Bella menjatuhkan tas jinjing yang ia bawa di atas meja kerja begitu ia sampai di kantor. Firly yang melihat Bella kesal hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Firly bisa menebak dengan pasti kalau Bella tidak bisa menyelesaikan masalahnya sehingga wajahnya terlihat kesal saat ini.
"Pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu. Apa masalahnya bertambah rumit makanya muka lo nggak kelihatan bahagia?"
Bella mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi itu untuk meredakan kekecewaan ini. Namun rasanya percuma saja. Tidak cukup membantu. Semua masih tetap pada sedia kala.
"Ly, gue tadi ke rumah Kakek. Ya lo tau kan, kali aja gue bisa nego gitu tentang kesepakatan ini. Gue pikir, jalan gue bakalan mulus-mulus aja. Tapi, ternyata hasil yang gue dapat 0. Kakek tetap pada keputusannya dan mau nggak mau gue akhirnya nikah sama dia."
"Yess ... gue pasti bakal jadi orang pertama yang akan datang ke party lo. Gue senang pada akhirnya lo nikah juga."
"Gue nggak yakin deh akan pernikahan ini." Bella duduk bersandar di kursinya dengan tidak bersemangat.
"Yakin nggak yakin ya lo harus jalanin. Nggak akan bisa berubah, kenyataannya begitu kan. Lo lihat deh secara profil apa sih yang kurang dari dia coba? Realistis lah. Dia tampan, masih muda, penampilan oke, pintar dan secara finansial. Dia bisa menjalankan bisnis. Kurang apa coba?"
"Yang perlu lo tau Ly, kita menjalankan penikahan ini karna bisnis. Lo paham artinya kan. Gue sama dia nggak ada dasar cinta sama sekali dan hanya ada unsur pemaksaan di sini. Rumah tangga tanpa itu, akan jadi apa? Hambar dan makan hati."
"Sejak kapan lo kenal kata cinta? Bukannya lo nggak pernah punya niatan nikah ya?"
"Emang. Gue nggak niat nikah."
"Nah, udah tau lo nggak ada niat nikah. Anggap aja lo nikah tapi berasa nggak nikah. Cuma bedanya lo tinggal satu atap sama dia. Beres."
"Dan kalau gue cerai status gue jadi janda gitu?"
"Ya jangan cerai lah."
"Ngomong gampang. Mau sampai kapan gue bertahan sama dia. Kalau status aja cuma nikah tapi nggak bisa jalaninnya."
"Intinya gini deh ya, lo nggak mau kan bikin Kakek lo kecewa. Anggap aja lo itu mau bikin senang Kakek lo itu dengan cara ini. Emang dampaknya sama lo sih. Lo yang berkorban semuanya. Tapi balik ke diri lo sendiri Bel, lo itu udah lama nggak dekat sama laki-laki kan. Gue rasa nggak ada salahnya lo coba jalin hubungan sama Kristan. Bermula dari nggak ada kata cinta di sana. Siapa tau lama-lama kalian bisa menjalin lebih dari yang lo bayangin. Siapa tau kan ya. Takdir lo nggak ada yang tau."
Bella mengetukkan jari jemarinya yang lentik itu di atas meja kerjanya seraya memikirkan kata-kata Firly barusan. Memang ada benarnya juga sih, ia sudah lama tidak berhubungan dengan seorang laki-laki dan siapa tau pernikahan ini bisa mengubah hatinya yang sudah beku. Nggak ada salahnya kan. Tapi melihat wajah laki-laki itu yang dingin dan tak berperasaan aa mungkin bisa ia melaluinya?
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Bella dengan nomer baru. Bella mengecek siapa yang mengiriminya pesan. Bella baca pesan singkat itu secara cepat. Ternyata pesan yang berasal dari Kristan di dapatnya.
"Kita bertemu di WO Gladiss luxury jam 7 malam nanti. Aku harap kamu jangan telat seperti kemarin. Jika kamu telat, kamu akan mendapatkan sebuah kejutan dariku."
Bella menghela nafas ketika membaca nama WO di sana. Secepat inikah akhir dari masa lajangnya? Umurnya masih muda, masih 28 tahun dan tahun ini sudah akan di ikat oleh pernikahan. Tidak pernah terbayang oleh Bella sebelumnya Bella akan di pinang oleh laki-laki yang selalu bikin Bella emosi. Beberapa kali punya proyek selalu gagal dan selalu di menangkan olehnya. Makanya Bella tidak percaya yang menikah dengannya adalah ia. Rasa frustasi terlihat sudah sejak kemarin. Semua yang Bella kira bisa di gagalkan. Nyatanya tidak bisa sama sekali, mau tidak mau Bella harus menjalani takdir ini.
***
Sebuah undangan dengan nama Bella dan namanya tertera di dalam undangan yang berwarna gold bercampur coklat itu. Namanya terlihat sangat jelas dan Bella bisa merasakan betapa mirisnya namanya sudah tercantum di sana. Sebentar lagi, dunianya tidak akan sendiri. Ada orang lain yang masuk ke dalamnya.
"Bagaimana dengan undangannya Kak? Apakah sudah oke?" tanya pemilik WO itu. Wanita yang mempunyai wajah oriental itu bertanya tentang pendapatnya. Saat ini wajahnya bisa terlihat sangat gugup dan takut apakah undangannya bisa memuaskan Bella atau tidak.
"Siapa yang menginginkan undangan seperti ini?"
"Tuan Kristan sendiri, Kak."
Bella tidak mengerti. Kenapa harus kembali bertanya padanya lagi. Kalau kenyataannya undangannya pun sudah jadi. Tinggal di perbanyak dan selesai. Buat apa bertanya padanya lagi kalau hanya formalitas saja. Lucu. Masalahnya juga Bella tidak bisa meminta secara eksklusif Bella menolak dan tidak suka dengan warnanya atau bentuk dari undangan itu.
Bella akui memang warna dari undangan ini memang terkesan wah. Apalagi mengingat Kristan merupakan salah satu orang terpandang di Negeri ini. Jadi ia menginginkan yang mewah dan mahal juga setara dengan statusnya.
Namun, sebenarnya Bella kurang suka dengan bentuknya. Bella hanya ingin yang simple saja. Tapi, melihat tanggalnya yang tertera di sana dan itu berarti tinggal sebentar lagi pernikahan itu akan di langsungkan. Bella rasa itu tidak perlu. Buang-buang uang saja. Lagipula Kristan sendiri yang menginginkannya. Lebih baik Bella mengalah dan menuruti permintaannya. Toh hanya sekedar undangan.
Namun, lagi-lagi apa yang aku pikirkan, menikah adalah satu kali seumur hidup. Kenapa aku harus mengalah?
"Sudah bagus. Tidak perlu di ganti," ucap Bella dengan datar padahal dalam hati kesal. Padahal Bella ingin menolak. Namun, lagi-lagi Bella menyingkirkannya. Untuk kali ini saja. Bella akan mengalah. Tapi, tidak lain waktu.
Pintu kaca WO ini terbuka. Memperlihatkan seorang laki-laki yang datang tak lama kemudian. Bella mendecak kesal begitu ia datang dan duduk di sampingnya tanpa ada rasa berdosa sama sekali. Kristan masih kelihatan segar meskipun sudah malam begini. Berbeda dengan Bella yang terlihat kusam setelah seharian bekerja. Bella jadi heran sendiri apa yang ia kerjakan di kantor, kenapa masih bisa segar seperti sehabis bangun pagi. Mungkin habis bertemu pacarnya makanya kelihatan segar begitu. Bisa jadi.
"Hufh ... ia sendiri yang bilang tidak boleh telat malah ia yang telat, dasar laki-laki tak tau diri," gerutu Bella dalam hati.
"Bagaimana dengan pakaiannya. Apakah sudah di buat?" tanya Kristan tanpa menoleh sedikit pun pada Bella. Bella pun juga menyibukkan diri dengan melihat kukunya yang sudah tidak terawat lama karna kesibukkannya.
"Sudah Tuan. Mari ikut saya."
"Aku kira kita akan fitting baju pengantin. Kenapa sudah selesai saja. Memangnya kamu sudah tahu ukuran tubuhku."
"Kamu cukup ramping Bella dan aku tahu itu. Kita akan coba. Kalau nanti ada yang kurang, kita bisa ganti ukuran."
"Dan kamu belum tanya gaun apa yang aku suka? Memangnya yang menikah hanya kamu saja?"
"Aku sudah tahu."
"Darimana kamu tahu? Kita memang sudah sering bertemu. Tapi, itu bukan menjamin semuanya kamu bisa tahu bukan?" kukunya tidak tampak menarik lagi. Bella langsung memincingkan mata dan menggertaknya. Kristan sudah membuat dadanya bergemuruh kesal.
Kita memang sering bertemu. Namun berakhir dengan pertengkaran dan pertengkaran. Itu semua karna bisnis. Dan sekarang kembali terjadi. Namun, dalam urusan yang berbeda.
Kristan mendecak dan Bella sangat benci itu. Setiap kali bertengkar setiap kali juga ada decakan yang terdengar dari mulutnya. Apa maksudnya itu? Ia merasa kesal begitu? Kalau ya, akhiri saja kan. Beres.
"Aku nggak suka ya sama tingkah kamu."
"Perlukah kita bertengkar di sini. Cukup ikuti dan semuanya beres."
Bella bertolak pinggang mendengarnya. Ia bilang apa tadi? Bella makin tidak suka dengannya. Belum juga menikah ia sudah terlalu dominan dengan hubungan ini. Ia sudah mengatur ini dan itu.
"Cukup ikuti dan semuanya beres."
Memangnya aku ini siapa? Wanita yang selalu patuh dan nurut ini dan itu. Haish ... yang benar saja. Aku bukan pacarnya dan ia harus tau siapa aku.
Bella melihat gaun pernikahan yang sudah terpasang di manekin. Baru pertama kali melihatnya, Bella langsung dibuat heran. Rancangannya sangat indah, mempesona, keren dan terlihat begitu elegan. Kristan memang nggak salah pilih butik. Ini butik terbaik yang bisa berikan acungan jempol. Bella suka. Tapi bukan berarti dia menang. "Nona Bella. Silahkan di coba gaunnya. Jika ada yang kurang bisa kami perbaiki." Dengan tidak sabar, Bella mencobanya untuk memastikan apakah semuanya pas. Begitu juga dengan Kristan. Dia juga mencoba memakai jasnya yang sudah disediakan. Selesai mengenakannya Bella keluar untuk memperlihatkan pada desainer apakah semuanya sudah oke atau belum. Untuk saat ini, Bella rasa gaun yang dipakai sangat pas dan nyaman. Tidak terlalu terbuka dan yang pasti tidak ribet jika nanti Bella berjalan. Sebentuk seringai terlihat di bibir Kristan begitu Bella keluar dengan gaun yang sudah dipakainya. Entah apa yang di pikirkan Kristan ketik
Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu. "Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu. Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini. Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertany
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha
"Wow ... kamu sungguh luar biasa. Tidak hanya cantik tapi kamu juga sungguh mempesona. Aku yang mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tak ku sangka calon istri seorang Kristan ternyata sangat..." "Sangat apa?" pelotot Bella pada Drew. "Sangat mempesona. Hahaha. Kristan ternyata kamu mempunyai pasangan yang luar biasa menarik. Aku yakin dia pasti bisa menyamai sikapmu itu." Bella mulai bosan dengan situasi ini. Kenapa harus ada laki-laki ini di sini. Siapa sih dia. Ikut campur saja saat Bella sedang bicara. Kristan berdiri tak lama kemudian. Melepaskan kancing lengan kemejanya lalu melipatnya sampai sebatas siku yang dapat memperlihatkan betapa kekar tangan laki-laki itu. Lihat saja bagaimana otot-otot keras terlihat di sana. "Maafkan aku Bella, aku sedang banyak pekerjaan sampai tidak melihat ponsel kalau kamu menghubungi aku." Bella menggeram. "Alasan! Aku tidak suka ya alasan kuno seperti itu. Itu sangat me
Pernikahan yang Bella inginkan adalah Bella bisa melangkah bersama dengan pasangan impian yang tidak hanya bisa berbagi dalam suka tapi juga dalam duka, kami bisa melewati pernikahan kami bersama-sama sampai akhir hayat nanti dan juga kami bisa saling cinta, melengkapi dan bisa saling mengerti satu sama lainnya. Simple bukan. Memang itu keinginan Bella sejak dulu. Namun semua yang Bella inginkan hanya ada dalam bayangan semata. Itu hanya ada dalam impian indah saja. Begitu ucapan janji di ucapkan oleh Kristan, laki-laki yang akan menjadi suami seumur hidup dengan lantang. Semua pasang mata yang menjadi tamu keluarga langsung berteriak sah setelah selesai berucap. Bella yang saat itu sedang duduk mendengarkan dengan seksama menjadi tersentak kaget mendengar realita yang sangat jauh dari bayangannya ini. Pasangan yang ada di sampingnya ini bukan seperti yang ada dalam bayangan Bella. Yang Bella inginkan adalah laki-laki yang sudah tahu betul luar dalam. Tapi tidak untu
Mata Bella terbuka dengan tubuh yang terasa remuk redam. Semua terasa begitu menyakitkan sewaktu Bella membuka mata. Rasanya untuk bergerak saja ia tidak sanggup apalagi berjalan ke kamar mandi. Padahal ia butuh ke kamar mandi sekarang. Sinar matahari terlihat dengan jelas saat Bella melihat ke tirai. Sinarnya masuk ke dalam melalui sela-sela tirai dan Bella kembali mengeluh, ternyata sudah beranjak siang, jam berapa ini? Tak pernah Bella bangun jam segini. Bella melihat ke sekeliling ruangan itu yang sekarang tengah ia tiduri lalu menatap langit-langit kamar yang saat ini tepat di atas kepalanya. Bella mengingat kembali atas apa yang telah terjadi pada dirinya kemarin. Bayangan demi bayangan masuk ke dalam kepalanya saat itu bagai film yang ia tonton tanpa jeda sama sekali. Di mulai dari kami berdebat satu sama lainnya, K
"Apa yang kamu lakukan?" Bella mundur selangkah karna tangan Kristan yang terulur itu kepadanya. "Aku hanya ingin mengobatimu. Ada luka di bibirmu itu." Bella mengelengkan kepalanya begitu mengetahui bahwa Kristan ingin mengobati luka yang sudah ia perbuat sejak semalam. Buat apa ia berucap untuk mengobati lukanya kalau kenyataannya ia tidak akan pernah bisa mengubah sikapnya. Benci tetap saja benci tidak bisa mengubah semuanya menjadi sayang kalau ia tidak ada niat dari dalam dirinya sendiri ia akan memperbaiki diri. Dan luka ini, biarlah begini. Ini membuktikan betapa kasarnya yang telah ia lakukan pada Bella. Tak hanya kebenciannya yang terlihat tetapi juga sikap kasarnya juga terlihat jelas. "Tidak perlu. Aku masih kuat menanggung perih ini. Kam
Bella menyesap cappucino latte yang sudah Firly belikan untuknya tadi pagi saat Bella masuk ke dalam ruangannya. Firly bergegas menghampiri setelah tahu Bella datang pagi itu. Karna Bella ingin meminum cappucino itu, ia pun menyuruh Firly untuk membelikannya. Rasa pahit dan manis bercampir menjadi satu membuat kenikmatan tersendiri.Sembari meminum cappucino, matanya melihat laporan perusahaan yang sudah sedari tadi ada di depannya. Meja kerjanya sudah berantakan sejak tadi karna sudah terlalu fokus dengan laporan yang menyita waktu. Makanya ia biarkan saja semuanya berantakan. Tak peduli dengan tatapan orang lain yang melihat betapa buruknya ruang kerjanya. Laptop menyala, berkas dimana-mana dan kertas-kertas yang sudah dicoret-coret berhamburan sampai ke lantai. Ia memang gila kerja. Terserah saja orang lain bilang apa, ia tidak pernah mau peduli.
"Kita mau kemana Kristan?" tanya Bella yang saat ini matanya di tutup dengan sehelai kain. Bella jadi tidak bisa melihat kemana-mana karna matanya sudah berubah menjadi gelap. Kristan mengajaknya entah kemana tanpa memberitahu dan Bella terpaksa mengikutinya. Habisnya laki-laki itu merengek tanpa batas seperti anak kecil yang tidak mau di tolak begitu saja. Alhasil Bella harus mengalah dan menerima permintaannya. Dari mulai masuk ke dalam mobil sampai keluar mobil, matanya sudah tertutup oleh kain. Ingin sekali Bella bertanya kemana mereka akan pergi karna pikirannya selalu dihantui rasa penasaran tapi Kristan hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi atau kita akan mendapatkan waktu yang berharga. Makanya Bella tidak tahu apa-apa sampai sekarang. "Tunggu sebentar lagi ya, kita akan tiba sesuai keinginanku." Sepulangnya dari pulau Bangka itu Kristan jadi berubah lebih romantis. Ia tidak lagi berkata ketus atau dingin kepada Bella. Malah sekarang ucapannya
Bella membuka mata begitu terasa hari sudah pagi. Seperti biasanya, jika hari sudah menjelang pagi tanpa pemberitahuan apa pun, mata Bella pasti langsung terbuka. Instingnya mengatakan begitu, begitu mata itu terbuka, matanya menatap satu arah yang ia lihat pertama kali adalah seorang laki-laki tampan yang Bella ketahui adalah suaminya yaitu Kristan yang saat ini sedang tertidur di hadapannya. Matanya terpejam dengan hembusan nafas yang teratur. Bella ingin bergerak bangun namun saat mengetahui tempat yang Bella tempati saat itu begitu sempit. Hal itu tidak akan mudah untuknya bisa melewati hal itu. Ia harus bergerak lebih keras agar ia bisa keluar dari sova ini. Apalagi sekarang Kristan sedang memeluknya. Jadi ia tidak akan bisa melewati dengan tenang. Bella heran, kenapa ia bisa tertidur dengan Kristan di sova sesempit ini dan itu berlangsung sampai pagi. Keinginan untuk pergi cepat-cepat dari pelukan Kristan lebih dari apa yang ia pikirkan. Tak ingin
Kebersamaan Bella bersama Xavier di pantai itu tidak berlangsung lama karna sebuah panggilan nama Bella yang terdengar begitu lantang. Suara khas dari seseorang membuat keduanya serempak untuk melihat laki-laki yang Bella tau bahwa dia adalah suami sahnya.Bella bertanya dalam hati mengapa dia mendatangi Bella sampai ke sini, apakah tidak cukup puas kemarin sudah menyakitinya sampai begitu dalam. Tidak cukupkah surat gugatan cerai yang di berikan padanya. Dia hanya cukup menunggu dan semuanya selesai. Kenapa harus melihatnya di sini?Kristan mendekat lalu menggenggam tangan Bella untuk pergi dari sana. Ketidaksukaan Kristan terlihat begitu jelas ketika melihat Bella bersama dengan laki-laki lain di sini. Namun tidak bisa menyurutkan tekad Bella untuk menepis tangan itu dan memberikan peringatan bahwa Bella memang istrinya tapi bukan begini perlakuannya pada seorang istri dan mungkin sebentar lagi mereka akan berpisah."Ikut aku!" bentak Kristan pada Bella. Sorot
Bella menyusuri pantai yang dibilang banyak orang sangatlah indah. Kaki telanjangnya melangkah di atas pasir selangkah demi selangkah sampai Bella merasa lelah lalu Bella memilih untuk duduk di tepi pantai yang kering tanpa alas apa-apa. Matanya memandang ke lautan lepas dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus saat itu. Membuat rambut yang tergerai itu berterbangan dan gaun pantai yang dia gunakan juga bergerak terkena angin pantai. Betapa Bella merindukan saat ini dimana tidak ada orang mengganggu dan juga hanya di temani sepi yang bisa membuat Bella lebih tenang dan damai. Tak lama kemudian seseorang mendekati Bella dan duduk di sampingnya tanpa menghiraukan keterkejutan Bella. Dia terlihat santai dan menikmati suasana yang terasa saat itu. "Kamu tau sulit sekali mencari jadwal penerbangan supaya bisa bertemu kamu di sini." "Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu masih bekerja di perusahaanku dan juga mengurus gugatan ceraiku?" "Aku sudah di putus kerja
"Nggak! Dia udah kabur.""Apa?! Wah serius kamu? Demi apa? Jangan bercanda Kristan? Dia kabur kemana? Jangan bilang sama laki-laki brengsek itu."Sialan.Kristan akui saat ini dia merasa sedang patah hati dan hal itu membuat sisi kewarasannya hilang untuk sementara. Otaknya tidak bisa berpikir dan mencerna dengan baik. Semuanya blank begitu saja. Terasa begitu buntu. Biasanya Kristan bisa langsung bertindak secepat mungkin jika ada suatu masalah yang sedang terjadi. Ini malah tidak bisa bertindak sama sekali yang membuat emosi memenuhi hati dan kepalanya.Seharusnya Kristan mencari Bella dan bicara berdua layaknya orang dewasa lalu menemukan solusi terbaik agar pernikahan mereka baik-baik saja dan kembali berjalan normal tapi mengapa dia hanya berdiri di dalam ruangannya tanpa bergerak mencari Bella saat ini?ini sangatlah aneh.Kristan memandang pemandangan kota pagi itu dengan tatapan kosong. Matanya melihat ke depan namun bayang-bayang akan Bella
Biantara duduk di kursi ruangan Bella dengan pandangan mata lurus ke depan dimana Kristan berdiri di depannya. Mereka sama-sama memandang dengan pemikiran masing-masing tapi Kristan tidak setajam Biantara, Kristan memilih untuk memandang biasa saja dan terlihat acuh. Kristan tidak ingin menguasai pembicaraan ini karna Kristan tau bahwa dia yang salah.Biantara belum mau mengatakan apa-apa sebelum Kristan berkata lebih dahulu sampai Kristan akhirnya menyerah dengan situasi kikuk yang terjadi. Kristan memulai percakapan lebih dulu dengan memandang datar Biantara lalu memulai dengan sebuah senyum kaku. Ini dia lakukan agar Biantara tidak terlalu cemas. Tanpa sadar Biantara sebenarnya terlihat begitu cemas. Ketara sekali dari guratan di dahi laki-laki tua itu namun Biantara samarkan dengan mata tajam yang tidak beralih pada Kristan."Maaf Kakek, permasalahan rumah tanggaku tidak seharusnya membuat Kakek terbebani, aku sudah meminimalisir supaya permasalahan ini tidak
Dengan kaki jenjangnya Bella melangkah ke pintu jendela lalu menyibak tirai yang menutupi kamar dimana nanti Bella akan tinggali untuk sementara waktu sampai perceraian yang diinginkan Bella tiba. Bella sudah memberitahu Xavier untuk segera mengurus perceraiannya. Semoga kasus perceraian ini tidak memakan proses yang lama.Ponselnya tak lama berdering kemudian, Bella merogoh ke dalam saku jas yang Bella pakai hari itu supaya Bella merasa hangat setelah berpergian kurang lebih beberapa jam yang lalu.Setelah berhubungan suami istri dengan Kristan, Bella sudah merasa yakin untuk meninggalkan Kristan detik itu juga. Bella memutuskan untuk menghindarinya dan menjauh untuk beberapa waktu sembari menunggu keputusan persidangan cerai nantinya."Lo udah sampai belum? Gimana perjalanan lo? Lo nggak apa-apa kan?" Firly bertanya dengan suara berbisik supaya ucapannya tidak terdengar oleh orang lain."Gue udah sampai tujuan Ly, lo tenang aja. Vila yang lo maksu
Tepat di bulan Mei dan saat ini pukul 7 malam. Bella mencatat dengan jelas waktu terpahit dimana kehidupannya akan berubah. Jelas saja statusnya akan berubah sebentar lagi jika Kristan menyetujui permintaannya. Permintaan yang tidak pernah Bella bayangkan sebelumnya. Bella akan berakhir dengan status janda.Bella berdiri di tengah-tengah kamar untuk menjelaskan maksud yang Bella rasakan pada Kristan. Kristan yang sudah berdiri tak jauh di depannya sedang menunggu apa yang akan Bella katakan malam ini. Tidak pernah Bella merasakan kesulitan untuk memulai pembicaraan, entah apa yang akan dikatakan Kristan nanti. Meskipun sulit untuk Bella tapi mau tidak mau Bella harus melakukannya."Aku mau bercerai," ucap Bella dengan tegas.Kristan tidak menjawab, mungkin belum, Kristan masih menunggu ucapan Bella yang lainnya sebelum dia menjawab ucapannya dengan tegas. Kristan menyipitkan matanya memperlihatkan betapa aura menakutkan begitu terpancar dari wajah Kristan saat i