.
Bella ingin tertawa miris rasanya. Pernikahan macam apa yang dia tawarkan padanya. Bella sadar ini adalah pernikahan bisnis. Makanya tanpa ada perasaan di sana. Bella sih tidak masalah karna Bella juga tidak punya perasaan apa-apa sama dia. Mungkin laki-laki itu mempunyai pacar makanya dia bilang begitu sama Bella. Lalu, kenapa dia tidak menikahi pacarnya itu. Malah menikah sama Bella. Ah mungkin dia tidak di restui sama kedua orang tuanya. Jadi, dia memilih rasa aman. Dengan alasan menikahi Bella lalu dengan sembunyi-sembunyi dia masih berhubungan dengan pacarnya itu.
"Kristan... Kristan... sudah ketebak apa yang kamu pikirkan itu. Hahaha. Dasar laki-laki itu. Kenapa bisa dia berpikiran begitu."
Selepas mandi, Bella memakai handuk lalu melangkah ke lemari pakaian. Mengambil piyama tidur dan mengeringkan rambut dengan menggunakan hairdriyer.
Masih memegang hairdriyer. Ponsel Bella berdering dengan riang gembira kemudian. Bella mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas dan melihat siapa yang meneleponnya. Nama Firly tertera di sana. Bella menggeser tombol hijaunya dan mendengarkan dengan mode speakerphone karna Bella sedang sibuk dengan hairdriyernya. Terdengar kemudian suara khas seorang Firly yang bawel. Tak hanya itu suara bising menyeruak masuk, membuat suaranya jadi samar-samar terdengar.
"Bel ... lo udah pulang?"
"Kebiasaan lo ya, awas aja kalau hang over. Gue nggak mau tau, besok ada meeting pagi, gue nggak mau terima alasan lo telat. Klien penting nih."
"Gue nggak mabuk. Cuma have fun aja kok. Godain cowok-cowok ganteng. Abis setiap hari ketemu lo lagi. Lo lagi. Mata gue sampai sepet. Gue pengen hiburan bentar. Asli di sini banyak banget daun muda alias brondong Bel."
"Gue nggak minat."
"Ya iyalah lo nggak minat. Ada laki-laki yang ngajak lo nikah. Makanya lo nggak minat. Coba lo hilangin patah hati lo itu. Pasti lo minat sama brondong sekali pun. Hehehe."
"Meskipun gue nggak patah hati juga. Gue nggak minat sama brondong kali. Gue lebih suka yang dewasa."
Firly mengangguk-anggukkan kepalanya menikmati musik dan juga sudah terpengaruh oleh minuman yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Makanya dia sudah enjoy di sana.
"Eh terus gimana akhirnya? Lo terima dia atau nggak?"
"Itu urusan gue kali. Lo kepo banget jadi orang."
"Bel ... Bella, hello, lo anggap apa gue selama ini. Gue teman terbaik lo dan juga asisten lo yang nggak pernah marah meskipun lo selalu bentak-bentak gue. Ngerti lo. Awas aja lo nggak mau ngomong. Gue resign besok juga."
"Hahaha."
"Jangan ketawa deh ya. Lo bikin gue eneg."
"Gue belum pastiin Ly. Keputusannya setelah gue ketemu Kakek besok. Kali aja bisa damai dan gagal deh tuh nikah sama dia."
"Bel ... lo mau nggak patah hati lo itu hilang dari hidup lo?"
Bella terdiam tidak berkata-kata apa pun. Bella belum paham apa yang dia katakan. Masih menyimak perkataan Firly.
"Nggak ngerti gue."
"Ya elah. Gitu aja pake diajarin. Makanya rival lo itu di ambil orang. Lo nggak bisa berburu yang tepat sih."
"Sialan. Lo ngeledek gue atau emang senang banget gue bodoh dalam hal ini. Gue emang nggak pintar sama percintaan. Bagi gue itu rumit. Nggak paham gue sama hal-hal beginian."
"Makanya gue kasih tau. Nenek."
"Eh seenaknya aja lo bilang gitu. Gue belum tua kali. Wajah gue belum keriput. Masih 28 tahun. Di bilang Nenek. Lo kali yang Nenek."
"Eh iya deh. Sorry-sorry. Gitu aja cemberut. Gue kasih tau ya sama lo. Mending lo nikah aja deh sama Kristan. Percaya deh sama gue. Lo bakalan bisa beralih dari patah hati lo ke dia. Daripada lo sendirian begini. Lebih baik punya pasangan. Biar lo nggak kesepian."
"Ly, gue udah biasa kesepian kali."
"Buat kali ini kalau bisa di ubah ya sayang. Sayang umur kalau lo begini-begini aja."
"Lo nasehatin gue seakan percintaan lo mulus-mulus aja."
"Gue itu meskipun patah hati nggak kayak lo, seumur hidup nggak mau berhubungan lagi sama cowok."
"Ya sih, lo bisa cepet banget cari cowok setelah putus. Kayak ganti pakaian aja. Nggak pake acara nangis-nangis segala. Hebat banget lo ya."
Firly mendecak. "Bel ... tanpa sepengetahuan lo. Terkadang gue nangis Bel. Gue binggung sama diri gue. Kok nggak bisa ya bertahan lebih lama soal menjalin hubungan sama seseorang. Kenapa selalu aja putus. Hubungan gue nggak pernah menginjak sampai jenjang pernikahan. Ya gue tahu, gue masih muda. Tapi apa salahnya coba gue nikah terus jadi istri orang. Salah gue dimana coba? Padahal gue itu udah cari tahu kesalahan gue selama berhubungan sama mantan-mantan gue itu. Gue udah bersikap sabar dan dewasa. Gue juga udah jadi diri sendiri. Tapi herannya gue selalu putus."
"Belum jodoh kali Ly, lo nggak usah terlalu dilema gitu deh. Kayak kenapa aja," jawab Bella acuh.
"Ya mungkin. Bikin happy aja lah. Suatu saat nanti gue pasti ketemu dia. Jodoh gue dan gue akan jadi istri yang bahagia sampai akhir nanti."
"Bagus tuh kata-katanya. Lo belajar dari siapa sih?"
"Lo bikin gue kesel tahu nggak. Gue mau balik dulu deh."
"Hati-hati lo di jalan. Lo nggak mabuk kan?"
"Nggak. Gue minum cuma segelas doang. Gue anti mabuk."
"Oke. Gue tutup teleponnya."
Telepon itu terputus kemudian. Bella menggenggam erat ponselnya dan setelah itu Bella mematikannya.
Kata-kata Firly tadi terlintas dalam pikirannya untuk beberapa saat kemudian.
"Buat kali ini kalau bisa pemikiran lo itu di ubah deh. Sayang kan umur lo kalau lo masih begini-begini aja."
Apa aku harus menikah sama dia meskipun aku tidak cinta sama dia? Meskipun aku harus mempertaruhkan kehidupanku demi urusan bisnis dan aku harus bersiap menerima semua risikonya kalau nantinya Kristan malah diam-diam berhubungan sama pacarnya itu.
Apa begini hidup yang aku harus jalani? Hampa?! Masih sendiri atau sudah menikah sekali pun. Semua masih saja terasa hampa.
Begitu mobil Bella sudah terparkir di depan mansion Biantara. Bella langsung bergerak memasuki tempat tinggal Biantara, Kakek kebanggaannya sejak dulu kala. Langkah terburu-buru Bella ambil setelah mengecek jam tangan yang sekarang berada tepat di posisi 7 pagi ini. Semua rencana sudah tertata rapi dalam kepala Bella setelah matanya terbuka sejak bangun pagi tadi. Bella langsung berpikir, apa yang harus Bella lakukan pagi ini sampai nanti Bella datang ke kantornya. Seorang pelayan utama menyambut Bella begitu kakinya masuk ke dalamnya. Daniel, pelayan yang sudah lama menjabat sebagai pelayan khusus yang di tempatkan di rumah Biantara menyapa Bella saat tau Bella datang untuk bertemu dengan Biantara. "Pagi Nona," sapanya dengan suaranya yang khas. Serak-serak basah yang sudah Bella kenal sejak dulu. "Pagi. Kakek ada di dalam kan?" "Tentu saja. Beliau sudah menunggu anda." "Wow ... aku tidak terkejut jika dia selalu tahu aku akan s
Bella menjatuhkan tas jinjing yang ia bawa di atas meja kerja begitu ia sampai di kantor. Firly yang melihat Bella kesal hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Firly bisa menebak dengan pasti kalau Bella tidak bisa menyelesaikan masalahnya sehingga wajahnya terlihat kesal saat ini. "Pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu. Apa masalahnya bertambah rumit makanya muka lo nggak kelihatan bahagia?" Bella mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi itu untuk meredakan kekecewaan ini. Namun rasanya percuma saja. Tidak cukup membantu. Semua masih tetap pada sedia kala. "Ly, gue tadi ke rumah Kakek. Ya lo tau kan, kali aja gue bisa nego gitu tentang kesepakatan ini. Gue pikir, jalan gue bakalan mulus-mulus aja. Tapi, ternyata hasil yang gue dapat 0. Kakek tetap pada keputusannya dan mau nggak mau gue akhirnya nikah sama dia." "Yess ... gue pasti bakal jadi orang pertama yang akan datang ke party lo. Gue senang pada akhirnya lo nikah juga." "Gue nggak
Bella melihat gaun pernikahan yang sudah terpasang di manekin. Baru pertama kali melihatnya, Bella langsung dibuat heran. Rancangannya sangat indah, mempesona, keren dan terlihat begitu elegan. Kristan memang nggak salah pilih butik. Ini butik terbaik yang bisa berikan acungan jempol. Bella suka. Tapi bukan berarti dia menang. "Nona Bella. Silahkan di coba gaunnya. Jika ada yang kurang bisa kami perbaiki." Dengan tidak sabar, Bella mencobanya untuk memastikan apakah semuanya pas. Begitu juga dengan Kristan. Dia juga mencoba memakai jasnya yang sudah disediakan. Selesai mengenakannya Bella keluar untuk memperlihatkan pada desainer apakah semuanya sudah oke atau belum. Untuk saat ini, Bella rasa gaun yang dipakai sangat pas dan nyaman. Tidak terlalu terbuka dan yang pasti tidak ribet jika nanti Bella berjalan. Sebentuk seringai terlihat di bibir Kristan begitu Bella keluar dengan gaun yang sudah dipakainya. Entah apa yang di pikirkan Kristan ketik
Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu. "Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu. Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini. Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertany
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha
"Wow ... kamu sungguh luar biasa. Tidak hanya cantik tapi kamu juga sungguh mempesona. Aku yang mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tak ku sangka calon istri seorang Kristan ternyata sangat..." "Sangat apa?" pelotot Bella pada Drew. "Sangat mempesona. Hahaha. Kristan ternyata kamu mempunyai pasangan yang luar biasa menarik. Aku yakin dia pasti bisa menyamai sikapmu itu." Bella mulai bosan dengan situasi ini. Kenapa harus ada laki-laki ini di sini. Siapa sih dia. Ikut campur saja saat Bella sedang bicara. Kristan berdiri tak lama kemudian. Melepaskan kancing lengan kemejanya lalu melipatnya sampai sebatas siku yang dapat memperlihatkan betapa kekar tangan laki-laki itu. Lihat saja bagaimana otot-otot keras terlihat di sana. "Maafkan aku Bella, aku sedang banyak pekerjaan sampai tidak melihat ponsel kalau kamu menghubungi aku." Bella menggeram. "Alasan! Aku tidak suka ya alasan kuno seperti itu. Itu sangat me
Pernikahan yang Bella inginkan adalah Bella bisa melangkah bersama dengan pasangan impian yang tidak hanya bisa berbagi dalam suka tapi juga dalam duka, kami bisa melewati pernikahan kami bersama-sama sampai akhir hayat nanti dan juga kami bisa saling cinta, melengkapi dan bisa saling mengerti satu sama lainnya. Simple bukan. Memang itu keinginan Bella sejak dulu. Namun semua yang Bella inginkan hanya ada dalam bayangan semata. Itu hanya ada dalam impian indah saja. Begitu ucapan janji di ucapkan oleh Kristan, laki-laki yang akan menjadi suami seumur hidup dengan lantang. Semua pasang mata yang menjadi tamu keluarga langsung berteriak sah setelah selesai berucap. Bella yang saat itu sedang duduk mendengarkan dengan seksama menjadi tersentak kaget mendengar realita yang sangat jauh dari bayangannya ini. Pasangan yang ada di sampingnya ini bukan seperti yang ada dalam bayangan Bella. Yang Bella inginkan adalah laki-laki yang sudah tahu betul luar dalam. Tapi tidak untu
Bella menyesap cappucino latte yang sudah Firly belikan untuknya tadi pagi saat Bella masuk ke dalam ruangannya. Firly bergegas menghampiri setelah tahu Bella datang pagi itu. Karna Bella ingin meminum cappucino itu, ia pun menyuruh Firly untuk membelikannya. Rasa pahit dan manis bercampir menjadi satu membuat kenikmatan tersendiri.Sembari meminum cappucino, matanya melihat laporan perusahaan yang sudah sedari tadi ada di depannya. Meja kerjanya sudah berantakan sejak tadi karna sudah terlalu fokus dengan laporan yang menyita waktu. Makanya ia biarkan saja semuanya berantakan. Tak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat betapa buruknya ruang kerjanya. Laptop menyala, berkas dimana-mana dan kertas-kertas yang sudah dicoret-coret berhamburan sampai ke lantai. Ia memang gila kerja. Terserah saja orang lain bilang apa, ia tidak pernah mau peduli.
"Kita mau kemana Kristan?" tanya Bella yang saat ini matanya di tutup dengan sehelai kain. Bella jadi tidak bisa melihat kemana-mana karna matanya sudah berubah menjadi gelap. Kristan mengajaknya entah kemana tanpa memberitahu dan Bella terpaksa mengikutinya. Habisnya laki-laki itu merengek tanpa batas seperti anak kecil yang tidak mau di tolak begitu saja. Alhasil Bella harus mengalah dan menerima permintaannya. Dari mulai masuk ke dalam mobil sampai keluar mobil, matanya sudah tertutup oleh kain. Ingin sekali Bella bertanya kemana mereka akan pergi karna pikirannya selalu dihantui rasa penasaran tapi Kristan hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi atau kita akan mendapatkan waktu yang berharga. Makanya Bella tidak tahu apa-apa sampai sekarang. "Tunggu sebentar lagi ya, kita akan tiba sesuai keinginanku." Sepulangnya dari pulau Bangka itu Kristan jadi berubah lebih romantis. Ia tidak lagi berkata ketus atau dingin kepada Bella. Malah sekarang ucapannya
Bella membuka mata begitu terasa hari sudah pagi. Seperti biasanya, jika hari sudah menjelang pagi tanpa pemberitahuan apa pun, mata Bella pasti langsung terbuka. Instingnya mengatakan begitu, begitu mata itu terbuka, matanya menatap satu arah yang ia lihat pertama kali adalah seorang laki-laki tampan yang Bella ketahui adalah suaminya yaitu Kristan yang saat ini sedang tertidur di hadapannya. Matanya terpejam dengan hembusan nafas yang teratur. Bella ingin bergerak bangun namun saat mengetahui tempat yang Bella tempati saat itu begitu sempit. Hal itu tidak akan mudah untuknya bisa melewati hal itu. Ia harus bergerak lebih keras agar ia bisa keluar dari sova ini. Apalagi sekarang Kristan sedang memeluknya. Jadi ia tidak akan bisa melewati dengan tenang. Bella heran, kenapa ia bisa tertidur dengan Kristan di sova sesempit ini dan itu berlangsung sampai pagi. Keinginan untuk pergi cepat-cepat dari pelukan Kristan lebih dari apa yang ia pikirkan. Tak ingin
Kebersamaan Bella bersama Xavier di pantai itu tidak berlangsung lama karna sebuah panggilan nama Bella yang terdengar begitu lantang. Suara khas dari seseorang membuat keduanya serempak untuk melihat laki-laki yang Bella tau bahwa dia adalah suami sahnya.Bella bertanya dalam hati mengapa dia mendatangi Bella sampai ke sini, apakah tidak cukup puas kemarin sudah menyakitinya sampai begitu dalam. Tidak cukupkah surat gugatan cerai yang di berikan padanya. Dia hanya cukup menunggu dan semuanya selesai. Kenapa harus melihatnya di sini?Kristan mendekat lalu menggenggam tangan Bella untuk pergi dari sana. Ketidaksukaan Kristan terlihat begitu jelas ketika melihat Bella bersama dengan laki-laki lain di sini. Namun tidak bisa menyurutkan tekad Bella untuk menepis tangan itu dan memberikan peringatan bahwa Bella memang istrinya tapi bukan begini perlakuannya pada seorang istri dan mungkin sebentar lagi mereka akan berpisah."Ikut aku!" bentak Kristan pada Bella. Sorot
Bella menyusuri pantai yang dibilang banyak orang sangatlah indah. Kaki telanjangnya melangkah di atas pasir selangkah demi selangkah sampai Bella merasa lelah lalu Bella memilih untuk duduk di tepi pantai yang kering tanpa alas apa-apa. Matanya memandang ke lautan lepas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus saat itu. Membuat rambut yang tergerai itu berterbangan dan gaun pantai yang dia gunakan juga bergerak terkena angin pantai. Betapa Bella merindukan saat ini dimana tidak ada orang mengganggu dan juga hanya di temani sepi yang bisa membuat Bella lebih tenang dan damai. Tak lama kemudian seseorang mendekati Bella dan duduk di sampingnya tanpa menghiraukan keterkejutan Bella. Dia terlihat santai dan menikmati suasana yang terasa saat itu. "Kamu tau sulit sekali mencari jadwal penerbangan supaya bisa bertemu kamu di sini." "Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu masih bekerja di perusahaanku dan juga mengurus gugatan ceraiku?" "Aku sudah di putus kerja
"Nggak! Dia udah kabur.""Apa?! Wah serius kamu? Demi apa? Jangan bercanda Kristan? Dia kabur kemana? Jangan bilang sama laki-laki brengsek itu."Sialan.Kristan akui saat ini dia merasa sedang patah hati dan hal itu membuat sisi kewarasannya hilang untuk sementara. Otaknya tidak bisa berpikir dan mencerna dengan baik. Semuanya blank begitu saja. Terasa begitu buntu. Biasanya Kristan bisa langsung bertindak secepat mungkin jika ada suatu masalah yang sedang terjadi. Ini malah tidak bisa bertindak sama sekali yang membuat emosi memenuhi hati dan kepalanya.Seharusnya Kristan mencari Bella dan bicara berdua layaknya orang dewasa lalu menemukan solusi terbaik agar pernikahan mereka baik-baik saja dan kembali berjalan normal tapi mengapa dia hanya berdiri di dalam ruangannya tanpa bergerak mencari Bella saat ini?ini sangatlah aneh.Kristan memandang pemandangan kota pagi itu dengan tatapan kosong. Matanya melihat ke depan namun bayang-bayang akan Bella
Biantara duduk di kursi ruangan Bella dengan pandangan mata lurus ke depan dimana Kristan berdiri di depannya. Mereka sama-sama memandang dengan pemikiran masing-masing tapi Kristan tidak setajam Biantara, Kristan memilih untuk memandang biasa saja dan terlihat acuh. Kristan tidak ingin menguasai pembicaraan ini karna Kristan tau bahwa dia yang salah.Biantara belum mau mengatakan apa-apa sebelum Kristan berkata lebih dahulu sampai Kristan akhirnya menyerah dengan situasi kikuk yang terjadi. Kristan memulai percakapan lebih dulu dengan memandang datar Biantara lalu memulai dengan sebuah senyum kaku. Ini dia lakukan agar Biantara tidak terlalu cemas. Tanpa sadar Biantara sebenarnya terlihat begitu cemas. Ketara sekali dari guratan di dahi laki-laki tua itu namun Biantara samarkan dengan mata tajam yang tidak beralih pada Kristan."Maaf Kakek, permasalahan rumah tanggaku tidak seharusnya membuat Kakek terbebani, aku sudah meminimalisir supaya permasalahan ini tidak
Dengan kaki jenjangnya Bella melangkah ke pintu jendela lalu menyibak tirai yang menutupi kamar dimana nanti Bella akan tinggali untuk sementara waktu sampai perceraian yang diinginkan Bella tiba. Bella sudah memberitahu Xavier untuk segera mengurus perceraiannya. Semoga kasus perceraian ini tidak memakan proses yang lama.Ponselnya tak lama berdering kemudian, Bella merogoh ke dalam saku jas yang Bella pakai hari itu supaya Bella merasa hangat setelah berpergian kurang lebih beberapa jam yang lalu.Setelah berhubungan suami istri dengan Kristan, Bella sudah merasa yakin untuk meninggalkan Kristan detik itu juga. Bella memutuskan untuk menghindarinya dan menjauh untuk beberapa waktu sembari menunggu keputusan persidangan cerai nantinya."Lo udah sampai belum? Gimana perjalanan lo? Lo nggak apa-apa kan?" Firly bertanya dengan suara berbisik supaya ucapannya tidak terdengar oleh orang lain."Gue udah sampai tujuan Ly, lo tenang aja. Vila yang lo maksu
Tepat di bulan Mei dan saat ini pukul 7 malam. Bella mencatat dengan jelas waktu terpahit dimana kehidupannya akan berubah. Jelas saja statusnya akan berubah sebentar lagi jika Kristan menyetujui permintaannya. Permintaan yang tidak pernah Bella bayangkan sebelumnya. Bella akan berakhir dengan status janda.Bella berdiri di tengah-tengah kamar untuk menjelaskan maksud yang Bella rasakan pada Kristan. Kristan yang sudah berdiri tak jauh di depannya sedang menunggu apa yang akan Bella katakan malam ini. Tidak pernah Bella merasakan kesulitan untuk memulai pembicaraan, entah apa yang akan dikatakan Kristan nanti. Meskipun sulit untuk Bella tapi mau tidak mau Bella harus melakukannya."Aku mau bercerai," ucap Bella dengan tegas.Kristan tidak menjawab, mungkin belum, Kristan masih menunggu ucapan Bella yang lainnya sebelum dia menjawab ucapannya dengan tegas. Kristan menyipitkan matanya memperlihatkan betapa aura menakutkan begitu terpancar dari wajah Kristan saat i