Bintang Sabda Alam, gadis remaja bertubuh tambun, dekil dan jerawatan akibat masa pubertasnya, tergila-gila pada Christian Diwangkara Junior. Anak sahabat orang tuanya yang dewasa, canggih dan sudah memiliki pacar seorang model professional. Hingga suatu hari, secara tidak sengaja, ia mendengar kalau laki-laki pujaannya itu menghinanya dengan sebutan buntelan jerawatan pada pacarnya. Sejak hari itu Bintang bersumpah bahwa tidak akan pernah lagi menampakkan dirinya di hadapan Tian sebelum ia kurus dan tidak kalah cantik dari pacarnya. Enam tahun kemudian mereka bertemu kembali dalam keadaan Bintang yang sudah berubah 180 derajat dari masa remaja culunnya. "Kamu yang sesempuna ini, mana mungkin dibandingkan dengan buntelan jerawatan seperti bocah halu itu? Kayak bumi dan langit tahu?" -Christian Diwangkara Junior. "Kalau mau ngejelek-jelekin orang, ngomong di depannya dong. Suka banget sih main belakang! Situ banci atau gay?" -Bintang Sabda Alam
View More"Selamat pagi Ayah, Ibu, Kak Langit. Apa menu sarapan kita hari ini?" Bintang menuruni tangga dengan suara berdebum akibat langkah-langkah kaki besarnya. Ia sudah begitu tidak sabar untuk ikut sarapan setelah membaui aroma roti panggang dengan taburan keju yang meleleh di atasnya. Mulutnya langsung berair saat hidung mancungnya mulai mengendus-endus udara. Ini namanya keharuman yang hakiki untuk perut karetnya. Disebut perut karet karena memang perutnya mempunyai banyak sekali sisi-sisi kosong. Jadi walaupun perut utamanya telah terisi, masih ada beberapa slot-slot kosong yang bisa diisi di dalamnya.
Selalu ada tempat di perutnya apabila ada makanan yang melambai-lambai manjah memanggil namanya. Mereka seolah-olah berkata, ayo makan aku, habisi aku dan nikmati aku. Kamu tidak usah takut karena kita masih bisa berolah raga besok pagi (kalau ingat) tentu saja. Bintang berprinsip, makanan tidak boleh dibuang-buang karena itu adalah merupakan tindakan yang mubazir. Di Afrika sana, berapa banyak anak-anak yang menderita gizi buruk dan busung lapar bukan? Oleh karena itu semua makanan harus di maksimalkan agar tidak terbuang cuma-cuma. Dan perutnya adalah salah satu tempat pembuangannya. Hehehe.
"Ahelah Bi, kamu makan roti sampai berapa tangkap itu heh? Mana pakai selai kacang lagi. Bagaimana jerawatmu tidak makin subur dan makmur semua di sana. Lah asupan makanan kamu juga begini-begini amat?" Langit menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia speechless melihat selera makan adik kembarnya.
"Jangan suka mengejek adikmu, Lang. Bintang 'kan masih dalam masa pertumbuhan. Jadi wajarlah kalau dia menikmati semua karbohidrat dan protein," Sabda memotong kata-kata Langit. Ia kemudian memalingkan wajahnya ke arah Bintang sambil berkata," asal kamu mau Ayah ajak jogging setiap pagi. Setuju, Nak?" Sabda membelai sayang surai hitam pekat anak gadisnya. Wajar dalam masa pubertasnya Bintang suka sekali makan. Itu semua wajar saja, asal diimbangi dengan olah raga yang cukup dan teratur. Kalau Bintang rajin dan disiplin, Sabda yakin pasti semua lemak membandel yang saat ini betah menghuni tubuh putrinya itu akan terbakar habis semua. Intinya adalah niat.
"Setuju aja sih, Yah. Tapi Bintang nggak janji ya? Hehehe." Sahut Bintang sembari nyengir. Kaum rebahan seperti dirinya ini memang anti sekali dengan yang namanya olah raga. Capek beut, cuy!
"Kamu itu ya Bi, selalu aja janji-janji melulu. Hari ini bilang besok. Besoknya bilang besok lagi. Eh tahu-tahu tahun sudah berganti, tapi joggingnya malah tidak jadi-jadi. Ayahmu tambah seksi eh kamunya malah tambah bohay. Bintang... Bintang." Senja menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar percakapan antara suami dan putrinya. Sementara yang di
sindir cuma nyengir-nyengir kuda aja. Masuk telinga kiri dan langsung bablas keluar dari telinga kanan."Kalian 'kan sudah habis ujian UNBK. Kok masih sekolah aja sih? Bukannya udah libur ya, Bi?" Tanya Senja seraya meletakkan segelas susu buat Bintang.
"Ini cuma rapat untuk membahas beberapa persiapan untuk PENSI nanti malam, Bu. Paling sekitar tiga jam gitu, Bintang juga udah balik. Bintang 'kan mengisi acara kesan dan kesan selama bersekolah di sana." Jawab Bintang seraya terus saja mengunyah.
"Kalian semua harus mengosongkan jadwal untuk besok malam ya? Kita di undang ke acara syukuran kelulusan Tian. Tante Lyn sudah bolak balik mengabari Ibu," Senja mengingatkan kembali mengenai undangan sahabat lamanya. Ia kini memfokuskan pandangan pada Bintang. "Kamu jangan bikin ulah nanti di sana ya, Bi? Apalagi nanti pasti ada pacarnya si Tian, Clara di sana. Jangan membuat Tian risih dan salah tingkah ya, Nak? Jaga sikapmu." Imbuh Senja lagi.
Senja yang tahu kalau putrinya ini tergila-gila kepada Tian, khawatir dengan tingkahnya yang terkadang suka berlebihan. Karena Tian juga sudah punya pacar. Kehadiran anak SMP labil seperti Bintang ini terkadang membuat Tian tampak serba salah. Senja jadi merasa tidak enak terhadap anak muda itu.
"Ck! si Clara Clara itu cuma pacarnya kan Bu? Belum jadi istrinya? Suami istri aja bisa cerai. Apalagi yang statusnya cuma pacaran doang. Kan bisa aja putus ditengah jalan. Orang Tian itu suami masa depannya Bintang kok. Ya kan, Yah?" Bintang meminta dukungan ayahnya yang seketika di hadiahi jitakan ringan di kepalanya.
"Hussss! Kamu itu masih kelas sembilan udah mikir soal suami aja. Umur juga masih lima belas tahun. Jangan suka asal bicara yang aneh-aneh. Pamali! Ya sudah ayah berangkat dulu ya anak-anak? Ayo, Bu." Bintang melihat ibunya segera mengambil tas kerja ayahnya dan mengantarkannya sampai ke pintu utama. Walaupun sudah menikah selama enam belas tahun, kedua orang tuanya tampak masih seperti sepasang pengantin baru saja. Mesra pake banget pokoknya.
"Ayo, Bi. Mau dianter ke sekolah nggak? Cepetan minum susunya. Kakak mau ke rumah Dava dulu nanti." Langit sudah beringsut dari kursi dan meraih tas ranselnya. Takut ditinggal, Bintang segera meneguk susunya hingga tetes terakhir seperti yang diiklankan di televisi. Ia buru-buru mengejar kakaknya yang sudah tidak sabar menunggu di atas sepeda motor.
==================================
"Tuh, gentong air udah dateng. Katanya aja kembar, tapi kok bisa beda banget gitu ya? Nggak yakin gue. Kalo kembar sama gajah sih pantes. Hahahaha..."
"Iya mungkin aja kembar, tapi beda emak, beda bapak cuma satu pembantu. Hahahhaha..."
Bintang menghitung satu sampai lima dalam hati, sebelum akhirnya memaksakan diri untuk melewati para pembullynya. Beginilah perlakuan yang harus diterimanya setiap hari di manapun dan kapanpun. Di sekolah, di tempat les, bahkan di mall dan jalan raya pun orang-orang selalu saja berlomba-lomba untuk membullynya. Itu semua terjadi karena ukuran tubuhnya yang memang di atas rata-rata anak seusianya. Julukan mulai dari gajah, kuda nil sampai tong leger pun sudah kenyang ditelannya.
Bintang sadar tidak semua orang yang dia temui di sekolah akan berakhir menjadi temannya. Dia sekarang juga tahu bahwa di sekolah dia bukan hanya takut saat menghadapi pelajaran fisika. Akan tetapi dia juga harus mulai belajar bertahan dari serangan verbal dan non verbal dari anak-anak yang have fun, dengan cara membuatnya tersiksa dan merasa tidak berguna. Dulu sewaktu kelas tujuh, dia pernah sempat ingin mengadukan perbuatan jahat sebagian orang-orang yang mengaku sebagai temannya di sekolah itu kepada kedua orang tuanya. Tetapi ia takut kalau mereka malah akan balik mengatainya pecundang, pengecut atau si pengadu. Makanya ia memutuskan bahwa ia akan mencoba bertahan semampunya saja. Kepada Langit pun ia tidak pernah mengadukan apa-apa. Soalnya para pembully itu semua mendadak manis kalau ada saudara kembarnya yang terkenal galak itu di sampingnya.
"Eh gentong air! Jerawat lo tambah subur aja. Lo pupukin pake aja sih tumbuhnya? Sampai adil dan merata begitu? Hahahaha..."
Kali ini Bintang melewati segerombolan anak laki-laki yang sedang duduk santai di balkon depan kelasnya. Bintang tahu mereka adalah anak-anak basket yang sangat populer dan digilai oleh semua anak-anak perempuan di sekolah Bina Bangsa Jaya. Bintang juga tahu kalau mereka semua adalah anak kelas 12. Tubuh tinggi besar mereka sangat mengintimidasinya yang hanya 158 cm. Tepat pada saat Bintang ingin melewati kelas mereka, salah seorang bintang basket yang populer itu menyilangkan kakinya.
"Rayu gue dulu Dek bohay, kalo lo emang mau melewati tempat ini dengan selamat tanpa satu insiden pun. Ayo cepat! Kalo lo nggak mau, lo nggak akan bisa masuk aula untuk ikut rapat." Sebuah suara bariton memasuki pendengarannya. Tanpa perlu memandang wajah orang yang membullynya ini pun, Bintang sudah mengenalinya dari suaranya saja. Bumi Persada Prasetya. Anak konglomerat pengusaha kayu kesohor negeri ini. Dari mulai ia kelas tujuh, bad boy ini sudah suka sekali mengganggunya.
"Maaf Kak, saya mau jalan. Tolong singkirkan kaki, Kakak." Tukas Bintang pelan. Hening. Tiba-tiba saja Bintang merasa dagunya diangkat tinggi. Rupanya Bumilah pelakunya. Bintang dengan cepat berusaha menepis tangannya nakal kakak kelasnya ini.
"Kalo lo diajak berbicara dengan seseorang itu, biasakan untuk melihat wajah lawan bicara lo. Paham? Rayu gue sekarang atau lo gue cium di sini. Cepat!" Bintang sampat terlompat kaget mendengar suara bentakannya. Kejadian-kejadian seperti inilah yang ingin dia sampaikan pada saat PENSI nanti. Ia ingin mencurahkan seluruh perasaannya selama tiga tahun ini sebagai salah satu dari korban bullying. Ia ingin menyadarkan teman-temannya bahwa perbuatan mereka itu sungguh sangat tidak manusiawi. Tepat ketika Bumi makin mendekatkan wajah padanya, Bintang mulai mundur-mundur ketakutan.
"Kak Bu--Bumi yang paling tam--pan se bumi pertiwi ini. Saya mau lewat. Saya mohon, tolong saya diberi jalan." Dan kaki Bumi pun segera ditarik kembali. Ia benar-benar memberi Bintang jalan. Entah Bintang salah lihat atau bagaimana, tetapi sepertinya ia sempat melihat si galak ini tersenyum simpul sebentar. Tanpa banyak bicara lagi, Bintang pun segera berjalan menuju aula.
"Bum, lo nggak salah mau nyium itu gajah bengkak depan belakang? Lo sehat?" David memandang Bumi dengan aneh. Bagaimana ia tidak heran, begitu banyak gadis-gadis cantik yang bertebaran di sekolah ini, Bumi malah mau mencium anak SMP yang bertubuh besar seperti gajah. Cantik sih... cuma ukurannya itu lho, jumbo cuy!
"Kenapa rupanya? Selera orang 'kan beda-beda. Dan gue juga nggak perlu menjelaskan tentang perasaan gue sama lo. Lo kan bukan gebetan gue." Sahut Bumi acuh.
"Njirrr, lo kata gue gay apa?" David langsung misuh-misuh sambil menyeringai jijik mendengar kata-kata Bumi. Masak jeruk minum jeruk?
=================================
"Bu, ini baju Bintang kok pada sempit semua sih? Pasti waktu dicuci kainnya pada menciut ini. Nggak bagus berarti bahan gaun-gaunnya semua." Bintang memandang putus asa hamparan gaun yang bertumpuk-tumpuk di ranjangnya. Senja hanya bisa menghela nafas panjang.
"Bukan gaun-gaun kamu yang menciut sayang, tapi tubuh kamu yang mengembang. Ayo, sini Ibu pilihkan satu yang bagus. Untuk acara PENSI kan?" Senja berusaha membuat mood putrinya kembali membaik. Bintang ini sebenarnya sangat cantik. Ini memiliki mata Sabda yang tajam serta hidungnya yang mancung. Bibirnya merah alami dan bergaris lembut seperti miliknya. Hanya saja tubuhnya lebih berisi untuk anak seusianya. Dan ditambah jerawat kecil-kecil yang memenuhi wajahnya. Senja yakin setelah melewati masa pubertas nya, ia akan menjelma menjadi putri yang sangat cantik. Lihat saja nanti.
"Nah pakai gaun putih ini aja ya, Nak? Nanti ibu akan membantu merias wajah dan rambutmu." Dengan segera Bintang mengangguk. Setelah menggunakan gaun putihnya, ia segera duduk manis du depan meja rias. Ibunya pun mulai menggambari wajahnya dengan berbagai macam bedak dan kuas.
"Nah sudah selesai. Coba lihat di cermin, Nak? Kamu cantik sekali, Bi." Dan Bintang pun nyaris tidak percaya bahwa gadis yang balas menatapnya dari dalam cermin itu adalah dirinya. Dia rupanya bisa tampil cantik juga. Begitulah penampilan Bintang saat menghadiri PENSI di sekolahnya malam ini. Banyak teman-temannya nyaris tidak mengenalinya. Ia ketahuan hanya karena tubuh bongsornya.
"Hei Gajah! Percuma juga lo dandan cantik, kalo badan lo tetep aja sebesar gajah!"
"Hei awas... awas... ada kingkong lagi jalan tuh!" Bintang tetap diam dan maju ke atas pentas saat namanya di panggil untuk mengucapkan pesan dan kesannya selama bersekolah di sini. Setelah membaca doa dalam hati, Bintang pun meraih mikrofon dengan mantap.
"Selamat malam Bapak dan Ibu guru sekalian yang saya hormati, dan juga teman-teman sekalian yang kalau boleh saya sayangi. Malam ini saya ingin mengungkapkan kesan dan pesan saya kepada kalian semua.
Dulu saya berpikir bahwa sekolah itu adalah tempat yang pasti akan sangat menyenangkan. Bertemu teman baru, belajar, dan juga bermain bersama. Saya sungguh tidak sabar untuk bertemu dengan kalian semua yang di sebut dengan kata teman-teman. Akan tetapi apa yang terjadi malah berbanding terbalik dengan semua yang saya pikirkan. Hanya karena bentuk tubuh saya yang di atas rata-rata, kalian mulai mengejek saya, menghina saya, dan membully saya yang kalian sebut dengan satu kata manis yaitu, teman. Kalian juga memberikan nama-nama julukan yang sangat tidak manusiawi kepada saya. Dan akhirnya sekolah pun tidak lagi menjadi tempat yang menyenangkan untuk saya. Dan kalian semua tahu itu kenapa?
Karena sekolah bagi saya bukan lagi hanya sekedar tempat belajar, melainkan juga medan perang. Saya harus memperkirakan bagaimana hari itu saya akan dipermalukan, dan hingga jam sekolah berdentang saya harus berusaha bertahan. Saya bahkan tidak perlu melakukan apa-apa agar kalian semua tertawa. Apapun yang saya lakukan, selalu saja salah tanpa saya sengaja. Gaya bicara saya yang terbata-bata semakin membuat kalian tertawa. Mungkin kalian lupa bahwa saya adalah manusia yang tiga dimensional, bukan hanya bahan baku percakapan dan bercandaan.
Saya diam saja, bukan berarti yang kalian lakukan itu menyenangkan. Saya rasa semua anak yang pernah dibully tahu rasanya menerima gencetan dan cuma bisa diam. Tak ingin memperparah keadaan, kami lebih memilih menghindar.
Saya mengatakan semua ini bukan bermaksud untuk mengadu. Niat saya sederhana. Saya hanya tidak mau kembali jatuh korban. Cukup saya sajalah yang kalian beri pelajaran. Saya mohon, tolong jangan diulangi lagi.
Oh ya satu hal lagi yang ingin saya katakan dalam malam perpisahan ini. Mungkin kalian hanya mengenal saya sebagai Bintang Sabda Alam dan saudara kembar Langit Sabda Alam. Hari ini akan saya katakan satu kebenaran pada kalian semua. Saya adalah cucu dari Bapak Fajar Ramadhan pemilik sekolah ini dan anak dari Halilintar Sabda Alam dan Senjahari Semesta Alam. Jadi bisa dikatakan sayalah pemilik sekolah ini."
Suasana yang tadinya tegang menjadi semakin mencekam. Mereka tidak tahu bahwa sekolah mereka adalah milik keluarga Bintang. Semua teman-teman yang selalu membully nya mulai takut dan merasa tidak nyaman.
"Saya sebenarnya bisa saja membalas kalian semua. Tetapi saya tidak di ajarkan oleh orang tua saya untuk membalas kejahatan dengan kejahatan juga. Karena itu membuat diri saya tidak ada bedanya dengan kalian semua. Saya rasa sudah cukup saya menampilkan pesan dan kesan saya terhadap kalian semua selama bersekolah di sini. Terima kasih."
"Kamu keren, Bi. Kakak bangga sama kamu. Hanya saja kakak merasa bersalah karena kakak tidak tahu betapa dalam penderitaan kamu selama ini di sini. Mulai hari ini, siapa pun yang berani membully kamu, akan kakak ratakan mereka semua. Kakak janji!" Bintang tersenyum dalam deraian air matanya saat merasa kakak kembarnya memeluknya erat. Ia menang! Dia menang karena sanggup bertahan menghadapi para pembully dengan gagah berani selama tiga tahun ini. Tapi ia berjanji, mulai kelas 10 nanti dia akan memberi pelajaran kepada siapa saja yang berani membullynya dan juga anak-anak culun lainnya. Untuk saat ini, cukuplah sudah.
Bila esok kau tertawa lepasEntah dengan siapa,Ketahuilah aku orang pertamaYang paling merasa lega. Bila esok kau digenggam eratEntah oleh siapa,Ketahuilah tanganku akan ikhlas melepaskan genggamannya. Dan bila esok kau berbahagiaIngatlah,Hatiku adalah tempat pertamaYang diguyur hujan tak henti-hentinya. ================================== Kamu yakin tidak ingin Kakak temani, Bintang." Tian menahan langkah Bintang yang akan memasuki cafe tempatnya dulu biasa bertemu dengan Bumi. Bintang melihat kecemburuan, kecemasan dan rasa khawatir yang kental dari air muka suaminya. Wajar saja kalau Tian merasa gelisah. Suami mana yang bisa tenang-tenang saja saat mengetahui istrinya akan bertemu dengan mantannya di tempat yang penuh dengan kenangan lama mereka berdua. Tetapi tadi ia telah meyakinkan suaminya bahwa ia
"Anda salah paham, Pak. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan tindak pelecehan terhadap putri Bapak. Saya hanya bermaksud untuk menolong putri Bapak yang hampir saja jatuh terjerembab dari atas motor saya. Perlu Bapak ketahui, sebelumnya putri Bapak ini baru saja terjatuh dari sepedanya. Putri Bapak belajar naik sepeda di tengah jalan raya."Galih memberi hormat ala militer pada seorang pria setengah baya yang mengaku-ngaku sebagai ayah dari gadis aneh ini. Pipinya berdenyut dan sudut bibirnya sedikit mencecap rasa asin akibat di hajar oleh bapak-bapak galak ini. Ternyata walau pun sudah tua tenaga bapak-bapak ini masih ampuh juga."Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Anda karena telah menolong anak saya. Tapi kalau memang Anda niatnya hanya ingin menolong putri saya, kan tidak perlu seerat itu juga cara memeluknya. Lama lagi. Itu sudah modus namanya." Chris walau pun mengucapkan terima kasih, tapi tamp
"Ayo silahkan dicicipi semuanya. Ini ada makanan kecil sebagai teman minum kopi. Ini teh namanya lekker khas Bandung, pisang goreng dan martabak manis. Ayo silahkan di cobain, Bapak-Ba--"Jika tadi Bintang yang muntah-muntah, maka, kali ini Tian lah yang mengeluarkan isi perutnya di dalam closet kamar mandi. Tian memang akhir-akhir ini tidak bisa mencium aroma tajam makanan atau minuman yang berempah. Perutnya akan langsung berontak seketika."Lho Kak Tian kenapa sih? Kok muntah-muntah begitu? Padahal enak banget ini kue lekkernya. Harum semerbak menggoda rasa. Eh ini juga ada martabak manis." Bintang malah kesenangan dan melahap dengan semangat aneka jajajan pasar yang disajikan oleh Pak Harjo. Beda dengan suaminya yang terus saja hoek hoek di kamar mandi."Kak Tian sakit ya? Apa perlu kita ke rumah sakit sekarang?" Bintang mengurut-urut punggung Tian yang terkadang masih tersentak-sent
Huekkk... huekkk... huekkk...Bintang tidak sanggup lagi menonton sisa adegan-adegan dalam video itu. Benaknya mendadak dipenuhi kejadian sesaat sebelum video itu direkam. Ingatnya tentang kejadian ini yang dulu hanya berupa beberapa lintasan samar, kita telah tersingkap sedikit demi sedikit. Setelah meminum segelas tequila Reno ditambah lagi dengan segelas margarita Fanny, Bintang mulai merasa kepalanya menjadi ringan dan langkahnya juga bagai melayang-layang. Kakinya bahkan seolah-olah tidak lagi menapak di bumi. Benaknya kosong dan hanya dipenuhi oleh percikan warna warni indahnya kembang api. Ia pun menjadi gembira luar biasa dan tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas. Dia bahkan melihat wajah Bumi seperti ada dua orang. Tubuhnya bergerak sendiri dan terus saja bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. Anehnya lagi semua orang yang dilihatnya mendadak menjadi kembar dan berbayang-bayang. Samar-samar ia merasa tubuhnya seperti digen
"Semuanya sudah dibawa, Yan? Photo copy KTP, akte kelahiran, dan buku nikah Bintang masih ada sama kamu semua kan, Nak?"Chris melihat putranya sibuk memasukkan berkas-berkas identitas diri Bintang ke dalam sebuah map. Chris juga melihat anaknya memasukkan passport dan ijazah Bintang mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan SMA. Chris tidak dapat menahan senyumnya saat Tian memasukkan juga raport Bintang secara berurutan mulai dari TK sampai SMA. Untuk apalah semua tetek bengek yang tidak diperlukan itu dibawa semua oleh anaknya, alih-alih yang dibutuhkan hanyalah KTP dan buku nikah mereka berdua? Chris akhirnya tidak tahan lagi untuk tidak menggoda anaknya saat putranya itu juga memasukkan photo-photo Bintang mulai dari istrinya itu bergigi ompong dan montok, sampai dengan photo terakhirnya dalam busana pengantin saat akad nikah mereka dua bulan setengah lalu."Ayah sama sekali nggak menyangka kalau kamu ternyata punya koleksi photo Bin
"Udah nggak ada orang lain lagi di sini, Bi. Ayo sekarang buka topeng kamu. Nggak usah main drama-dramaan lagi. Kamu ngapain ada di sini? Suami kamu ke mana dan kenapa nama kamu berubah jadi Rahayu Jaya Krisna?" interogasi Jupiter dengan berondongan pertanyaan. Bintang diam saja. Ia bingung harus menjelaskan apa pada Jupiter. Rahasia itu semakin banyak orang yang tau, semakin cepat tersibak kebenarannya bukan?Karena Bintang diam saja, Jupiter mensejajari langkah kaki Bintang yang berjalan pelan menyusuri pohon-pohon rindang di sekitar pabrik pengolahan kopi. Sejauh mata memandang, terlihat kesibukan para pekerja perkebunan yang sedang melakukan proses sortasi biji kopi."Kamu tidak mau menjawab? Baik, kalau begitu saya tinggal menelepon Pak Harjo untuk membatalkan perekrutan kamu sebagai karyawan," ancam Jupiter seraya meraih ponsel di sakunya. Ia terlihat mulai menekan beberapa nomor. Bintang panik. Sepertinya Jupiter ini serius ingin me
"Silahkan ikut saya ke ruangan manager HRD ya, Teh? Tapi teteh menunggu Pak Harjo sebentar tidak apa-apa kan, Teh? Soalnya Pak Harjo lagi menghadap Pak Galaksi. Ada briefing sebentar."Pak Endang mempersilahkan Bintang menunggu di ruangan manager HRD. Bintang memeriksa kembali formulir permohonan kerjanya sekali lagi. Ia juga melampirkan photo copy akte kelahiran dan KTP Ayu. Sepertinya semuanya sudah lengkap. Kantor ini sepertinya menerapkan sistem kerja yang professional. Karena walaupun Direktur Utama sudah menerimanya bekerja, Bintang tetap harus melengkapi semua dokumen-dokumen pribadinya untuk kelengkapan arsip perusahaan. Seperti inilah seharusnya perusahaan beroperasi, professional dan teliti. Tidak sembarangan menerima karyawan.Bintang menjadi tidak enak hati karena sudah membohongi Pak Galaksi yang sudah begitu baik dan memberinya kesempatan untuk bekerja. Suara-suara beberapa orang yang saling berbicara sepertinya akan
"Lho Pak Galaksi udah di sini ya? Padahal saya teh maksudnya mau ke kantor menjumpai Bapak. Bapak sehat?" Bintang melihat Bude Yanti menyalami Bapak yang dipanggilnya dengan sebutan Galaksi tadi. Bude Yanti ini sebenarnya suku Jawa, tetapi karena sudah lama tinggal di daerah ini, dialeknya sudah seperti penduduk asli di sini. Bintang memperhatikan masyarakat di sini rata -rata menyebut huruf f menjadi p."Alhamdullilah sehat, Bu. Ibu sekeluarga bagaimana? Sehat?" Bintang memperhatikan bapak-bapak ini walaupun orang kaya tetapi tampak ramah dan tidak ada kesan sombongnya sama sekali. Karena pembicaraan mereka sudah mulai serius membahas masalah pekerjaan, Bintang beringsut ke dapur dan berinisiatif membuatkan minuman untuk tamunya. Rina dan Panji sepertinya masih sibuk mengerjakan PR sekolahnya."Nah ini keponakan jauh saya, namanya Rahayu. Keponakan saya ini baru datang dari kota. Katanya mau melamar pekerjaan di perkebun
Hujan deras menerpa saat Tian tiba di apartemennya. Sembari mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah, Tian memanggil-manggil nama istrinya. Tetapi istrinya sama sekali tidak menyahut. Padahal ia sudah berkali-kali mengucapkan salam. Biasanya saat mendengar salamnya, istrinya pasti buru-buru keluar dan mengambil alih tas kerjanya. Ini kok sepi sekali rasanya? Apakah istrinya tidak ada di apartemen?Tian meletakkan bouquet bunganya di atas meja. Ia melirik pergelangan tangannya. Baru pukul 17.30 WIB. Ia memang sengaja pulang satu jam lebih cepat dari kantornya, karena ingin memberi kejutan pada istri bohaynya.Saat memeriksa seluruh apartemen yang ternyata memang kosong, Tian pun meraih ponselnya. Mencoba menelepon istrinya. Tumben sampai sore begini istrinya belum pulang. Apakah istrinya pergi ke kampus? Tian semakin heran saat ponsel istrinya masih dalam keadaan tidak aktif seperti tadi siang. Apakah sesuatu telah terjadi pada istr
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments